• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS

A. Kajian Pustaka

2. Prestasi Belajar Siswa Dalam PAK

Menurut UU RI No. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional

dalam penjelasan Pasal 39 ayat 2 menyebutkan bahwa : Pendidikan Agama

Katolik adalah usaha yang dilakukan secara terencana dan berkesinambungan

dalam rangka mengembangkan kemamp uan peserta didik untuk memperteguh

iman dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan ajaran Gereja

Katolik, dengan tetap memperhatikan penghormatan terhadap agama lain dalam

hubungan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan

persatuan nasional.

Pendidikan Agama Katolik di sekolah dipahami sebagai proses pendidikan

dalam iman atau proses pendidikan untuk membantu para siswa agar makin

beriman. PAK merupakan sebagai suatu proses pendidikan yang berjalan secara

berkesinambungan. PAK di sekolah merupakan sarana untuk membantu peserta

1) Visi PAK

Pelajaran agama Katolik di sekolah merupakan salah satu bentuk

komunikasi atau interaksi iman. Komunikasi iman itu mengandung unsur

pengetahuan iman, unsur pergumulan iman, dan unsur penghayatan iman dalam

berbagai bentuk.

Bagi peserta yang beriman katolik komunikasi iman itu diharapkan dapat

membantu hidup beriman mereka. Pengetahuan mereka mengenai iman katolik

diperluas. Diharapkan juga, mereka dibantu dalam pergumulan untuk menghayati

imannya Sebagai salah satu bentuk komunikasi iman, pelajaran agama disekolah

diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi hidup beriman peserta.

Membangun hidup beriman kristen berarti membangun kepada injil Yesus

Kristus.

Kegiatan komunikasi iman juga memerlukan sarana. Salah satu sarana

komunikasi dalam pelajaran agama adalah bahan. Bahan memang merupakan hal

yang penting, namun tetap merupakan sarana komunikasi iman para peserta,

bukan tujuan. Bahkan, bukanlah bahan mati, dalam komunikasi iman bahan

menjadi patner dialog yang bersaksi. Bahan yang harus diketahui bukanlah pengetahuan yang tidak menyentuh pengalaman dan penghayatan iman iman

sehari- hari, melainkan patner yang menggairahkan para peserta untuk semakain.

Ikut dalam gerakan Kerajaan Allah.

Cita-cita dari Pelajaran Agama tersebut menuntut adanya pola tertentu.

Pola yang sesuai adalah pola kegiatan komunikasi iman yang bersifat naratif eksperiensial. Sifat naratif berarti bahwa bahan diceritakan (narasi) sebagai patner

(eksperiensi). Komunikasi tersebut berangkat dari atau menuju ke pengalaman

dan penghayatan iman sehari- hari peserta pelajaran agama (Tom Jacob, 1992)

2) Tujuan PAK

PAK pada dasarnya bertujuan memampukan siswa untuk membangun

hidup yang semakin beriman. Membangun hidup beriman kristia ni berarti

membangun kesetiaan pada injil Yesus Kristus, yang memiliki keprihatinan

tunggal, yakni Kerajaan Allah (Yos Lalu, 2005: 20). Kerajaan Allah merupakan

situasi dan pristiwa penyelamatan: situasi dan perjuangan untuk perdamaian dan

keadilan, kebaha giaan dan kesejahteraan, persaudaraan dan kesetiaan yang

dirindukan oleh setiap orang dari pelbagai agama dan kepercayaan.

Tujuan yang hendak dicapai disamping sungguh memperhatikan kondisi

kehidupan konkret peserta artinya digali dari kebutuhan dan kepentingan peserta

bahkan kalau perlu dirumuskan bersama semua siswa, juga harus bersifat holistik.

Bersifat holistik artinya, sesuai dengan kepentingan dan permasalah hidup siswa

(Heryatno,2003). Tujuan tersebut harus merangkum segi kongnitif, afeksi dan

praksis.

Ketiga tujuan ini tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya.

Ketiganya merupakan unsur pokok kehidupan siswa sebagai orang beriman.

