• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

C. Prestasi Belajar

1. Pengertian Belajar

Menurut Winkel (1987:36) belajar ialah suatu aktivitas mental/ psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan – pemahaman, ketrampilan dan nilai – sikap. Perubahan itu relatif konstan dan berbekas.

Menurut Muhibbin (1995 : 88) belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam setiap penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan.

Menurut Slameto (1988: 2) belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

Berdasarkan berbagai definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan perubahan tingkah laku yang disebut sebagai hasil dari suatu proses belajar dari interaksi dengan lingkungan yang tertentu, ketrampilan, sikap dan konsep.

2. Pengertian Prestasi Belajar

Prestasi belajar dapat diartikan sebagai hasil yang dicapai oleh individu setelah mengalami suatu proses belajar dalam jangka waktu tertentu. Prestasi Belajar dalam kamus Bahasa Indonesia Kontemporer (1991:1190) adalah penguasaan pengetahuan keterampilan terhadap mata pelajaran yang akan dibuktikan melalui hasil tes. Begitu pun, Sudjana (1996: 203) menyatakan bahwa prestasi belajar adalah hasil yang dicapai oleh seseorang setelah ia melakukan perubahan belajar, baik di sekolah maupun di luar sekolah.

Surya (2003: 67) menyatakan bahwa prestasi belajar merupakan seluruh kecakapan yang dicapai melalui proses belajar di sekolah yang dinyatakan dengan nilai-nilai prestasi belajar berdasarkan hasil belajar. Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 1992: 22). Klasifikasi hasil belajar yang lazim digunakan adalah klasifikasi dari Benyamin Bloom. Bloom membagi hasil belajar menjadi tiga ranah yaitu ranah kognitif, afektif dan psikomotorik.

Ranah kognitif terdiri dari 6 aspek yaitu pengetahuan atau ingatan, pemahaman, analisis atau penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi. Dua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya merupakan kognitif tingkat tinggi. Ranah afektif terdiri dari 5 aspek yaitu penerimaan, sambutan, apresiasi (sikap menghargai), internalisai (pendalaman) dan karakterisasi (pendalaman). Sedangkan ranah

psikomotorik terdiri dari 2 aspek yaitu keterampilan bergerak dan bertindak serta kecakapan ekspresi verbal dan non-verbal.

Pada umumnya prestasi belajar yang dinyatakan dengan nilai-nilai merupakan hasil belajar pada ranah kognitif. Namun untuk memperoleh prestasi belajar yang baik, ranah afektif dan psikomotorik juga dianggap penting. Ketiga ranah ini diharapkan dapat mencerminkan perubahan yang terjadi sebagai prestasi belajar, baik yang berdimensi cipta dan rasa, maupun karsa yang dinyatakan dalam bentuk nilai yang diperoleh siswa setelah melakukan evaluasi/tes.

Oleh karena itu, prestasi belajar dalam penelitian ini merupakan hasil belajar pada ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Evaluasi terhadap prestasi belajar dilakukan guru dengan menggunakan alat evaluasi berupa tes dan non tes. Melalui evaluasi tes dan non tes, siswa dituntut untuk menunjukkan prestasi tertentu.

Hasil data yang diperoleh akan diakumulasikan dalam bentuk nilai yang berupa angka. Dimana angka tersebut mampu menunjukkan prestasi tertentu. Berdasarkan prestasi-prestasi yang dicapai siswa tersebut, guru dapat mengetahui hasil belajar yang diharapkan telah tercapai atau tidak.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar

Menurut Ahmadi dan Supriyono (1991: 130-131) prestasi yang dicapai seorang individu merupakan hasil interaksi antara berbagai faktor yang mempengaruhinya baik dari dalam diri (faktor internal) maupun dari

luar diri (faktor eksternal) individu. Pengenalan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar penting sekali artinya dalam rangka membantu murid dalam mencapai prestasi belajar yang sebaik-baiknya. Yang tergolong faktor internal adalah:

a. Faktor jasmani baik yang (fisiologis) baik yang bersifat bawaan maupun yang dipeoleh. Yang termasuk faktor ini misalnya penglihatan, pendengaran, struktur tubuh, dan sebagainya.

b. Faktor psikologis baik yang bersifat bawaan maupun yang diperoleh terdiri atas:

1) Faktor intelektif yang meliputi:

a) Faktor potensial yaitu kecerdasan dan bakat.

b) Faktor kecakapan nyata yaitu prestasi yang telah dimiliki.

