• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1. Prestasi Kerja

Dalam melaksanakan kerjanya, pegawai menghasilkan sesuatu yang disebut dengan prestasi kerja. Prestasi kerja merupakan hasil kerja seseorang pegawai selama periode tertentu dibandingkan dengan berbagai kemungkinan misalnya standard, target/sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan disepakati bersama. Mangkunegara (2000) menyatakan : “Prestasi kerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.” Hasibuan (2005) menyatakan : “Prestasi kerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan serta waktu.” Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa prestasi kerja pegawai merupakan hasil yang dicapai karyawan dalam pelaksanaan suatu pekerjaan yang diberikan kepadanya baik secara kuantitas maupun kualitas melalui prosedur yang berfokus pada tujuan yang hendak dicapai serta dengan terpenuhinya standard pelaksanaan. Untuk

mencapai prestasi kerja yang baik, unsur yang paling dominan adalah sumber daya manusia. Walaupun perencanaan telah tersusun dengan baik dan rapi tetapi apabila orang atau personil yang melaksanakan rencana/program tersebut tidak berkualitas dan tidak memiliki semangat kerja yang tinggi, maka perencanaan yang telah disusun tersebut akan sia-sia.

Prestasi kerja merupakan suatu prestasi atau tingkat keberhasilan yang dicapai oleh individu atau suatu organisasi dalam melaksanakan pekerjaan pada suatu periode tertentu. Menurut Stoner (2006) prestasi kerja (performance) merupakan kuantitas dan kualitas pekerjaan yang diselesaikan oleh individu, kelompok atau organisasi. Prestasi kerja merupakan hasil yang dicapai oleh suatu fungsi kerja atau aktivitas selama periode tertentu yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam upaya mencapai tujuan organisasi yang bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral dan etika.

Prestasi kerja yang dicapai karyawan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam menjamin kelangsungan hidup organisasi. Dalam mencapai prestasi kerja yang tinggi beberapa faktor yang mempengaruhi menjadi pemicu apakah prestasi kerja karyawan tinggi atau rendah. Faktor yang mempengaruhi pencapaian prestasi kerja yang baik menurut Mangkunegara (2000) menyatakan faktor yang mempengaruhi pencapaian prestasi kerja yang baik adalah :

1. Faktor Motivasi 2. Faktor Kemampuan

Berikut ini penjelasan kedua faktor tersebut:

1. Faktor Motivasi

Motivasi merupakan faktor yang sangat menentukan, karena motivasi itu membentuk akan sikap (attitude) seorang karyawan dalam menghadapi situasi kerja. Motivasi merupakan kondisi yang dapat menggerakkan diri karyawan yang terarah kepada pencapaian tujuan organisasi.

2. Faktor Kemampuan

Secara psikologis, kemampuan (ability) karyawan terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (Knowledge+ skill). Artinya, karyawan yang memiliki IQ di atas rata-rata (IQ 110-120) dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka ia akan lebih mudah mencapai prestasi kerja yang diharapkan.

Oleh sebab itu karyawan perlu ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya.

Mathis dan Jackson (2002) menyatakan bahwa banyak faktor yang dapat mempengaruhi prestasi kerja dari individu tenaga kerja yang meliputi, kemampuan mereka, motivasi, dukungan yang diterima, keberadaan pekerjaan yang mereka lakukan, dan hubungan mereka dengan organisasi. Pada banyak organisasi, prestasi kerjanya lebih bergantung pada prestasi kerja dari individu tenaga kerja. Begitu pula Anoraga (2004) menyatakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi prestasi kerja karyawan terdiri dari: motivasi, pendidikan, disiplin kerja, keterampilan, sikap etika kerja, gizi dan kesehatan, tingkat penghasilan, lingkungan dan sistem kerja, teknologi, sarana produksi, jaminan sosial, manajemen dan kesempatan berprestasi. Selanjutnya Stern dalam Mangkunegara (2006) menyatakan bahwa faktor-faktor penentu prestasi kerja individu adalah:

