• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

B. Prestasi Belajar

Menurut Hamalik (2008:27) belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman (learning is defined as the modification or strengthening of behavior through experience). Menurut pengertian ini, belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu, yakni mengalami.

Slameto (2010:2) Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

Belajar menurut Gagne dalam Agus Suprijono ( 2009 : 2 ) adalah perubahan disposisi atau kemampuan yang dicapai seseorang melalui aktivitas. Perubahan disposisi tersebut bukan diperoleh langsung dari proses pertumbuhan seseorang secar ilmiah.

Morgan dalam Agus Suprijono ( 2009 : 2 ) juga berpendapat bahwa belajar adalah perubahan perilaku yang bersifat permanen sebagai hasil dari pengalaman.

Bertolak dari berbagai definisi belajar yang telah diuraikan tadi, maka peneliti menyimpulkan bahwa belajar dapat dipahami sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap

sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif.

2. Ciri Khas Perilaku Belajar

Setiap perilaku belajar selalu ditandai oleh ciri-ciri perubahan spesifik. Syah (2002: 116) ada 3 ciri perubahan khas yang menjadi karakteristik perilaku belajar adalah yakni:

a) Perubahan yang bersifat intensional

Siswa dapat merasakan perubahan dalam dirinya. Dimana siswa akan merasa bertambah dalam hal pengetahuan, kebiasaan, sikap, pandangan terhadap sesuatu, ketrampilan.

b) Perubahan yang positif dan aktif

Positif berarti baik, bermanfaat, serta sesuai harapan. Perubahn aktif artinya tidak terjadi dengan sendirinya tetapi karena usaha siswa itu sendiri.

c) Perubahan yang efektif dan fungsional

Perubahan yang timbul karena proses belajar bersifat efektif, yakni berhasil guna. Artinya, perubahan tersebut membawa pengaruh, makna, dan manfaat bagi siswa. Perubahan fungsional yakni perubahan yang relatif menetap dan setiap saat dibutuhkan dan dapat mendorong perubahan-perubahan positif lainnya.

3. Pengertian Prestasi Belajar

Menurut Zaenal Arifin (2009:12) prestasi belajar (achievement) berbeda dengan hasil belajar (learning outcome). Prestasi belajar pada umumnya berkenaan dengan aspek pengetahuan, sedangkan hasil belajar

meliputi aspek pembentukan watak siswa. Kata prestasi sering digunakan dalam berbagai bidang dan kegiatan, antara lain dalam kesenian, olah raga, dan pendidikan, khususnya pembelajaran.

Suprijono (2009:5) mengemukakan bahwa hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan ketrampilan.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah tingkat kemampuan yang dimiliki siswa dalam menerima, menolak, menilai informasi-informasi yang diperoleh dalam proses belajar dan tingkat keberhasilan dalam mempelajari materi pelajaran yang dinyatakan dalam bentuk nilai atau rapor setiap bidang studi setelah mengalami proses belajar mengajar.

4. Jenis-jenis Prestasi Belajar

Ada beberapa jenis hasil belajar, menurut Gagne dalam Suprijono (2009:5) hasil belajar berupa :

a. Informasi verbal yaitu kapasitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis. Kemampuan merespons secara spesifik terhadap rangsangan spesifik. Kemampuan tersebut tidak memerlukan manipulasi simbol, pemecahan masalah maupun penerapan aturan.

b. Ketrampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan lambang. Ketrampilan intelektual terdiri dari kemampuan mengorganisasi, kemampuan analisis fakta-konsep dan

mengembangkan prinsip-prinsip keilmuan. Ketrampialn intelektual merupakan kemampuan melakukan aktivitas kognitif bersifat khas. c. Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan

aktivitas kognitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah.

d. Ketrampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani.

e. Sikap yaitu kemampuan menerima dan menolak objek berdasarkan penilaian terhadap objek tersebut. Sikap berupa kemampuan menginternalisasikan dan eksternalisasi nilai-nilai. Sikap merupakan kemampuan menjadikan nilai-nilai sebagai standar perilaku.

Secara umum, indikator prestasi belajar biasanya menggunakan klasifikasi dari Benyamin Bloom yang membaginya menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik, sebagaimana dikutip Nana Sudjana (2009:23-26), yaitu:

a. Ranah kognitif

Ranah ini berkenaan dengan prestasi belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi.

b. Ranah afektif

Ranah ini terkait dengan sikap dan nilai yang terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, internalisasi. Beberapa ahli mengatakan bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya, bila seseorang telah memiliki penguasaan kognitif tingkat tinggi. Tipe prestasi belajar afektif tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku seperti perhatiannya terhadap pelajaran, disiplin, motivasi belajar, menghargai guru dan teman sekelas, kebiasaan belajar, dan hubungan sosial.

c. Ranah psikomotorik

Ranah ini berkenaan dengan prestasi belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam tingkatan keterampilan, yakni: gerakan refleks (keterampilan pada gerakan yang tidak sadar); keterampilan pada gerakan-gerakan dasar; kemampuan perseptual, termasuk di dalamnya membedakan visual, membedakan auditif, motoris, dan lain-lain; kemampuan di bidang fisik, misalnya kekuatan, keharmonisan, dan ketepatan; gerakan-gerakan skill, mulai dari keterampilan sederhana sampai pada keterampilan yang kompleks; dan kemampuan yang berkenaan dengan komunikasi non-decursive seperti gerakan ekspresif dan intepretatif.

5. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Belajar

Prestasi belajar ditentukan oleh banyak faktor. Faktor-faktor tersebut yaitu faktor yang berasal dari diri individu itu sendiri (intern) dan faktor yang

berasal dari luar (ekstern). Muhibbin (1995:132-139) mengemukakan ada 3 faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa, yakni :

a. Faktor intern

Faktor yang berasal dari dalam individu itu sendiri meliputi 2 aspek, yaitu aspek fisiologis dan aspek psikologis.

1) Aspek Fisiologis

Aspek fisiologis siswa merupakan aspek yang bersifat jasmaniah. Hal ini dapat dilihat dari kondisi umum tubuh siswa dan kondisi organ-organ khusus siswa. Kondisi umum tubuh siswa misalnya keadaan tubuh yang lemah disertai pusing dapat menurunkan kualitas ranah cipta (kognitif) sehingga materi yang dipelajarinya menjadi kurang dimengerti atau bahkan tidak berbekas. Kondisi organ-organ khusus siswa, seperti tingkat kesehatan telinga dan mata juga mempengaruhi siswa dalam menyerap informasi dan pengetahuan, khususnya di kelas.

2) Aspek Psikologis

Banyak faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa secara psikologis (rohaniah). Faktor-faktor yang dipandang lebih esensial adalah sebagai berikut.

a) Intelegensi Siswa

Slameto (2003: 56) mengemukakan bahwa intelegensi atau kecakapan terdiri dari tiga jenis yaitu kecakapan untuk menghadapi dan menyesuaikan ke dalam situasi yang baru dan

cepat efektif mengetahui/menggunakan konsep-konsep yang abstrak secara efektif, mengetahui relasi dan mempelajarinya dengan cepat.

Intelegensi (IQ) siswa sangat menentukan keberhasilan belajar siswa. Semakin tinggi kemampuan intelegensi siswa maka semakin besar peluangnya untuk meraih sukses. Sebaliknya, semakin rendah kemampuan intelegensi siswa maka semakin kecik pula peluangnya dalam meraih kesuksesan. Kemampuan intelegensi siswa itu berbeda-beda. Dalam mayoritas siswa yang normal (IQ 70-130), ada pula siswa yang tergolong gifted child atau talented child yakni anak sangat cerdas dan berbakat (IQ di atas 130), dan anak yang kecerdasannya di bawah rata-rata (IQ di bawah 70).

b) Sikap Siswa

Muhibbin (1995:135) mengemukakan sikap adalah gejala internal yang berdimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespon dengan cara yang relatif tetap terhadap objek orang, barang, dan sebagainya, baik secara positif maupun negatif. Sikap positif siswa terhadap guru dan mata pelajaran yang disajikan merupakan pertanda awal yang baik bagi proses belajar siswa tersebut. Akan tetapi sikap negatif siswa terhadap guru dan mata pelajaran yang disajikan, bahkan disertai dengan kebencian maka akan menimbulkan kesulitan belajar siswa

tersebut ataupun prestasi yang dicapai akan kurang memuaskan. Guru dituntut untuk lebih dahulu menunjukkan sikap positif

pada dirinya dan terhadap mata pelajaran yang dipegangnya. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi kemungkinan sikap negatif siswa. Guru yang demikian tidak hanya mengusai bahan-bahan yang terdapat dalam bidang studinya, tetapi juga mampu meyakinkan siswa akan manfaat bidang studi itu, siswa akan membutuhkannya. Perasaan butuh ini diharapkan akan menimbulkan sikap positif terhadap bidang studi tersebut sekaligus terhadap guru yang mengajarnya (Nurkancana, 1983:260).

c) Bakat Siswa

Rebber dalam Muhibbin (1995:135) mengemukakan bakat adalah kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang. Setiap orang pasti mempunyai bakat dalam arti berpotensi untuk mencapai prestasi sampai ke tingkat tertentu sesuai dengan kapasitas masing-masing.

