• Tidak ada hasil yang ditemukan

Preferensi dan Karakteristik Pengguna Taman Kota

Preferensi adalah kecendrungan untuk memilih sesuatu yang lebih disukai daripada yang lain. Menurut Porteous (1977), studi perilaku individu dapat digunakan oleh ahli lingkungan dan para desainer untuk menilai keinginan pengguna (user) terhadap suatu objek yang akan direncanakan. Dengan melihat preferensi dapat memberikan masukan bagi bentuk partisipasi dalam proses perencanaan. Lebih lanjut Porteous (1977) menyatakan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara preferensi dan sikap. Sikap selalu terkait dengan preferensi dan preferensi merupakan komponen yang mempengaruhi sikap. Preferensi juga dihubungkan dengan satisfaction (kepuasan) akibat dari penilaian persepsi yang berulang-ulang. Preferensi seperti sikap dan persepsi berbeda-beda antar individu dan pengalamannya.

Preferensi secara umum terbentuk dari persepsi dan kognisi manusia terhadap lingkungannya. Lingkungan sangat mempengaruhi manusia dalam bersikap/memiliki preferensi terhadap sesuatu hal. Berdasarkan interpretasi W. Kirk (1963), terdapat 3 macam lingkungan yang saling terkait:

1. Phenomenal Environment: berupa obyek-obyek yang ada (environment, external environment, built environment, non personal environment) mencakup physical environment dan human environment (manusia sebagai obyek).

2. Personal Environment : mencakup behavioural environment (image dari lingkungan fenomenal sangat dipengaruhi persepsi, nilai, kepercayaan, preferensi), dan experiential environment(pengalaman dan pengetahuan awal). 3. Contextual Environment : lingkungan sosial budaya, dapat dibedakan

berdasarkan life cycle (family status), life level(socio-economic status) atau life style(ethnic, culture).

Preferensi pada dasarnya sangat tergantung pada perbedaan yang terdapat pada setiap individu. Tuan (1974) menyatakan bahwa psikologi individu seperti temperamen, bakat dan attitude akan berbeda sesuai tingkatan umur dan jenis kelamin. Hal inilah nantinya yang akan menghasilkan life style pada suatu komunitas. Life style ini dipengaruhi oleh faktor ekonomi (tingkat pendapatan dan pengeluaran), faktor sosial (status ekonomi dan pendidikan) serta faktor aktifitas individu tersebut di dalam lingkungannya.

Hasil interaksi individu dengan objek menghasilkan persepsi individu tentang objek tersebut. Jika persepsi itu berada dalam batas-batas optimal maka individu dinyatakan dalam keadaan homeostatis (keadaan yang serba seimbang), keadaan ini biasanya ingin dipertahankan oleh individu karena menimbulkan perasaan-perasaan yang paling menyenangkan. Sebaliknya jika objek dipersepsikan sebagai di luar batas-batas optimal (terlalu besar, terlalu kuat, kurang keras, kurang dingin, terlalu aneh dan sebagainya) maka individu ini akan mengalami tekanan/stress dalam dirinya (Sarwono, 1992).

Kesukaan (preferensi) terhadap lingkungan yang berbeda-beda dipengaruhi oleh beberapa hal. Menurut Kaplan dan Kaplan (Sarwono, 1992) preferensi itu ditentukan oleh beberapa hal :

1. Keteraturan (coherence) : semakin teratur semakin disukai

2. Texture : kasar-lembutnya suatu objek secara visual, makin lembut makin disukai

3. Keakraban dengan lingkungan : makin dikenal makin disukai 4. Keluasan ruang pandang : makin luas ruang pandang makin disukai

5. Kemajemukan rangsang : semakin banyak stimulus dari objek yang diamati makin disukai

Preferensi seseorang sangat terkait dengan sikap dan perilaku dalam berinteraksi dengan lingkungan. Definisi sikap secara tradisional adalah keadaan mental dan saraf dari kesiapan, yang diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh dinamik atau terarah terhadap respon individu pada semua objek dan situasi yang berkaitan dengannya. Definisi ini sangat dipengaruhi oleh tradisi tentang learning (belajar) dan bagaimana pengalaman masa lalu membentuk sikap. Sikap terutama digambarkan sebagai kesiapan untuk selalu menanggapi dengan cara tertentu dan menekankan implikasi perilaku individu. Sebaliknya, banyak ahli psikologi yang sangat mendukung komponen kognitif dari sikap, mendefinisikannya sebagai organisasi yang bersifat menetap dari proses motivasional, emosional, perseptual dan kognitif mengenai beberapa aspek dunia individu.