1. Faktor individu

2. Faktor lingkungan kerja organisasi

Berikut ini penjelasan kedua faktor tersebut:

1. Faktor Individu

Secara psikologis, individu yang normal memiliki integritas yang tinggi antara fungsi psikis (rohani) dan fisiknya (jasmaniah). Dengan adanya integritas yang tinggi antara fungsi psikis dan fisik, maka inidividu tersebut memiliki konsentrasi diri yang baik. Konsentrasi yang baik ini merupakan modal utama individu manusia untuk mampu mengelola dan mendayagunakan potensi dirinya secara optimal dalam melaksanakan kegiatan atau aktivitas kerja sehari-hari dalam mencapai tujuan organisasi. Dengan kata lain, tanpa adanya konsentrasi yang baik dari individu dalam bekerja, maka mimpi pimpinan mengharapkan mereka dapat bekerja produktif dalam mencapai tujuan organisasi. Konsentrasi individu dalam bekerja sangat dipengaruhi oleh kemampuan potensi, yaitu kecerdasan pikiran/Intelegensi Quotiont (IQ) dan kecerdasan emosi/Emotional Quotiont (EQ).

2. Faktor Lingkungan Organisasi

Faktor lingkungan kerja organisasi sangat menunjang bagi individu dalam mencapai prestasi kerja. Faktor lingkungan organisasi yang dimaksud antara lain uraian jabatan yang jelas, autoritas yang memadai, target kerja yang menantang, pola komunikasi kerja efektif, hubungan kerja harmonis, iklim kerja respek dan dinamis, peluang berkarir dan fasilitas kerja yang relatif memadai.Sekalipun, jika faktor lingkungan organisasi kurang mendukung, maka bagi individu yang memiliki tingkat kecerdasan pikiran memadai

dengan kecerdasan emosi baik, sebenaranya ia tetap dapat berprestasi dalam bekerja. Hal ini bagi individu tersebut, lingkungan organisasi itu dapat diubah dan bahkan dapat diciptakan oleh dirinya serta merupakan pemacu (pemotivator), tantangan bagi dirinya dalam berprestasi di organisasinya.

Menurut Timple (1992) faktor-faktor prestasi kerja terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal (disposisional) yaitu faktor yang dihubungkan dengan sifat-sifat seseorang misalnya, prestasi kerja seseorang baik disebabkan karena mempunyai kemampuan tinggi dan seseorang itu tipe pekerja keras, sedangkan seseorang mempunyai prestasi kerja jelek disebabkan orang tersebut mempunyai kemampuan rendah dan orang tersebut tidak memiliki upaya-upaya untuk memperbaiki kemampuannya (Mangkunegara, 2006).

Faktor eksternal, yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi kerja seseorang yang berasal dari lingkungan, seperti perilaku, sikap dan tindakan-tindakan rekan kerja, bawahan atau pimpinan, fasilitas kerja dan iklim organisasi.

Faktor internal dan faktor eksternal ini merupakan jenis-jenis atribusi yang mempengaruhi prestasi kerja seseorang. Jenis atribusi yang dibuat seorang pimpinan tentang prestasi kerja seorang bawahan mempengaruhi sikap dan perilaku terhadap bawahan tersebut. Misalnya, seorang pimpinan yang mempermasalahkan prestasi kerja buruk seseorang bawahan karena kekurangan ikhtiar mungkin diharapkan mengambil tindakan hukum, sebaliknya pimpinan yang tidak menghubungkan dengan prestasi kerja buruk dengan kekurangan kemampuan/ keterampilan, pimpinan akan merekomendasikan suatu program pelatihan di dalam ataupun luar perusahaan. Oleh karena itu, jenis atribusi yang dibuat oleh seorang pimpinan dapat menimbulkan akibat-akibat serius dalam cara

bawahan tersebut diperlakukan. Cara-cara seorang karyawan menjelaskan prestasi kerjanya sendiri juga mempunyai implikasi penting dalam bagaimana dia berperilaku dan berbuat di tempat kerja (Mangkunegara, 2006).