Pendidikan dalam iman berusaha membantu memperkembangkan secara

seimbang ketiga komponan tersebut. Aspek kognitif diyakini sebagai bagian

penting dalam proses pendidikan iman. Lebih- lebih untuk konteks sekolah. Tetapi

bersifat intelektualis, yang memuji segi pengetahuan tetapi juga harus menye ntuh

segi afeksi.

b. Belajar

Belajar merupakan kegiatan (aktifitas) manusia. Belajar merupakan

kegiatan individu yang dilakukan semenjak lahir sampai meninggal dunia. Setiap

orang melakukan perbuatan belajar (Siti Partini Suardiman, 1979). Artinya dalam

hidup sehari- hari, kita melakukan banyak kegiatan yang sesungguhnya merupakan

“gejala belajar”. Mustahillah dapat melakukan suatu kegiatan, kalau kita tidak

belajar terlebih dahulu. Misalnya, kita naik sepeda motor, kita makan dengan

menggunakan alat-alat makan. Kemampuan untuk melakukan itu semua diperoleh

dengan belajar, mengingat pada awalnya kemampuan belum kita miliki. Maka

terjadilah proses perubahan dari belum mampu ke arah sudah mampu.

Proses perubahan itu terjadi selama jangka waktu tertentu. Adanya

perubahan dalam pola perilaku inilah yang menandakan telah terjadi belajar. Hal

yang senada dikemukakan Winkel (1996), baginya belajar adalah suatu aktivitas

mental/psikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang

menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan-pemahaman,

keterampilan dan nilai-sikap. Perubahan itu bersifat secara relatif konstan dan

berbekas.

Perubahan akibat belajar akan bertahan lama bahkan sampai taraf tertentu

tidak menghilang lagi. Kemampuan yang telah diperoleh menjadi milik pribadi

Hasil belajar secara relatif bersifat konstan dan tetap. Dikatakan “secara

relatif”, karena ada kemungkinan suatu hasil belajar ditiadakan atau dihapus dan

diganti dengan hasil yang baru; ada kemungkinan pula suatu hasil terlupakan.

Belajar merupakan kegiatan mental yang tidak dapat disaksikan dari luar.

Apa yang sedang terjadi dalam diri seseorang yang sedang belajar, tidak dapat

diketahui secara langsung hanya dengan mengamati orang tersebut. Maka,

berdasarkan perilaku yang disaksikan, dapat ditarik kesimpulan bahwa seseorang

telah belajar.

Belajar terjadi dalam interaksi dengan lingkungan, dalam bergaul dengan

orang, dalam memegang benda, dan dalam menghadapi peristiwa,

manusia/seseorang itu belajar. Namun, tidak tentu berada di tengah-tengah

lingkungan, menjamin adanya proses belajar. Orang harus aktif sendiri,

melibatkan diri dengan segala pemikiran, kemauan dan perasaannya.

Berdasarkan cara siswa belajar, ada empat macam cara yang digunakan

siswa belajar yakni belajar bersama guru di kelas, belajar berdasarkan panduan

atau tugas tertentu, belajar mandiri dan belajar kreatif. Belajar siswa bersama guru

merupakan kegiatan yang dilakukan oleh guru di kelas dalam waktu yang sudah

direncanakan. Belajar seperti ini dapat dikatakan sebagai belajar tatap muka yaitu

siswa langsung dituntun oleh guru di kelas.

Siswa belajar berdasarkan panduan yaitu belajar siswa yang dilakukan

untuk menyelesaikan suatu tugas tertentu yang dibebankan kepadanya. Belajar

model ini juga dikatakan sebagai belajar terstruktur yakni siswa mempelajari

materi- materi tertentu dan menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru. Disini

menyelesaikan tugas dari guru. Belajar berdasarkan panduan ini dapat dilakukan

secara pribadi maupun secara kelompok dalam waktu yang terbatas. Jenis belajar

ini dapat dilakukan di ruang terbuka maupun di dalam ruang tertutup.

Belajar mandiri yaitu siswa mempelajari sendiri materi- materi yang

termuat dalam program sekolah tanpa kehadiran guru atau tugas dari guru. Belajar

model ini merupakan cara belajar atas kesadaran siswa sendiri untuk menguasai

materi – materi yang telah diprogramkan oleh sekolah.

