• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KEDUDUKAN HUKUM KONTRAK PERJANJIAN

C. Prestasi dan Wanprestasi Dalam Hukum Kontrak Indonesia

1. Pengertian Prestasi

Prestasi dalam kontrak adalah sebagai suatu pelaksanaan hal-hal yang ada dalam suatu kontrak oleh pihak yang mengikatkan dirinya dalam kontrak tersebut.95 Prestasi ini ketentuannya bisa dilihat dalam Pasal 1234 KUH Perdata yaitu:

”Tiap-tiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu.”

2. Pengertian Wanprestasi

Sementara itu yang dimaksud dengan wanprestasi (default, non-fullfilment, atau breach of contract) adalah tidak dilaksanakannya kewajiban sebagaimana mestinya yang dibebankan oleh kontrak terhadap pihak-pihak tertentu seperti dalam kontrak.96

Berbeda dengan hukum pidana atau hukum tentang perbuatan melawan hukum, kontrak ini tidak begitu membedakan apakah suatu kontrak tidak dilaksanakan karena adanya unsur kesalahan atau tidak, akibat umumnya tetap sama yaitu pemberian ganti rugi dengan perhitungan tertentu (Pasal 1243 KUH Perdata), pembatalan perjanjian disertai dengan penggantian kerugian (Pasal 1267 KUH Perdata), peralihan resiko sejak terjadinya wanprestasi (Pasal 1237 ayat (2) KUH Perdata) dan pembayaran biaya perkara pengadilan apabila diperkarakan di muka hakim (Pasal 181 ayat (1) HIR). Hal-hal tersebut ada pengecualiannya yaitu adanya alasan force majeure (keadaan memaksa) yang umumnya membebaskan pihak yang tidak memenuhi prestasi tersebut. Selain itu apabila satu pihak tidak melaksanakan prestasinya dalam

95

Munir Fuady, op.cit., hlm. 87 96

kontrak, pada umumnya tidak dengan sendirinya dia telah melakukan wanprestasi. Apabila tidak ditentukan dalam kontrak atau undang-undang maka wanprestasinya (debitur) akan resmi terjadi setelah dia (debitur) dinyatakan lalai oleh pihak kreditur (ingebrekestelling) yaitu dengan dikeluarkannya ”akta lalai” oleh pihak kreditur.97 Akta lalai adalah tulisan yang dibuat dengan sengaja untuk dijadikan bukti tentang suatu peristiwa (dalam hal ini adanya kelalaian) dan ditandatangani oleh pembuatnya.98 Ketentuan ini bisa dilihat dalam Pasal 1238 KUH Perdata yaitu:

”Si berutang adalah lalai apabila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatannya sendiri, ialah jika ini menetapkan, bahwa siberutang harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan.”

Dalam sistim hukum Indonesia akta lalai ini tidak diperlukan dalam hal tertentu yaitu:99

1. Jika dalam persetujuan ditentukan termin waktu; 2. Debitur sama sekali tidak memenuhi prestasi; 3. Debitur keliru memenuhi prestasi;

4. Ditentukan dalam undang-undang bahwa wanprestasi terjadi demi hukum (misal dalam Pasal 1626 KUH Perdata);

5. Jika debitur mengakui atau memberitahukan bahwa dia dalam keadaan wanprestasi.

Wujud-wujud wanprestasi menurut J. Satrio adalah sebagai berikut:

a. Sama sekali tidak melakukan prestasi. Dalam hal ini prestasi sama sekali tidak dilakukan yang disebabkan tidak mau berprestasi sama sekali atau bisa disebabkan karena memang secara obyektif tidak mungkin melakukan prestasi lagi atau secara subyektif tidak ada gunanya lagi untuk berprestasi

97 Ibid., hlm. 88 98Kamus Hukum (http://www.pn-cibinong.go.id/uploads/file/Kamus_Hukum.pdf, diakses tanggal 2 September 2010) 99 Ibid., hlm. 89

b. Keliru melakukan prestasi. Dalam fikirannya telah memberikan prestasi tetapi dalam kenyataannya yang diterima oleh pihak satunya lain daripada yang diperjanjikan

c. Terlambat melakukan prestasi. Prestasi dilakukan dan obyek prestasinya betul akan tetapi tidak sebagaimana yang diperjanjikan.100

Dalam menjalankan kontrak ada istilah yang disebut sebagai terminasi kontrak, restorasi kontrak, reformasi kontrak dan resisi kontrak. Di bawah ini keterangan mengenai hal-hal tersebut:

1) Terminasi (Pemutusan) suatu kontrak

a) Ketentuan dalam kontrak tentang terminasi (pemutusan). Ada berbagai pengaturan tentang pemutusan kontrak yaitu:101

(1) Penyebutan alasan pemutusan kontrak. Biasanya dalam kontrak disebutkan secara terperinci alasan-alasan sehingga salah satu pihak atau kedua belah pihak dapat memutuskan kontrak.