Untuk mengetahui tinggi-rendahnya prestasi kerja, perlu dilakukan penilaian prestasi kerja. Handoko (2000) menyatakan bahwa:

“Penilaian prestasi kerja (performance appraisal) adalah proses melalui mana organisasi-organisasi mengevaluasi atau menilai prestasi kerja karyawan. Kegiatan ini dapat memperbaiki keputusan-keputusan personalia dan memberikan umpan balik kepada para karyawan tentang pelaksanaan kerja mereka.”

Menurut Hasibuan (2005) : “Penilaian prestasi kerja adalah menilai hasil kerja nyata dengan standar kualitas maupun kuantitas yang dihasilkan setiap karyawan.”

Berdasarkan pendapat di atas, penilaian prestasi kerja adalah suatu proses penilaian prestasi kerja karyawan yang dilakukan pemimpin perusahaan secara sistematik berdasarkan pekerjaan yang ditugaskan kepadanya. Masalah penilaian prestasi kerja merupakan suatu hal yang sangat penting, karena penilaian prestasi kerja mempunyai banyak manfaat, baik bagi karyawan maupun perusahaan.

Penilaian prestasi kerja sangat perlu diperhatikan karyawan untuk pengembangan karier karyawan tersebut lebih lanjut.

Mathis dan Jakson (2002) menyatakan bahwa:

”Prestasi kerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan. Prestasi kerja karyawan adalah yang mempengaruhi seberapa banyak mereka membei kontribusi kepada organisasi yang antara lain termasuk: (1) kuantitas output, (2) kualitas output, (3) jangka waktu output, (4) kehadiran di tempat kerja, dan (5) sikap kooperatif.”

Bernardin dan Russel (2003) menyebutkan adanya enam kriteria untuk mengukur prestasi kerja seorang karyawan, yaitu:

1) Quality, sejauh mana kemampuan menghasilkan sesuai dengan kualitas standar yang ditetapkan perusahaan.

2) Quantity, sejauh mana kemampuan menghasilkan sesuai dengan jumlah standar yang ditetapkan perusahaan.

3) Timeliness, tingkat sejauh mana suatu kegiatan diselesaikan pada waktu yang dikehendaki dengan memperhatikan koodinasi out put lain serta waktu yang tersedia untuk kegiatan lain.

4) Cost of effectiveness, sejauh mana tingkat penerapan sumberdaya manusia, keuangan, teknologi, dan material yang mampu dioptimalkan.

5) Need of supervision, sejauh mana tingkatan seorang karyawan untuk bekerja dengan teliti tanpa adanya pengawasan yang ketat dari supervisor.

6) Interpersonal input, sejauh mana tingkatan seorang karyawan dalam pemeliharaan harga diri, nama baik dan kerjasama, diantara rekan kerja dan bawahan.

Menurut Mangkunegara (2000) unsur-unsur yang dinilai dari prestasi kerja adalah kualitas kerja, kuantitas kerja, keandalan dan sikap. Kualitas kerja terdiri dari ketepatan, ketelitian, keterampilan, kebersihan. Kuantitas kerja terdiri dari output dan penyelesaian kerja dengan ekstra. Keandalan terdiri dari mengikuti instruksi, inisiatif, kehati-hatian, kerajinan. Sedangkan sikap terdiri dari sikap terhadap perusahaan, karyawan lain dan pekerjaan serta kerjasama.

Keseluruhan unsur/komponen penilaian prestasi kerja di atas harus ada dalam pelaksanaan penilaian agar hasil penilaian dapat mencerminkan prestasi kerja dari para karyawan. Agar tercapainya tujuan perusahaan, maka diharapkan

terjadinya hubungan yang harmonis pada pihak atasan dan bawahan. Dengan adanya penilaian prestasi kerja karyawan dan pimpinan akan melakukan tugasnya seperti dalam hal berjalannya promosi jabatan terhadap karyawan, begitu pula sebaliknya. Tujuan penilaian prestasi kerja karyawan menurut Hasibuan (2005), sebagai berikut :

1) Sebagai dasar pengambilan keputusan yang digunakan untuk promosi, demosi, pemberhentian dan penempatan besarnya balas jasa.