Belajar kreatif yakni siswa belajar sendiri menyelesaikan

masalah-masalah yang dihadapinya dengan menggunakan pengetahunan dan cara kerja

yang telah dimiliki termasuk belajar di sekolah. Dengan demikian dapat

dikatakan bahwa belajar mandiri ini merupakan usaha merealisasikan kemampuan

siswa dan pengetahuan siswa dalam kehidupan nyata sehari- hari.

Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar

merupakan kegiatan yang paling pokok. Ini berarti bahwa berhasil tidaknya

pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung kepada bagaimana proses

belajar yang dialami oleh siswa sebagai anak didik. Namun dalam praksisnya,

banyak faktor yang menghambat cara belajar siswa dalam mencapai prestasi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa banyak jenisnya, tetapi

dapat digolongkan dua jenis saja, yaitu masalah intern dan masalah ekstern (Siti

Partini Suardiman, 51). Faktor intern adalah faktor yang ada dalam diri individu

yang sedang belajar, sedangkan faktor ekstern adalah faktor yang ada di luar

individu. Faktor intern terdiri tiga bagian yaitu; faktor jasmaniah, faktor

kesehatan seseorang terganggu, selain itu juga ia akan cepat lelah, kurang

bersemangat, mudah pusing, ngantuk jika badannya lemah.

Agar siswa dapat belajar dengan baik sehingga memperoleh prestasi yang

maksimal maka faktor kesehatan menjadi sangat penting bagi seorang siswa.

Faktor psikologis yang mempengaruhi proses belajar sekurang-kurangnya ada

tujuh yaitu; inteligensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan dan kelelahan.

Faktor kelelahan terbagi atas dua bagian yaitu kelelahan jasmani dan kelelahan

rohani. Kelelahan jasmani misalnya tidak bersemangat mengikuti proses belajar

entah karena capek kerja, juga karena olah raga. Sedangkan kelelahan rohani

berupa kebosanan dan kelesuan, sehingga minat dan dorongan untuk

menghasilkan sesuatu berkurang.

Faktor ekstern yang bepengaruh terhadap belajar dapat dikelompokkan

menjadi tiga faktor yaitu faktor keluarga, faktor sekolah dan faktor masyarakat.

Faktor keluarga yang merupakan sekolah utama dan pertama bagi seorang anak

akan menerima pengaruh dari keluarga berupa: bagaimana cara orang tua

mendidik, bagaimana relasi antara anggota keluarga, serta suasana rumah tangga

dan keadaan ekonomi keluarga. Orang tua dalam keluarga yang kurang

memperhatikan pendidikan tersebut dapat menyebabkan anak tidak berprestasi

dalam belajarnya. Faktor perhatian dan pendampingan dari keluarga menjadi

sangat penting bagi keberhasilan belajar siswa di sekolah.

Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa belajar adalah suatu

proses interaksi dengan lingkungan yang ditandai dengan adanya perubahan pada

diri seseorang. Perubahan tersebut dapat diartikan sebagai hasil proses belajar

pemahamannya, sikap dan tingkah lakunya, keterampilannya, kecakapan dan

kemampuannya, daya reaksinya, daya penerimaannya.

c. Prestasi Belajar PAK

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991:787), prestasi adalah hasil

yang dicapai (dari yang telah dilakukan, dikerjakan). Prestasi belajar siswa dapat

diketahui dari evaluasi prestasi belajar. Evaluasi artinya penilaian terhadap

keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam sebuah

program.. Evaluasi terhadap hasil belajar yang dicapai oleh siswa dan terhadap

proses belajar mengajar mengandung penilaian terhadap hasil belajar atau proses

belajar itu, sampai berapa jauh keduanya dapat dinilai baik. Atau kemampuan

aktual yang diukur secara langsung dari kegiatan belajar ini disebut sebagai

prestasi belajar.