(2) Kontrak diputus dengan kesepakatan kedua belah pihak. Kadang- kadang dalam kontrak disebutkan bahwa suatu kontrak dapat diputuskan jika disetujui oleh kedua belah pihak.

(3) Pengenyampingan Pasal 1266 KUH Perdata. Seringkali dalam kontrak disebutkan bahwa jika ingin memutuskan kontrak maka tidak perlu melalui jalur pengadilan, tetapi dapat diputuskan langsung oleh para pihak.

Dengan ini Pasal 1266 KUH Perdata harus tegas dikesampingkan berlakunya, sebab menurut pasal ini pemutusan harus melalui pengadilan. Pasal ini menerangkan bahwa secara hukum wanprestasi

100

J. Satrio, Hukum Perikatan, Alumni, Bandung, 1999, hlm. 122 101

dianggap sebagai syarat batal dalam suatu perjanjian sehingga pihak yang merasa dirugikan dapat menuntut pembatalannya melalui pengadilan baik karena wanprestasi itu dicantumkan dalam perjanjian maupun tidak. Jika syarat batal tidak dicantumkan dalam perjanjian hakim dapat memberikan kesempatan kepada pihak yang wanprestasi untuk tetap memenuhi perjanjian dengan memberikan tenggang waktu yang tidak lebih dari satu bulan.102

(4) Tata cara pemutusan kontrak. Disamping lewat pengadilan biasanya ditentukan juga prosedur pemutusan kontrak oleh para pihak tersebut. Misal dengan adanya peringatan.

b) Ketentuan Pasal 1338 ayat (2) KUH Perdata.

Apakah suatu kontrak yang telah ditandatangani secara sah dapat dibatalkan/ditarik kembali? Hal ini yang akan dijawab dalam Pasal 1338 Ayat (2) KUH Perdata yang berbunyi:

”Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang- undang dinyatakan cukup untuk itu.”

Pada prinsipnya pasal ini tidak memperkenankan ditariknya kembali suatu kontrak kecuali dengan syarat-syarat tertentu yaitu:

(1) Kontrak tersebut harus dibuat secara sah sebab jika tidak dipenuhi batal atau pembatalan dapat dilakukan;

(2) Dibatalkan berdasarkan alasan-alasan yang disebutkan undang- undang;

(3) Dibatalkan berdasarkan kesepakatan semua pihak dalam kontrak tersebut.103

102

Ahmadi Miru, Sakka Pati, op.cit., hlm.29 103

2) Pengenyampingan Pasal 1266 KUH Perdata.

Seperti telah disebutkan sebelumnya, dalam pasal ini memberikan intervensi yang besar dari pengadilan dalam hal pemutusan suatu kontrak. Pasal ini pada intinya menyebutkan bahwa dengan alasan salah satu pihak tidak melaksanakan kewajibannya maka pihak lainnya dapat membatalkan kontrak akan tetapi pembatalan tersebut tidak boleh dilakukan begitu saja melainkan harus melalui pengadilan.104 Oleh karena itu tidak mengherankan jika dalam praktek sering ada ketentuan yang mengenyampingkan pasal tersebut yang berarti bahwa kontrak tersebut dapat diputuskan sendiri oleh salah satu pihak (tanpa campur tangan pengadilan) berdasarkan prinsip exceptio non adimpleti contractus105, jika pihak lainnya melakukan wanprestasi.

Demikian dalam kontrak-kontrak di PT. Sinbat Precast Teknindo ini, pengenyampingan Pasal 1266 KUH Perdata ini tidak disebutkan dalam klausula kontrak. Hal ini dikarenakan bahwa pemutusan atau pembatalan kontrak hanya dilakukan dengan persetujuan kedua belah pihak terlepas dari campur tangan pengadilan. Pembatalan kontrak bisa dilakukan salah satu pihak apabila pihak lain melakukan wanprestasi. Dan disebutkan dengan jelas

104

Munir Fuady, op.cit., hlm. 96 105

Exceptio non adimpleti contractus: http://rgs-istilah-hukum.blogspot.com/2009/09/asas-

exceptio-non-adimpleti-contractus.html, Definisi exceptio non adimpleti contractus adalah tangkisan bahwa pihak lawan dalam keadaan lalai juga, maka dengan demikian tidak dapat menuntut adanya pemenuhan prestasi - http://www.pn-cibinong.go.id/uploads/file/Kamus_Hukum.pdf, diakses tanggal 2 September 2010

bahwa salah satu akibat wanprestasi adalah dibatalkannya kontrak dan pembatalan ini tanpa melalui pengadilan.

