• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH KEPEMIMPINAN, MOTIVASI, PENGAWASAN MELEKAT DAN PENDIDIKAN TERHADAP PRESTASI KERJA PEGAWAI DENGAN LOCUS OF CONTROL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGARUH KEPEMIMPINAN, MOTIVASI, PENGAWASAN MELEKAT DAN PENDIDIKAN TERHADAP PRESTASI KERJA PEGAWAI DENGAN LOCUS OF CONTROL"

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KEPEMIMPINAN, MOTIVASI, PENGAWASAN MELEKAT DAN PENDIDIKAN TERHADAP PRESTASI

KERJA PEGAWAI DENGAN LOCUS OF CONTROL SEBAGAI VARIABEL MODERATING DI KANTOR

WILAYAH BADAN PERTANAHAN NASIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA

TESIS

OLEH:

EVI TRIA JULIANA 117017026

PROGRAM MAGISTER ILMU AKUNTANSI SEKOLAH PASCA SARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2013

(2)

PENGARUH KEPEMIMPINAN, MOTIVASI, PENGAWASAN MELEKAT DAN PENDIDIKAN TERHADAP PRESTASI KERJA PEGAWAI DENGAN LOCUS OF CONTROL SEBAGAI VARIABEL MODERATING

DI KANTOR WILAYAH BADAN PERTANAHAN NASIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh kepemimpinan, motivasi, pengawasan melekat, dan pendidikan terhadap prestasi kerja pegawai dan mengetahui dan menganalisis pengaruh Locus of Control terhadap hubungan antara kepemimpinan, motivasi, pengawasan melekat, dan pendidikan dengan prestasi kerja pegawai di Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Sumatera Utara. Dari sudut metode penelitian, analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kausal. Penelitian ini menggunakan data primer yang diperoleh melalui penyebaran kuesioner yang diantar langsung kepada pegawai Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Sumatera Utara yang menjadi objek dan populasi penelitian sejumlah 105 orang menjadi sampel penelitian (responden) sebanyak 83 responden (rumus Slovin). Dari 83 kuesioner yang disebarkan, dikembalikan sebanyak 81 kuesioner dan yang dapat dievaluasi sebanyak 79 kuesioner. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linier berganda dan regresi bertingkat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara parsial kepemimpinan, motivasi, pengawasan melekat, dan pendidikan berpengaruh signifikan terhadap prestasi kerja. Secara simultan Kepemimpinan, Motivasi, Pengawasan Melekat, Pendidikan dan Locus of Control berpengaruh secara signifikan terhadap Prestasi kerja. Locus of control tidak dapat memoderasi hubungan antara Kepemimpinan, Motivasi, Pengawasan Melekat, dan Pendidikan dengan Prestasi Kerja.

Kata Kunci : Kepemimpinan, Motivasi, Pengawasan Melekat, Pendidikan, Prestasi Kerja dan Locus of Control

(3)

THE INFLUENCE OF LEADERSHIP, MOTIVATION, BUILT-IN CONTROL, AND EDUCATION WITH LOCUS OF CONTROL AS

MODERATING VARIABLE ON THE WORK ACHIEVEMENT OF THE EMPLOYEES OF THE REGIONAL OFFICE

BADAN PERTANAHAN NASIONAL, THE PROVINCE OF

SUMATERA UTARA

ABSTRACT

The purpose of this study was to find out and analyze the influence of leadership, motivation, built-in control, and education and the influence of Locus of Control on the relationship between leadership, motivation, built-in control, and education and the work achievement of the employees of the Regional Office of National Land Board, the Province of Sumatera Utara. From the point of research methods, analysis used in this study is the analysis of causal.The data for this study were the primary data obtained through the questionnaires directly distributed to the 83 respondents (selected through Slovin formula) of 105 employees of the Regional Office of National Land Board, the Province of Sumatera Utara. Of the 83 questionnaires distributed, 81 questionnaires were returned and only 79 questionnaires that could be evaluated. The data obtained were analyzed through multiple linear regression and stratified regression analysis techniques. The result of this study showed that, partially, leadership, motivation, built-in control, and education had a significant influence on work achievement. Simultaneously, leadership, motivation, built-in control, education and Locus of Control had a significant influence on work achievement. Locus of Control could not moderate the relationshiop between leadership, motivation, built-in control, and education and work achievement.

Keywrods: Leadership, Motivation, Built-in Control, Education, Work Achievement, Locus of Control

(4)

KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala berkat rahmat dan karunia yang dilimpahkan-Nya kepada penulis dalam menuntut ilmu dan menyelesaikan hasil penelitian tesis ini. Tesis ini merupakan ungkapan pemikiran, kajian dan penelitian dengan judul “Pengaruh Kepemimpinan, Motivasi, Pengawasan Melekat, dan Pendidikan terhadap Prestasi Kerja Pegawai dengan Locus of Control sebagai variabel moderating di Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Sumatera Utara”.

Tesis ini merupakan tugas akhir dan sebagian syarat mencapai gelar derajat kesarjanaan Strata dua pada Sekolah Pascasarjana Magister Akuntansi Pemerintahan Universitas Sumatera Utara. Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya atas bantuan dan bimbingan yang telah penulis terima, kepada :

1. Bapak Prof. dr. Syahril Pasaribu, DTMH., M.Sc Sp(Ak), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Erman Munir, M.Sc. selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, CPA, Ak, selaku Ketua Program Studi Magister Akuntansi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara selaku dosen pembanding yang telah memberikan kritik dan saran untuk perbaikan tesis ini.

(5)

4. Ibu Dra. Tapi Anda Sari Lubis, M.Si, Ak, selaku Sekretaris Program Studi Magister Akuntansi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dan sekaligus sebagai pembanding kedua yang telah banyak memberikan kritikdan saran untuk perbaikan tesis ini.

5. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec, Ac, Ak selaku dosen pembimbing Utama yang telah banyak memberikan arahan, bimbingan dan saran dalam proses penelitian dan penulisan untuk menyusun tesis ini.

6. Bapak Drs. Arifin Akhmad, M.Si, Ak, selaku dosen pembimbing kedua yang telah memberikan arahan, bimbingan dan saran dalam proses penelitian dan penulisan untuk menyusun tesis ini..

7. Bapak Drs. Zainul Bahri Torong, M.Si, Ak, selaku dosen pembanding yang telah memberikan kritik dan saran untuk perbaikan tesis ini.

8. Segenap Bapak dan Ibu dosen serta Staf/karyawan Sekretariat Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara umumnya, khususnya Program Studi Magister Ilmu Akuntansi Sekolah Pascasarjana USU dan semua pihak yang telah membantu menyelesaikan tesis ini.

9. Teristimewa Suamiku tercinta Agus. H. Rumapea yang senantiasa memberikan motivasi, bantuan, saran dan doa yang tulus.

10.Teristimewa orangtuaku dan saudaraku yang telah memberikan doa dan semangat untuk merahi cita-cita.

(6)

11. Rekan-rekan mahasiswa atas bantuan dan kerjasamanya sehingga penulis dapat melaksanakan dan menyelesaikan pendidikan dan penulisan tesis ini dengan baik.

Akhirnya penulis menyadari, bahwa tesis ini masih banyak kelemahan dan jauh dari kesempurnaan, karena kesempurnaan hanyalah milik Tuhan Yang Maha Sempurna, Oleh karena itu penulis membuka pintu hati dan pikiran jernih untuk menerima masukan berupa kritik dan saran yang konstruktif untuk menjadikan tesis ini lebih baik lagi.

Medan, 26 April 2013.

Penulis,

(EVI TRIA JULIANA)

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT... ... ii

KATA PENGANTAR... .... iii

DAFTAR ISI .. ... vi

DAFTAR TABEL... x

DAFTAR GAMBAR... .. xi

BAB I PENDAHULUAN ... . 1

1.1. Latar Belakang Masalah.... ... 1

1.2. Rumusan Masalah... .... 8

1.3. Tujuan Penelitian... .. 8

1.4. Manfaat Penelitian... . 8

1.5. Originilitas... ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 10

2.1. Landasan Teori..………... 10

2.1.1 Prestasi Kerja..………... 10

2.1.2 Kepemimpinan ... 18

2.1.3 Motivasi ... 24

(8)

2.1.4 Pengawasan Melekat ... 32

2.1.5 Tingkat Pendidikan ... 35

2.1.6 Locus of Control ... 37

2.2. Review Hasil Penelitian Terdahulu... ... 40

BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS... . 45

3.1. Kerangka Konsep... ... 45

3.2. Hipotesis Penelitian... ... 47

BAB IV METODE PENELITIAN... ... 48

4.1. Jenis Penelitian... 48

4.2. Lokasi dan waktu penelitian... 48

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian... 48

4.4. Metode Pengumpulan Data... ... 49

4.5. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 50

4.5.1. Variabel Penelitian... . 50

4.5.2. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel... 50

4.6. Model dan Teknik Analisa Data... . 55

4.7. Uji Kualitas Data (Instrumen) ... 57

4.7.1. Uji Validitas dan Reliabilitas Data... ... 57

4.8. Pengujian Asumsi Klasik... . 57

(9)

