Pengamatan praktek sanitasi pekerja terhadap 161 responden IRTP menunjukkan bahwa 27 responden IRTP (16.8%) karyawannya mempraktekkan seluruh (9) kegiatan higiene pekerja dengan benar (Tabel 22). Sisanya, 134 responden IRTP tidak mempraktekkan seluruh kegiatan sanitasi pekerja dengan benar. Penilaian terhadap 9 praktek higiene pekerja lebih lanjut disajikan pada Tabel 21. Sembilan kegiatan praktek sanitasi pekerja dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 21 memperlihatkan bahwa sebagian besar responden IRTP (65.2%) telah mempraktekkan 7-9 kegiatan sanitasi pekerja dengan benar . Sebanyak 28 responden IRTP (17.4%) mempraktekkan 6 dari 9 kegiatan sanitasi pekerja dan sisanya 18 responden (11.1%) mempraktekkan 1-5 dari 9 kegiatan sanitasi pekerja. Hal ini dapat disimpulkan bahwa praktek sanitasi pekerja IRTP sudah cukup baik.
Tabel 21 Penilaian terhadap praktek sanitasi pekerja
No Nilai Jml
responden %
1 100 (mempraktekkan seluruh (9) kegiatan praktek higiene pekerja)
27 16.8
2 89 (mempraktekkan 88.9 % (8) dari 9 kegiatan praktek higiene pekerja)
34 21.1
3 78 (mempraktekkan 77.8 % (7) dari 9 kegiatan praktek higiene pekerja)
44 27.3
4 67 (mempraktekkan 66.7 % (6) dari 9 kegiatan praktek higiene pekerja)
28 17.4
5 56 (mempraktekkan 55.6 % (5) dari 9 kegiatan praktek higiene pekerja)
14 8.7
6 44 (mempraktekkan 44.4 % (4) dari 9 kegiatan praktek higiene pekerja)
2 1.2
7 33 (mempraktekkan 33.3 % (3) dari 9 kegiatan praktek higiene pekerja)
0 0
8 22 (mempraktekkan 22.2 % (2) dari 9 kegiatan praktek higiene pekerja)
2 1.2
9 11 (mempraktekkan 11.1 % (1) dari 9 kegiatan praktek higiene pekerja)
0 0
10 0 (mempraktekkan 0 % (0) dari 9 kegiatan praktek higiene pekerja)
0 0
Hasil pengamatan terhadap praktek sanitasi pekerja disajikan dalam Tabel 22. Hasil pengamatan praktek sanitasi keseluruhan disajikan pada Lampiran 11.
Tabel 22 Praktek sanitasi pekerja responden IRTP
Jawaban (IRTP,(%)) No Pertanyaan/pernyataan
Ya Tdk Tdk diketahui 1 Pengolah pangan yang menangani pangan
dalam keadaan bersih dan sehat
156 (96.9)
1 (0.6) 4 (2.4)
2 Pengolah pangan menggunakan baju kerja yang bersih dan berwarna terang
109 (67.7)
50 (31.1)
2 (1.2)
3 Pengolah pangan menggunakan tutup kepala selama menangani/mengolah pangan
65 (40.4)
93 (57.8)
3 (1.9)
4 Pengolah pangan tidak mengenakan celemek/baju kerja ke toilet
99 (61.5)
58 (36.0)
4 (2.4)
5 Pengolah pangan tidak mengenakan perhiasan(gelang/cincin/kalung/anting/jam tangan) 115 (71.4) 44 (27.3) 2 (1.2)
6 Jika ada luka, luka ditutup/diplester/perban 151 (71.4)
7 (4.3) 3 (1.9)
7 Pengolah pangan tidak makan minum selama mengolah pangan
141 (87.5)
17 (10.6)
3 (1.9)
8 Pengolah pangan tidak menggaruk-garuk badan dan bersin atau batuk ke arah pangan selama menangani pangan
149 (92.5)
7 (4.3) 5 (3.1)
9 Pengolah pangan mencuci tangan dengan benar sebelum menangani pangan
139 (86.3) 17 (10.5) 5 (3.1)
Tabel 22 menunjukkan bahwa dari 9 kegiatan sanitasi/higiene pekerja, kegiatan yang paling sedikit dilakukan oleh karyawan IRTP adalah penggunaan penutup kepala selama mengolah pangan. Hanya 65 (40.4%) responden IRTP yang melengkapi karyawannya dengan penutup kepala selama bekerja menangani pangan. Sebanyak 93 responden IRTP (57.8%) tidak melengkapi karyawannya dengan penutup kepala. Penggunaan penutup kepala oleh karyawan yang sedang menangani pangan sudah diatur dalam CPMB maupun CPPB-IRT untuk menghindari kontaminasi dari rambut karyawan kepada pangan (Kepmenkes no. 23/Menkes/SK/I/1978). Rambut pekerja merupakan salah satu sumber mikroba patogen Staphylococcus aureus yang dapat mengkontaminasi pangan yang ditangani oleh pekerja lewat tangannya (Rahayu et al. 2003). Selain itu, rambut juga merupakan salah satu bahaya fisik yang dapat berpotensi mencemari pangan ketika karyawan yang tidak menggunakan penutup kepala menangani pangan.