3) Syarat restorasi dalam terminasi kontrak

Restorasi adalah kewajiban dari pihak yang dirugikan untuk mengembalikan manfaat dari prestasi yang sekiranya telah dilakukan oleh pihak yang melakukan wanprestasi tersebut. Bentuk-bentuk restorasi adalah sebagai berikut:

(1) Pengembalian benda secara fisik. (2) Pembayaran kompensasi106

4) Akibat terminasi kontrak.

Dengan adanya terminasi suatu kontrak akan berlaku beberapa akibat hukum yaitu:107

a) Timbulnya kewajiban melakukan restorasi

b) Berlaku secara ex tunc108 atau ex nunc109. Ketika diputuskan suatu kontrak apakah dengan demikian keadaan dikembalikan seperti sebelum kontrak dilakukan (ex tunc) yakni yang mempunyai efek yang retrospektif atau hanya membebaskan para pihak untuk melaksanakan kewajibannya untuk masa setelah wanprestasi sementara apa yang dilakukan sebelum

106

Munir Fuady, op.cit., hlm. 102 107

Ibid.

108

Ex Tunc: Ex tunc adalah perbuatan dan akibatnya dianggap tidak pernah ada

(http://www.kamushukum.com/prosadv.php), diakses tanggal 2 September 2010 109

Ex Nunc: Ex nunc adalah perbuatan dan akibatnya dianggap ada sampai saat

wanprestasi tetap dianggap sah yang disebut sebagai mempunyai efek ex nunc yaitu mempunyai efek yang prospektif.

c) Akibat terhadap hak untuk mendapatkan ganti rugi. 5) Resisi terhadap kontrak.

Yang dimaksud dengan resisi adalah pembatalan suatu kontrak sehingga menjadi status quo (dalam keadaan diam atau tidak bisa dilakukan apa-apa).110 Resisi dapat terjadi dalam hal-hal sebagai berikut:

a) Jika kontrak dibuat oleh orang yang tidak cakap untuk berbuat. b) Jika terjadi cacat hukum dalam kata sepakat yaitu dalam hal adanya:

(a) Paksaan (b) Kesalahan (c) Penipuan

Dalam hal resisi kontrak dapat dibatalkan artinya kontrak batal jika dimintakan batal, jika tidak maka akan tetap sah. Selain resisi ada juga istilah nullity yang menyebabkan kontrak ”batal demi hukum” yaitu batal dengan sendirinya tanpa dimintakan oleh pihak manapun. Nullity terjadi karena: a) Hal tertentu yang merupakan objek tidak jelas

b) Kontrak dibuat dengan kausa yang tidak diperbolehkan

c) Kontrak dibuat bertentangan dengan moral, ketertiban umum atau kebiasaan.

6. Reformasi Kontrak

110

Reformasi adalah mengubah bahasa dalam kontrak sehingga sesuai dengan maksud para pihak. Dengan demikian jika dengan resisi dimaksudkan untuk membatalkan kontrak, sementara reformasi lebih dimaksudkan untuk mempertahankan kontrak.111 Landasan berlakunya reformasi adalah kesalahan dari perumus kontrak. Dalam hal ini sudah semestinya kontrak diperbaiki agar sesuai dengan kehendak para pihak.

3. Force Majeure

Klausula Force majeure adalah klausula yang berisi antisipasi yang diambil oleh para pihak terhadap kejadian yang mungkin timbul dimasa yang akan datang yang akan berakibat langsung terhadap perjanjian. Kejadian ini merupakan kejadian yang berada di luar kendali para pihak, dimana pihak yang tidak bisa melaksanakan perjanjian itu harus bisa membuktikan bahwa kejadian itu berada di luar kendalinya dan telah ada usaha untuk melakukan penyelamatan atau telah melakukan langkah-langkah untuk menghindari akibat yang timbul dari kejadian tersebut.112 Dalam KUH Perdata ada beberapa pasal yang digunakan sebagai pedoman adanya force majeure:

