• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prasana Perkeretaapian Barang DAOP VI Yogyakarta

D. DAOP VI Yogyakarta

1. Prasana Perkeretaapian Barang DAOP VI Yogyakarta

a. Jalan Rel

Dengan memperhatikan tipe rel di DAOP VI Yogyakarta dimana masih terdapat tipe rel 32, tipe rel 41/42 maka sebaiknya tipe rel tersebut diganti dengan tipe R 54. Di DAOP VI Yogyakarta panjang rel terdapat 403,312 Km yang meliputi; Tipe rel 25 sepanjang 4,145 Km, Tipe rel R 33 sepanjang 37,718 Km, Tipe rel 41/42 sepanjang 70,931 Km dan tipe rel R 54 mencapai 290,519 Km. Semuanya berada dalam kondisi baik.

Tipe rel tipe R 25, R 33 dan R 41/42, dimana tipe rel ini tidak mampu lagi menerima penambahan beban, tekanan gandar yang makin besar, goncangan, gaya vertikal, lateral dan longitudinal. Sesuai pertambahan beban kereta api, apabila muatan barang dialihkan dari angkutan jalan sebesar 1.371.620.374 ton/tahun untuk Jakarta – Jateng dan 2.129.016.037 ton/ tahun untuk Jakarta - Jatim sedangkan angkutan barang dan penumpang kereta api eksisting sebesar 373.580 ton/tahun, maka rel tipe R 25, R 33 dan R 41/42 sudah perlu diganti dengan tipe rel R 54. Dari klasifikasi rel yang ada di Indonesia, R Tipe R 54 rel yang mempunyai keunggulan dibandingkan dengan Tipe R 25, R 33 dan R 41/42. Oleh karena itu tipe R 54 ini dapat digunakan diseluruh lintasan di DAOP dan DIVRE untuk keseragaman rel, meskipun pelaksanaannya melalui pentahapan.

Berdasarkan hasil survey pada DAOP VI Yogyakarta terdapat panjang rel keseluruhan 403,312 km, terdiri dari type R25 sepanjang 4,145 km, type R33 sepanjang 37,718 km, type R41/42 sepanjang 70,931 km, type R54 sepanjang 290,519

km. Kondisi rel semua type adalah baik dan rel Tipe R 54 adalah rel yang dominan di DAOP VI Yogyakarta.

Executive Summary Report II- 41 Penggunaan jenis rel yang berbeda-beda pada DAOP VI Yogyakarta mengakibatkan rendahnya kecepatan operasi kereta api. Untuk mengatasi masalah ini perlu penggantian rel dengan tipe rel R54 di seluruh lintasan pada DAOP VI Secara rinci material Rel di DAOP VI Yogyakarta terdiri dari tipe rel 54 , tipe rel 41/42, tipe rel 33 dan tipe rel 25 yang mempunyai panjang keseluruhan 403,312 km .

Melihat karakteristik tipe rel yang ada di DAOP VI Yogyakarta maka beberapa strategi yang bisa ditempuh untuk dapat menambah kapasitas prasarana jaringan kereta api khususnya rel maka perlu dilakukan beberapa skenario, dengan melihat strategi tersebut maka prioritas pertama adalah pergantian tipe rel 25 sepanjang 4,145

km dan tipe rel 33 sepanjang 37,718 km dan tipe rel 41/42 sehingga total keseluruhan panjang rel yang perlu diganti dalam rangka mengantisipasi pengalihan sebagian angkutan barang dari jalan raya ke angkutan barang kereta api sepanjang 112,794 km.

b. Bantalan Rel

Berdasarkan hasil survey bantalan pada lokasi studi di DAOP VI Yogyakarta bahwasanya terdapat jenis bantalan yang beraneka ragam, dimana berdasarkan kondisi dilapangan di DAOP VI Yogyakarta bantalan kayu terdapat sepanjang 25,356 km, bantalan besi sepanjang 34,633 km sedangkan beton 681,894 Km. Bantalan beton, tersebar pada beberapa lintas yang ada di wilayah DAOP VI Yogyakarta. Bantalan beton sudah dominan dan sebaiknya harus dipertahankan dan dikembangkan.

