• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PUSTAKA

2.1.1 Praktika Partisipasi Masyarakat

Cara pandang baru menempatkan posisi masyarakat itu secara historis yang mempengaruhi haluan baru pembangunan dan mempengaruhi haluan baru pembangunan dan pemerintahan, meski secara empirik belum menjadi kenyataan. Kaum miskin, misalnya, sekarang ditempatkan sebagai pemangku kepentingan pembangunan. Partisipasi juga dipandang dengan tujuan, bukan hanya proses atau cara untuk mencapai tujuan, sehingga muncul agenda pemberdayaan yang menghubungkan partisipasi dengan demokrasi, kewargaan dan kesetaraan. Partisipasi dilihat sebagai kekuatan besar untuk transformasi relasi social, ekonomi dan politik yang telah lama membuat kemiskinan. Sekarang agenda penanggulangan kemiskinan mulai menempatkan kaum miskin dalam posisi yang terhormat, memberi ruang pada mereka untuk mengembangkan partisipasi dan prakarsa lokal, sehingga konsep kaum miskin sebagai penerima manfaat proyek tidak terlalu relevan dibicarakan.

Literatur klasik selalu menunujukkan bahwa partisipasi adalah keikutsertaan masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan sampai evaluasi program pembangunan. Tetapi apa makna substantive yang terkandung dalam sekuen-sekuen partisipasi itu?

Partisiaspi adalah voice, akses dan kontrol warga masyarakat terhadap pemerintahan dan pembangunan yang mempengaruhi kehidupannya sehari-hari.

Pertama, voice adalah hak dan tindakan warga masyarakat menyampaikan aspirasi, gagasan, kebutuhan, kepentingan, dan tuntutan terhadap komunitas terdekatnya maupun kebijakan pemerintah. Tujuannya adalah mempengaruhi kebijakan pemerintah maupun menentukan agenda bersama untuk mengelola kehidupan secara kolektif dan mandiri.

Kedua, akses berarti kesempatan, ruang dan kapasitas masyarakat untuk masuk dalam arena governance, yakni mempengaruhi dan menentukan kebijakan serta terlibat aktif mengelola barang-barang publik. Akses warga terhadap pelayanan public termasuk dalam rubrik ini. Ada dua hal penting dalam akses: keterlibatan secara terbuka (inclition) dan keikutsertaan (involvement). Keduanya mengandung kesamaan tetapi berbeda titik tekannya. Inclution menyangkut siapa yang terlibat, sedangkan involvement berbicara tentang bagaimana masyarakat terlibat. Keterlibatan berarti ketersediaan ruang dan kemampuan bagi siapa saja untuk terlibat dalam proses politik, terutama kaum miskin, minoritas, rakyat kecil, perempuan, dan lain-lain. Akses akan menjadi arena titik temu antara warga dan pemerintah. Pemerintah wajib membuka ruang akses warga dan memberikan layanan publik, terutama pada kelompok-kelompok marginal. Sebaliknya warga secara bersama-sama proaktif mengidentifikasi problem, kebutuhan dan potensinya maupun merumuskan gagasan pemecahan masalah dan pengembangan potensi secara sistematis. Pemerintah wajib

merespons gagasan warga sehingga bisa dirumuskan visi dan kebijakan bersama dengan berpihak pada kemitraan dan kepercayaan.

Ketiga, kontrol warga masyarakat terhadap lingkungan komunitasnya maupun proses politik yang terkait dengan pemerintah. Kita mengenai kontrol internal (self-control) dan kontrol eksternal. Artinya kontrol bukan saja mencakup kapasitas masyarakat melakukan pengawasan (pemantauan) terhadap kebijakan (implementasi dan risiko) dan tindakan pemerintah, tetapi juga kemampuan warga melakukan penilaian secara kritis dan reflektif terhadap risiko-risiko atas tindakan mereka. Self-control ini sangat penting karena masyarakat sudah lama berada dalam konteks penindasan berantai: yang atas menindas yang ke bawah, sementara yang paling bawah saling menindas ke samping. Artinya kontrol eksternal digunakan masyarakat untuk melawan eksploitasi dari atas, sementara self-control dimaksudkan untuk menghindari mata rantai penindasan sesame masyarakat, seraya hendak membangun tanggung jawab social, komitmen dan kompetensi warga terhadapat segala sesuatu yang mempengaruhi kehidupannya sehari-hari.

Partisipasi dan desentralisasi (otonomi daerah) tentu mempunyai hubungan simbiosis. Pada suatu pihak, desentralisasi yang berhasil memerlukan beberapa partisipasi lokal. Kedekatan pemerintah lokal dengan konstituen mereka akan memungkinkan mereka merespons secara lebih baik terhadap kebutuhan lokal dan menyesuaikan secara efisien pengeluaran publik dengan kebutuhan perorangan hanya jika informasi mengalir antar warga Negara dan pemerintah lokal. Pada pihak lain, proses desentralilasi sendiri dpaat meningkatkan kesempatan partisipasi dengan

menempatkan lebih banyak kekuasaan dan sumberdaya pada tingkat pemerintah yang lebih dekat, lebih dikenal, dan lebih muda dipengaruhi. Dalam lingkungan dengan tradisi partisipasi warga Negara buruk, desentralisasi dapat merupakan langkah pertama yang penting dalam menciptakan kesempatan interasi rakyat-negara yang teratur,dapat diramalkan.

