• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 5. PEMBAHASAN

5.3 Seks Pranikah dengan Adanya Hukum Adat

Pada saat sekarang ini hukum adat di Nias masih berlaku, tapi sudah mengalami perubahan sanksi. Misalnya, sebelum mengenal agama, kalau tertangkap sedang berbuat mesum maka dibunuh, tetapi sekarang hanya akan membayar denda pada tempat/kampung dimana mereka berbuat mesum, dendanya berupa babi dan uang. Tetapi itu pun kalau ada pihak yang keberatan akan perbuatan mereka. Dan sampai sekarang ini belum ada pengaduan, belum ada tindakan, belum ada yang keberatan dengan kejadian seks pranikah baik di kost-kostan maupun Pantai yang jadi tempat persinggahan remaja pacaran ini. Bahkan pihak pengelola tempat rekreasi anak muda pacaran ini pun tidak mau peduli dengan apa yang dilakukan oleh remaja ini di pondok yang mereka sediakan, karena memang mengelola Pantai ini adalah sumber mata pencaharian mereka. Keberadaan Pantai rekreasi ini jaraknya terlalu

jauh dari rumah penduduk juga dari Gunungsitoli yaitu sekitar 17,5 km . Oleh karena itulah para aparat tidak bertindak pada tempat ini. Peneliti sendiri tidak tahu keberadaan Pantai ini jika tidak karena informasi dari informan penelitian.

Beberapa opini dari Anggota Kepolisian Resor Gunungsitoli Nias, Tokoh Agama Kota Gunungsitoli dan Anggota DPRD Kota Gunungsitoli tentang seks pranikah dan penyebabnya: Berikut penuturan dari Anggota Kepolisian Resor Gunungsitoli Nias :

1. (Briptu Rado Purba, 28 Tahun, Unit kerja : Perlindungan Perempuan dan Anak.

Bekerja di Unit ini selama 2,5 tahun, menjadi Anggota Kepolisian sudah 8 tahun) "Kasus pelecehan seksual pada remaja akhir-akhir ini meningkat. Data tahun 2012 ada sebanyak 22 kasus yang dilaporkan, jika dihitung ada 1-2 kasus per bulan. Khusus kasus seks pranikah pada remaja sudah beberapa kasus yang sudah ditangani oleh beliau, dan kasus-kasus tersebut sudah punya putusan. Terakhir kasus yang ditangani adalah kasus asusila yang terjadi pada sepasang remaja di Jalan Astra. Orang tua remaja putri melaporkan bahwa remaja putra telah menodai putrinya. Dari hasil penyidikan di Kantor Polisi, berawal dari seorang remaja putra kelas 2 SMA mendatangi rumah remaja putri kelas 2 SMP di Jalan Astra. Di rumah itu hanya ada putri sendiri karena pada saat itu kedua orang tuanya sedang bekerja. Putri tersebut mengsms si putra untuk datang ke rumahnya. Di hari lain, ketika putri ingin membeli sesuatu ke warung dan si putra ada di rumah si putri, pada waktu itu kerabat putri datang ke rumah si putri dan dilihatnya ada si putra, maka ditanyailah si putra maksud apa berada di rumah si putri. Hal ini pun dilaporkan kepada orang tua si

putri. Setelah diselidiki ternyata putra seringkali datang ke rumah putri pada saat orang tua putri sedang bekerja di luar rumah. Bahkan mereka sudah sampai melakukan hubungan suami istri berulangkali. Singkat cerita, kasus ini sudah ada putusannya, yaitu hukuman 4 tahun penjara bagi putra.

Umumnya kasus-kasus yang kami tangani berdasarkan laporan dari masyarakat, laporan dari orang tua si remaja dan juga dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan dari Pusat Kajian Perlindungan Anak (PKPA). Laporan dari masyarakat contohnya kasus-kasus asusila remaja yang dilakukan di tempat-tempat umum seperti hotel dan pantai (tempat rekreasi). Laporan dari orang tua adalah laporan yang langsung disampaikan orang tua remaja yang mengalami pelecehan

seksual, sedangkan yang dari PKPA adalah kasus-kasus yang awalnya si korban

melapor pada PKPA atau PKPA yang menemukan kasus tersebut sehingga kemudian PKPA melaporkan pada polisi, yang terakhir berdasarkan hasil razia Polisi di lapangan.