Berdasarkan data panjang rel untuk lintas operasi yang menggunakan bantalan beton untuk DAOP IV Semarang adalah sepanjang 681,894 km, dengan jarak antar bantalan beton 60 cm, sesuai dengan standar yang disyaratkan untuk keselamatan,keamanan,dan kenyamanan dalam buku Peraturan Dinas 10 PT KAI (Persero). Sementara bantalan kayu sepanjang 25,356 km dan bantalan besi sepanjang 34,634 km.

Dalam rangka pengalihan angkutan barang melalui jalan raya pantura Jakarta – Surabaya maka diperlukan pergantian bantalan kayu sepanjang 23,356 km, bantalan besi sepanjang 34,634 km menjadi bantalan beton. Hal ini dimaksudkan untuk memperkokoh jalan rel sebagai lintasan angkutan kereta api barang. Dengan pergantian tipe bantalan kayu menjadi beton diharapkan beban jalan pantura Jakarta – Surabaya yang sampai saat ini kurang mampu lagi menampung angkutan barang truk. Dibeberapa titik jalan pantura Jakarta – Surabaya telah menunjukan adanya kemacetan pada jam-jam tertentu yang pada hakekatnya menggangu kelancaran arus lalu lintas barang Jakarta-Surabaya.

c. Penambat rel

Pada DAOP VI Yogyakarta dapat dilihat jenis penambat rel yang ada yaitu : Penambat elastik terdapat 338,57 km sedangkan penambat kaku mencapai 27,94 km. Sekarang ini kedua jenis penambat tersebut berada dalam kondisi yang baik. Dengan memperhatikan kondisi dan penggunaan penambat di DAOP VI Yogyakarta serta dihubungkan dengan beberapa teori seperti yang diuraikan sebelumnya terutama dalam ketahanan beban angkutan kereta api barang sekarang ini di DAOP VI Yogyakarta sudah menggunakan penambat elastik

Executive Summary Report II- 42 Mengingat adanya upaya pengalihan angkutan barang melalui jalan Pantura (Jakarta

- Surabaya) dimana sekarang ini sudah melampaui batas yang telah ditentukan maka diperlukan pemberdayaan angkutan barang kereta api. Tetapi untuk menjamin ketahanan penambat diperlukan strategi pergantian dari penambat kaku menjadi penambat elastik. Hal ini sangat diutamakan mengingat beberapa teori dan prospektif angkutan barang melalui kereta api. Salah satu strategi yang bisa ditempuh adalah mengganti penambat kaku sepanjang 27,94 km menjadi penambat elastik. Dengan demikian diharapkan kemampuan penambat dengan bantalan dan rel seperti dijelaskan sebelumnya akan menjadi harmonis.

Penambat kaku yang akan digantikan menjadi penambat elastik terdapat dibeberapa lintas Purwosari - Wonogiri sepanjang 0,300 km, lintas emplasemen stasiun sepanjang 21,71 km. Perbedaan jenis penambat ini praktis telah berpengaruh pada kecepatan kereta api. Dengan penggantian penambat kaku menjadi penambat elastik dampak positifnya telah mampu digunakan pada semua kelas jalan rel, kecuali jalan rel kelas lima (5). Di lain pihak pemeliharaannya juga menjadi ringan. Penambat elastik pada dasarnya telah mampu mengeliminasi gaya lateral akibat pergerakan dinamis roda yang bergerak diatas rel. Alternatif lain sebagai salah satu skenario pilihan adalah menggunakan penambat elastik ganda. Karena penggunaan penambat elastik ganda telah mampu meredam getaran yaitu mengurangi pengaruh getaran pada rel terhadap bantalan. Selain meredam getaran, juga mampu menghasilkan gaya jepit ( clamping force ) yang tinggi dan juga mampu memberikan perlawanan rangkak (Creep Resistence). Penggantian penambat kaku menjadi penambat elastik ganda adalah agar mampu menahan beban yang besar untuk angkutan barang kereta api. Penggunaan penambat elastik tunggal maupun elastik ganda sangat relevan terhadap penggunaan tipe rel 54 dan bantalan yang terbuat dari beton.