2) Faktor non intelektif, yaitu unsur-unsur kepribadian tertentu seperti sikap, kebiasaan, minat, kebutuhan, motivasi, emosi, penyesuaian diri.

c. Faktor kematangan fisik maupun psikis.

Yang tergolong faktor eksternal adalah: a. Faktor sosial yang terdiri atas:

1) Lingkungan keluarga 2) Lingkungan sekolah 3) Lingkungan masyarakat 4) Lingkungan kelompok

b. Faktor budaya seperti adat istiadat, ilmu pengetahuan, teknologi, dan kesenian.

c. Faktor lingkungan fisik seperti fasilitas rumah, fasilitas belajar, iklim. d. Faktor lingkungan spiritual atau keamanan.

D.Tinjauan Umum Model Pembelajaran Kooperatif

1. Pembelajaran Kooperatif

Manusia memiliki derajat potensi, latar belakang histories, serta harapan masa depan yang berbeda-beda. Melalui perbedaan itu manusia dapat saling asah, asih, dan asuh (saling mencerdaskan). Dengan memanfaatkan kenyataan itu, siswa dilatih dan dibiasakan untuk saling berbagi pengetahuan, pengalaman, tugas serta tanggung jawab, sehingga dapat tercipta masyarakat yang belajar. Siswa tidak hanya belajar dari guru, tetapi juga dari sesama siswa.

Model pembelajaran kooperatif menurut Rusman (2010: 202) merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 4 sampai enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen. Pada hakikatnya pembelajaran kooperatif sama dengan belajar kelompok, namun dalam pembelajaran ini akan tercipta interaksi yang lebih luas. Interaksi yang lebih luas adalah interaksi dan komunikasi yang dilakukan antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa, dan siswa dengan guru (multi way traffic comunication).

Model pembelajaran kooperatif akan dapat menumbuhkan

pembelajaran efektif yaitu pembelajaran yang bercirikan : (1) ” memudahkan siswa belajar” sesuatu yang ”bermanfaat” seperti fakta,

ketrampilan, nilai, konsep dan bagaimana hidup serasi dengan sesama; (2) pengetahuan, nilai, dan ketrampilan diakui oleh mereka yang berkompeten menilai.

2. Unsur- Unsur Pembelajaran Kooperatif

Roger dan David Johnson dalam Lie (2002: 30-34) mengatakan bahwa tidak semua belajar kelompok bisa dianggap pembelajaran kooperatif. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur dalam model pembelajaran kooperatif harus diterapkan. Lima unsur tersebut adalah: a. Positive interdependence (Saling ketergantungan positif)

Unsur ini menunjukkan bahwa dalam pembelajaran kooperatif ada dua pertanggungjawaban kelompok. Pertama, mempelajari bahan yang ditugaskan kepada kelompok. Kedua, semua anggota kelompok secara individu mempelajari bahan yang ditugaskan tersebut.

b. Personal responbility (Tanggung Jawab Individual)

Pertanggungjawaban ini muncul jika dilakukan pengukuran terhadap keberhasilan kelompok. Tujuan pembelajaran kooperatif adalah membentuk semua anggota kelompok menjadi pribadi yang kuat. Tanggung jawab perseorangan adalah kunci untuk menjamin semua anggota yang diperkuat oleh kegiatan belaljar bersama. Artinya, setelah

mengikuti kelompok belajar bersama anggota kelompok harus dapat menyelesaikan tugas yang sama.

c. Face to face promotive interaction (Tatap Muka)

Setiap kelompok diberi kesempatan untuk bertatap muka dan berdiskusi. Melalui proses ini siswa dapat membagikan pengalaman yang telah dialaminya. Inti dari sinergi ini adalah menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan dan mengisi kekurangan masing-masing. Sinergi tidak dapat begitu saja terjadi dalam sekejap, tetapi melalui proses yang cukup panjang. Para anggota kelompok perlu diberi kesempatan untuk saling mengenal dan menerima satu sama lain dalam kegiatan tatap muka dan interaksi pribadi.

d. Interpersonal skill (Komunikasi Antar anggota)

Keberhasilan kelompok dalam menyelesaikan tugas yang diberikan guru juga bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan kemampuan mereka mengutarakan pendapat mereka. e. Group processing (Evaluasi Proses Kelompok)

Perlu disediakan waktu khusus untuk melaksanakan evaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerjasama mereka. Kegiatan evaluasi dilakukan agar selanjutnya dapat bekerja sama dengan lebih efektif.

3. Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif

Menurut Ibrahim dalam Taniredja (2010: 100) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

a. Siswa bekerja dalam kelompoknya secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya.

b. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah.

c. Bilamana mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yang berbeda-beda.

d. Penghargaan lebih berorientasi pada kelompok daripada individu.

4. Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif

Terdapat 6 langkah utama di dalam pembelajaran Kooperatif, yaitu: a. Menyampaikan Tujuan dan Memotivasi Siswa

Pelajaran dimulai dengan guru menyampaikan tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa untuk belajar. b. Menyajikan Informasi

Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bacaan.

c. Mengorganisasi Siswa ke Dalam Kelompok- kelompok Belajar

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana cara membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agara melakukan transisi secara efisien

d. Membimbing Kelompok Bekerja dan Belajar

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas.

e. Evaluasi

Guru mengevaluasi hasil belajar tetntang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil belajarnya.

f. Memberikan Penghargaan

Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.

Model pembelajaran kooperatif mempunyai beberapa tipe dengan langkah yang berbeda-beda. Tipe model pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut:

a. STAD (Student Team Achievement Divisions) b. NHT (Numbered Head Together)

c. TGT (Teams Games Tournament) d. TAI (Teams Assisted Individualization) e. Jigsaw I

f. Jigsaw II

g. CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition)

Salah satu tipe di atas yang akan digunakan untuk memecahkan masalah dalam penelitian ini adalah pembelajaran Kooperatif tipe TAI

(Team Assisted Individualization). Tipe ini dipilih karena pada kegiatan pembelajarannya mengkombinasikan pembelajaran kooperatif dan pembelajaran individu. Dimana, akan tercipta kegiatan yang positif dan interaksi sosisal yang baik antar siswa dalam proses pembelajaran.

E.Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI (Teams Assisted Individualization)

1. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI

Pembelajaran kooperatif tipe TAI ini dikembangkan oleh Slavin. Menurut Suyatno (2009: 57) tipe ini mengkombinasikan keunggulan pembelajaran kooperatif dan pembelajaran individual. Slavin membuat metode ini berdasarkan beberapa alasan. Pertama, model ini mengkombinasikan keunggulan pembelajaran kooperatif dan individual. Kedua, model ini memberikan tekanan pada efek sosial dari belajar kooperatif. Ketiga, TAI disusun untuk memecahkan masalah kesulitan belajar individu.

Ciri khas dalam pembelajaran ini adalah siswa mempelajari secara individual materi yang telah disiapkan oleh guru. Hasil belajar individual akan dibawa ke dalam kelompok masing-masing untuk dibahas dan didiskusikan oleh anggota kelompok. Semua anggota kelompok bertanggung jawab atas keseluruhan jawaban yang telah dikerjakan. Sebelum dibentuk kelompok, siswa diajarkan bagaimana bekerjasama dalam suatu kelompok. Siswa diajari bagaimana menjadi pendengar yang baik, dapat memberikan penjelasan kepada teman sekelompok, berdiskusi, mendorong teman yang lain untuk bekerja sama, dan menghargai teman yang lain.

Masing-masing anggota kelompok memiliki tugas yang setara. Karena keberhasilan kelompok sangat diperhatikan, maka siswa yang pandai ikut membantu temannya yang lemah dalam kelompoknya. Dengan demikian

siswa yang pandai dapat mengembangkan kemampuan dan keterampilannya, sedangkan siswa yang lemah dapat terbantu dalam memahami permasalahan yang diselesaikan dalam kelompok tersebut.

Slavin (1995: 98) menyatakan bahwa:

“TAI was created to take advantage of the considerable socialization potential of cooperative learning. Previus studies of group-paced cooperative learning methods have consistently found positive effects of these mothods on such outcomes as race relations and attitude toward mainstreamed academically handicapped students.”