Hubungan simbiosis antara desentralisasi dan partisipasi ini dapat mengarah pada garis pedoman kebijakan yang agak bertentangan. Mekanisme partisipasi warga Negara dapat dianggap sebuah prasyarat yang sangat berguna ketika mengevaluasi prospek desentralisasi harus memperhitungkan kesempatan dan keterbatasan yang ditentukan oleh saluran partisipasi lokal yang ada. Kekurangan mekanisme partisipatoris, bagaimanapun, dapat membantu menciptakan tuntutan lokal terhadap saluran partisipatoris yang lebih banyak untuk menyuarakan prefensi. Saluran partisipasi yang dilembagakan dan kemampuan orang untuk menggunakan saluran tersebut harus dipertimbangkan dalam desain desentralisasi. Pemilu lokal yang jujur dan teratur, semaraknya forum warga, dan tingkat modak social yang tinggi (kesatuan komunitas dan sejarah kerja sama) memungkinkan warga Negara untuk menandai prefensi mereka secara efisien dan menjalankan pemenuhan keinginan mereka oleh pemimpin.

Penilaian seberapa banyak input warga mempengaruhi tindakan pemerintah lokal memberikan titik permulaan untuk mendesain kebijakan desentralisasi. Kondisi awal semacam itu membantu menentukan tingkat yang pada tingkat itu desentralisasi akan meningkatkan responvisitas pemerintah keseluruhan terhadap warga dan

memberikan garis petunjuk bagi pelibatan tindakat peningkatan partisipasi dalam kebijakan desentralisasi. Pemilu teratur, referendum lokal, forum warga, dewan publik, dan struktur kelembagaan lainnya merupakan memperbaiki kemampuan pemerintah lokal untuk mengindentifikasi dan bertindak menurut preferensi warga Negara. Tingkat modal social, yang menentukan bagaimana sebaiknya warga Negara dapat memanfaatkan rencana institusional untuk berpartisipasi, lebih lambat berkembang dan lebih sulit untuk menentukannya.

Desentralisasi mengandalkan pada partisipasi untuk memperbaiki alokasi pelayanan, tetapi ia tidak memerlukan jenis input warga Negara yang luas disebutkan di depan. Dalam kasus di mana pemerintah lokal tidak dipilih, di mana proses pemilihan mengistimewakan sekelompok kecil elit, atau di mana tingkat modal sosial yang rendah menghalangi pertukaran aktif, proses desentralisasi dapat didesain untuk membangun jenis partisipasi yang lebih terbatas. Mekanisme isu-khusus dan proyek khusus untuk meningkatkan arus informasi antara pemerintah dan warga Negara sering dapat dengan lebih cepat dan lebih mudah pada tingkat lokal daripada di pemerintah pusat.

Partisipasi warga dapat dibenarkan dalam hubungannya dengan legitimasi berorientasi input dan output, dan ia dapat memberikan kontribusi terhadapat efektivitas system. Legitimasi berbasi input mengungkapkan nilai partisipasi luas dalam governance, yang memperlihatkan, yang memperlihatkan perlunya penentuan sendiri dan persetujuan rakyat, di mana nilai-nilai demokrasi sangat kuat. Partisipasi warga di luar pemilihan memberi saluran lebih lanjut bagi rakyat untuk

mengungkapkan preferensi mereka, dan teori yang berhubungan dengan demokrasi partisipatoris memuat unsur-unsur yang berhubungan dengan legitimasi input. Pateman yang mengupas karya Rousseau, Mikk dan Cole, menunjuk pada tiga alasan mengapa partisipasi luas diperlukan sekali ia mendidik partisipan, ia memberi warga kontrol, dan ia menghasilkan identitas komunitas. Pemerintah demokratis, yang dipedomani oleh input partisipasi warga, hanya menghasilkan kebijakan, karena ia tidak akan mungkin setuju pada kegiatan-kegiatan yang tidak adil. Partisiapsi warga menyokon dan mendukung system partisipatoris, karena”kualitas yang diperlukan warga adalah kualitas proses partisipasi itu sendiri yang mengembangkan dan membantu perkembangan” (Pateman, 1970:25). Partisipasi warga membantu mendidik raykat dalam seni partisipasi.

Partisipasi warga juga dapat memberikan kontribusi terhadap legitimasi berbasis-output. Keterbilatan warga membantu menjamin persetujuan publik, dan ini pada gilirannya akan membantu menjamin persetujuan publik, dan ini pada gilirannya akan membantu pelaksanaan kebijakan dan pencapaian tujuan. Mereka yang terlibat dalam penyiapan kebijakan dan permusyawaratan kebijakan lebih mungkin untuk tunduk ketika kebijakan itu berlaku, khususnya jika mereka adalah dikalangan mereka dari mereka yang dipengaruhi dan mendapat dampak. Pembenaran ini adalah pembenaran yang timbul dari perdebatan terdahulu dan lebih belakangan ini. Pateman berargumen partisipasi “membantu penerimaan keputusan bersama”. Demikian pula, model-model keterlibatan misalnya debat publik, keterlibatan dari mereka yang dipengaruhi, atau keterlibatan para ahli dibenarkan secara fungsional dengan alasan

bahwa mereka membantu meningkatkan penerimaan dan pemecahan persoalan atau membantu memfasilitasi pelaksanaan. Partisipasi ini dapat juga membantu pembuat kebijakan lebih tahu, dan karena para wakil dan kaum professional membuat keputusan yang didasarkan pada pengetahuan publik dan keahlian politik dan professional

Dokumen terkait