Badan POM melaporkan bahwa sepanjang tahun 2008 telah terjadi 197 kasus keracunan pangan yang dilaporkan oleh pemerintah daerah di seluruh Indonesia. Umumnya terkonfirmasi penyebab keracunan adalah kontaminasi Staphylococcus
aureus. Ini menunjukkan praktek sanitasi yang masih rendah pada produk pangan
yang terkontaminasi.
Masih dijumpainya praktek sanitasi pekerja yang belum sesuai dengan persyaratan sanitasi menggambarkan adanya peluang terjadinya kontaminasi cemaran mikroba patogen dari pekerja kepada pangan. Mikroba patogen yang dijumpai berasal dari manusia adalah Staphylococcus aureus, Salmonella sp., Clostridium perfringens dan streptokoki dari kotoran (tinja). Stafilokoki umum terdapat dalam kulit, hidung, mulut dan tenggorokan, serta dapat dengan mudah dipindahkan ke dalam pangan (Rahayu et al. 2003). Rahayu et al. (2003) mengatakan bahwa setiap kali tangan pekerja mengadakan kontak dengan bagian-bagian tubuh yang mengandung stafilokoki, maka tangan tersebut akan terkontaminasi dan segera akan mengkontaminasi makanan yang disentuh. Perpindahan langsung mikroba koki ini dari alat pernafasan ke makanan terjadi ketika pekerja batuk tanpa menutupi hidung dan mulutnya.
Pengamatan terhadap praktek sanitasi pekerja masih dijumpai praktek sanitasi yang salah seperti karyawan masih dijumpai menggaruk-garuk badan dan bersin ke arah pangan tanpa menutupi hidung dan mulut sebanyak 7 responden (4.3%). Praktek yang salah ini berpotensi menyebabkan pencemaran mikroba stafilokoki dari pekerja ke pangan. Walaupun produk IRTP digolongkan berisiko tidak tinggi, tetapi produk-produk tertentu seperti otak-otak bandeng yang masa simpannya sekitar 2 hari pada suhu kamar, memiliki aw sekitar 0.8, pH sekitar 4 dan kaya akan nutrisi akan menjadikan otak-otak bandeng sebagai tempat tumbuhnya mikroba patogen. Kontaminasi dari bandeng dan pekerja dapat menyebabkan otak-otak bandeng berpotensi tercemar Salmonella sp atau E.coli.
Masalah praktek sanitasi pekerja yang benar di IRTP harus mendapat perhatian yang besar oleh pemerintah karena 90% lebih terjadinya penyakit pada manusia yang terkait dengan makanan (foodborne diseases) disebabkan oleh kontaminasi mikrobiologi yaitu meliputi penyakit tipus, disentri bakteri, botulism, dan intoksikasi bakteri lainnya seperti hepatitis A (Rahayu et al. 2003). Oleh karena itu, pemerintah harus selalu melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap IRTP. Dokumentasi pengamatan praktek sanitasi di IRTP dapat dilihat pada Lampiran 12.
4.5.2 Fasilitas Sanitasi
Fasilitas sanitasi termuat dalam kuesioner blok V nomor 11-16, 21, 25, dan 28 (Lampiran 2). Hasil pengamatan terhadap praktek penyediaan fasilitas sanitasi oleh responden IRTP dapat dilihat pada Tabel 23. Tabel 23 menunjukkan bahwa 60 responden (37.3%) menyediakan fasilitas sanitasi dengan baik. Sedangkan 48 responden (29.8%) tidak menyediakan lap pengering tangan yang selalu dalam kondisi bersih dan kering di tempat cuci tangan.