Kami rutin melakukan razia pada malam minggu. Tempat-tempat yang di razia adalah tempat sekitar Kota Gunungsitoli. Kami sadari kadang tempat yang jauh menjadi sulit terpantau. Kami memang terkadang mendengar informasi masyarakat bahwa di tempat rekreasi yang jauh dari Gunungsitoli seperti Pantai Ahaana (nama samaran) yang jaraknya lebih kurang 17,5 km dan Pantai Ayaan (nama samaran) lebih kurang 15 km dari Kota Gunungsitoli seringkali dipakai untuk berbuat mesum terutama dari kalangan remaja. Jika pada saat razia kami menemukan pasangan remaja yang berbuat asusila maka kami akan membawa pasangan tersebut ke kantor

polisi untuk dimintai keterangan. Pada pasangan remaja, polisi akan memanggil orang tuanya, kemudian pembinaan selanjutnya akan diserahkan pada orang tua. Laporan seks pranikah pada remaja sering saya jumpai pada rentang umur 14-19 tahun, yahh....mulai dari SMP sampai Perguruan Tinggi-lah...

Selama kasus-kasus yang kami tangani, mengapa remaja melakukan seks pranikah, bisa kami katakan bahwa :

1) Suasana di Rumah

Seperti contoh kasus tadi, di rumah hanya ada si anak sehingga anak tersebut memanggil pasangannya untuk menemani. Juga dari rumahlah berawal perilaku remaja tersebut.

2) Pengendalian Seks

Remaja tidak mampu mengendalikan hasrat seksualnya. Lihat saja anak SMP saja zaman sekarang sudah tahu pacaran. Hasrat seksnya makin berkobar karena adanya bujuk rayu yang terus menerus dari lawanjenisnya melalui HP yang mereka miliki.

3) Terobsesi

Bagi kami hal ini adalah hal baru, karena ada kami tangani kasus seorang remaja putri yang masih SMA sangat terobsesi pada film porno yang dilihatnya. Remaja putri ini menjadi kasus di polisi karena orang tuanya melaporkan pada polisi bahwa remaja putri ini hamil yang dihamili oleh pria dewasa yang sudah berkeluarga. Remaja putri ini mendapat video-video tersebut dari teman-teman di sekolah berbentuk CD dan ada juga yang

disimpan di HP nya, karena terlalu sering dia menonton film tersebut menimbulkan obsesi untuk melakukan. Hal ini terungkap pada saat penyelidikan kasus.

Untuk tempat-tempat umum yang sering digunakan untuk remaja berbuat mesum seperti Pantai Ahaana (nama samaran), kami sudah pernah memanggil pengelolanya. Pengelolanya hanya berkilah bahwa perbuatan itu bukanlah tanggung jawab mereka, mereka mengatakan : "kami tidak pernah menyediakan tempat untuk mesum. Tapi kami juga tidak bisa mengontrol jika pasangan remaja tersebut berbuat mesum, sehingga kalau pun ada terjadi maka perbuatan itu adalah tanggung jawab pasangan tersebut."

Jika melihat kondisi/kasus yang polisi tangani selama ini, maka bisa saya katakan perilaku seks pranikah remaja di Gunungsitoli tergolong kriteria parah. Setiap tahun ada peningkatan laporan asusila yang dilakukan remaja. Sejauh ini tanggung jawab polisi adalah menertibkan pasangan remaja yang asusila dengan memanggil orang tuanya, sehingga orang tuanya yang membina. Polisi juga mengadakan penyuluhan ke sekolah-sekolah untuk tindak pencegahan, memang bukan secara khusus untuk topik asusila remaja mungkin hanya sebagian kecil saja karena banyak topik yang disampaikan seperti tentang narkoba dan tentang tertib lalu lintas," katanya mengakhiri.