111

Munir Fuady, op.cit.,hlm. 111 112

Definisi Force Majeure menurut H. Dodik Setiawan Nur Heriyanto, SH. MH. dalam MK

Penyusunan Kontrak;

http://pusdiklat.law.uii.ac.id/index2.php?option=com_docman&task=doc_view&gid=13&Itemid=52, diakses tanggal 2 September 2010

a. Pasal 1244 KUH Perdata tentang ganti rugi harus diberikan apabila pihak yang berwanprestasi tidak dapat membuktikan bahwa wanprestasi disebabkan oleh hal-hal yang berada di luar kendali.

b. Pasal 1245 KUH Perdata yang intinya ganti rugi dan bunga tidak diberikan apabila wanprestasi disebabkan oleh keadaan memaksa (ketidaksengajaan) c. Pasal 1545 KUH Perdata tentang jika barang yang sudah diperjanjikan

musnah di luar salah pemiliknya maka perjanjian dianggap gugur.

d. Pasal 1553 KUH Perdata tentang jika barang yang telah disewakan musnah karena kejadian yang tidak disengaja maka persetujuan sewa menyewa tersebut gugur demi hukum.

Dari rumusan pasal-pasal di atas maka setidaknya terdapat 3 unsur yang harus dipenuhi untuk memenuhi kriteria force majeure ini:

a. Tidak terpenuhinya prestasi;

b. Ada sebab yang terletak di luar kesalahan yang bersangkutan; dan c. Faktor penyebab tidak terduga sebelumnya dan tidak dapat

dipertanggungjawabkan.

Kesimpulannya force majeure merupakan peristiwa yang tidak terduga yang terjadi di luar kesalahan debitur setelah penutupan kontrak yang menghalangi debitur untuk memenuhi prestasinya, sebelum ia dinyatakan lalai dan karenanya tidak dapat dipersalahkan serta tidak menanggung resiko atas kejadian tersebut.

Sebagaimana dipahami bahwa dengan adanya force majeure akan berkaitan dengan resiko tanggung gugat bagi para pihak.113

Menurut Munir Fuady force majeure dapat dibedakan menjadi:

a. Force majeure yang objektif yaitu force majeure yang terjadi atas benda yang merupakan objek kontrak tersebut.

b. Force majeure yang subjektif yaitu force majeure yang terjadi dalam hubungannya dengan perbuatan atau kemampuan debitur itu sendiri. Misal debitur sakit berat sehingga tidak mungkin berprestasi lagi.114

Demikian dalam kontrak pada PT. Sinbat Precast Teknindo, disebutkan dengan jelas klausula force majeure ini. Klausula ini dapat dilihat pada Shipbuilding Contract For The Completion Of 01 Unit Of 64M RoPax Catamaran Ferry (Hull Nos. 009) Dated This 10th Day Of April 2007 Between PT. Sinbat Precast Teknindo, Indonesia –Builder- And Islands Transport Holdings Pty. Ltd., Australia –Buyer-, Page 12 of 17.115

4. Prestasi dan Wanprestasi Dalam Kontrak di PT. Sinbat Precast Teknindo.

Berdasarkan atas penelitian yang telah dilakukan terhadap kontrak-kontrak di PT. Sinbat Precast Teknindo ini, dalam masing-masing kontrak disebutkan dengan

113

Menurut Subekti, yang dimaksud resiko adalah kewajiban untuk memikul beban kerugian apabila terjadi peristiwa diluar kesalahan salah satu pihak yang menimpa benda yang dimaksud dalam perjanjian atau menghalangi pelaksanaan prestasi (Subekti-II op..cit.,hlm.144). Sedangkan menurut Mariam Darus Badrulzaman, resiko adalah ajaran tentang siapakah yang harus menanggung ganti rugi apabila debitor tidak memenuhi prestasi dalam keadaan force majeure (Mariam Darus Badrulzaman,

op.cit., hlm. 39)

114

Munir Fuady, Hukum Bisnis Dalam Teori Dan Praktek, Buku kedua, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1994, hlm. 115

115

Dalam klausula ini disebutkan kondisi-kondisi force majeure antara lain: gempa, perang, embargo, keputusan dari pemerintah atau militer, gempa, huru-hara, mogok, keresahan dan ketidakmenentuan keadaan masyarakat, kebakaran disebabkan oleh alam, dan kejadian-kejadian lain yang berada di luar kendali para pihak.