Prestasi belajar pada dasarnya merupakan hasil yang telah dicapai siswa

dalam sejumlah mata pelajaran di sekolah yang pada umumnya dinyatakan dalam

bentuk angka atau huruf. Nana Sudjana (1988:39-42) mengatakan bahwa hasil

belajar siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu faktor dari dalam diri siswa

(internal) yaitu kemampuan yang dimiliki. Faktor ini sangat berpengaruh besar

terhadap hasil belajar yang dicapai. Adanya faktor ini merupakan hal yang logis

dan wajar, sebab sasaran aktivitas belajar adalah perubahan tingkah laku individu

yang diniati dan disadarinya. Artinya siswa mampu merasakan bahwa ada suatu

Prestasi belajar PAK juga tidak terlepas dari tuntutan di atas tetapi dengan

beberapa tekanan. Hasil belajar siswa dari proses belajar PAK secara umum

idealnya meliputi tiga aspek yakni pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan

ketrampilan (psikomotorik). Disadari bahwa sekolah selama ini hanya

menekankan aspek kongintif semata dan mengesampingkan dua aspek yang

lainnya sehingga tidak membentuk pengetahuan yang holistic bagi siswa.

UNESCO dalam konfrensinya tahun 1998 mencanangkan empat pilar

pendidikan yaitu: Pertama: learning to know yang bersangkut paut dengan kemampuan akal budi peserta didik. Akal budi manusia hendaknya dikondisikan

dan dirangsang untuk semakin mampu berpikir, menganalisa, menginterpertasi

secara kritis dan inovatif.

Kedua, learning to do, dalam proses belajar peserta didik tidak hanya mengenal dan memahami ilmu yang dipelajarinya seperti yang banyak terjadi

dewasa ini, namun harus diupayakan supaya lebih ditingkatkan ke domain yang

lebih tinggi yaitu kemampuan untuk menganalisis, mengkaitkannya dengan

hal-hal lain untuk mengambil kesimpulan dan akhirnya mengaplikasikannya dalam

hidupnya sehari- hari

Ketiga, learning to be, pilar pertama dan kedua lebih menitikberatkan pada keterampilan hidup dan ketrampilan ini belumlah lengkap kalau tidak ditunjang

oleh pilar yang ketiga dan keempat. Learning to be, menekankan pada penggalian

potensi peserta didik.

Maka pilar ini tidak hanya menekankan pada keterampilan hidup (life

mengembangkan eksistensinya. Untuk itu tidak hanya dibutuhkan daya nalar,

tetapi terlebih kehendak, cita rasa, emosi dan perasaan.

Keempat, learning to live together, menekankan bahwa manusia itu adalah mahluk sosial. Dia ha nya dapat berkembang dan interaksi dan komunikasi dengan

sesama. Pada kenyataannya anak-anak membutuhkan sapaan dari manusia lainnya

untuk dapat bertumbuh dan berkembang.

Semua sikap dan tindakan itu tentu saja menyangkut kemampuan dan

kompentensi, bukan sekedar pengetahuan saja. Siswa-siswi hendaknya mampu

berpikir(kognitif), mampu menentukan sikap (afeksi), dan mampu bertindak

(psikomotorik). Ketiga hal itu merupakan satu kesatuan yang utuh yang tidak

dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya karena kalau prestasi belajar PAK

hanya menekankan aspek kognitif saja maka prestasi belajar siswa itu belumlah

cukup jika kita mengacu pada empat pilar pendidikan yang dicanangkan oleh

UNESCO dalam konfrensinya tahun 1998.

Secara lebih khusus, dalam buku yang berjud ul Menjadi Murid Yesus

(Komkat KWI, 2004 : 6) PAK bertujuan membantu siswa-siswi Sekolah Dasar

agar :

• Memahami diri dan lingkungan sebagai karunia Tuhan dan mensyukuri dengan doa, nyanyian, dan perbuatan-perbuatan nyata.

• Memahami, mengimani, dan mencintai Allah sebagai Bapa Pencipta dan Penyelenggara seperti dikisahkan dalam Kitab Suci Perjanjian Lama dan diwartakan oleh Yesus Kristus dalam Perjanjian Baru.

• Memahami, mengagumi, dan meneladan Yesus Kristus seperti

dikisahkan dalam Kitab Suci Perjanjian Baru.

• Memahami dan mengimani Roh Kudus yang diutus oleh Yesus sebagai jiwa Gereja.

• Memahami dan menghayati hidup menggereja dan merayakan

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa PAK di Sekolah membantu

siswa-siswi agar dapat memutuskan untuk mengikuti Kristus, dan dalam Gereja

makin banyak belajar berpikir seperti Dia, menilai segalanya seperti Dia, dan

bertindak seturut perintah-perintah-Nya.