4.8.1. Pengujian Normalitas... .. 58

4.8.2. Uji Multikolinieritas... . 58

4.8.3. Uji Heteroskedastisitas ... .. 58

4.9. Pengujian Hipotesis Penelitian... ... . 59

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... ... 64

5.1 Deskritif Data ... ... 64

5.1.1. Demografi Responden... . 64

5.1.2. Krakteristik Penelitian... .. 67

5.2. Analisis Data... 68

5.2.1. Uji Response Bias... 68

5.2.2. Pengujian Validitas dan Reliabilitas Data... . 69

5.2.3. Pengujian Asumsi Klasik... 71

5.2.4. Pengujian Normalitas... ... 71

5.2.5. Pengujian Multikolinieritas... . 72

5.2.6. Pengujian Heterokedastisitas... .... 72

5.3. Pengujian Hipotesis... .. .. 73

5.3.1. Pengujian Hipotesis 1... ... 74

5.3.2. Pengujian Hipotesis 2... .. 77

5.4. Pembahasan Hasil Penelitian ... 79

(10)

5.4.1. Pengaruh Kepemimpinan Terhadap Prestasi Kerja... 80

5.4.2. Pengaruh Motivasi Terhadap Prestasi Kerja... ... 81

5.4.3. Pengaruh Pengawasan Melekat Terhadap Prestasi Kerja... 82

5.4.4. Pengaruh Pendidikan Terhadap Prestasi Kerja... ... 83

5.4.5. Pengaruh Locus of Control Terhadap Prestasi Kerja ... 83

5.4.5 Pengaruh Locus of Control terhadap Hubungan antara Kepemimpinan, Motivasi, Pengawasan Melekat dan dan Pendidikan dengan Prestasi Kerja ... 85

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... . 87

6.1 Kesimpulan... ... 87

6.2 Keterbatasan Penelitian ... 88

6.3 Saran... 88

DAFTAR PUSTAKA... 90 LAMPIRAN

(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1 Review Hasil Penelitian Terdahulu... 42

4.1 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... ... . 53

5.1. Usia... ... . 64

5.2. Jenis Kelamin... ... . 65

5.3. Masa Kerja... ... . 65

5.4. Tingkat Pendidikan... ... . 66

5.5. Statistik Deskriptif... ... . 67

5.6. Uji Validas Data... ... . 70

5.7. Uji Reliabilitas Data... ... . 71

5.8. Koefisien Determinasi... ... . 74

5.9. Hasil Uji F... ... 75

5.10. Hasil Uji t... ... 76

5.11. Koefisien Determinasi... ... 77

5.12. Hasil Uji F ... . 78

5.13. Hasil Uji t ... . 78

(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

3.1. Paradigma Penelitian ... 45

5.1. Pengujian Normalitas Data ... 72

5.2. Uji Heterokedastisitas ... 73

(13)

PENGARUH KEPEMIMPINAN, MOTIVASI, PENGAWASAN MELEKAT DAN PENDIDIKAN TERHADAP PRESTASI KERJA PEGAWAI DENGAN LOCUS OF CONTROL SEBAGAI VARIABEL MODERATING

DI KANTOR WILAYAH BADAN PERTANAHAN NASIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh kepemimpinan, motivasi, pengawasan melekat, dan pendidikan terhadap prestasi kerja pegawai dan mengetahui dan menganalisis pengaruh Locus of Control terhadap hubungan antara kepemimpinan, motivasi, pengawasan melekat, dan pendidikan dengan prestasi kerja pegawai di Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Sumatera Utara. Dari sudut metode penelitian, analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kausal. Penelitian ini menggunakan data primer yang diperoleh melalui penyebaran kuesioner yang diantar langsung kepada pegawai Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Sumatera Utara yang menjadi objek dan populasi penelitian sejumlah 105 orang menjadi sampel penelitian (responden) sebanyak 83 responden (rumus Slovin). Dari 83 kuesioner yang disebarkan, dikembalikan sebanyak 81 kuesioner dan yang dapat dievaluasi sebanyak 79 kuesioner. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linier berganda dan regresi bertingkat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara parsial kepemimpinan, motivasi, pengawasan melekat, dan pendidikan berpengaruh signifikan terhadap prestasi kerja. Secara simultan Kepemimpinan, Motivasi, Pengawasan Melekat, Pendidikan dan Locus of Control berpengaruh secara signifikan terhadap Prestasi kerja. Locus of control tidak dapat memoderasi hubungan antara Kepemimpinan, Motivasi, Pengawasan Melekat, dan Pendidikan dengan Prestasi Kerja.

Kata Kunci : Kepemimpinan, Motivasi, Pengawasan Melekat, Pendidikan, Prestasi Kerja dan Locus of Control

(14)

THE INFLUENCE OF LEADERSHIP, MOTIVATION, BUILT-IN CONTROL, AND EDUCATION WITH LOCUS OF CONTROL AS

MODERATING VARIABLE ON THE WORK ACHIEVEMENT OF THE EMPLOYEES OF THE REGIONAL OFFICE

BADAN PERTANAHAN NASIONAL, THE PROVINCE OF

SUMATERA UTARA

ABSTRACT

The purpose of this study was to find out and analyze the influence of leadership, motivation, built-in control, and education and the influence of Locus of Control on the relationship between leadership, motivation, built-in control, and education and the work achievement of the employees of the Regional Office of National Land Board, the Province of Sumatera Utara. From the point of research methods, analysis used in this study is the analysis of causal.The data for this study were the primary data obtained through the questionnaires directly distributed to the 83 respondents (selected through Slovin formula) of 105 employees of the Regional Office of National Land Board, the Province of Sumatera Utara. Of the 83 questionnaires distributed, 81 questionnaires were returned and only 79 questionnaires that could be evaluated. The data obtained were analyzed through multiple linear regression and stratified regression analysis techniques. The result of this study showed that, partially, leadership, motivation, built-in control, and education had a significant influence on work achievement. Simultaneously, leadership, motivation, built-in control, education and Locus of Control had a significant influence on work achievement. Locus of Control could not moderate the relationshiop between leadership, motivation, built-in control, and education and work achievement.

Keywrods: Leadership, Motivation, Built-in Control, Education, Work Achievement, Locus of Control

(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Prestasi kerja sangat penting bagi sebuah organisasi atau perusahaan dalam upaya mencapai tujuannya. Dalam konteks pengembangan sumber daya manusia prestasi kerja seorang karyawan dalam sebuah organisasi sangat dibutuhkan untuk mencapai prestasi kerja yang baik bagi karyawan itu sendiri dan juga untuk keberhasilan perusahaan. Prestasi kerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu di dalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama dan merupakan suatu fungsi dari motivasi dan kemampuan untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan. Kesediaan dan keterampilan seseorang tidaklah cukup efektif untuk mengerjakan sesuatu tanpa pemahaman yang jelas tentang apa yang akan dikerjakan dan bagaimana mengerjakan.

Prestasi kerja juga merupakan kualitas dan kuantitas dari suatu hasil kerja (output) individu maupun kelompok dalam suatu aktivitas tertentu yang diakibatkan oleh kemampuan alami atau kemampuan yang diperoleh dari proses belajar serta keinginan untuk berprestasi lebih baik. Prestasi kerja terbagi dua jenis yaitu: Prestasi kerja tugas merupakan peran pekerjaan yang digambarkan dalam bentuk kualitas dan kuantitas hasil dari pekerjaan tersebut. Prestasi kerja kontekstual memberikan sumbangan pada keefektipan organisasi dengan mendukung keadaan organisasional, sosial dan psikologis. (Mangkuprawira, 2007).

(16)

Penilaian prestasi kerja (performance appraisal) adalah proses melalui mana organisasi-organisasi mengevaluasi atau menilai prestasi kerja pegawai.

Kegiatan ini dapat memperbaiki keputusan-keputusan personalia dan memberikan umpan balik kepada para pegawai tentang pelaksanaan kerja mereka. Kegunaan- kegunaan penilaian prestasi kerja dapat dirinci antara lain, perbaikan prestasi kerja, penyesuaian-penyesuaian kompensasi, keputusan-keputusan penempatan, kebutuhan latihan dan pengembangan, perencanaan dan pengembangan karier, penyimpangan-penyimpangan proses staffing, ketidakakuratan informasional, kesalahan desain pekerjaan, kesempatan kerja yang adil dan tantangan-tantangan eksternal (Handoko, 2000).

Salah satu faktor yang mempengaruhi prestasi kerja adalah kualitas sumber daya manusia yang merupakan elemen organisasi yang sangat penting, karenanya harus dipastikan sumberdaya manusia ini harus dikelola sebaik mungkin agar mampu memberikan kontribusi secara optimal dalam upaya pencapaian tujuan organisasi yaitu Kantor Wilayah Badan Pertahanan Nasional.

Pengelolaan sumber daya manusia dapat berupa penempatan pegawai sesuai dengan latar belakan pendidikannya, kesempatan mendapatkan pelatihan dan pedidikan dan beasiswa pendidikan sesuai dengan bidangnya. Sebab bagaimanapun juga dalam sebuah organisasi untuk mencapai tujuan yang diharapkan, maka perilaku pegawai dituntut harus sesuai dengan aturan maupun batasan yang ada. Pendidikan formal pegawai juga memiliki peran penting dalam membentuk mental dan perilaku pegawai, penguasaan ilmu pengetahuan dan ketrampilan yang didapat dalam pendidikan formal akan berpengaruh pada sikap pegawai dalam melaksanakan pekerjaan, termasuk pegawai negeri sipil yang

(17)

senantiasa harus dapat mengembangkan dan meningkatkan pendidikan yang telah ia miliki. Setiap pegawai negeri sipil diberikan kesempatan yang seluas-luasnya untuk dapat menempuh pendidikan yang lebih tinggi. Dengan semakin meningkatnya pengetahuan dan ketrampilan pegawai melalui pendidikan formal, diharapkan dapat meningkatkan prestasi kerja pegawai yang bersangkutan.