d. Sebidang tanah untuk tumpukan rel

Berdasarkan hasil survey di lokasi studi Rata-rata lebar tanah DAOP III Cirebon untuk tumpuan di sepanjang rel KA untuk spoor tunggal lurus 6 m, lengkung 8 m. Untuk spoor ganda spoor raya lurus 8 m, lengkung 10 m. Berkaitan dengan pengalihan barang dari jalan Pantura (Jakarta – Surabaya) ke angkutan kereta api barang maka tubuh jalan rel perlu dipertahankan dimensi dan kondisinya melalui pemeliharaan dengan pematusan (suatu kegiatan pengambilan air dari tubuh jalan dan tergenang air) .

e. Jembatan

Ternyata dari data yang diperoleh pada DAOP VI Yogyakarta memiliki jembatan besi atau baja sepanjang 3,42 km, sementara jembatan beton terdapat 0,43 km dengan kondisi yang baik. Berkaitan dengan peningkatan beban di lintas operasi kereta api, maka jembatan yang ada perlu dipersiapkan kemampuannya dengan mengganti jembatan yang terbuat dari konstruksi baja/ besi menjadi konstruksi beton. Pergantian tersebut tentunya dilakukan secara bertahap sesuai dengan skala prioritas yang perlu diganti pada setiap lintas.

Dengan adanya pengalihan angkutan barang melalui jalan Pantura Jakarta – Surabaya ke angkutan barang kereta api maka salah satu alternatif strategi yang dapat ditempuh adalah mengantisipasi prasarana yang mampu menahan beban yang relatif besar. Salah satu prasarana angkutan kereta api barang yang memiliki

Executive Summary Report II- 43 kontribusi besar untuk menjamin arus lalu lintas barang melalui jalan kereta api adalah menggantikan secara berkala konstruksi yang terbuat dari baja/besi menjadi konstruksi yang terbuat dari beton. Dengan demikian pergantian konstruksi baja atau besi menjadi beton adalah senada dengan kemampuan rel tipe 54 dan bantalan yang terbuat dari beton berikut penambat yang terbuat dari elastik ganda. Kebijakan ini ditempuh mengingat jalan pantura Jakarta- Surabaya melalui angkutan truk, sekarang ini telah berdampak pada kemacetan dibeberapa titik, dan dilain pihak arus lalu lintas barang melelui jalan pantura memakan waktu lebih banyak. Aspek lain juga mengakibatkan kondisi jalan menjadi rusak disebabkan karena tonase sesuai dengan angkutan tidak sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan.

f. Gorong-gorong (box culvert)

Berdasarkan hasil survey di DAOP VI Yogyakarta Gorong-gorong beton terdapat

945 unit dengan kondisi baik. gorong tersebut terbuat dari beton. Gorong-gorong yang ada di DAOP VI Yogyakarta masih perlu dipertahankan mengingat gorong-gorong yang terbuat dari beton memiliki daya tahan yang relatif besar sebanding dengan angkutan kereta api barang yang juga memiliki daya angkut yang besar. Daya tahan gorong-gorong yang terbuat dari beton sangat relevan dan/atau saling komplementer terhadap tipe rel R 54, bantalan yang terbuat dari beton dan penambat elastik ganda serta jembatan yang memiliki konstruksi beton. Jika jalan kereta api barang memiliki rel R 54, bantalan terbuat dari beton dan penambat terbuat dari elastik ganda, jembatan konstruksinya terbuat dari beton serta gorong-gorong terbuat dari beton, maka dapat diyakinkan pengalihan barang dari jalan Pantura Jakarta – Surabaya akan dapat terjamin lebih lancar.