B. Penelitan Yang Relevan

Berikut ini beberapa penelitian mengenai pemakaian Media Audio Visual

oleh mahasiswa dan mahasiswi IPPAK, Fakultas FKIP Universitas Sanata

Dharma:

1. Penggunaan Media Audio Visual Dalam Pembelajaran Pendjas Untuk

Meningkatkan Kemampuan Menembak Dalam Permaianan Bola Basket Pada

Siswa Kelas VII D Semester Gasal SMP N 1 Kalasan Tahun Ajaran

2005-2006

Pada tahun 2005, Murtiningsih, S. Pd. melakukan penelitian dengan

judul “Penggunaan Media Audio Visual Dalam Pembelajaran Pendjas Untuk

Meningkatkan Kemampuan Menembak Dalam Permaianan Bola Basket Pada

Siswa Kelas VII D Semester Gasal SMP N 1 Kalasan Tahun Ajaran

2005-2006. Penelitian tindakan kelas ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan

menembak dalam pelajaran pendidikan jasmani dengan media Audia Visual

pada siswa kelas VII D semester gasal SMP N 1 Kalasan tahun ajaran 2005 –

2006. Subyek penelitian ini adalah siswa kelas VII D SMP N 1 kalasan yang

berjumlah 38 siswa, yang terdiri dari 19 siswa putra dan 19 siswa putri.

Sedangkan teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah

Hasil penelitian menunjukan bahwa media Audio Visual yang

digunakan dalam pembelajaran Penjas dapat meningkatkan kemampuan siswa

kelas VII SMP N 1 Kalasan untuk melakukan gerakan menembak dalam

permainan bola basket. Secara rinci hasil tersebut dapat digambarkan sebagai

berikut; pada pre-test siswa dengan kategori nilai sangat kurang tidak ada (0

%), kurang tidak ada (0 %), cukup 24 siswa (63,2%), baik 14 siswa (36,8%)

dan sangat baik tidak ada (0%). Pada siklus I siswa dengan siswa dengan

kategori nilai sangat kurang tidak ada (0%), kurang tidak ada (0%), cukup 8

siswa (21,1%), baik 27 siswa (71,1%) dan sangat baik 3 siswa (7,8%). Pada

siklus II siswa dengan siswa dengan kategori nilai sangat kurang tidak ada

(0%), kurang tidak ada (0%), cukup 13 siswa (34,2%), baik 25 siswa (65,8%)

dan sangat baik tidak ada (0%). Pada siklus III siswa dengan siswa dengan

kategori nilai sangat kurang tidak ada (0%), kurang tidak ada (0%), cukup

tidak ada (0%), baik 32 siswa (94,1%) dan sangat baik 2 siswa (5,9%).

2. Hubungan Masalah-Masalah Yang Dialami siswa Terhadap Prestasi belajar

Pendidikan Agama Katolik Pada SMA Frater Disamakan Makassar Tahun

Ajaran 2006/2007.

Pada tahun 2005, Romanus Romas menulis skripsi dengan judul :

Hubungan Masalah-Masalah Yang Dialami siswa Terhadap Prestasi belajar

Pendidikan Agama Katolik Pada SMA Frater Disamakan Makassar Tahun

Ajaran 2006/2007. Melalui penelitian ini penulis akhirnya tergerak untuk

mengadakan pendampingan bagi siswa yang mengalami masalah belajar di

menyelesaikan masalah yang dihadapinya dengan tanpa mengganggu prestasi

belajar mereka.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan dengan arah

negatif antara masalah siswa dengan prestasi belajar PAK siswa. Hal ini dapat

dilihat dari nilai korelasi sebesar -0,624 yang signifikan pada taraf 0,000. Arah

korelasi yang negatif dan signifikan ini menunjukan bahwa semakin tinggi

masalah yang dihadapi siswa atau semakin banyak masalah yang dihadapi

oleh siswa, maka semakin rendah prestasi belajar PAK yang didapatkannya.

Sebaliknya, semakin rendah masalah yang dihadapi siswa atau semakin sedikit

masalah yang dihadapi oleh siswa, maka semakin tinggi pula prestasi belajar

PAK yang didapatkannya.