Tabel 23 Pengamatan terhadap praktek penyediaan fasilitas sanitasi
Pertanyaan/pernyataan Jawaban (IRTP,(%)) No
No Isi Pernyataan Ya Tdk Tdk
diketahui 1 11 Tersedia tempat cuci tangan 140 (87) 14
(8.7)
7 (4.3)
2 13 Tersedia toilet dengan suplai air yang cukup
151 (93.8)
4 (2.4) 6 (3.7)
3 14 Kran di tempat cuci tangan berfungsi dengan baik 125 (77.6) 32 (19.8) 4 (2.4)
4 15 Lap pengering selalu dalam keadaan bersih dan kering
104 (64.5)
48 (29.8)
9 (5.6)
5 16 Tersedia peralatan pembersih seperti sikat,lap pel,sapu,lap pengering di sarana produksi 133 (82.6) 23 (14.3) 5 (3.1)
6 21 Tersedia bahan-bahan untuk pencucian dan sanitasi seperti sabun/air panas/desinfektan lanilla
146 (90.7)
8 (5) 7 (4.3)
7 25 Tersedia tempat khusus pencucian peralatan 133 (82.6) 21 (13) 7 (4.3)
8 28 Tersedia sarana cuci tangan yang dilengkapi dengan sabun dan lap
112 (69.7)
42 (26)
7 (4.3)
Penyediaan fasilitas sanitasi, terutama lap pengering tangan yang selalu dalam kondisi bersih dan kering sangat membantu dalam melakukan mencuci tangan yang benar. Dalam lampiran Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 23/Menkes/SK/I/1978 tentang Pedoman CPMB (Cara Produksi Makanan Yang Baik) telah disebutkan bahwa fasilitas cuci tangan yang lengkap diantaranya adalah lap/alat pengering tangan yang selalu dalam kondisi bersih dan kering. Dalam Pedoman CPPB-IRT (Cara Produksi Pangan Yang Baik untuk Industri Rumah Tangga), juga telah diatur hal serupa. Penyediaan lap pengering tangan yang selalu dalam kondisi bersih dan kering sangat diperlukan agar tujuan mencuci tangan dapat tercapai
dengan efektif. Kondisi lap pengering tangan yang basah dan kotor tidak akan membantu tercapainya tujuan mencuci tangan, bahkan memperbesar peluang terjadinya kontaminasi ke pangan lewat tangan pekerja (Rahayu et al. 2003).
4.5.3 Penjadwalan
Prosedur pembersihan dan sanitasi dapat berjalan dengan tertib jika disediakan jadwal pembersihan dan sanitasi peralatan maupun higiene pekerja. Masalah penjadwalan ini dimuat dalam kuesiner blok V nomor 19 dan 20 yaitu tentang penyediaan jadwal pembersihan dinding, langit-langit, dan lantai serta penyedian jadwal pembersihan peralatan dan mesin produksi. Pengamatan terhadap 161 responden IRTP menunjukkan bahwa hanya 16 responden (9.9%) yang menyediakan jadwal pembersihan bangunan dan peralatan/mesin di sarana produksi. Sisanya tidak menyediakan jadwal pembersihan dan sanitasi.
Penjadwalan kegiatan pembersihan dan sanitasi sebenarnya tidak dipersyaratkan oleh pemerintah (Permenkes no 79/menkes/per/III/1978 tentang Pedoman CPMB maupun Pedoman CPPB-IRT, 2003). Namun dalam materi pembinaan yang lainnya yaitu Program Piagam Bintang Keamanan Pangan, IRTP diajarkan untuk membuat jadwal dan lembar kerja tentang pembersihan dan sanitasi agar pelaksanaan pembersihan dan sanitasi lebih mudah mengawasinya. Penjadwalan dan lembar kerja yang baik harus memuat apa yang dikerjakan, kapan dilakukan, siapa yang melakukan, bagaimana hasilnya dan apa tindak lanjutnya (Rahayu et al., 2004)
4.5.4 Kondisi kebersihan ruang pengolahan/pabrik
Kondisi kebersihan ruang pengolahan/pabrik dimuat dalam kuesioner blok V nomor 23, 24, 26, 27 yaitu tentang kebersihan dinding, lantai dan langit-langit, kebersihan peralatan dan mesin, kebersihan tempat pencucian peralatan, dan kebersihan toilet (Lampiran 2). Pengamatan kondisi kebersihan ruang pengolahan/pabrik dari 161 responden IRTP menunjukkan bahwa 89 responden IRTP (55.3%) dalam keadaan bersih. Kondisi ini memperlihatkan bahwa separuh dari responden IRTP telah mempraktekkan kebersihan bangunan dan peralatan. Namun dari 4 aspek tentang kebersihan yang diamati, aspek kebersihan peralatan dan mesin produksi merupakan aspek yang paling sedikit (25 responden IRTP/ 15.5%) dilakukan oleh responden IRTP.
Peralatan dan mesin yang tidak terjaga kebersihannya, serta tempat penyimpanan peralatan dan mesin yang juga tidak terpelihara akan memungkinkan penumpukan kotoran pada peralatan dan mesin yang pada akhirnya akan menjadikannya sebagai sumber pencemaran (Rahayu et al., 2003). Untuk selanjutnya pemerintah selaku pembina IRTP harus menekankan lagi terhadap aspek kebersihan bangunan dan peralatan. Pemerintah dapat mengembangkan program-program pembinaan yang dapat merangsang IRTP untuk melaksanakan pembersihan dan sanitasi terhadap bangunan dan peralatan. Jika memungkinkan, program pembinaan sebaiknya dilakukan secara terpadu antara beberapa sektor yang terkait dengan pembinaan IRTP.
4.6 Pembahasan Umum dan Rekomendasi