2) Untuk mengukur prestasi kerja yaitu sejauh mana karyawan bisa sukses dalam pekerjaannya.

3) Sebagai dasar untuk mengevaluasi efektivitas seluruh kegiatan dari dalam pekerjaannya.

4) Sebagai dasar untuk mengevaluasi program latihan dan keefektifan jadwal kerja dan peralatan kerja, struktur organisasi, gaya pengawasan, kondisi kerja dan peralatan kerja.

5) Sebagai indikator untuk menentukan kebutuhan akan latihan bagi karyawan yang berada didalam organisasi.

6) Sebagai alat untuk mendapatkan motivasi kerja karyawan sehingga dicapai tujuan untuk mendapatkan performance kerja yang baik.

7) Sebagai alat untuk bisa melihat kekurangan atau kelemahan dan kelebihan dimasa lampau dan meningkatkan kemampuan karyawan selanjutnya.

8) Sebagai kriteria didalam menentukan seleksi dan penempatan karyawan.

9) Sebagai alat memperbaiki atau mengembangkan kecakapan karyawan.

10) Sebagai dasar untuk memperbaiki dan mengembangkan uraian pekerjaan.

Sedangkan menurut Sastrohadiwirjo (2002) selain dapat digunakan sebagai standar penerimaan dan penentuan kompensasi serta administrasi bagi tenaga kerja, penilaian prestasi kerja dilakukan dengan tujuan sebagai berikut :

1) Sumber data untuk perencanaan ketenaga kerjaan dan kegiatan pengembangan jangka panjang bagi perusahaan yang bersangkutan.

2) Nasihat yang perlu disampaikan kepada para tenaga kerja dalam perusahaan.

3) Alat untuk memberikan umpan balik yang mendorong kearah kemajuan dan kemungkinan memperbaiki/meningkatkan kualitas kerja bagi para tenaga kerja.

4) Salah satu cara untuk menetapkan prestasi kerja yang dihadapkan dari seorang pemegang tugas dan pekerjaan.

5) Landasan/bahan informasi dalam pengambilan keputusan pada bidang ketenagakerjaan baik promosi, mutasi maupun kegiatan ketenagakerjaan lainnya.

Dari beberapa kutipan di atas dapat peneliti simpulkan bahwa ujuan penilaian prestasi kerja adalah untuk memperbaiki atau meningkatkan prestasi organisasi melalui peningkatan prestasi sumber daya manusia organisasi.

2.1.2 Kepemimpinan

Masalah kepemimpinan merupakan hal yang sangat luas, menyangkut bidang yang sangat luas dan memainkan peran yang sangat penting dalam bidang pemasaran, pendidikan, industri, organisasi sosial bahkan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam setiap masyarakat timbul dua kelompok yang berbeda peranan sosialnya, yaitu yang memimpin sebagai golongan kecil yang terpilih dan kelompok yang dipimpin adalah orang kebanyakan. Tanpa adanya seorang pemimpin maka tujuan organisasi yang dibuat tidak akan ada artinya karena tidak ada orang yang bertindak sebagai penyatu terhadap berbagai kepentingan yang ada.

Jika melihat perkembangan berbagai teori mengenai kepemimpinan yang ada, maka timbul suatu kesadaran bahwa perkembangan teori kepemimpinan telah berkembang sedemikian pesat sejalan dengan perkembangan kehidupan yang ada.

Kepemimpinan tidak lagi dipandang sebagai penunjuk jalan namun sebagai partner yang bersama-sama dengan anggota lain berusaha mencapai tujuan.