Penemuan ini mendukung atau sejalan dengan penelitian sebelumnya

yang menunjukkan bahwa proses belajar mengajar dipengaruhi oleh faktor

internal maupun faktor eksternal, dimana faktor internal menyumbang 70%

terhadap prestasi belajar dan faktor eksternal menyumbang 30% terhadap

prestasi belajar (Sudjana, 1988:39-40). Faktor- faktor internal ataupun

eksternal ini dapat membawa pada masalah- masalah yang dihadapi oleh siswa

terkait dengan diri pribadi, hubungan sosial, agama, nilai dan moral, hubungan

muda-mudi, keadaan dan hubungan dalam keluarga, masalah waktu senggang

C. Kerangka Pikir

Pada dasarnya semua anak memiliki sifat ingin tahu dan imajinasi. Sifat

ingin tahu itu nampak dalam kebiasaan untuk mempertanyakan segala sesuatu hal

yang baru dalam hidupnya. Bahkan, lebih dari itu anak seringkali ingin mencoba

apa yang dilihatnya. Dari situ dapat disimpulkan bahwa anak lebih tertarik untuk

melaksanakan perbuatan dari apa yang mereka lihat. Hal ini dapat kita terapkan

dalam hal pengajaran iman. anak akan lebih tertarik meneladani dan

melaksanakan ajaran iman katolik jika disampaikan melalui media yang tepat.

Anak membutuhkan sesuatu yang dapat membantu anak dapat melihat,

mendengar, berbicara dan berfikir. Alat bantu itu adalah alat-alat audio visual

(media audio visual ).

Dari hal tersebut diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa Media Audio

Visual sangat diperlukan untuk membantu menyampaikan pengajaran iman,

doktrin atau ajaran gereja kepada para siswa disekolah. Dengan pemakaian media

Audio Visual diharapkan ajaran-ajaran iman tersebut dapat lebih mudah ditangkap

oleh siswa.

Salah satu kriteria yang dapat dilihat dari peranan Media Audio Visual

tersebut adalah lewat Prestasi Belajar, dalam hal ini penilaian pencapaian hasil

belajar yang secara teoritis merupakan cerminan dari apa yang mereka tangkap

selama Pelajaran PAK. Dengan kata lain, manfaat pemakaian media audio visual

dapat kita lihat dari tes prestasi belajar atau hasil belajar siswa pada akhir

pelajaran. Prestasi belajar pada dasarnya merupakan hasil yang telah dicapai siswa

dalam sejumlah mata pelajaran di sekolah yang pada umumnya dinyatakan dalam

Dengan pemakaian media audio visual diharapkan dapat mengbangkitkan

keingintahuan siswa, merangsang siswa untuk bereaksi terhadap penjelasan guru,

memungkinkan mereka menyentuh objek pelajaran, membantu mengkonkritkan

sesuatu abstrak. Dengan demikian kelas tidak menjadi monoton dan

membosankan (Proses belajar siswa menjadi lebih interaktif).

Penggunaan media pembelajaran secara benar, tidak hanya membuat

proses pembelajaran menjadi lebih efisien dan juga dapat membantu siswa

menyerap materi pelajaran secara lebih dalam dan utuh. Dari situ nantinya

diharapkan prestasi (hasil belajar) siswa dengan pengajaran menggunakan Media

Audio Visual lebih baik daripada siswa pada kelas yang diajar dengan metode

biasa.

Dalam pembahasan Skripsi ini, terbentuk dari dua variabel: satu variabel

bebas yakni Media Audio Visual dan satu variabel tergantung/terikat yakni

prestasi belajar Pendidikan Agama Katolik. Secara teoritis, Audio Visual dilihat

sebagai variabel bebas karena diposisikan sebagai faktor yang mempengaruhi

variabel tergantung. Sedangkan Prestasi belajar siswa dipandang sebagai variabel

tergantung karena dilihat sebagai faktor yang mendapatkan pengaruh dari faktor

bebas. Dengan demikian, gambar di atas menjelaskan pengaruh pemakaian Media

Audio Visual terhadap peningkatan Prestasi Belajar Siswa.

Dokumen terkait