g. Terowongan

Dari hasil survey pada DAOP VI Yogyakarta tidak terdapat terowongan, sehingga tidak adanya perbaikan terowongan yang berkaitan dengan pengalihan angkutan barang melalui jalan keangkutan kereta api, sehingga biaya pemeliharaan terowongan dapat dialihkan ke pos-pos pengeluaran pembiayaan operasional yang produktif.

h. Perlintasan sebidang

Perlintasan sebidang pada DAOP VI Yogyakarta lebih banyak perlintasan sebidang manual sejumlah 125 unit dengan lebar rata-rata 4 s/d 5 m, dan dengan pintu pengaman besi/kayu. Sedangkan perlintasan sebidang otomatis hanya 125 unit. Perlintasan sebidang diupayakan menjadi perlintasan sebidang otomatis dengan menyediakan dana tambahan. Pada perlintasan sebidang terdapat daerah pandangan yang memadai, daerah pandangan berupa segitiga pandangan. Jarak pandang bebas bagi masinis 500 m dan bagi pengemudi minimal 150 m.

Di DAOP VI Yogyakarta terdapat perlintasan sebidang otomatis 346 unit dengan pintu pengaman mekanik. Sementara perlintasan sebidang manual masih terdapat sebanyak 125 unit dengan pintu pengaman besi/kayu. Kondisi semacam ini dikhawatirkan akan membahayakan pada keselamatan kendaraan yang sedang melintasi maupun terhadap kereta api barang yang memiliki muatan relatif banyak dan frekuensi lalu lintas yang semakin tinggi. Untuk mengantisipasi angkutan kereta api barang yang memiliki muatan lebih besar maka sebaiknya perlintasan sebidang manual sejumlah 125 diganti menjadi persinyalan otomatis. Hal ini disebabkan karena perlintasan sebidang manual masih dianggap rawan karena

Executive Summary Report II- 44 masih menggunakan kayu/besi sebagai pintu pengaman.

i. Stasiun

Berdasarkan hasil survey di lokasi studi pada DAOP VI Yogyakarta terdapat tiga puluh dua (32) stasiun kereta api. Di antara stasiun tersebut stasiun Yogyakarta, Solobalapan. Ketigapuluh dua (32) stasiun tersebut memiliki spoor yang relatif berbeda, tetapi kondisi stasiun secara keseluruhan berada dalam kondisi yang baik. Kelancaran angkutan kereta api barang dari stasiun pemberangkatan ke stasiun tujuan sangat dipengaruhi beberapa faktor dan salah satu faktor yang mempengaruhi adalah jumlah spoor pada setiap stasiun. Semakin banyak jumlah spoor di stasiun, maka arus lalu lintas keluar masuk kereta api barang ke stasiun akan semakin lancar. Berdasarkan informasi dari pimpinan stasiun Yogyakarta, selama ini belum ada hambatan arus lalu lintas masuk kestasiun tersebut. Hal ini disebabkan karena jumlah spoor di stasiun Yogyakarta terdapat delapan (8) spoor. Karena itu untuk mengantisipasi pergerakan barang melalui angkutan kereta api sebaiknya distasiun antara memiliki jumlah spoor sebanyak enam (6). Jumlah spoor pada masing-masing stasiun antara diharapkan akan mampu menjamin arus lalu lintas keluar masuk kereta api barang, Sementara distasiun antara hanya sebagai lalu lintas angkutan kereta api barang dan bongkar muat barang. Karena itulah jumlah spoor sebanyak enam (6) sudah memadai. Sekarang ini dibeberapa stasiun antara sudah ada memiliki sepuluh (10) spoor yaitu distasiun antara Solobalapan, Tetapi diantara tiga puluh dua (32) stasiun pada DAOP VI Yogyakarta kebanyakan stasiun hanya mempunyai enam (6) spoor kebawah Sebaiknya stasiun antara yang memiliki lima (5) spoor kebawah ditambah menjadi (6) spoor.

j. Emplasemen/ Peron

Kondisi Emplasemen/peron dan spoor pada DAOP VI Yogayakarta untuk lintas Kutuarjo – Yogyakarta berada dalam kondisi baik. Begitu juga halnya, kondisi emplasemen/peron Lempuyangan – Solo Balapan juga berada dalam kondisi baik. Di lain pihak, lintas emplasmen Solojebres – Walikukun dan lintas Solobalapan – Gundih, untuk lebih jelasnya kondisi eplasemen juga berada dalm kondisi baik. Artinya, semua emplasemen yang ada di DAOP VI Yogyakarta prinsipnya siap digunakan untuk KA barang.