Kepemimpinan adalah merupakan kemampuan mempengaruhi orang lain agar mau melaksanakan sesuatu pekerjaan sesuai dengan keinginannya. Dengan

kata lain, kepemimpinan adalah kemampuan memerintah dan mempengaruhi orang lain untuk melaksanakan sesuatu pekerjaan agar tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai. Seorang pemimpin harus dapat merubah keinginan seseorang untuk melaksanakan sesuatu hal dan menunjukkan arah yang harus ditempuh dan membina anggota-anggota kelompok ke arah penyelesaian hasil pekerjaan kelompok tersebut.

Selanjutnya Hasibuan (2005) menyatakan: “Kepemimpinan adalah cara seorang mempengaruhi perilaku bawahan, agar mau bekerjasama dan bekerja secara produktif untuk mencapai tujuan organisasi.” Gibson et.al (1999) menyatakan: “Kepemimpinan adalah suatu usaha mempengaruhi orang antar perseorangan (interpersonal) lewat proses komunikasi, untuk mencapai sesuatu atau berberapa tujuan.” Anoraga (2004) menyatakan : “Kepemimpinan adalah kemampuan mempengaruhi aktivitas orang lain melalui komunikasi, baik individual maupun kelompok ke arah pencapaian tujuan.” Sedangkan Winardi (2000) menyatakan: “Kepemimpinan merupakan suatu kemampuan yang melekat pada diri seorang yang memimpin yang tergantung dari macam-macam faktor baik faktor-faktor intern maupun faktor-faktor ekstern.”

Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan merupakan suatu proses mempengaruhi dan mengarahkan perilaku orang lain, baik individu maupun kelompok untuk mencapai tujuan tertentu.

Dalam kepemimpinan terdapat unsur-unsur seperti pimpinan, kelompok yang dipimpin, sasaran, aktivitas, interaksi dan kekuatan.

Gaya kepemimpinan (leadership style) seorang pemimpin akan sangat berpengaruh terhadap prestasi kerja karyawan dan pencapaian tujuan perusahaan.

Pemilihan gaya kepemimpinan yang benar dan tepat dapat mengarahkan pencapaian tujuan perseorangan maupun organisasi dan perusahaan. Dengan gaya kepemimpinan yang tidak sesuai dapat mengakibatkan pencapaian tujuan perusahaan akan terabaikan dan pengarahan terhadap karyawan akan menjadi tidak jelas, dimana hal ini dapat mengakibatkan ketidakpuasan pada anggota atau karyawan.

Ghizeli dalam Handoko (2003) dalam penelitian ilmiahnya menunjukkan sifat-sifat tertentu yang tampaknya penting untuk kepemimpinan efektif adalah : kemampuan dalam kedudukannya sebagai pengawas, kebutuhan akan prestasi, kecerdasan, ketegasan, kepercayaan diri, dan inisiatif.”

Menurut Siagian (2002) gaya-gaya kepemimpinan digolongkan kedalam lima (5) tipe yaitu; otokratis, militeristis, paternalistis, karismatis, dan demokratis.

1. Tipe pemimpin yang otokratik

Seorang pemimpin yang otokratik ialah seorang pemimpin yang:

a. Menganggap organisasi sebagai milik pribadi

b. Mengidentikan tujuan pribadi dengan tujuan organisasi c. Menganggap bahwa sebagai alat semata-mata

d. Tidak mau menerima kritik, saran dan pendapat e. Terlalu tergantung pada kekuasaan formalnya

f. Dalam tindaknya penggeraknya sering mempergunakan approach yang mengandung unsur paksaan dan puntif (bersifat menghukum).