Diantara faktor-faktor penentu prestasi kerja, gaya kepemimpinan dipandang sebagai salah satu prediktor penting. Kesuksesan organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran tergantung pada manajer dan gaya kepemimpinannya. Gaya Kepemimpinan merupakan suatu model kepemimpinan dimana pemimpin memiliki kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok demi pencapaian tujuan. Pimpinan sebagai atasan langsung yang bertanggung jawab atas pencapaian tujuan organisasi memiliki tugas yang sangat strategis dalam menyusun perencanaan, membuat strategi pelaksanaan. Pelaksanaan, serta melakukan pengawasan langsung terhadap pelaksanaan tugas.

Seperti diketahui bahwa karyawan adalah manusia biasa yang memiliki berbagai keinginan tertentu yang diharapkan akan dipenuhi oleh organisasi/instansi tempat mereka bekerja. Di lain pihak instansi/organisasi juga menginginkan pegawainya untuk melakukan jenis perilaku tertentu. Peranan pimpinan untuk memotivasi kerja pegawai menjadi kewajiban yang harus dilakukan oleh pimpinan inatansi/organisasi. Pegawai harus mampu menangkap berbagai dorongan yang diberikan oleh instansi/organisasi sehingga dapat memacu motivasi kerjanya disamping juga meningkatkan kemampuan kerjanya.

Robbins (2008) mendefinisikan motivasi sebagai proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan seorang individu untuk mencapai tujuannya.

Dengan adanya motivasi dalam bekerja, maka para pegawai diharapkan lebih

(18)

memiliki intensitas, arah dan ketekunan sehingga tujuan organisasi pun lebih mudah tercapai.

Disamping kepemimpinan dan motivasi, faktor yang lain yang mempengaruhi prestasi kerja pegawai adalah pengawasan melekat. Pengawasan pada hakikatnya melekat pada jabatan pemimpin sebagai pelaksana fungsi manajemen, di samping keharusan melaksanakan fungsi perencanaan dan fungsi pelaksanaan Pengawasan melekat adalah serangkaian kegiatan yang bersifat sebagai pengendalian yang terus menerus, dilakukan oleh atasan langsung terhadap bawahannya, baik secara preventif atau represif agar pelaksanaan tugas bawahan tersebut berjalan secara efektif dan efisien sesuai dengan rencana kegiatan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kebijakan ini tertuang dalam Instruksi Presiden Nomor 1 tahun 1989 yang menekankan tentang pentingnya pengawasan yang dilakukan oleh setiap pimpinan terhadap bawahannya dalam satuan unit kerja atau organisasi. Hal ini dilakukan untuk menekan hingga sekecil mungkin penyalahgunaan wewenang, penyimpangan, kebocoran serta pemborosan keuangan, mempercepat penyelesaian perizinan, dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan mempercepat pengurusan kepegawaian. Menurut Nawawi (2003) dengan melaksanakan pengawasan yang intensif diharapkan dapat dikurangi masalah korupsi, penyalahgunaan wewenang, penyimpangan, kebocoran, dan pemborosan keuangan dan kekayaan negara, pungutan liar dan berbagai bentuk penyelewengan lainnya yang merusak citra dan kewibawaan aparatur pemerintah. Diharapkan dengan pengawasan melekat yang dilaksanakan oleh para pejabat-pejabat/pimpinan, mereka dapat lebih waspada terhadap kritikan baik dari perusahaan/ unit kerja maupun dari masyarakat,

(19)

sehingga citra dan kewibawaan pejabat-pejabat pimpinan dapat terpelihara dengan baik.

Pendidikan adalah suatu indikator yang mencerminkan kemampuan seseorang untuk dapat menyelesaikan suatu pekerjaan (Hasibuan, 2005).

Pendidikan merupakan salah satu kegiatan sosial yang ikut dibentuk dan membentuk masa depan manusia dengan sendirinya sehingga pendidikan juga dapat berpengaruh terhadap kinerja pegawai. Sejak dini pendidikan harus sudah diberlakukan pada setiap individu agar menjadikan manusia berkualitas dan tidak menimbulkan dampak negatif pada dirinya sendiri atau orang lain. Pendidikan dapat menggambarkan suatu besarnya pengaruh sikap dan perilaku dalam perkembangan pribadi secara utuh dan partisipasinya dalam mengerjakan aktivitasnya. Seorang pegawai dituntut untuk memiliki perilaku sesuai dengan yang diharapkan, sehingga dapat melakukan komunikasi dengan baik dalam organisasi untuk mencapai standar kinerja yang ditetapkan, dan yang terakhir adalah ciri atau sifat yang dimiliki pegawai, dalam hal ini umumnya berlangsung secara bertahap seperti sopan, santun, ramah, penampilan yang rapi dan sebagainya. Kemudian juga para pegawai ini mempunyai peran yang sangat penting untuk melangsungkan kegiatan operasional perusahaan.

Disamping faktor-faktor di atas, analisis kinerja karyawan menurut Frucot dan Shearon dalam Abdullah (2006), diantaranya dapat dipengaruhi oleh faktor individual, antara lain berupa karakteristik psikologis yaitu Locus of Control.

Locus of Control merupakan keyakinan individu pegawai Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Sumatera Utara terhadap mampu tidaknya mengontrol diri sendiri. Pegawai yang memiliki keyakinan bahwa dirinya perlu melakukan pengendalian diri, dapat dikatakan pegawai tersebut memiliki internal

(20)

Locus of Control. Sementara pegawai yang memiliki keyakinan bahwa lingkunganlah yang mempunyai kontrol terhadap dirinya dalam kehidupannya sehingga individu pegawai tersebut termasuk External Locus of Control. Menurut Falikhatun dalam Ayudiati (2013) bahwa peningkatan kinerja pegawai dalam pekerjaan pada dasarnya akan dipengaruhi oleh kondisi – kondisi tertentu, yaitu kondisi yang berasal dari luar individu yang disebut dengan faktor situasional dan kondisi yang berasal dari dalam yang disebut dengan faktor individual. Faktor individu meliputi jenis kelamin, kesehatan, pengalaman, dan karakteristik psikologis yang terdiri dari motivasi, kepribadian, dan Locus of Control. Adapun faktor situasional meliputi kepemimpinan, prestasi kerja, hubungan sosial dan budaya organisasi. Pada penelitian ini ingin Locus of Control merupakan faktor yang dapat mempengaruhi prestasi kerja pegawai di lingkungan kantor wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Sumatera Utara. Sikap seorang pegawai terhadap pekerjaan yang ditekuninya, secara potensial juga dipengaruhi oleh bagaimana persepsi pegawai tersebut terhadap pekerjaannya. Locus of Control merupakan salah satu aspek karakteristik kepribadian yang dimiliki oleh setiap individu dan dapat dibedakan atas Locus of Control internal dan Locus of Control eksternal.

Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Sumatera Utara, merupakan instansi pemerintah yang mempunyai tugas pelayanan langsung terhadap masyarakat khususnya yang berkaitan dengan penertiban dan pensertifikatan tanah diharapkan dapat memberikan pelayanan terhadap masyarakat yang sebaik-baiknya. Dalam proses pelaksanaan kegiatan tersebut para pegawai diharapkan memberikan pelayanan yang terbaik sesuai dengan

(21)

standar pelayanan, namum ada beberapa faktor yang menyebabkan pelayanan yang diberikan tidak maksimal dikarenakan prestasi kerja pegawai masih rendah, hal ini terlihat dari seringnya karyawan meninggalkan pekerjaannya, sehingga pelaksanaan pekerjaan yang seharusnya dilakukan menjadi terkendala. Bahkan sering terdapat pekerjaan yang tertunda-tunda yang diakibatkan pegawai yang mengerjakan pekerjaan tersebut tidak berada di ruang kerjanya sendiri. Hal ini diduga karena kondisi kerja untuk melaksanakan pekerjaannya sehari-hari kurang mendukung, sehingga pegawai lebih senang berada di luar ruang kerjanya dan ada beberapa pegawai yang lebih senang berada di ruang kerja pegawai yang lainnya atau di luar unit kerjanya sendiri. Hal-hal tersebut di atas menyebabkan fungsi lembaga ini sebagai pelayanan sektor publik tidak berjalan dengan baik yang selanjutnya menyebabkan prestasi kerja pegawai yang terus menurun. Program kerja yang tidak terlaksana sesuai jadwal yang telah direncanakan, administrasi umum di bagian sub administrasi umum yang tidak selesai tepat waktu, kehadiran pegawai dikantor tidak tepat waktu dan lain sebagainya. Hal – hal tersebut menyebakan banyaknya keluhan dari masyarakat pengguna jasa intansi ini.

Berdasarkan uraian di atas penulis ingin meneliti sejauh mana pengaruh Kepemimpinan, Motivasi, Pengawasan Melekat, dan Pendidikan terhadap Prestasi Kerja Pegawai dengan Locus of Control sebagai variabel moderating di Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Sumatera Utara.

1.2. Perumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah kepemimpinan, motivasi, pengawasan melekat, dan pendidikan berpengaruh terhadap prestasi kerja pegawai di Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Sumatera Utara?

(22)

2. Apakah Locus of Control dapat memoderasi hubungan antara kepemimpinan, motivasi, pengawasan melekat, dan pendidikan dengan prestasi kerja pegawai di Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Sumatera Utara?