Kutipan di atas mengandung makna bahwa TAI dirancang untuk memperoleh manfaat yang positif dari kegiatan sosialisasi yang dilakukan siswa dalam proses pembelajaran kooperatif. Berdasarkan kegiatan itu, ditemukan adanya pengaruh positif hubungan dan sikap siswa terhadap siswa lain yang mengalami keterlambatan dalam proses akademis.

2. Komponen Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI

Model pembelajaran tipe TAI dalam Slavin (2008: 195-200) ini memiliki 8 komponen, kedelapan komponen tersebut adalah sebagai berikut:

a. Teams yaitu pembentukan kelompok heterogen yang terdiri dari 4 sampai 5 siswa.

b. Placement Test yaitu pemberian pre-test kepada siswa untuk mengetahui kemampuan awal siswa dan sebagai dasar pertimbangan pengelompokan.

c. Curriculum materials yaitu lembar kerja yang berisi materi-materi pembelajaran. Tiap unit yang terdapat pada lembar kerja memiliki bagian tersendiri.

d. Team Study yaitu para siswa diberikan suatu unit perangkat pembelajaran secara individu. Unit tersebut berisikan materi kemudian siswa mengerjakan soal secara individu dan membahas unit-unit tersebut dalam kelompok masing-masing. Jika ada siswa yang mendapatkan kesulitan disarankan untuk meminta bantuan dalam kelompok sebelum meminta bantuan kepada guru.

e. Team Score and Team Recognition yaitu pemberian score terhadap hasil kerja kelompok dan memberikan penghargaan terhadap kelompok yang berhasil secara cemerlang dan kelompok yang dipandang kurang berhasil dalam menyelesaikan tugas.

f. Teaching Group yaitu guru menjelaskan materi pokok secara klasikal pada siswa yaitu dengan memperkenalkan konsep-konsep utama pada siswa sebelum mereka mengerjakan tugas secara individu.

g. Fact test yaitu pelaksanaan tes-tes kecil berdasarkan fakta yang diperoleh siswa.

h. Whole-Class Units yaitu pemberian materi oleh guru kembali diakhiri waktu pembelajaran dengan strategi pemecahan masalah.

3. Tahapan dalam Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI

Adapun tahap-tahap dalam model pembelajaran TAI dalam Widyantini (2006: 9) adalah sebagai berikut.

a. Guru menyiapkan materi bahan ajar yang akan diselesaikan oleh siswa. b. Guru memberikan pre-test kepada siswa atau melihat rata-rata nilai

harian siswa agar guru mengetahui kelemahan siswa pada bidang tertentu.

c. Guru menjelaskan materi pokok secara klasikal dan singkat pada siswanya.

d. Guru membentuk kelompok kecil yang heterogen tetapi harmonis berdasarkan nilai ulangan harian siswa, setiap kelompok 4-5 siswa. Jika memungkinkan anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta kesetaraan gender.

e. Sebelum bekerja dalam kelompoknya, terlebih dahulu masing-masing siswa berusaha membaca kembali dan memahami materi pelajaran yang sudah dijelaskan serta mencoba mengerjakan tugas secara individu. f. Hasil belajar siswa secara individual didiskusikan dalam kelompok.

Dalam diskusi kelompok, setiap anggota kelompok saling memeriksa jawaban teman satu kelompok. Jika siswa mengalami kesulitan disarankan untuk meminta bantuan kepada kelompok sebelum meminta bantuan kepada guru. Guru memberikan bantuan secara individual bagi yang memerlukan.

g. Ketua kelompok melaporkan keberhasilan kelompoknya dengan mempresentasikan hasil kerjanya. Kegiatan ini dilakukan secara berulang-ulang dan bergantian dengan kelompok yang lainnya.

h. Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan memberikan penegasan pada materi pembelajaran yang telah dipelajari. i. Guru memberikan post-test untuk dikerjakan secara individu.

j. Guru memberi penghargaan pada kelompok berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya.

4. Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif tipe TAI

Model pembelajaran kooperatif tipe TAI mempunyai kekurangan dan kelebihan. Slavin (1995: 101) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif tipe TAI mempunyai kelebihan sebagai berikut:

a. Meningkatkan hasil belajar.

b. Meningkatkan motivasi belajar pada diri siswa. c. Mengurangi perilaku yang mengganggu.

d. Program ini sangat membantu siswa yang lemah.