Bakat akan dapat mempengaruhi tinggi rendahnya prestasi belajar bidang-bidang studi tertentu. Pemaksaan orang tua untuk menyekolahkan anaknya pada jurusan keahlian tertentu tanpa mengetahui lebih dahulu bakat anaknya dan ketidaksadaran siswa terhadap bakatnya sendiri sehingga ia memilih jurusan keahlian

tertentu yang bukan bakatnya, akan berpengaruh buruk terhadap kinerja akademik atau prestasi belajarnya.

d) Minat Siswa

Muhibbin (1995:136) mengemukakan minat berarti kecenderungan dan kegairahan atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Minat dapat mempengaruhi kualitas pencapaian hasil belajar siswa dalam bidang-bidang studi tertentu. Misalnya, seorang siswa yang menaruh minat besar terhadap matematika akan lebih banyak memusatkan perhatiannya daripada siswa lainnya. Hal itu memungkinkan siswa lebih giat belajar dan akhirnya mencapai prestasi yang diinginkan. Guru seharusnya membangkitkan minat siswa dengan membangun sikap positif terlebih dahulu baik tentang dirinya maupun mata pelajaran yang disajikan.

e) Motivasi Siswa

Menurut Slameto (2003 : 58) bahwa motivasi erat sekali hubungannya dengan tujuan yang akan dicapai dalam belajar, di dalam menentukan tujuan itu dapat disadari atau tidak, akan tetapi untuk mencapai tujuan itu perlu berbuat, sedangkan yang menjadi penyebab berbuat adalah motivasi itu sendiri sebagai daya penggerak atau pendorongnya. Dalam perkembangan selanjutnya motivasi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah hal dan

keadaan yang berasal dari dalam diri siswa sendiri yang dapat mendorongnya melakukan tindakan belajar, misalnya perasaan menyenangi materi dan kebutuhannya terhadap materi tersebut, misalnya untuk kehidupan masa depan siswa yang bersangkutan.

Adapun motivasi ekstrinsik adalah hal dan keadaan yang datang dari luar diri siswa yang juga mendorongnya untuk melakukan kegiatan belajar, misalnya pujian dan hadiah, peraturan/ tata tertib sekolah, suri teladan orangtua dan guru. Kekurangan motivasi baik internak maupun eksternal akan menyebabkan siswa kurang bersemangat dalam mempelajari materi-materi pelajaran baik di sekolah maupun di rumah.

b. Faktor Eksternal

Muhibbin (1995:132) mengemukakan faktor eksternal (dari luar siswa) terdiri dari dua macam yaitu: faktor lingkungan sosial dan faktor lingkungan nonsosial.

1) Lingkungan Sosial

Lingkungan sosial siswa ada tiga macam, yakni keluarga, sekolah, dan masyarakat. Keadaan dalam lingkungan keluarga lebih banyak mempengaruhi kegiatan belajar. Sifat-sifat orang tua, praktik pengelolaan keluarga, dan demografi keluarga (letak rumah), semuanya dapat memberi dampak baik ataupun buruk terhadap kegiatan belajar dan hasil belajar yang diperoleh siswa.

teman-teman sekelas dapat mempengaruhi semangat belajar siswa. Para guru yang selalu menunjukkan sikap dan perilaku simpatik dan memperlihatkan teladan yang baik dan rajin khususnya dalam hal belajar, misalnya dengan rajin membaca atau berdiskusi, dapat menjadi daya dorong yang positif bagi kegiatan belajar siswa.

Lingkungan sosial yang ketiga adalah lingkungan masyarakat dan tetangga juga teman-teman sepermainan di sekitar tempat tinggal siswa. Kondisi lingkungan masyarakat yang buruk akan mempengaruhi prestasi belajar siswa. Misalnya, kondisi lingkungan yang kumuh dan serba kekurangan dan anak-anak penganggur akan mempengaruhi aktivitas belajar siswa. Paling tidak siswa tersebut akan menemukan kesulitan ketika harus mencari teman belajar atau meminjam alat-alat belajar tertentu yang kebetulan belum dimilikinya. Hal ini tentu saja dapat mempengaruhi hasil belajar siswa.

2) Lingkungan Nonsosial

Faktor-faktor yang termasuk lingkungan nonsosial ialah gedung sekolah dan letaknya, rumah tempat tinggal keluarga siswa dan letaknya, alat-alat belajar, keadaan cuaca, dan waktu belajar yang digunakan siswa. Faktor-faktor ini dipandang turut menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa.

Sebagai contoh, rumah yang sempit dan berantakan serta perkampungan yang terlalu padat dan tidak memiliki sarana umum

untuk kegiatan remaja (seperti lapangan basket) akan mendorong siswa untuk berkeliaran ke tempat-tempat yang sebenarnya tidak pantas dikunjungi. Kondisi rumah dan perkampungan seperti itu jelas berpengaruh buruk terhadap kegiatan belajar siswa.

Dokumen terkait