1.3. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah, maka penelitian ini bertujuan :

1. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh kepemimpinan, motivasi, pengawasan melekat, dan pendidikan terhadap prestasi kerja pegawai di Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Sumatera Utara.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis efek moderasi Locus of Control terhadap hubungan antara kepemimpinan, motivasi, pengawasan melekat, dan pendidikan dengan prestasi kerja pegawai di Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Sumatera Utara.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan sebagai sumbangan pikiran dan manfaat yang berarti, yaitu:

1. Bagi peneliti dapat menambah wawasan dan pengetahuan peneliti tentang prestasi organisasi sektor publik.

2. Bagi organisasi sektor publik, khususnya pendidikan tinggi yang terkait diharapkan sebagai masukan dalam penerapan manajemen berbasis prestasi kerja, sehingga dapat meningkatkan prestasi kerja organisasinya.

3. Bagi akademisi dan peneliti selanjutnya, diharapkan dapat memberikan referensi bagi peneliti selanjutnya pada khususnya dan bidang ilmu akuntansi sektor publik pada umumnya.

(23)

1.5. Originalitas

Penelitian ini merupakan replikasi atas penelitian yang dilakukan oleh Elisabeth (2005) dalam penelitiannya berjudul Analisis Pengaruh Kepemimpinan, Motivasi, Pengawasan Melekat dan Pendidikan terhadap Prestasi Kerja Pegawai di Badan Informasi dan Komunikasi Kota Surakarta dan Wulandari (2009) dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Kinerja Karyawan Dengan Locus of Control Sebagai Variabel Moderator (Survey Pada Bappeda Pemkot Tegal).

Peneliti mau meneliti apakah teori yang diteliti oleh Elisabeth (2005) dan Wulandari (2009) berlaku juga di Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Sumatera Utara. Persamaan dan perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada :

1. Penggunaan variabel moderating Locus of Control untuk meperkuat atau memperlemah hubungan antara kepemimpinan, motivasi, pengawasan melekat, dan pendidikan dengan prestasi kerja pegawai.

2. Lokasi penelitian pada Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Sumatera Utara.

(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

Bab ini akan menjelaskan tinjauan teori baik itu definisi, konsep atau hasil penelitian ilmiah yang berkaitan dengan prestasi kerja, serta menentukan teori yang digunakan dalam menjelaskan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi prestasi kerja

2.1.1.Prestasi Kerja

Dalam melaksanakan kerjanya, pegawai menghasilkan sesuatu yang disebut dengan prestasi kerja. Prestasi kerja merupakan hasil kerja seseorang pegawai selama periode tertentu dibandingkan dengan berbagai kemungkinan misalnya standard, target/sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan disepakati bersama. Mangkunegara (2000) menyatakan : “Prestasi kerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.” Hasibuan (2005) menyatakan : “Prestasi kerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan serta waktu.” Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa prestasi kerja pegawai merupakan hasil yang dicapai karyawan dalam pelaksanaan suatu pekerjaan yang diberikan kepadanya baik secara kuantitas maupun kualitas melalui prosedur yang berfokus pada tujuan yang hendak dicapai serta dengan terpenuhinya standard pelaksanaan. Untuk

(25)

mencapai prestasi kerja yang baik, unsur yang paling dominan adalah sumber daya manusia. Walaupun perencanaan telah tersusun dengan baik dan rapi tetapi apabila orang atau personil yang melaksanakan rencana/program tersebut tidak berkualitas dan tidak memiliki semangat kerja yang tinggi, maka perencanaan yang telah disusun tersebut akan sia-sia.

Prestasi kerja merupakan suatu prestasi atau tingkat keberhasilan yang dicapai oleh individu atau suatu organisasi dalam melaksanakan pekerjaan pada suatu periode tertentu. Menurut Stoner (2006) prestasi kerja (performance) merupakan kuantitas dan kualitas pekerjaan yang diselesaikan oleh individu, kelompok atau organisasi. Prestasi kerja merupakan hasil yang dicapai oleh suatu fungsi kerja atau aktivitas selama periode tertentu yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam upaya mencapai tujuan organisasi yang bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral dan etika.

Prestasi kerja yang dicapai karyawan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam menjamin kelangsungan hidup organisasi. Dalam mencapai prestasi kerja yang tinggi beberapa faktor yang mempengaruhi menjadi pemicu apakah prestasi kerja karyawan tinggi atau rendah. Faktor yang mempengaruhi pencapaian prestasi kerja yang baik menurut Mangkunegara (2000) menyatakan faktor yang mempengaruhi pencapaian prestasi kerja yang baik adalah :

1. Faktor Motivasi 2. Faktor Kemampuan

Berikut ini penjelasan kedua faktor tersebut:

(26)

1. Faktor Motivasi

Motivasi merupakan faktor yang sangat menentukan, karena motivasi itu membentuk akan sikap (attitude) seorang karyawan dalam menghadapi situasi kerja. Motivasi merupakan kondisi yang dapat menggerakkan diri karyawan yang terarah kepada pencapaian tujuan organisasi.

2. Faktor Kemampuan

Secara psikologis, kemampuan (ability) karyawan terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (Knowledge+ skill). Artinya, karyawan yang memiliki IQ di atas rata-rata (IQ 110-120) dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari- hari, maka ia akan lebih mudah mencapai prestasi kerja yang diharapkan.

Oleh sebab itu karyawan perlu ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya.

Mathis dan Jackson (2002) menyatakan bahwa banyak faktor yang dapat mempengaruhi prestasi kerja dari individu tenaga kerja yang meliputi, kemampuan mereka, motivasi, dukungan yang diterima, keberadaan pekerjaan yang mereka lakukan, dan hubungan mereka dengan organisasi. Pada banyak organisasi, prestasi kerjanya lebih bergantung pada prestasi kerja dari individu tenaga kerja. Begitu pula Anoraga (2004) menyatakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi prestasi kerja karyawan terdiri dari: motivasi, pendidikan, disiplin kerja, keterampilan, sikap etika kerja, gizi dan kesehatan, tingkat penghasilan, lingkungan dan sistem kerja, teknologi, sarana produksi, jaminan sosial, manajemen dan kesempatan berprestasi. Selanjutnya Stern dalam Mangkunegara (2006) menyatakan bahwa faktor-faktor penentu prestasi kerja individu adalah:

(27)

1. Faktor individu

2. Faktor lingkungan kerja organisasi

Berikut ini penjelasan kedua faktor tersebut:

1. Faktor Individu

Secara psikologis, individu yang normal memiliki integritas yang tinggi antara fungsi psikis (rohani) dan fisiknya (jasmaniah). Dengan adanya integritas yang tinggi antara fungsi psikis dan fisik, maka inidividu tersebut memiliki konsentrasi diri yang baik. Konsentrasi yang baik ini merupakan modal utama individu manusia untuk mampu mengelola dan mendayagunakan potensi dirinya secara optimal dalam melaksanakan kegiatan atau aktivitas kerja sehari-hari dalam mencapai tujuan organisasi. Dengan kata lain, tanpa adanya konsentrasi yang baik dari individu dalam bekerja, maka mimpi pimpinan mengharapkan mereka dapat bekerja produktif dalam mencapai tujuan organisasi. Konsentrasi individu dalam bekerja sangat dipengaruhi oleh kemampuan potensi, yaitu kecerdasan pikiran/Intelegensi Quotiont (IQ) dan kecerdasan emosi/Emotional Quotiont (EQ).

2. Faktor Lingkungan Organisasi

Faktor lingkungan kerja organisasi sangat menunjang bagi individu dalam mencapai prestasi kerja. Faktor lingkungan organisasi yang dimaksud antara lain uraian jabatan yang jelas, autoritas yang memadai, target kerja yang menantang, pola komunikasi kerja efektif, hubungan kerja harmonis, iklim kerja respek dan dinamis, peluang berkarir dan fasilitas kerja yang relatif memadai.Sekalipun, jika faktor lingkungan organisasi kurang mendukung, maka bagi individu yang memiliki tingkat kecerdasan pikiran memadai

(28)

dengan kecerdasan emosi baik, sebenaranya ia tetap dapat berprestasi dalam bekerja. Hal ini bagi individu tersebut, lingkungan organisasi itu dapat diubah dan bahkan dapat diciptakan oleh dirinya serta merupakan pemacu (pemotivator), tantangan bagi dirinya dalam berprestasi di organisasinya.

Menurut Timple (1992) faktor-faktor prestasi kerja terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal (disposisional) yaitu faktor yang dihubungkan dengan sifat-sifat seseorang misalnya, prestasi kerja seseorang baik disebabkan karena mempunyai kemampuan tinggi dan seseorang itu tipe pekerja keras, sedangkan seseorang mempunyai prestasi kerja jelek disebabkan orang tersebut mempunyai kemampuan rendah dan orang tersebut tidak memiliki upaya-upaya untuk memperbaiki kemampuannya (Mangkunegara, 2006).

Faktor eksternal, yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi kerja seseorang yang berasal dari lingkungan, seperti perilaku, sikap dan tindakan- tindakan rekan kerja, bawahan atau pimpinan, fasilitas kerja dan iklim organisasi.