Panjang peron juga merupakan salah satu indikator menjamin kelancaran arus lalu lintas kereta api barang. Semakin panjang peron maka akan memungkinkan beberapa kereta api barang bongkar muat sekaligus. Untuk itu untuk menjamin arus lalu lintas kereta api barang diharapkan peron semakin panjang,. Berdasarkan data dari lokasi studi untuk lintas Kutuarjo - Yogyakarta peron yang paling panjang berada pada stasiun Wojo sepanjang 603 m, pada lintas Lempuyangan – Solo Balapan peron yang paling panjang berada pada stasiun Barambanan sepanjang 688 m, pada lintas Solojebres walikukun peron paling panjang berada stasiun Solojebres, pada lintas Balapan – Gundih peron yang paling panjang pada Stasiun Kalioso, Karena itu untuk mengantisipasi pengalihan barang dari Pantura (Jakarta - Surabaya) sebaiknya panjang peron diusulkan sama dengan stasiun Semarang gudang dan stasiun Tegal yaitu masing-masing sepanjang 638 m pada setiap stasiun antara. Sebaiknya masing-masing stasiun memiliki panjang peron relatif sama. Lebih jelasnya masing-masing stasiun yang berada dibawah 638 m dapat dilihat pada tabel sebelumnya. Sebagai gambaran pada masing-masing stasiun berada pada kisaran 209 m (stasiun Mangkang) – 562 m (stasiun Petarukan dan stasiun

Executive Summary Report II- 45 ambarawai). Untuk menjamin kelancaran lalu lintas kereta api barang sebaiknya panjang spoor ditetapkan masing-masing sepanjang 638 m, sehingga dengan demikian dalam waktu yang bersamaan dapat beberapa angkutan kereta api barang untuk muat bongkar barang.

k. Rumah Sinyal/ Train Dispatching (pengendali operasi kereta api)

Pada DAOP VI Yogyakarta, saat ini rumah sinyal Elektrik ada pada stasiun Yogyakarta, stasiun lempuyangan, stasiun Solo Balapan, masing-masing mempunyai 1 (satu) rumah sinyal elektrik. Untuk rumah sinyal mekanik ada pada stasiun Sragen, Kalioso masing-masing mempunyai 1 rumah sinyal, dimana pengendalian dilakukan di dalam stasiun, oleh PPKA (Pemimpin Perjalanan Kereta Api). Berkaitan dengan peningkatan frekuensi dan jumlah angkutan kereta api barang, sebagai akibat adanya upaya pengalihan barang dari jalan Pantura (Jakarta - Surabaya) ke angkutan kereta api barang, maka rumah sinyal tetap dipertahankan pada stasiun besar namun perangkatnya yang ada pada setiap stasiun antara seharusnya sudah elektrik.

l. Gardu Listrik/ Catu Daya Listrik

Berkaitan dengan peningkatan kapasitas dan frekuensi perjalanan kereta api barang akibat pengalihan barang dai jalan Pantura (Jakarta - Surabaya) sebaiknya gardu listrik yang ada dibeberapa stasiun besar dilengkapi dengan genset. Begitu juga halnya pada stasiun antara, selain menggunakan gardu listrik juga dilengkapi genset tersendiri. Hal ini sangat diperlukan, bilamana sewaktu-waktu arus listrik adari PLN mengalami pemadaman maka secara otomatis genset yang ada dapat digunakan sebagai sumber tenaga listrik untuk menjamin kelancaran operasional kereta api barang.

m. Persinyalan

Dari sejumlah stasiun di DAOP VI Yogyakarta sebanyak 32 unit, telah menggunakan persinyalan elektronik, sinyal mekanik dan semuanya berada dalam kondisi baik. DAOP VI Yogyakarta melintas pada jalur Kutuarjo – Yogyakarta sudah terlayani dengan persinyalan elektrik, namun pada lintas Lempuyangan – Solobalapan, Lintas Solojebres – Walikukun, Lintas Solo Balapan – Gundih, masih menggunakan sinyal mekanik.