2. Tipe pemimpin yang militeristik

Perlu diperhatikan terlebih dahulu bahwa yang dimaksud seorang pemimpin tipe militeristik berbeda dengan seorang pemimpin modern. Seorang

pemimpin yang bertipe militeristik ialah seorang pemimpin yang memiliki sifat-sifat:

a. Dalam menggerakan bawahannya sistem perintah yang sering dipergunakan.

b. Dalam menggerakan bawahannya senang bergantung pada pangkat dan jabatan.

c. Senang kepada formalitas yang berlebih-lebihan

d. Menuntut disiplin yang tinggi dan kaku dari bawahannya 3. Tipe pemimpin yang paternalistik

a. Menganggap bahwa sebagai manusia yang tidak dewasa b. Bersikap terlalu melindungi

c. Jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil keputusan.

d. Jarang memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengambil inisiatif.

e. Jarang memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengembangkan daya kreasi dan fantasi

f. Sering bersikap mau tahu

4. Tipe pemimpin yang kharismatik

Harus diakui bahwa untuk keadaan tentang seorang pemimpin yang demikian sangat diperlukan, akan tetapi sifatnya yang negatif mengalahkan sifatnya yang positif.

5. Tipe pemimpin yang demokratik

Pengetahuan tentang kepemimpinan telah membuktikan bahwa tipe pemimpin yang demokratislah yang paling tepat untuk organisasi modern karena:

a. Ia senang menerima saran, pendapat dan bahkan kritikan dari bawahan.

b. Selalu berusaha mengutamakan kerjasama teamwork dalam usaha mencapai tujuan.

c. Selalu berusaha menjadikan lebih sukses dari padanya.

d. Selalu berusaha mengembangkan kapasitas diri pribadinya sebagai pemimpin.

Sedangkan Hasibuan (2005) menyatakan gaya kepemimpinan terdiri dari kepemimpinan otoriter, kepemimpinan partisipatif dan kepemimpinan delegatif.

Kepemimpinan otoriter adalah jika kekuasaan (wewenang) sebagian besar mutlak tetap berada pada pimpinan atau kalau pimpinan itu menganut siatem sentralisasi wewenang. Pengambilan keputusan dan kebijaksanaan– kebijaksanaan hanya ditetapkan sendiri oleh pemimpin, bawahan tidak diikutsertakan untuk memberikan saran-saran, ide-ide dan pertimbangan dalam proses pengambilan keputusan.

Kepemimpinan partisipatif ialah bila seorang pemimpin dalam melaksanakan kepemimpinannya dilakukan dengan cara persuasif, menciptakan

kerja sama yang serasi, menumbuhkan loyalitas dan partisipasi para bawahannya.

Pemimpin memotivasi para bawahan, agar merasa ikut memiliki perusahaan..

Kepemimpinan delegatif, bila seorang pemimpin mendelegasikan wewenang kepada bawahan dengan lengkap, sehingga bawahan tersebut dapat mengambil keputusan dan kebijaksanaan-kebijaksanaan dengan bebas atau leluasa dalam melaksanaan pekerjaannya, Pemimpin tidak peduli cara bawahan mengambil keputusan, dan mengerjakan pekerjaannya, sepenuhnya diserahkan kepada bawahan itu. Pada prinsipnya pemimpin bersikap, menyerahkan dan menyatakan kepada bawahan, “Inilah pekerjaan yang harus saudara kerjakan, saya tidak peduli, terserah saudara bagaimana mengerjakannya asal pekerjaan tersebut bisa diselesaikan dengan baik.

Dengan bermacam-macam bentuk gaya kepemimpinan dalam mencapai tujuan perusahaan, cukup wajar bila dianggap bahwa seseorang mempunyai cukup kemampuan untuk mempengaruhi orang lain dalam usaha mencapai tujuan dan mempunyai interaksi antara personal yang baik dan memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan situasi atau keadaan, meskipun tidak ada sifat yang mutlak yang dapat didefinisikan.

Menurut Hasibuan (2001), bahwa gaya kepemimpinan pada hakikatnya bertujuan untuk mendorong gairah kerja, kepuasan kerja, dan produktivitas kerja karyawan yang tinggi, agar dapat mencapai tujuan organisasi yang maksimal.