Faktor internal dan faktor eksternal ini merupakan jenis-jenis atribusi yang mempengaruhi prestasi kerja seseorang. Jenis atribusi yang dibuat seorang pimpinan tentang prestasi kerja seorang bawahan mempengaruhi sikap dan perilaku terhadap bawahan tersebut. Misalnya, seorang pimpinan yang mempermasalahkan prestasi kerja buruk seseorang bawahan karena kekurangan ikhtiar mungkin diharapkan mengambil tindakan hukum, sebaliknya pimpinan yang tidak menghubungkan dengan prestasi kerja buruk dengan kekurangan kemampuan/ keterampilan, pimpinan akan merekomendasikan suatu program pelatihan di dalam ataupun luar perusahaan. Oleh karena itu, jenis atribusi yang dibuat oleh seorang pimpinan dapat menimbulkan akibat-akibat serius dalam cara

(29)

bawahan tersebut diperlakukan. Cara-cara seorang karyawan menjelaskan prestasi kerjanya sendiri juga mempunyai implikasi penting dalam bagaimana dia berperilaku dan berbuat di tempat kerja (Mangkunegara, 2006).

Untuk mengetahui tinggi-rendahnya prestasi kerja, perlu dilakukan penilaian prestasi kerja. Handoko (2000) menyatakan bahwa:

“Penilaian prestasi kerja (performance appraisal) adalah proses melalui mana organisasi-organisasi mengevaluasi atau menilai prestasi kerja karyawan. Kegiatan ini dapat memperbaiki keputusan-keputusan personalia dan memberikan umpan balik kepada para karyawan tentang pelaksanaan kerja mereka.”

Menurut Hasibuan (2005) : “Penilaian prestasi kerja adalah menilai hasil kerja nyata dengan standar kualitas maupun kuantitas yang dihasilkan setiap karyawan.”

Berdasarkan pendapat di atas, penilaian prestasi kerja adalah suatu proses penilaian prestasi kerja karyawan yang dilakukan pemimpin perusahaan secara sistematik berdasarkan pekerjaan yang ditugaskan kepadanya. Masalah penilaian prestasi kerja merupakan suatu hal yang sangat penting, karena penilaian prestasi kerja mempunyai banyak manfaat, baik bagi karyawan maupun perusahaan.

Penilaian prestasi kerja sangat perlu diperhatikan karyawan untuk pengembangan karier karyawan tersebut lebih lanjut.

(30)

Mathis dan Jakson (2002) menyatakan bahwa:

”Prestasi kerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan. Prestasi kerja karyawan adalah yang mempengaruhi seberapa banyak mereka membei kontribusi kepada organisasi yang antara lain termasuk: (1) kuantitas output, (2) kualitas output, (3) jangka waktu output, (4) kehadiran di tempat kerja, dan (5) sikap kooperatif.”

Bernardin dan Russel (2003) menyebutkan adanya enam kriteria untuk mengukur prestasi kerja seorang karyawan, yaitu:

1) Quality, sejauh mana kemampuan menghasilkan sesuai dengan kualitas standar yang ditetapkan perusahaan.

2) Quantity, sejauh mana kemampuan menghasilkan sesuai dengan jumlah standar yang ditetapkan perusahaan.

3) Timeliness, tingkat sejauh mana suatu kegiatan diselesaikan pada waktu yang dikehendaki dengan memperhatikan koodinasi out put lain serta waktu yang tersedia untuk kegiatan lain.

4) Cost of effectiveness, sejauh mana tingkat penerapan sumberdaya manusia, keuangan, teknologi, dan material yang mampu dioptimalkan.

5) Need of supervision, sejauh mana tingkatan seorang karyawan untuk bekerja dengan teliti tanpa adanya pengawasan yang ketat dari supervisor.

6) Interpersonal input, sejauh mana tingkatan seorang karyawan dalam pemeliharaan harga diri, nama baik dan kerjasama, diantara rekan kerja dan bawahan.

Menurut Mangkunegara (2000) unsur-unsur yang dinilai dari prestasi kerja adalah kualitas kerja, kuantitas kerja, keandalan dan sikap. Kualitas kerja terdiri dari ketepatan, ketelitian, keterampilan, kebersihan. Kuantitas kerja terdiri dari output dan penyelesaian kerja dengan ekstra. Keandalan terdiri dari mengikuti instruksi, inisiatif, kehati-hatian, kerajinan. Sedangkan sikap terdiri dari sikap terhadap perusahaan, karyawan lain dan pekerjaan serta kerjasama.

Keseluruhan unsur/komponen penilaian prestasi kerja di atas harus ada dalam pelaksanaan penilaian agar hasil penilaian dapat mencerminkan prestasi kerja dari para karyawan. Agar tercapainya tujuan perusahaan, maka diharapkan

(31)

terjadinya hubungan yang harmonis pada pihak atasan dan bawahan. Dengan adanya penilaian prestasi kerja karyawan dan pimpinan akan melakukan tugasnya seperti dalam hal berjalannya promosi jabatan terhadap karyawan, begitu pula sebaliknya. Tujuan penilaian prestasi kerja karyawan menurut Hasibuan (2005), sebagai berikut :

1) Sebagai dasar pengambilan keputusan yang digunakan untuk promosi, demosi, pemberhentian dan penempatan besarnya balas jasa.

2) Untuk mengukur prestasi kerja yaitu sejauh mana karyawan bisa sukses dalam pekerjaannya.

3) Sebagai dasar untuk mengevaluasi efektivitas seluruh kegiatan dari dalam pekerjaannya.

4) Sebagai dasar untuk mengevaluasi program latihan dan keefektifan jadwal kerja dan peralatan kerja, struktur organisasi, gaya pengawasan, kondisi kerja dan peralatan kerja.

5) Sebagai indikator untuk menentukan kebutuhan akan latihan bagi karyawan yang berada didalam organisasi.

6) Sebagai alat untuk mendapatkan motivasi kerja karyawan sehingga dicapai tujuan untuk mendapatkan performance kerja yang baik.

7) Sebagai alat untuk bisa melihat kekurangan atau kelemahan dan kelebihan dimasa lampau dan meningkatkan kemampuan karyawan selanjutnya.

8) Sebagai kriteria didalam menentukan seleksi dan penempatan karyawan.

9) Sebagai alat memperbaiki atau mengembangkan kecakapan karyawan.

10) Sebagai dasar untuk memperbaiki dan mengembangkan uraian pekerjaan.

Sedangkan menurut Sastrohadiwirjo (2002) selain dapat digunakan sebagai standar penerimaan dan penentuan kompensasi serta administrasi bagi tenaga kerja, penilaian prestasi kerja dilakukan dengan tujuan sebagai berikut :

1) Sumber data untuk perencanaan ketenaga kerjaan dan kegiatan pengembangan jangka panjang bagi perusahaan yang bersangkutan.

2) Nasihat yang perlu disampaikan kepada para tenaga kerja dalam perusahaan.

3) Alat untuk memberikan umpan balik yang mendorong kearah kemajuan dan kemungkinan memperbaiki/meningkatkan kualitas kerja bagi para tenaga kerja.

(32)

4) Salah satu cara untuk menetapkan prestasi kerja yang dihadapkan dari seorang pemegang tugas dan pekerjaan.

5) Landasan/bahan informasi dalam pengambilan keputusan pada bidang ketenagakerjaan baik promosi, mutasi maupun kegiatan ketenagakerjaan lainnya.

Dari beberapa kutipan di atas dapat peneliti simpulkan bahwa ujuan penilaian prestasi kerja adalah untuk memperbaiki atau meningkatkan prestasi organisasi melalui peningkatan prestasi sumber daya manusia organisasi.

2.1.2 Kepemimpinan

Masalah kepemimpinan merupakan hal yang sangat luas, menyangkut bidang yang sangat luas dan memainkan peran yang sangat penting dalam bidang pemasaran, pendidikan, industri, organisasi sosial bahkan dalam kehidupan sehari- hari. Dalam setiap masyarakat timbul dua kelompok yang berbeda peranan sosialnya, yaitu yang memimpin sebagai golongan kecil yang terpilih dan kelompok yang dipimpin adalah orang kebanyakan. Tanpa adanya seorang pemimpin maka tujuan organisasi yang dibuat tidak akan ada artinya karena tidak ada orang yang bertindak sebagai penyatu terhadap berbagai kepentingan yang ada.

Jika melihat perkembangan berbagai teori mengenai kepemimpinan yang ada, maka timbul suatu kesadaran bahwa perkembangan teori kepemimpinan telah berkembang sedemikian pesat sejalan dengan perkembangan kehidupan yang ada.

Kepemimpinan tidak lagi dipandang sebagai penunjuk jalan namun sebagai partner yang bersama-sama dengan anggota lain berusaha mencapai tujuan.

Kepemimpinan adalah merupakan kemampuan mempengaruhi orang lain agar mau melaksanakan sesuatu pekerjaan sesuai dengan keinginannya. Dengan

(33)

kata lain, kepemimpinan adalah kemampuan memerintah dan mempengaruhi orang lain untuk melaksanakan sesuatu pekerjaan agar tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai. Seorang pemimpin harus dapat merubah keinginan seseorang untuk melaksanakan sesuatu hal dan menunjukkan arah yang harus ditempuh dan membina anggota-anggota kelompok ke arah penyelesaian hasil pekerjaan kelompok tersebut.

Selanjutnya Hasibuan (2005) menyatakan: “Kepemimpinan adalah cara seorang mempengaruhi perilaku bawahan, agar mau bekerjasama dan bekerja secara produktif untuk mencapai tujuan organisasi.” Gibson et.al (1999) menyatakan: “Kepemimpinan adalah suatu usaha mempengaruhi orang antar perseorangan (interpersonal) lewat proses komunikasi, untuk mencapai sesuatu atau berberapa tujuan.” Anoraga (2004) menyatakan : “Kepemimpinan adalah kemampuan mempengaruhi aktivitas orang lain melalui komunikasi, baik individual maupun kelompok ke arah pencapaian tujuan.” Sedangkan Winardi (2000) menyatakan: “Kepemimpinan merupakan suatu kemampuan yang melekat pada diri seorang yang memimpin yang tergantung dari macam-macam faktor baik faktor-faktor intern maupun faktor-faktor ekstern.”

Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan merupakan suatu proses mempengaruhi dan mengarahkan perilaku orang lain, baik individu maupun kelompok untuk mencapai tujuan tertentu.

Dalam kepemimpinan terdapat unsur-unsur seperti pimpinan, kelompok yang dipimpin, sasaran, aktivitas, interaksi dan kekuatan.

Gaya kepemimpinan (leadership style) seorang pemimpin akan sangat berpengaruh terhadap prestasi kerja karyawan dan pencapaian tujuan perusahaan.

(34)

Pemilihan gaya kepemimpinan yang benar dan tepat dapat mengarahkan pencapaian tujuan perseorangan maupun organisasi dan perusahaan. Dengan gaya kepemimpinan yang tidak sesuai dapat mengakibatkan pencapaian tujuan perusahaan akan terabaikan dan pengarahan terhadap karyawan akan menjadi tidak jelas, dimana hal ini dapat mengakibatkan ketidakpuasan pada anggota atau karyawan.

Ghizeli dalam Handoko (2003) dalam penelitian ilmiahnya menunjukkan sifat-sifat tertentu yang tampaknya penting untuk kepemimpinan efektif adalah : kemampuan dalam kedudukannya sebagai pengawas, kebutuhan akan prestasi, kecerdasan, ketegasan, kepercayaan diri, dan inisiatif.”

Menurut Siagian (2002) gaya-gaya kepemimpinan digolongkan kedalam lima (5) tipe yaitu; otokratis, militeristis, paternalistis, karismatis, dan demokratis.

1. Tipe pemimpin yang otokratik

Seorang pemimpin yang otokratik ialah seorang pemimpin yang:

a. Menganggap organisasi sebagai milik pribadi

b. Mengidentikan tujuan pribadi dengan tujuan organisasi c. Menganggap bahwa sebagai alat semata-mata

d. Tidak mau menerima kritik, saran dan pendapat e. Terlalu tergantung pada kekuasaan formalnya

f. Dalam tindaknya penggeraknya sering mempergunakan approach yang mengandung unsur paksaan dan puntif (bersifat menghukum).

2. Tipe pemimpin yang militeristik

Perlu diperhatikan terlebih dahulu bahwa yang dimaksud seorang pemimpin tipe militeristik berbeda dengan seorang pemimpin modern. Seorang

(35)

pemimpin yang bertipe militeristik ialah seorang pemimpin yang memiliki sifat-sifat:

a. Dalam menggerakan bawahannya sistem perintah yang sering dipergunakan.

b. Dalam menggerakan bawahannya senang bergantung pada pangkat dan jabatan.

c. Senang kepada formalitas yang berlebih-lebihan

d. Menuntut disiplin yang tinggi dan kaku dari bawahannya 3. Tipe pemimpin yang paternalistik

a. Menganggap bahwa sebagai manusia yang tidak dewasa b. Bersikap terlalu melindungi

c. Jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil keputusan.

d. Jarang memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengambil inisiatif.

e. Jarang memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengembangkan daya kreasi dan fantasi

f. Sering bersikap mau tahu

(36)

4. Tipe pemimpin yang kharismatik

Harus diakui bahwa untuk keadaan tentang seorang pemimpin yang demikian sangat diperlukan, akan tetapi sifatnya yang negatif mengalahkan sifatnya yang positif.

5. Tipe pemimpin yang demokratik

Pengetahuan tentang kepemimpinan telah membuktikan bahwa tipe pemimpin yang demokratislah yang paling tepat untuk organisasi modern karena:

a. Ia senang menerima saran, pendapat dan bahkan kritikan dari bawahan.

b. Selalu berusaha mengutamakan kerjasama teamwork dalam usaha mencapai tujuan.

c. Selalu berusaha menjadikan lebih sukses dari padanya.

d. Selalu berusaha mengembangkan kapasitas diri pribadinya sebagai pemimpin.

Sedangkan Hasibuan (2005) menyatakan gaya kepemimpinan terdiri dari kepemimpinan otoriter, kepemimpinan partisipatif dan kepemimpinan delegatif.

Kepemimpinan otoriter adalah jika kekuasaan (wewenang) sebagian besar mutlak tetap berada pada pimpinan atau kalau pimpinan itu menganut siatem sentralisasi wewenang. Pengambilan keputusan dan kebijaksanaan– kebijaksanaan hanya ditetapkan sendiri oleh pemimpin, bawahan tidak diikutsertakan untuk memberikan saran-saran, ide-ide dan pertimbangan dalam proses pengambilan keputusan.

Kepemimpinan partisipatif ialah bila seorang pemimpin dalam melaksanakan kepemimpinannya dilakukan dengan cara persuasif, menciptakan

(37)

kerja sama yang serasi, menumbuhkan loyalitas dan partisipasi para bawahannya.

Pemimpin memotivasi para bawahan, agar merasa ikut memiliki perusahaan..

Kepemimpinan delegatif, bila seorang pemimpin mendelegasikan wewenang kepada bawahan dengan lengkap, sehingga bawahan tersebut dapat mengambil keputusan dan kebijaksanaan-kebijaksanaan dengan bebas atau leluasa dalam melaksanaan pekerjaannya, Pemimpin tidak peduli cara bawahan mengambil keputusan, dan mengerjakan pekerjaannya, sepenuhnya diserahkan kepada bawahan itu. Pada prinsipnya pemimpin bersikap, menyerahkan dan menyatakan kepada bawahan, “Inilah pekerjaan yang harus saudara kerjakan, saya tidak peduli, terserah saudara bagaimana mengerjakannya asal pekerjaan tersebut bisa diselesaikan dengan baik.

Dengan bermacam-macam bentuk gaya kepemimpinan dalam mencapai tujuan perusahaan, cukup wajar bila dianggap bahwa seseorang mempunyai cukup kemampuan untuk mempengaruhi orang lain dalam usaha mencapai tujuan dan mempunyai interaksi antara personal yang baik dan memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan situasi atau keadaan, meskipun tidak ada sifat yang mutlak yang dapat didefinisikan.

Menurut Hasibuan (2001), bahwa gaya kepemimpinan pada hakikatnya bertujuan untuk mendorong gairah kerja, kepuasan kerja, dan produktivitas kerja karyawan yang tinggi, agar dapat mencapai tujuan organisasi yang maksimal.

Dengan mendasarkan pada pengertian di atas maka dapat dikatakan bahwa pemimpin yang efektif ditentukan oleh kemampuannya membaca situasi yang dihadapi dan menyesuaikan gaya kepemimpinannya dengan menggunakan ciri- ciri kepemimpinan sedemikian rupa agar sesuai dan mampu memenuhi tuntutan situasi yang dihadapi, sehingga para pegawai mampu dimotivasi dengan baik, dan

(38)

mampu melaksanakan program kerja yang telah ditetapkan. Pada umumnya bila seseorang akan melakukan sesuatu jelas ada tujuan tertentu yang hendak dicapainya. Demikian juga halnya dengan perusahaan, tujuan yang hendak dicapai salah satunya adalah prestasi kerja yang optimal.

2.1.3 Motivasi

Untuk memberikan dorongan dan menggerakkan orang-orang agar mereka bersedia bekerja semaksimal mungkin, perlu diusahakan adanya komunikasi dan peran serta dari semua pihak yang bersangkutan. Motivasi menunjukkan agar manejer mengetahui bagaimana memberikan informasi yang tepat kepada bawahannya agar mereka menyediakan waktunya guna melakukan usaha yang diperlukan untuk memperoleh saran-saran dan rekomendasi- rekomendasi mengenai masalah yang dihadapi. Untuk itu diperlukan keahlian manajer untuk memberikan motivasi kepada bawahannya agar bisa bekerja sesuai dengan pengarahan yang diberikan.

Manullang (2004) menyatakan bahwa, motivasi adalah memberikan daya perangsang kepada karyawan yang bersangkutan agar karyawan tersebut bekerja dengan segala daya dan upayanya. Menurut McCormick dalam Mangkunegara (2000), motivasi kerja adalah kondisi yang berpengaruh membangkitkan, mengarahkan dan memelihara perilaku yang berhubungan dengan lingkungan kerja. Sedangkan Nawawi (2003) menyatakan bahwa: motivasi adalah suatu kondisi yang mendorong atau menjadi sebab seseorang melakukan suatu perbuatan/kegiatan yang berlangsung secara sadar.

(39)

Dari definisi di atas tersebut dapat dijelaskan bahwa pimpinan harus mengetahui apa dan bagaimana yang harus dipenuhi (pemuas kebutuhan karyawan) sehingga dapat menjadi daya pendorong bagi karyawan untuk berperilaku ke arah tercapainya tujuan perusahaan.