Penggunaan sinyal elektrik pada DAOP VI Yogyakarta untuk lintas Lempuyangan – Solobalapan, Lintas Solojebres – Walikukun, Lintas Solo Balapan – Gundih yang harus dielektrifikasi, diharapkan mampu menunjang perjalanan kereta api barang sesuai dengan GAPEKA, dilain pihak perlu adanya perawatan secara intensif oleh petugas PT KAI agar kinerja sinyal tetap handal dan memenuhi persyaratan yang telah diuraikan.

n. Wesel

Berdasarkan hasil survey pada DAOP VI Yogyakarta jumlah wesel yang terdapat pada jenis rel R 54 mendominasi sebanyak 152 unit, sedangkan untuk R 41/42 sebanyak 85 unit, R 33 sebanyak 61 unit, dan R 25 sebanyak 70 unit, dari keseluruhan jumlah wesel yang ada di DAOP VI Yogyakarta masih dapat beroperasi dan berfungsi dengan baik. Berkaitan dengan pengalihan barang dari jalan Pantura (Jakarta – Surabaya) ke angkutan kereta api barang maka, sebaiknya menggunakan wesel dengan tipe Rel 54. Hal ini adalah seiring dengan adanya

Executive Summary Report II- 46 upaya menggunakan rel tipe R-54 dalam meningkatkan operasional kereta api barang.

o. Telekomunikasi

Seiring dengan adanya pengalihan angkutan barang dari jalur pantura ( Jakarta – Surabaya ) diperlukan adanya jenis telekomunikasi yang terdiri dari a) Jaringan radio, b) Jaringan Traindispatcing, c) Perangkat telkom harus dilengkapi pada setiap stasiun besar maupun stasiun antara. Hal ini disebabkan karena fungsi telekomunikasi sesuai dengan teori yang dijelaskan sebelumnya memiliki peranan yang cukup besar untuk menjamin kelancaran, keamanan dan keselamatan operasional kereta api barang. Di lain pihak untuk menjamin kehandalan para aparat pengguna telekomunikasi juga disiapkan peralatan perekam pembicaraan antara pengendali dengan awak kereta api serta petugas stasiun untuk kepentingan pengoperasian dan penelusuran bila mana terjadi kecelakaan.

p. Akses Jalan

Akses jalan dari stasiun antara di DAOP VI Yogyakarta terdapat sebanyak 32 unit dan berada dalam kondisi baik. Kondisi askses dari stasiun antara di DAOP VI Yogyakarta perlu dipertahankan dan dikembangkan dalam artian aksesnya diperlebar, sehingga angkutan barang dapat lebih leluasa. Dengan adanya peningkatan kapasitas angkutan kereta api barang, sebagai akibat pengalihan barang dari jalur Pantura (Jakarta-Surabaya) ke angkutan kereta api barang maka jalan akses perlu dibangun atau diperlebar terutama distasiun-stasiun antara dan stasiun-stasiun yang potensial untuk mobilisasi angkutan barang.