Berikut penuturan dari Tokoh Agama Nias :

2. (Pdt. Gustav Gabriel Harefa, STh, 36 Tahun, Pendeta di Gereja Banua Niha

tahun, selain sebagai Pendeta juga sebagai Dosen di Sekolah Tinggi Theologia (STT) Sunderman Kota Gunungsitoli)

"Kasus seks pranikah di Kota Gunungsitoli banyak saya temui, baik yang saya lihat di masyarakat, yang saya dengar dari masyarakat dan yang saya tangani selama saya jadi Pendeta. Kasus remaja yang melakukan seks pranikah saya temui sewaktu saya mengajar pada kegiatan Katekisasi (belajar Sidi) pada remaja. Remaja itu pada kisaran umur SMA. Pada kegiatan Katekisasi (belajar Sidi) disediakan konseling pada remaja yang membutuhkan, terutama bagi remaja yang memiliki masalah. Pada saat itu saya menangani 3 kasus remaja putri yang pernah melakukan seks pranikah.

Dari hasil konseling saya menemukan alasan remaja tersebut melakukan seks pranikah:

1) Dampak Tekhnologi

Makin menjamurnya warung internet di Kota Gunungsitoli merupakan akses terbukanya berbagai informasi yang semakin banyaknya teman dengan adanya

jejaring sosial Facebook. Ditambah lagi, remaja pada umumnya memiliki HP yang

memiliki fasilitas video yang memungkinkan mereka menyimpan video-video porno. Remaja yang konseling pada saya umumnya memiliki simpanan video porno di Hpnya

2) Remaja Mulai Akil Baligh

Remaja yang akil baligh mulai tertarik pada lawan jenisnya. Merasa perlu jika memiliki pacar, sehingga kalau tidak punya pacar tidak keren. Pada saat berdekatan dengan pacar menimbulkan gejolak hasrat untuk melakukan aktivitas seksual.

3) Kurang Pendidikan Seksual

Dari remaja yang saya layani konseling, remaja putri mulai belajar tentang reproduksinya pada saat datang haid. Pada saat itu orang tua (ibu) hanya mengajarkan bagaimana ganti pembalut. Sedangkan pada remaja putra hanya diberitahukan tentang mimpi basah. Yah...kalau mimpi basah, maka paginya harus cepat-cepat mandi biar bersih. Kalau dilihat dari budaya Nias, memang masalah seks jarang dibicarakan bahkan tabu untuk disampaikan. Remaja mengatakan bahwa mereka juga malu untuk bertanya pada orang tua, takut orang tua mengatakan abao'o (artinya : gatal/genit) karena menanyakan hal seperti itu.

Saya juga pernah bertanya kepada orang tua yang memiliki anak remaja, bagaimana caranya menyampaikan hal-hal tentang seks. Maka orang tua mengatakan : "aila ita mangombakha simano dao, la’ila samosa wae dao (malu kita menyampaikan hal-hal seperti itu, nanti tau-tau dari situ nya itu)"

4) Pengaruh Ekonomi

Ini hal yang sangat memprihatinkan bagi saya, karena remaja putri yang melakukan ini adalah remaja putri yang berasal dari desa. Dimana kiriman orang tuanya sangat terbatas atau bahkan tidak cukup untuk biaya hidup dan biaya sekolah di Gunungsitoli. Remaja putri ini bahkan sampai menjadi PSK terselubung.

Tingkatan umurnya mulai dari SMA sampai perguruan tinggi. Bahkan saya dengar, ada orang-orang penting yang jadi pelanggan mereka.

Saya juga punya pandangan penyebab seks pranikah yang terjadi pada remaja di Nias, dan rekan-rekan Pendeta yang lain juga punya pandangan yang sama ketika kami berbincang tentang topik ini, penyebabnya adalah :

a) Dampak pasca gempa bumi 28 Maret 2005

Pasca gempa bumi terjadi perubahan berinteraksi di Nias, sehingga ada pergeseran budaya dari mono budaya (hanya budaya Nias) ke budaya multi kultural (budaya-budaya lain di luar Nias bahkan dari luar negeri), yang menjadi masalah adalah : masyarakat belum siap menerima keadaan ini. Banyak orang yang dari luar Nias datang, bertempat tinggal di Nias tanpa ada pengawasan baik dari Gereja dan Pemerintah, karena pada masa itu Gereja dan Pemerintah sibuk membangun infrastruktur fisik yang rusak pasca gempa. Perubahan yang terjadi berkaitan dengan multikultural ini adalah pergaulan muda-mudi semakin bebas. Pendatang (orang yang dari luar Nias atau biasa diistilahkan orang seberang) tidak malu-malu boncengan sepeda motor ketika mau ke suatu tempat, mereka juga tinggal satu rumah (laki-laki dan perempuan) pada rumah yang mereka sewa. Dampak lain yang sangat memprihatinkan adalah banyak PSK yang datang ke Pulau Nias.

b) Rendahnya SDM

Masyarakat Nias masih memiliki SDM Yang rendah baik dari tingkat pendidikan maupun pengetahuan. Keadaan ini membuat mereka tidak mampu untuk

menyaring mana yang baik, pantas dan tidak pantas dilakukan. Bagi mereka apa yang dilakukan orang seberang itu adalah baik adanya.