Dalam menyelaraskan hubungan antara pimpinan dengan bawahan dalam suatu perusahaan perlu dipertimbangkan rasa ketentraman dan ketenangan yang mendasar. Dengan adanya rasa tentram dan tenang ini, maka setiap karyawan akan dapat mewujudkan hubungan kerja sama yang harmonis yang selanjutnya akan mempengaruhi hasil kerja mereka. Dalam hal pemberian motivasi ini pimpinan harus mampu melihat situasi serta suasana kerja para karyawan pada saat bekerja, hal ini berguna untuk memberikan motivasi pada saat kapan para karyawan diberikan motivasi, baik itu motivasi positif maupun negatif. Menurut Hasibuan (2005) secara garis besarnya motivasi terdiri dari:

1) Motivasi positif (incentive positif), maksudnya manajer memotivasi (merangsang) bawahan dengan memberikan hadiah kepada mereka yang berprestasi. Dengan motivasi positif, semangat kerja bawahan akan meningkatkan karena umumnya manusia senang yang baik- baik saja.

2) Motivasi negatif (incentive negatif), maksudnya manajer memotivasi bawahan dengan memberi hukuman kepada mereka yang pekerjaannya kurang baik, dengan motivasi negatif ini semangat bekerja bawahan dalam jangka waktu pendek akan meningkat karena takut dihukum, tetapi untuk jangka waktu panjang dapat berakibat kurang baik.

Dalam prakteknya kedua jenis motivasi di atas sering digunakan oleh suatu perusahaan, Insentif (positif/negatif) harus sesuai dengan perjanjian, penggunaan harus tepat dan seimbang agar dapat meningkatkan semangat kerja serta dapat meraih prestasi kerja yang diinginkan. Yang menjadi masalah ialah kapan motivasi positif atau motivasi negatif dapat efektif untuk jangka panjang

(40)

sedangkan motivasi negatif sangat efektif untuk jangka pendek. Akan tetapi pimpinan harus konsisten dan adil dalam menerapkannya.

Teori-teori motivasi yang akan dikemukakan berikut ini merupakan hal penting, karena teori motivasi ini dapat memudahkan bagi manajemen perusahaan untuk dapat menggerakan, mendorong dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepada para karyawan. Berikut ini beberapa teori motivasi yang dikemukakan oleh beberapa ahli, diantaranya adalah sebagai berikut:

1). Teori Motivasi Klasik.

Teori motivasi Frederick Winslow Taylor dinamakan teori motivasi klasik, Taylor memandang bahwa memotivasi para karyawan hanya dari sudut pemenuhan kebutuhan biologis saja. Kebutuhan biologis tersebut dipenuhi melalui gaji atau upah yang diberikan, baik uang ataupun barang, sebagai imbalan dari prestasi yang telah diberikannya. Frederick Winslow dalam Hasibuan (2005) menyatakan bahwa : “Konsep dasar teori ini adalah orang akan bekerja bilamana ia mendapat imbalan materi yang mempunyai kaitan dengan tugas-tugasnya, manajer menentukan bagaimana tugas dikerjakan dengan menggunakan sistem intensif untuk memotivasi para pekerja, semakin banyak mereka berproduksi semakin besar penghasilan mereka. Dengan teori ini, maka pimpinan perusahaan dituntut untuk dapat menentukan bagaimana tugas dikerjakan dengan sistem intensif untuk memotivasi para karyawannya, semakin banyak karyawan berproduksi, maka semakin besar penghasilan mereka. Pimpinan perusahaan mengetahui bahwa kemampuan karyawan tidak sepenuhnya dikerahkan untuk melaksanakan pekerjaannya. Dengan demikian karyawan hanya dapat dimotivasi dengan memberikan imbalan materi dan jika

(41)

balas jasanya ditingkatkan maka dengan sendirinya gairah bekerjanya meningkat. Dengan demikian teori ini beranggapan bahwa jika gaji karyawan ditingkatkan maka dengan sendirinya ia akan lebih bergairah bekerja sehingga prestasi kerja pegawai dapat ditingkatkan.

2). Teori Motivasi Abraham Maslow

Abraham Maslow mengemukakan teori motivasi yang dinamakan Maslow’s Needs Hierarchy Theory/A Theory of Human Motivation atau teori Motivasi Hierarki kebutuhan Maslow. Teori Motivasi Abraham Maslow mengemukakan bahwa teori hierarki kebutuhan mengikuti teori jamak, yakni seseorang berprilaku dan bekerja, karena adanya dorongan untuk memenuhi berbagai macam kebutuhan. Maslow berpendapat, kebutuhan yang diinginkan seseorang itu berjenjang artinya, jika kebutuhan yang pertama telah terpenuhi, kebutuhan tingkat kedua telah terpenuhi, muncul kebutuhan tingkat ketiga dan seterusnya sampai tingkat kebutuhan kelima.

Jenjang/hierarki kebutuhan menurut Abraham Maslow dalam Hasibuan (2005), yakni :

a) Physiological needs (kebutuhan fisik dan biologis)

Kebutuhan untuk mempertahankan hidup, yang termasuk dalam kebutuhan ini adalah kebutuhan akan makan, minum, dan sebagainya. Keinginan untuk memenuhi kebutuhan fisik ini merangsang seseorang berprilaku dan bekerja dengan giat.

b). Safety and security needs (kebutuhan keselamatan dan keamanan).

Kebutuhan tingkat kedua menurut Maslow adalah kebutuhan keselamatan.

Kebutuhan ini mengarah kepada dua bentuk.

(42)

c). Affiliation or Acceptance Needs (kebutuhan social)

Kebutuhan Sosial dibutuhkan karena merupakan alat untuk berinteraksi social, serta diterima dalam pergaulan kelompok pekerja dan masyarakat lingkungannya. Pada dasarnya manusia normal tidak akan mau hidup menyendiri seorang diri di tempat terpencil, ia selalu membutuhkan hidup berkelompok.

d). Esteem or status needs (kebutuhan akan penghargaan adalah kebutuhan akan penghargaan dari karyawan dan masyarakat lingkungannya. Idealnya prestise timbul karena adanya prestasi, tetapi tidak selamanya demikian.

Akan tetapi perlu juga diperhatikan oleh pimpinan bahwa semakin tinggi kedudukan seseorang dalam masyarakat atau posisi seseorang dalam suatu organisasi, semakin tinggi pula prestisenya. Prestasi dan status dimanifestasikan oleh banyak hal yang digunakan sebagai simbol status itu.

e). Self Actualization (aktualisasi diri )

Kebutuhan aktualisasi adalah kebutuhan akan aktualisasi diri dengan menggunakan kemampuan, keterampilan, dan potensi optimal untuk mencapai prestasi kerja yang sangat memuaskan/luar biasa. Kebutuhan ini merupakan realisasi lengkap potensi seseorang secara penuh. Keinginan seseorang untuk mencapai kebutuhan sepenuhnya dapat berbeda satu dengan yang lainnya. Pemenuhan kebutuhan ini dapat dilakukan oleh para pimpinan perusahaan yang menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan.

Teori di atas menguatkan bahwa prestasi kerja dipengaruhi oleh beberapa faktor motivasi, jika prestasi pegawai baik ia akan termotivasi untuk bekerja lebih

(43)

baik lagi untuk mencapai tujuan yang diinginkan oleh pegawai tersebut. Bilamana seorang karyawan mempunyai gaji dan keamanan kerja yang dapat memenuhi kebutuhan fisiologis dan rasa amannya, maka hal itu tidak lagi akan memberikan motivasi.

3). Teori Motivasi Dari Frederick Herzberg

Frederick Herzberg seorang Profesor Ilmu Jiwa pada Universitas di Cleveland, Ohio, mengemukakan teori motivasi dua factor atau Herzberg’s Two Factors Motivation Theory atau sering juga disebut teori motivasi kesehatan (factor Higienis). Menurut Frederick Herzberg dalam Hasibuan (2005) orang menginginkan dua macam faktor kebutuhan yaitu:

a). Pertama, Kebutuhan akan kesehatan atau kebutuhan pemeliharaan maintenance factors (faktor pemeliharaan). Faktor pemeliharaan berhubungan dengan hakekat manusia yang ingin memperoleh ketentraman dan kesehatan badaniah.

b). Kedua, faktor pemeliharaan menyangkut kebutuhan psikologis seseorang, kebutuhan ini meliputi serangkaian kondisi intrinsik, kepuasan pekerjaan (job content) yang apabila terdapat dalam pekerjaan akan menggerakkan tingkat motivasi yang kuat, yang dapat menghasilkan pekerjaan dengan baik.

Menurut Herzberg dalam Hasibuan (2005) ada tiga hal penting yang harus diperhatikan dalam memotivasi bawahan, antara lain sebagai berikut:

a). Hal-hal yang mendorong para karyawan adalah pekerjaan yang menantang yang mencakup perasaan berprestasi, bertanggung jawab, kemajuan, dapat menikmati pekerjaan itu sendiri, dan adanya pengakuan atas semuanya.

(44)

b). Hal-hal yang mengecewakan karyawan adalah terutama faktor yang bersifat embel-embel saja pada pekerjaan, peraturan pekerjaan, penerangan, istirahat, sebutan jabatan, hak, gaji, dan lain-lain.

c). Para karyawan akan kecewa apabila peluang untuk berprestasi terbatas.

Mereka akan menjadi sensitif pada lingkungannya serta mulai mencari- cari kesalahan.

Teori Herzberg ini melihat ada dua faktor yang mendorong karyawan termotivasi yaitu faktor intrinsik yaitu daya dorong yang timbul dari dalam diri masing-masing orang, dan faktor ekstrinsik yaitu daya dorong yang datang dari luar diri seseorang, terutama dari organisasi tempatnya bekerja. Jadi karyawan yang terdorong secara intrinsik akan menyenangi pekerjaan yang memungkinnya menggunakan kreaktivitas dan inovasinya, bekerja dengan tingkat otonomi yang tinggi dan tidak perlu diawasi dengan ketat. Kepuasan disini tidak terutama dikaitkan dengan perolehan hal-hal yang bersifat materi. Sebaliknya, mereka yang lebih terdorong oleh faktor-faktor ekstrinsik cenderung melihat kepada apa yang diberikan oleh organisasi kepada mereka dan prestasi kerjanya diarahkan kepada perolehan hal-hal yang diinginkannya dari organisasi (dalam Siagian, 2003).