q. Gudang barang

Berdasarkan hasil survey di lokasi studi gudang barang pada DAOP VI Yogyakarta gudang yang terdapat di emplasemen stasiun Purwosari memiliki daya tampung 5000 ton/m2, stasiun Brambanan 4000 ton/m2, stasiun Sragen 5000 ton/m2 dan stasiun Lempuyangan 10.000 ton/m2. Ke empat gudang tersebut dalam kondisi baik dan aktif. Sehubungan dengan adanya peningkatan kapasitas angkutan kereta api barang, sebagai akibat pengalihan barang dari jalur Pantura (Jakarta-Surabaya) ke angkutan kereta api barang maka gudang barang perlu ditingkatkan ukuran dan kapasitasnya untuk menampung barang dan pengelolaan lebih lanjut. Untuk mendayagunakan gudang yang ada secara optimal, maka diupayakan perbaikan, penambaahan luas gudang dengan konstruksi yang lebih kuat sesuai persyaratan teknis gudang, tersedianya ventilasi dan pencahayaan yang cukup, pintu cukup lebar dengan menggunakan sleeding door bahan besi dan berlantai beton.

r. Lapangan Penumpukan

Berdasarkan hasil survey di lokasi studi lapangan penumpukan barang pada DAOP VI Yogyakarta hampir semua stasiun tidak ada lapangan penumpukan. Berkeneaan dengan adanya upaya peningkatan kapasitas angkutan kereta api barang, sebagai akibat pengalihan barang dari jalur Pantura (Jakarta-Surabaya) ke angkutan kereta api barang maka, lapangan penumpukan perlu di buat yaitu dengan dengan penambahan luas lahan karena yang dikhawatirkan jika volume pengiriman barang meningkat dan tidak adanya lapanganan penumpukan akan

Executive Summary Report II- 47 mengganggu kelancaran kendaraan pengangkut barang, selain itu kondisi lapangan penumpukan sebaiknya berlantai beton, mudah dipantau, ada fasilitas pelindung dan lampu penerangan yang cukup pada prinsipnya terbuka dibatasi oleh dinding. s. Tempat bongkar muat barang

Berdasarkan hasil survey di lokasi studi Tempat bongkar muat barang pada DAOP VI Yogyakarta hanya terdapat pada stasiun Lempuyangan. Proses pembongkaran barang dilakukan secara langsung dari kereta api menggunakan forklift langsung dibawa ke gudang penyimpanan. Tempat bongkar muat tersebut dalam kondisi baik dan aktif. Secara singkat dapat dilihat pada tabel dan gambar berikut ini. Berkaitan dengan peningkatan kapasitas angkutan kereta api barang, sebagai akibat pengalihan barang dari jalur Pantura (Jakarta-Surabaya) ke angkutan kereta api barang, maka tempat bongkar muat barang distasiun perlu ditingkatkan ukuran dan kapasitasnya, menambah alat bongkar muat, ada jalan akses dengan ukuran dan konstruksi jalan yang baik, ada atap, lantai beton ada fasilitas untuk kendaraan masuk dan keluar, lampu penerangan, ada menara pengawas dan tenaga pengawas yang cukup. Selain dari kelima stasiun yang telah diuraikan untuk stasiun antara lainnya yang potensial dalam hal pemuatan dan pembongkaran barang harus dibuat tempat bongkar muat juga dengan harapan bisa melayani semua kereta api barang.

t. Langsiran gerbong barang

Di wilayah DAOP VI Yogyakarta kegiatan langsir menggunakan lokomotif khusus dan tidak menggunakan lokomotif dinas, dan hal ini seyogyanya diterapkan pada DAOP-DAOP lain yang belum mempunyai lokomotif khusus. Berkaitan dengan peningkatan kapasitas angkutan kereta api barang, sebagai akibat pengalihan barang dari jalur Pantura (Jakarta-Surabaya) ke angkutan kereta api barang, maka perlu penambahan jalur parkir barang untuk menampung 20 unit gerbong dan 1 unit Cabous (tempat petugas), bila ada penambahan pelangsiran perlu penambahan wesel dan penambahan jumlah spoor sepanjang ± 350 m s/d 400 m.

u. Parkir kendaraan angkutan barang

Berdasarkan hasil survey di lokasi studi parkir kendaraan angkutan barang pada DAOP VI Yogyakarta stasiun Lempuyangan mampu menampung kendaraan jenis

Dokumen terkait