jelas dalam klausula-klausula hal-hal yang menjelaskan prestasi dan wanprestasi dan akibat-akibatanya.

a. Prestasi Dalam Kontrak di PT. Sinbat Precast Teknindo. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, prestasi yaitu sebagai suatu pelaksanaan hal-hal yang ada dalam kontrak oleh pihak-pihak yang mengikatkan dirinya dalam kontrak tersebut. Lebih jelasnya disebutkan dalam Pasal 1234 KUH Perdata yang intinya ”tiap-tiap perikatan adalah memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu”. Demikian dalam kontrak-kontrak di PT. Sinbat Precast Teknindo, disebutkan dengan jelas prestasi dari masing- masing pihak, seperti dalam kutipan salah satu klausula dalam kontrak tersebut:

”...The main job are to replace the entire main deck with 12mm thickness 8’X30’ marine plate with cert, weight 2100 kg/pc, totalling to 42 pieces with estimated total weight of 88.2 metric tons...” (”...Pekerjaan pokok dalam kontrak ini adalah untuk mengganti keseluruhan dek utama dengan papan baja marine yang tebalnya 12mm dan berukuran 8’X30”, per buah beratnya 2100 kg, total 42 buah dengan perkiraan berat keseluruhan 88.2 ton...”)

”...The secondary job is to replace the entire side board with 10mm thickness 6’X30’ marine plate with cert, weight 1313kg/pc, totalling to 16 pieces with an estimated total weight of 21.008 metric tons...” (”...Pekerjaan kedua adalah untuk mengganti seluruh sisi kapal dengan papan baja marine yang tebalnya 10mm dan berukuran 6’X30’, yang beratnya 1313 kg per buah, total 16 buah dengan perkiraan berat keseluruhan adalah 21.008 ton...”)116

Dalam klausula di atas, dengan jelas disebutkan prestasi yang harus dilakukan oleh PT. Sinbat Precast Teknindo yaitu untuk mengganti dek utama dan sisi

116Contract For The Repair Of 01 Unit Of Barge (NL 1805) Dated 13th

Day Of January 2009 Between PT Sinbat Precast Teknindo, Indonesia –Shipyard- And PT. Bahtera Dira Adiguna –Owner- Page 3 of 10

kapal dengan papan baja marine sesuai dengan spesifikasi dalam kontrak. Berikutnya adalah kutipan salah satu klausula yang menyebutkan prestasi yang harus dipenuhi oleh pihak lain selain PT. Sinbat Precast Teknindo: ”...The Owner shall take possession of the Vessel immediately on acceptance thereof and shall remove Vessel from Shipyard within one (1) day after delivery and acceptance is effected. If the Owner does not remove the Vessel from the Shipyard within one (1) day, then in such event the Owner shall pay to the Shipyard for the mooring and/or wharfage of the Vessel...” (”...Owner harus mengambil alih kapal secepatnya setelah diterima (kapal tersebut) dan memindahkan kapal dari area Shipyard dalam jangka waktu satu (1) hari sejak proses pengiriman dan penerimaan dilakukan. Jika Owner tidak memindahkan kapal dari area Shipyard dalam jangka waktu satu (1) hari, maka dalam kejadian hal tersebut, Owner diharuskan membayar biaya penambatan dan biaya bongkar muat kapal kepada Shipyard...”)117

Dalam klausula di sini jelas disebutkan prestasi yang harus dilakukan oleh pihak lain (selain PT. Sinbat Precast Teknindo) yaitu untuk memindahkan kapal yang selesai pengerjaannya dalam tenggang waktu tertentu, dilanjutkan dengan keterangan apa yang akan terjadi apabila prestasi tersebut gagal dilakukan.

b. Wanprestasi dalam Kontrak Di PT. Sinbat Precast Teknindo

Seperti telah dijelaskan sebelumnya, wanprestasi adalah tidak dilaksanakannya kewajiban sebagaimana mestinya yang dibebankan oleh kontrak terhadap pihak-pihak tertentu seperti dalam kontrak. Berhubungan dengan penelitian ini, tentu saja tidak disebutkan jenis-jenis wanprestasi dalam kontrak, akan tetapi lebih mengacu pada akibat apabila tidak