Selain memiliki kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe TAI

juga memiliki kekurangan, yaitu:

a. Dibutuhkan waktu yang lama untuk membuat dan mengembangkan perangkat pembelajaran .

b. Dengan jumlah siswa yang besar dalam kelas, maka guru akan mengalami kesulitan dalam memberikan bimbingan kepada siswanya.

E.Kompetensi Dasar

1. Pengertian Matematika

Menurut Dikmenum dalam Taniredja (2010: 66) matematika berasal dari bahasa latin manthanein atau mathema yang berarti belajar atau hal yang dipelajari. Matematika dalam bahasa Belanda disebut wiskunde atau ilmu pasti, yang kesemuaannya berkaitan dengan penalaran.

Ciri utama matematika adalah penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep atau pernyataan yang doperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya sehingga kaitan antar konsep atau pernyataan dalam matematika bersifat konsisten. Namun demikian, pembelajaran dan pemahaman konsep dapat diawali secara induktif melalui pengalaman peristiwa nyata. Proses induktif-deduktif dapat digunakan untuk mempelajari konsep matematika.

2. Kompetensi Dasar Penjumlahan Pecahan

a. Pengertian pecahan

Kata pecahan berarti bagian dari keseluruhan yang berukuran sama berasal dari bahasa Latin fractio yang berarti memecah menjadi bagian‐bagian yang lebih kecil. Sebuah pecahan mempunyai 2 bagian yaitu pembilang dan penyebut yang penulisannya dipisahkan oleh garis

lurus dan bukan miring (/). Pembilang merupakan bilangan terbagi sedangkan penyebut merupakan bilangan pembagi. Pecahan biasa dapat digunakan untuk menyatakan makna dari setiap bagian dari yang utuh.

Rumusan pecahan adalah: pecahan = Contoh:

Apabila kakak mempunyai sebuah apel yang akan dimakan berempat dengan temannya, maka apel tersebut harus dipotong‐potong menjadi 4 bagian yang sama. Sehingga masing‐masing anak akan memperoleh bagian dari apel tersebut. Pecahan biasa mewakili ukuran dari masing‐masing potongan apel. Dalam lambang bilangan

(dibaca seperempat atau satu perempat), ”4” menunjukkan banyaknya

bagian‐bagian yang sama dari suatu keseluruhan atau utuh dan disebut

”penyebut”. Sedangkan ”1” menunjukkan banyaknya bagian yang menjadi perhatian atau digunakan atau diambil dari keseluruhan pada saat tertentu dan disebut pembilang.

b. Penjumlahan pecahan berpenyebut sama

Pada penjumlahan pecahan berpenyebut sama dapat dilakukan dengan menjumlahkan pembilang-pembilangnya. Sedangkan penyebutnya tidak dijumlahkan.

Contoh: Jawab:

c. Penjumlahan pecahan berpenyebut berbeda

Untuk memperoleh hasil penjumlahan pecahan beda penyebut, dapat menggunakan berbagai macam cara diantaranya:

1)Menggunakan gambar diarsir

Saat anak mempelajari materi ini, sebaiknya mereka diberikan pengalaman pengalaman berbentuk ilustrasi kehidupan sehari-hari,

sebagai contoh: ”Adik makan kue bagian yang didapat dari kakak.

Karena adik masih lapar kemudian meminta lagi, dan ibu memberinya sepotong yang besarnya bagian. Berapa bagian kue

yang dimakan oleh adik?”

Jawab:

Dari peragaan ini tampak bahwa hasil akhir adalah berarti Tampak pula bahwa . Sehingga

. Peragaan dapat diulang untuk penjumlahan pecahan yang

lain, sehingga siswa mempunyai pengalaman bila menjumlah pecahan dengan penyebut tidak sama, maka penyebutnya harus disamakan terlebih dahulu, dengan mencari pecahan senilainya.

2)Menggunakan pecahan senilai Contoh:

Bentuk yang senilai dengan adalah

Bentuk yang senilai dengan adalah

Pecahan yang senilai dengan dan yang berpenyebut sama adalah

dan Jadi,

3)Menggunakan KPK

Menjumlahkan pecahan beda penyebut dapat juga menggunakan KPK dari kedua penyebut yang dijumlahkan. Aturan penjumlahan pecahan yang berbeda penyebutnya adalah:

a) Samakan penyebut dengan KPK kedua bilangan (mencari bentuk pecahan yang senilai).

b) Jumlahkan pecahan baru seperti pada penjumlahan pecahan berpenyebut sama.