Tiga komponen sikap menurut Sarwono (1992) adalah :

1. Kognitif : terdiri dari seluruh kognisi yang dimiliki seseorang mengenai objek tertentu –fakta, pengetahuan dan keyakinan tentang objek

2. Afektif : seluruh perasaan atau emosi seseorang terhadap objek, terutama penilaian terhadap objek tersebut

3. Perilaku : kesiapan seseorang untuk bereaksi atau kecendrungan untuk bertindak terhadap objek

Pada mulanya secara sederhana diasumsikan bahwa sikap seseorang menentukan/mempengaruhi perilakunya. Tetapi kita juga mengetahui bahwa banyak kejadian di mana perilaku tidak didasarkan pada sikap. Derajat pengaruh sikap terhadap perilaku menjadi salah satu perdebatan penting dalam sejarah penelitian sikap. Wicker (1969) mengadakan tinjauan yang lebih luas dengan meringkaskan penelitian terpisah yang sebelumnya, dan menyimpulkan bahwa : “lebih besar kemungkinan bahwa sikap kurang atau hanya sedikit yang berhubungan dengan perilaku nyata ketimbang kemungkinan bahwa sikap mempunyai hubungan yang erat dengan tindakan”. Selanjutnya Schuman and Johnson (1976) melakukan penelitian dan menyimpulkan bahwa : “sebagian besar penelitian sikap-perilaku memberikan hasil yang positif. Korelasi yang terjadi cukup meluas untuk menunjukkan bahwa paksaan/tekanan kausal yang penting turut dilibatkan, apa pun proses kausal yang mendasari model seseorang”.

Di satu segi, interval waktu antara pengukuran sikap dan perilaku yang lebih lama mengurangi korelasi sikap-perilaku karena sikap akan mengalami perubahan. Semakin besar relevansi spesifik sikap terhadap perilaku, semakin tinggi korelasi antara kedua hal tersebut. Pada umumnya jika sikap mempunyai relevansi spesifik maka perilaku cenderung lebih konsisten (Sarwono, 1992).

Teori tindakan yang masuk akal (theory of reasoned action)(Azjen and Fishbein, 1980) memberikan nilai dalam usaha memahami peranan sikap dalam menentukan perilaku, dinyatakan bahwa sikap selalu memberikan tekanan untuk melakukan perilaku yang konsisten dengan sikap itu, meskipun tekanan-tekanan lain juga mempengaruhi perilaku.

Catatan : anak panah menunjukkan arah pengaruh

Gambar 2. Model tindakan yang masuk akal tentang faktor-faktor yang menentukan perilaku seseorang (Azjen dan Fishbein, 1980)

Selanjutnya, sangat terkait dengan preferensi adalah individu dalam hal ini adalah pengguna taman/user. Menurut Boonkham (1992), karakteristik masyarakat kota sebagai pengguna taman kota di Thailand dapat dikelompokkan

Keyakinan seseorang bahwa setiap perilaku menimbulkan hasil tertentu, dan penilaian orang akan hasil tersebut

Keyakinan seseorang bahwa individu atau kelompok tertentu berpikir apakah dia seyogjanya melakukan suatu perilaku tertentu atau tidak, dan motivasinya untuk mengikuti pedoman tersebut Norma subjektif Makna penting relatif dari pertimbangan sikap dan pertimbangan normatif Sikap terhadap perilaku Maksud Perilaku

kedalam 2 (dua) kelompok yaitu kelompok berdasar status sosial ekonomi (tingkat pendapatan/inkam) dan kelompok umur.

Untuk kelompok berdasar status sosial ekonomi dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu :

1. Kelompok dengan pendapatan tinggi 2. Kelompok dengan pendapatan sedang 3. Kelompok dengan pendapatan rendah

Sedangkan untuk kelompok umur dibedakan menjadi 4 (empat) yaitu : 1. Anak-anak (umur <15 tahun)

2. Remaja (umur 15-20 tahun) 3. Dewasa (umur >20-55 tahun)

4. Manula/Manusia Lanjut Usia (umur >55 tahun)