Dengan mendasarkan pada pengertian di atas maka dapat dikatakan bahwa pemimpin yang efektif ditentukan oleh kemampuannya membaca situasi yang dihadapi dan menyesuaikan gaya kepemimpinannya dengan menggunakan ciri-ciri kepemimpinan sedemikian rupa agar sesuai dan mampu memenuhi tuntutan situasi yang dihadapi, sehingga para pegawai mampu dimotivasi dengan baik, dan

mampu melaksanakan program kerja yang telah ditetapkan. Pada umumnya bila seseorang akan melakukan sesuatu jelas ada tujuan tertentu yang hendak dicapainya. Demikian juga halnya dengan perusahaan, tujuan yang hendak dicapai salah satunya adalah prestasi kerja yang optimal.

2.1.3 Motivasi

Untuk memberikan dorongan dan menggerakkan orang-orang agar mereka bersedia bekerja semaksimal mungkin, perlu diusahakan adanya komunikasi dan peran serta dari semua pihak yang bersangkutan. Motivasi menunjukkan agar manejer mengetahui bagaimana memberikan informasi yang tepat kepada bawahannya agar mereka menyediakan waktunya guna melakukan usaha yang diperlukan untuk memperoleh saran-saran dan rekomendasi-rekomendasi mengenai masalah yang dihadapi. Untuk itu diperlukan keahlian manajer untuk memberikan motivasi kepada bawahannya agar bisa bekerja sesuai dengan pengarahan yang diberikan.

Manullang (2004) menyatakan bahwa, motivasi adalah memberikan daya perangsang kepada karyawan yang bersangkutan agar karyawan tersebut bekerja dengan segala daya dan upayanya. Menurut McCormick dalam Mangkunegara (2000), motivasi kerja adalah kondisi yang berpengaruh membangkitkan, mengarahkan dan memelihara perilaku yang berhubungan dengan lingkungan kerja. Sedangkan Nawawi (2003) menyatakan bahwa: motivasi adalah suatu kondisi yang mendorong atau menjadi sebab seseorang melakukan suatu perbuatan/kegiatan yang berlangsung secara sadar.

Dari definisi di atas tersebut dapat dijelaskan bahwa pimpinan harus mengetahui apa dan bagaimana yang harus dipenuhi (pemuas kebutuhan karyawan) sehingga dapat menjadi daya pendorong bagi karyawan untuk berperilaku ke arah tercapainya tujuan perusahaan.

Dalam menyelaraskan hubungan antara pimpinan dengan bawahan dalam suatu perusahaan perlu dipertimbangkan rasa ketentraman dan ketenangan yang mendasar. Dengan adanya rasa tentram dan tenang ini, maka setiap karyawan akan dapat mewujudkan hubungan kerja sama yang harmonis yang selanjutnya akan mempengaruhi hasil kerja mereka. Dalam hal pemberian motivasi ini pimpinan harus mampu melihat situasi serta suasana kerja para karyawan pada saat bekerja, hal ini berguna untuk memberikan motivasi pada saat kapan para karyawan diberikan motivasi, baik itu motivasi positif maupun negatif. Menurut Hasibuan (2005) secara garis besarnya motivasi terdiri dari:

1) Motivasi positif (incentive positif), maksudnya manajer memotivasi (merangsang) bawahan dengan memberikan hadiah kepada mereka yang berprestasi. Dengan motivasi positif, semangat kerja bawahan akan meningkatkan karena umumnya manusia senang yang baik-baik saja.

2) Motivasi negatif (incentive negatif), maksudnya manajer memotivasi bawahan dengan memberi hukuman kepada mereka yang pekerjaannya kurang baik, dengan motivasi negatif ini semangat bekerja bawahan dalam jangka waktu pendek akan meningkat karena takut dihukum, tetapi untuk jangka waktu panjang dapat berakibat kurang baik.

Dalam prakteknya kedua jenis motivasi di atas sering digunakan oleh suatu perusahaan, Insentif (positif/negatif) harus sesuai dengan perjanjian, penggunaan harus tepat dan seimbang agar dapat meningkatkan semangat kerja serta dapat meraih prestasi kerja yang diinginkan. Yang menjadi masalah ialah kapan motivasi positif atau motivasi negatif dapat efektif untuk jangka panjang

Dokumen terkait