Contoh:

Tentukan hasil penjumlahan pecahan di bawah ini!

1.

Jawab:

Penyebut kedua pecahan adalah 2 dan 10 dengan KPK 10

Jadi,

F. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TAI pada materi

penjumlahan pecahan.

Dalam penelitian ini, penyampaian materi penjumlahan pecahan akan disampaikan dengan model pembelajaran kooperatif tipe TAI. Langkah-langkah penyampaian materi penjumlahan pecahan secara umum adalah sebagai berikut:

1. Guru menyiapkan materi bahan ajar yang akan dipelajari dan diselesaikan oleh siswa dalam bentuk LKS.

2. Guru menyampaikan apersepsi. Guru memberikan kesempatan kepada dua orang siswa untuk melakukan apersepsi dengan membelah roti dan menyebutkan bagian-bagian roti yang sudah dibelah.

3. Guru memberikan pre-test kepada siswa.

4. Guru menjelaskan materi penjumlahan pecahan secara klasikal dan singkat pada siswanya.

5. Guru membentuk kelompok kecil yang heterogen tetapi harmonis berdasarkan nilai ulangan harian siswa, setiap kelompok 4-5 siswa. Jika memungkinkan anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta kesetaraan gender.

6. Sebelum bekerja dalam kelompoknya, terlebih dahulu masing-masing siswa berusaha membaca kembali dan memahami materi pelajaran yang sudah dijelaskan serta mencoba mengerjakan tugas secara individu.

7. Hasil belajar siswa secara individual didiskusikan dalam kelompok. Dalam diskusi kelompok, setiap anggota kelompok saling memeriksa jawaban teman satu kelompok. Jika siswa mengalami kesulitan disarankan untuk meminta bantuan kepada kelompok sebelum meminta bantuan kepada guru. Guru memberikan bantuan secara individual bagi yang memerlukan. 8. Ketua kelompok melaporkan keberhasilan kelompoknya dengan

mempresentasikan hasil kerjanya. Kegiatan ini dilakukan secara berulang-ulang dan bergantian dengan kelompok yang lainnya.

9. Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan memberikan penegasan pada materi pembelajaran yang telah dipelajari. 10.Guru memberikan soal evaluasi (post test) untuk dikerjakan secara

individu.

11.Guru memberi penghargaan pada kelompok berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya.

Diharapkan dengan kegiatan pembelajaran yang sudah dijelaskan diatas secara umum, kegiatan pembelajaran dapat berjalan dengan lancar. Model pembelajaran kooperaftif tipe TAI diharapkan dapat meningkatkan minat dan prestasi belajar siswa.

G.Kerangka berpikir

Minat memegang peranan yang sangat penting dalam kesuksesan belajar siswa. Dengan minat belajar yang kuat, kesulitan yang dihadapi siswa tidak lagi dipandang sebagai hambatan. Oleh karena itu, guru dalam pembelajaran di kelas harus berusaha menumbuhkan minat belajar dalam diri siswa. Timbulnya minat dalam diri siswa terhadap mata pelajaran Matematika khususnya materi penjumlahan pecahan beda penyebut dapat meningkatkan prestasi belajar.

Salah satu cara untuk meningkatkan minat belajar dan prestasi belajar diperlukan model pembelajaran yang menarik dan interaktif. Adapun pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaran kooperatif tipe TAI. Dalam pembelajaran tipe TAI siswa masuk dalam kelompok yang heterogen.

Setiap anggota kelompok mempunyai tugas yang setara. Siswa mempunyai tanggung jawab belajar individu, hasil belajar individu akan dibawa dalam kelompok untuk didiskusikan. Guru akan memberikan bantuan secara individu bagi siswa yang memerlukan. Siswa yang pandai ikut bertanggung jawab untuk membantu temannya yang lemah dalam kelompoknya.

Kegiatan pembelajaran tipe TAI diharapkan dapat menumbuh kembangkan minat siswa dan prestasi belajar siswa dalam mengikuti proses pembelajaran matematika. Siswa yang mempunyai kemampuan rendah tidak akan merasa minder karena mereka masuk dalam kelompok yang heterogen. Dalam kelompok tersebut mereka saling membantu untuk menyelesaikan

Dokumen terkait