Bentuk kepedulian gereja untuk memberi pengetahuan tentang seks pada remaja adalah dengan memasukkan Topik Kesehatan Reproduksi Remaja pada Kurikulum Katekisasi (belajar sidi). Topik Kesehatan Reproduksi ini dalam unit Layanan Keluarga Bahagia. Topik Kesehatan Reproduksi ini baru-baru saja dimasukkan melihat banyak terjadinya kasus seks pranikah pada remaja, yang mengajarkan materi kesehatan reproduksi adalah orang-orang yang berkompeten di bidangnya. Untuk di BNKP Kota Gunungsitoli disampaikan oleh dr. Idaman Zega (dr. Idaman Zega juga merupakan pelayan Gereja, istilahnya di BNKP : Satua Niha Keriso/SNK). Mungkin kalau di Kota Gunungsitoli bisa dilakukan. Tapi saya tahu betul di Gereja-gereja yang agak jauh, hal ini belum dilakukan.

Perilaku seks pranikah remaja di Gunungsitoli menurut saya sudah kronis. Sudah ada lama, tidak sembuh-sembuh tapi semakin parah. Sebagai konselor pada Keluarga Bahagia, saya dan juga Gereja BNKP terus berusaha untuk dapat menyampaikan topik Kesehatan Reproduksi pada remaja tanpa perlu ada tanggapan tabu. Kita sangat menantikan Pemerintah mengeluarkan Kurikulum Kesehatan Reproduksi untuk bisa juga diterapkan pada Kurikulum Katekisasi (belajar Sidi). Modernisasi menciptakan gaya hidup baru bagi remaja.”Gaya hidup ini membutuhkan biaya yang mahal, jadi perlu ditopang”, ujarnya mengakhiri.

3. (Pdt. Lendu Alexander Samosir, STh, 38 tahun, Pendeta di Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Gunungsitoli Nias, telah menjadi Pendeta selama 12 tahun dan bertugas selama 9 tahun di HKBP Gunungsitoli sampai sekarang).

"Saya melihat remaja sekarang tidak malu-malu untuk menunjukkan kemesraannya, misalnya di sepeda motor mereka tidak malu berpelukan ketika diatas sepeda motor. Saya melihat ada 3 hal yang menyebabkan remaja memiliki kebebasan yang belum waktunya, itu adalah :

a) Kontrol orang tua yang longgar

Orang tua seharusnya tidak langsung percaya ketika anak remajanya pamit untuk melakukan kegiatan di luar. Ketika remaja keluar rumah maka orang tua benar- benar menanyakan kemana tujuannya dan bersama siapa anaknya pergi. Orang tua harus memastikan bahwa anaknya sudah sampai atau belum di tujuan dengan menelepon pada orang yang bertanggungjawab di tempat tujuan tersebut. Dan selama di luar rumah, si anak selalu dihubungi. Saya yakin semua remaja saat ini sudah memiliki ponsel, sehingga kontrol dengan cara tersebut tidaklah sulit untuk dilakukan. Komunikasi yang intens akan seperti pengingat pada remaja, bahwa dia (anak) walaupun di luar rumah akan selalu di kontrol.