4).Teori Motivasi Prestasi Dari Mc Clelland

Mc Clelland mengemukakan teorinya yaitu Mc Clelland Achievement Motivation Theory atau teori Motivasi Prestasi Mc Clelland. Menurut Mc Clelland yang dikutip oleh Hasibuan (2005) teori ini berpendapat bahwa karyawan mempunyai cadangan energi potensial. Bagaimana energi ini

(45)

dilepaskan dan digunakan tergantung pada kekuatan dorongan motivasi seseorang dan situasi serta peluang yang tersedia.

Beberapa pendapat menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara motivasi dan prestasi kerja. Dalam hal ini Simamora (2001) menyatakan bahwa

“Motivasi karyawan untuk bekerja, mengembangkan kemampuan pribadi, dan meningkatkan kemampuan di masa mendatang dipengaruhi oleh umpan balik mengenai prestasi kerja masa lalu dan pengembangan”.

Pendapat di atas mengatakan bahwa prestasi kerja/ prestasi kerja mempengaruhi motivasi karyawan untuk bekerja, jika prestasi pegawai baik ia akan termotivasi untuk bekerja lebih baik lagi untuk mencapai tujuan yang diinginkan oleh pegawai tersebut. Jika pegawai tersebut mengetahui bahwa prestasi yang dicapai kurang baik maka kemungkinan besar ia akan berusaha memperbaiki prestasi agar ia dapat bertahan bekerja di tempat tersebut artinya bila prestasinya terus-menerus buruk bukan tidak mungkin ia akan diberhentikan dari pekerjaannya.

Mitchell (1983) dalam Anyim (2012) menyatakan bahwa suatu organisasi untuk sukses, anggotanya harus mau dan mampu melakukan pekerjaan mereka.

Hal ini menunjukkan bahwa prestasi kerja anggota organisasi secara bersama- sama ditentukan oleh motivasi.

2.1.4. Pengawasan Melekat

Pada dasarnya pegawai merupakan sumber daya manusia yang terpenting bagi organisasi dalam mencapai tujuannya. Agar tujuan dapat dicapai maka diperlukan pengawasan yang disebut dengan pengawasan melekat yang dilakukan

(46)

oleh pimpinan terhadap bawahannya, sehingga jika terjadi kesalahan maka dapat dikoreksi secara dini yang dapat dilanjutkan dengan melakukan tindakan perbaikan. Di samping pengawasan melekat itu dilakukan pimpinan maka pegawai tersebut harus bisa menunjukkan tingkat disiplin yang baik terhadap atasannya.

Menurut Siagian (2007) “Pengawasan adalah keseluruhan upaya pengamatan pelaksanaan kegiatan operasional guna menjamin bahwa berbagai kegiatan tersebut sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya”

Menurut Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1989 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan, Waskat adalah serangkaian kegiatan yang bersifat sebagai pengendalian yang terus menerus dilakukan oleh atasan langsung terhadap bawahannya, secara preventif atau represif agar pelaksanaan tugas bawahan tersebut berjalan secara efektif dan efisien sesuai dengan rencana kegiatan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan Nawawi (2003) menyatakan bahwa pengawasan melekat adalah proses pemantauan, pemeriksaan dan evaluasi atasan terhadap pekerjaan dan hasil kerja bawahannya agar dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang dan penyimpangan- penyimpangan, dari ketentuan-ketentuan, peraturan-peraturan, kebijakan- kebijakan yang telah ditetapkan.

Dari batasan-batasan pengawasan melekat tersebut serta melihat jalur-jalur pelaksanaan pengawasan melekat sebagaimana disebut dalam Pasal 3 Ayat (2) Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1983, dapat dikatakan bahwa pengawasan melekat mengandung dua aspek yaitu pengawasan atasan langsung dan sistem pengendalian manajemen. Pengawasan melekat sebagai salah

(47)

satu kegiatan pengawasan, merupakan tugas dan tanggung jawab setiap pimpinan untuk menyelenggarakan manajemen atau administrasi yang efektif dan efisien di lingkungan organisasi atau unit kerja masing-masing, baik di bidang pemerintahan maupun swasta. Peningkatan fungsi pengawasan melekat di lingkungan aparatur pemerintah bertolak dari motivasi untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelaksanaan tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan, dengan cara sedini mungkin mencegah terjadinya kekurangan dan kesalahan dalam merencanakan dan melaksanakan tugas-tugas di lingkungan organisasi atau unit kerja masing-masing. Pelaksanaan pengawasan melekat yang demikian itu dapat mengurangi dan mencegah secara dini terjadinya berbagai kelemahan dan kekurangan aparatur pemerintah dalam melaksanakan tugas pokok masing- masing.

Seperti yang tercantum dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. 46 Tahun 2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengawasan Melekat, dijelaskan bahwa pengawasan melekat merupakan salah satu bentuk pengendalian aparat pemerintah di setiap instansi dan satuan organisasi dalam meningkatkan mutu prestasi kerja di dalam lingkungan tugasnya masing-masing agar tujuan instansi/organisasi dapat tercapai secara efektif dan efisien.

Pengawasan melekat dapat diwujudkan melalui kegiatan pemantauan, pemeriksaan dan penilaian yang dilakukan pimpinan kepada para bawahannya.

Dalam pelaksanaan pengawasan melekat seorang pimpinan harus senantiasa memantau semua kegiatan yang dilakukan oleh bawahannya, apakah sesuai dengan program yang telah ditetapkan atau tidak, karena yang dimaksud dengan kegiatan pemantauan adalah rangkaian tindakan yang mengikuti pelaksanaan

(48)

suatu kegiatan serta faktor-faktor yang mempengaruhinya untuk mengetahui sedini mungkin kemungkinan terjadinya penyimpangan pelaksanaan pekerjaan dilihat dari kebijakan maupun program yang telah ditetapkan. Selain melakukan kegiatan pemantauan seorang pimpinan harus melakukan tindakan pemeriksaan terhadap semua kegiatan yang telah dilaksanakan oleh bawahannya. Karena yang dimaksud dengan kegiatan pemeriksaan adalah rangkaian tindakan mencari dan mengumpulkan fakta yang berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi kelancaran pelaksanaan pekerjaan. Pemeriksaan dapat pula diikuti dengan melakukan kunjungan ke obyek-obyek pemeriksaan. Setelah melakukan kegiatan pemeriksaan maka langkah selanjutnya dengan mengadakan penilaian terhadap semua kegiatan yang dilakukan bawahan. Penilaian diberikan setelah pimpinan menemukan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan suatu kegiatan. Karena yang dimaksud penilaian adalah kegiatan berupa perbandingan antara hasil/prestasi suatu kegiatan dengan standar, rencana atau norma-norma yang telah ditentukan serta menemukan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan suatu rencana. Penilaian dilakukan berdasarkan hasil pemantauan atau pemeriksaan. Hasil penilaian menjadi pertimbangan untuk penentuan tindak lanjut yang tepat, disamping merupakan umpan balik bagi penyempurnaan rencana kegiatan di waktu yang akan datang.

Pengertian Pengawasan Melekat seperti yang termuat dalam Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1989 tentang Pedoman Pengawasan Melekat merupakan serangkaian kegiatan yang bersifat sebagai pengendalian yang terus-menerus, dilakukan atasan langsung terhadap bawahannya, secara preventif dan represif

Gambar

Gambar 3.1. Kerangka Konseptual Kepemimpinan (X1) Motivasi (X2) Pengawasan Melekat ((X3) Pendidikan  (X4)  Prestasi Kerja Pegawai (Y) Locus Of Control (X5)
Tabel 5.3. Masa Kerja
Tabel 5.5. Statistik Deskriptif
Gambar 5.1. Pengujian Normalitas Data
+6

Referensi

Dokumen terkait

spiritual dengan Tuhan hingga menemukan makna positif mengalami perubahan dan. memberikan dampak positif dan negatif

4. Proses pencetakan laporan hasil belajar relatif lambat karena belum memanfaatkan Sistem Informasi. Berdasarkan kelemahan-kelemahan dari sistem akademik yang

keseimbangan moneter di Indonesia, bank Islam juga dapat ikut berperan dengan melakukan investasi dalam pasar uang syariah dengan menggunakan instrumen pasar uang

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis bagaimana pemahaman Bank Perkreditan Rakyat yang terdapat di kota Pasir Pengarain terhadap penerapan SAK-ETAP sebagai

Penulisan Ilmiah ini menjelaskan mengenai komputerisasi sistem peminjaman dan pengembalian buku pada perpustakaan yang mempunyai tiga prosedur, yaitu pendaftaran, transaksi

[r]

Hasil pengamatan pada Tabel 1, permukaan pada bidang lembaran menunjukkan hampir dari semua variasi jumlah bulu ayam menghasilkan lembaran yang baik dan tidak tampak cacat, hanya

Untuk tenaga teknis tidak diperlukan cukup dengan Brosur yang ditandatangani dan distempel oleh pimpinan perusahaan pendukung/ distributor atau dengan menyertakan gambar teknis