117Contract For The Repair Of 01 Unit Of Barge (NL 1805) Dated 13th

Day Of January 2009 Between PT Sinbat Precast Teknindo, Indonesia –Shipyard- And PT. Bahtera Dira Adiguna –Owner- Page 6 of 10

dilaksanakannya prestasi. Akibat umum dari wanprestasi adalah pemberian ganti rugi dengan perhitungan tertentu, pembatalan perjanjian disertai dengan penggantian kerugian, peralihan resiko dan pembayaran biaya perkara peradilan. Demikian dalam klausula salah satu kontrak menyebutkan tentang akibat apabila terjadi wanprestasi jika dilakukan oleh PT. Sinbat Precast Teknindo, yaitu:

”...If Delivery Date of the Vessel exceeds sixty (60) days without there being Permissable Delays as justification, then Buyer has the option to rescind the Shipbuilding Contract. In the event of such for this reason then Builder shall repay in full all Payment Installments received from Buyer...” (”...Jika waktu pengiriman kapal melebihi enampuluh (60) hari dari tanggal yang telah ditentukan tanpa disertai alasan penundaan pengiriman yang diterima oleh Buyer, maka Buyer berhak untuk membatalkan Kontrak Pembuatan Kapal ini. Dalam keadaan hal tersebut dengan alasan ini maka Builder diharuskan untuk mengembalikan seluruh pembayaran cicilan yang telah diterima oleh Builder...”)118

Dalam klausula ini disebutkan dengan jelas apabila Builder (dalam hal ini adalah PT. Sinbat Precast Teknindo) melakukan wanprestasi yaitu melakukan pengiriman barang melebihi tanggal yang telah ditentukan tanpa alasan yang dapat diterima maka akibatnya adalah pembatalan kontrak dari pihak Buyer disertai dengan pengembalian seluruh pembayaran cicilan yang telah diterima. Klausula yang menyebutkan dalam hal terjadi wanprestasi dan akibatnya yang dilakukan oleh pihak lain selain PT. Sinbat Precast Teknindo:

”...If Buyer is in default of payments as to any Installment as provided in paragraph 1(a) and (b) of this Article, the Buyer shall pay interest on such

118Shipbuilding Contract For The Completion Of 01 Unit Of 64M RoPax Catamaran Ferry

(Hull Nos. 009) Dated This 10th Day Of April 2007 Between PT. Sinbat Precast Teknindo, Indonesia –

installment from the due date thereof to the date of payment to Builder of the full amount including interest...” (”...Jika Buyer gagal melakukan pembayaran atas cicilan sebagaimana disebutkan dalam Paragraf 1 (a) dan (b) Pasal ini, maka Buyer harus membayar bunga atas cicilan tersebut dihitung dari tanggal batas waktu pembayarannya dari jumlah keseluruhan termasuk bunga kepada Builder...”)119

Dalam klausula ini disebutkan dengan jelas apabila terjadi wanprestasi dari pihak selain PT. Sinbat Precast Teknindo yaitu dalam hal gagal melakukan pembayaran maka akibatnya adalah pembayaran bunga.

Dalam konteks prestasi dan wanprestasi ini terdapat pengecualian yaitu adanya istilah force majeure. Force majeure adalah suatu keadaan yang terjadi di luar kendali salah satu pihak. Oleh karena adanya keadaan memaksa yang berada di luar kendali tersebut maka akan membebaskan pihak tertentu untuk melakukan pemenuhan atas prestasinya. Demikian dalam kontrak- kontrak di PT. Sinbat Precast Teknindo juga disebutkan dengan jelas dalam klausula, salah satunya yaitu:

”...Article VII – Force Majeure. The following shall be deemed to be force majeure conditions for purposes of this Contract. Acts of God, war, riots or insurrcetion, requirements of civil or military authorities, civil unrest, strikes, blockades, embargoes, lockouts, earthquakes, floods, fires and any cause whether or not of a kind previously specified, reasonable to be considered as beyond the control of the Builder....” (”...Pasal VII – Force Majeure. Hal-hal berikut ini dianggap sebagai keadaan force majeure dalam kontrak ini. Kehendak Tuhan, perang, riot atau ketidaktentuan, keputusan militer/pemerintah, keresahan penduduk, mogok, blokade, embargo, lockout,

119 Contract Agreement For One Unit 12-Metre OPL Patrol Launch And Seven Units 15-

Metre OPL Patrol Launch, Dated 30th June 2006, Between PT. SinbatPrecast Teknindo, Indonesia –

gempa, banjir dan sebab-sebab lain yang belum disebutkan sebelumnya yang dianggap berada di luar kendali Builder...”)120

Dalam klausula ini jelas disebutkan adanya keterangan mengenai force majeure dan akibatnya apabila hal ini terjadi.