Saya beri contoh :

Remaja yang belajar sidi di Gereja sering menipu orang tuanya. Belajar sidi diadakan pukul 20.00 wib, tapi anak tersebut tiba di Gereja pukul 20.30 wib. Saya sering menelepon orang tua si anak yang terlambat untuk mengkonfirmasi jam berapa sebenamya anaknya permisi pergi ke Gereja. Setelah di konfirmasi ternyata dia sudah

berangkat dari rumah sejak pukul 19.00 wib. Saya melihat remaja ini sudah berapa kali melakukan hal ini. Ternyata dia pergi lebih awal dari rumah untuk bisa melakukan hal-hal lain bersama teman-temannya seperti balap-balap motor dan terkadang minum alkohol.

b) Adanya tempat rekreasi yang terselubung

Remaja banyak yang mengunjungi tempat-tempat seperti itu (tempat rekreasi) karena memang daerah Gunungsitoli memiliki tempat wisata/rekreasi di pantai. Pantai di dekat Gunungsitoli mungkin masih terpantau, tapi kalau sudah terlalu jauh maka tidak terpantau sehingga memungkinkan remaja tersebut melakukan perbuatan mesum. Yahhh....kita sudah bisa bayangkan apa yang dilakukan 2 orang yang di mabuk cinta di tempat yang sunyi, tertutup dan jauh dari penglihatan orang. Hal tersebutlah yang memungkinkan remaja melakukannya.

c) Kurangnya pengenalan atau pendekatan tentang seks

Saya menyadari hal ini sulit dilakukan bahkan pemerintah pun masih belum membakukannya dalam suatu kurikulum. Namun dalam belajar sidi, saya memasukkan beberapa hal tentang pendidikan seks. Seperti apa itu pengertian seks, dampak seks yang dilakukan sebelum waktunya, apa itu seks bebas, juga firman Tuhan yang melarang hubungan seks sebelum menikah. Dalam mengajarkan tentang seks, saya lebih menekankan pada dampaknya sehingga saya harapkan mereka takut melakukan sebelum waktunya.

Tentang pergaulan remaja yang mengarah pada seks pranikah pada saat ini sangatlah memprihatinkan. Saya juga menyadari hal ini bukan hanya tanggung jawab pemerintah tapi juga tanggungjawab secara rohani. Landasan iman yang kuat serta pengenalan akan firman Tuhan akan meminimalkan perilaku seks pranikah pada remaja," ungkapnya mengakhiri.

Berikut penuturan dari Anggota DPRD Kota Gunungsitoli:

4. (Bapak Ya'atoziduhu Laoli, SH., Ketua Komisi C membidangi Keuangan dan

Pembangunan serta Ketua Fraksi Demokrat, sudah menjadi wakil rakyat selama lebih kurang 9 tahun)

Pak Ya'ato Laoli mengungkapkan pendapatnya tentang seks pranikah, "saya melihat pergaulan remaja di Nias khususnya di Gunungsitoli "biasa" saja. Artinya masih dalam batas kewajaran bergaulnya remaja. Sebagai contoh : ketika remaja itu berekreasi misalnya main ke pantai maka saya lihat mereka perginya berkelompok, artinya tidak berpasangan atau ketika mereka belajar kelompok, maka yang saya lihat remaja putrinya yang lebih banyak dari pada remaja putranya. Jadi bisa saya katakan mereka itu tidak pacaran. Lanjutnya, masyarakat Nias pada saat ini sudah semakin maju, demikian juga kaum perempuan. Dulunya perempuan Nias hanya bekerja di rumah saja seperi memasak, beternak babi, menderes karet, dan lain sebagainya. Pada saat ini sudah terjadi perubahan yang besar karena perempuan sudah bekerja di luar seperti jualan atau bahkan di kantor-kantor. Kalau dulu kan..yang jualan di pasar itu adalah kaum perempuan dari suku pendatang. Semakin banyak perempuan bekerja di luar rumah, artinya

perempuan sudah banyak berpartisipasi dalam pembangunan di Nias, sehingga perempuan tersebut ketika berumah tangga akan mendidik anak putrinya untuk sekolah yang tinggi dan berpartisipasi pada pembangunan Nias. Dampak kemajuan ini memungkinkan putri Nias tidak mudah kena bujuk rayu oleh laki- laki yang tidak bertanggung jawab. Kemudian dalam pergaulan sudah semakin terbuka artinya kalau dulu jika perempuan dan laki-laki berbicara, akan ada rasa sungkan sekali. Sekarang ini tidak malu-malu lagi bicara dengan lawan jenis walaupun itu bukan pasangannya.

Keterbukaan masyarakat Nias juga didukung dengan makin banyaknya akses informasi yang ada di masyarakat seperti internet. Bagi remaja internet ini merupakan suatu hal yang sangat menarik. Kita lihat di tempat-tempat yang ada WI-FI nya atau di wamet-warnet, yang paling banyak itu remaja sebagai konsumennya. Mereka paling sering mengakses internet, karena banyak hal yang ingin mereka tahu tapi kalau di keluarga mereka tidak mendapat informasi itu. Yahh....seperti informasi tentang seks, kalau di rumah mungkin tidak pernah di bicarakan. Orang tua masih menganggap anaknya masih kecil, sementara si anak takut bertanya kepada orang tuanya, khawatir orang tuanya berpikiran yang tidak- tidak kepadanya. Alhasil, si anak akan mencari informasi dari internet ini. Hal ini terjadi karena remaja tersebut dalam masa puber yang penuh dengan gejolak. Remaja yang puber itu bertanya-tanya, apa, bagaimana, gejolak yang dialaminya. Bagi remaja yang tidak mampu menahan gejolaknya, maka akan lepas kendali,

sehingga seks itu baginya bukan hanya sekedar informasi (pengetahuan) namun ia ingin mengalaminya.

Remaja-remaja yang telah terlanjur melakukan hubungan seksual sebelum menikah mengakibatkan kehamilan di luar nikah (abeto), akan menjadi cemoohan di masyarakat, dan yang paling menderita adalah pihak perempuan, karena dia akan di cap perempuan gatal (abao). Berita seperti ini biasanya cepat tersebar luas, sehingga untuk menutupi rasa malu biasanya masalah ini akan diselesaikan secara kekeluargaan. Pasangan yang telah melakukan dosa ini akan dinikahkan. Jika sudah terjadi pernikahan biasanya masalah pun akan selesai di antara kedua belah pihak.

Selanjutnya penilaian beliau tentang perilaku seks pranikah, bahwa remaja di Gunungsitoli memang ada yang sudah melakukan seks pranikah tetapi dalam presentasi yang rendah dan tidak mengkhawatirkan. "Saya katakan demikian karena ketika saya mengadakan pertemuan (Reses) dengan rakyat (konstituen) yang telah memilih saya sebagai wakil rakyat, topik tentang perilaku remaja yang telah melakukan seks pranikah, tidak pernah di sampaikan. Artinya hal ini bukan lah masalah penting di masyarakat. Hal-hal yang kami dapatkan di Reses akan kami dapatkan sampaikan ke DPRD Kota Gunungsitoli. Seks pranikah pada remaja Gunungsitoli tidak pernah kami bicarakan di DPRD Gunungsitoli karena bukan kebutuhan masyarakat untuk diselesaikan."

Bagi remaja yang mengalami puber haruslah memiliki mental yang baik untuk mampu mengendalikan diri agar tidak terjatuh dalam perilaku seks pranikah,

karena meskipun ada larangan agama, hukum, adat, namun jika mereka tidak memiliki mental yang baik maka larangan itu tidak akan diindahkan. Remaja itu baiknya melakukan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat seperti olah raga sehingga mampu mengalihkan gejolak pubernya," ucapnya mengakhiri.

Secara teoritis salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku seksual pranikah yang dilakukan remaja adalah hubungan dalam keluarga khususnya hubungan orang tua dan anak. Komunikasi yang tidak efektif dalam keluarga dapat menjadi pemicu munculnya perilaku seksual pranikah pada remaja. Selain itu, orang tua perlu mengembangkan kepercayaan anak pada orang tua, sehingga remaja lebih terbuka dan mau bercerita agar orang tua bisa memantau dan mengarahkan pergaulan anak remajanya. Remaja sebagai masa transisi dari kanak-kanak menuju dewasa ditandai dengan perubahan fisik, psikologis, dan psikososial tetapi belum disertai dengan kemampuan untuk mengendalikan perubahan- perubahan dalam dirinya tersebut salah satunya adalah perubahan hormonal. Oleh sebab itu, remaja cenderung kurang mampu menahan diri dari gejolak atau dorongan-dorongan seksual yang kuat dalam dirinya. Remaja mengalami suatu perubahan dalam perkembangan sosialnya, mencari jati dirinya dalam perubahan peningkatan umurnya, menjalin hubungan dengan orang lain, seperti berteman, bersahabat, pacaran, yang merupakan penvujudan bahwa manusia adalah

Dokumen terkait