• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Konsepsi Perjanjian

2.2.5 Prestasi, Wanprestasi, dan Somasi

Perjanjian didasarkan pada kata sepakat yang dapat menimbulkan perbuatan dan akibat hukum dalam melaksanakan hak dan kewajiban. Dalam hal hukum perjanjian, terdapat beberapa hal yang perlu dipahami oleh antar pihak agar pelaksanaan perjanjian tersebut dirumuskan dengan jelas. Hal tersebut ialah: prestasi, wanprestasi, dan somasi. Hal tersebut dijelaskan sebagai berikut.

a. Prestasi

Menurut Cahyono & Sjarif (2008:140) prestasi adalah kewajiban yang harus dilaksanakan oleh debitur yang merupakan hak dari kreditur. Hal serupa dikemukakan oleh Yasir (2011:79) bahwa prestasi itu adalah memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu. Kewajiban memenuhi prestasi dari debitur selalu disertai dengan tanggung jawab baik dengan jaminan harta ataupun jawaban di muka hukum.

Pasal 1234 KUHPerdata menyatakan bahwa “tiap-tiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu”. Kemudian Pasal 1235 KUHPerdata menyebutkan: “Dalam tiap-tiap perikatan untuk memberikan sesuatu adalah termaktub kewajiban si berutang untuk menyerahkan kebendaan yang bersangkutan dan untuk merawatnya sebagai seorang bapak rumah yang baik, sampai pada

saat penyerahan. Dari pasal tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa dalam suatu perikatan, pengertian “memberi sesuatu” mencakup pula kewajiban untuk menyerahkan barangnya dan untuk memeliharanya hingga waktu penyerahannya. Istilah

“memberikan sesuatu” sebagaimana disebutkan di dalam Pasal 1235 KUHPerdata tersebut dapat mempunyai dua pengertian, yaitu:

(1)Penyerahan kekuasaan belaka atas barang yang menjadi obyek perjanjian, dan (2)Penyerahan hak milik atas barang yang menjadi obyek perjanjian, yang dinamakan penyerahan yuridis.

Wujud prestasi yang lainnya adalah “berbuat sesuatu” dan

“tidak berbuat sesuatu”. Berbuat sesuatu adalah melakukan suatu perbuatan yang telah ditetapkan dalam perjanjian. Sedangkan tidak berbuat sesuatu adalah tidak melakukan sesuatu perbuatan sebagaimana juga yang telah ditetapkan dalam perjanjian, manakala para pihak telah menunaikan prestasinya maka perjanjian tersebut akan berjalan sebagaimana mestinya tanpa menimbulkan persoalan. Namun kadangkala ditemui bahwa debitur tidak bersedia melakukan atau menolak memenuhi prestasi sebagaimana yang telah ditentukan dalam perjanjian. Salah satu unsur dari suatu perikatan adalah adanya suatu isi atau tujuan perikatan, yakni suatu prestasi yang terdiri dari 3 (tiga) macam:

1) Memberikan sesuatu, misalnya membayar harga, menyerahkan barang.

2) Berbuat sesuatu, misalnya memperbaiki barang yang rusak, membangun rumah, melukis suatu lukisan untuk pemesan.

3) Tidak berbuat sesuatu, misalnya perjanjian tindak akan mendirikan suatu bangunan, perjanjian tidak akan menggunakan merk dagang tertentu.

Dalam hukum perjanjian memiliki beberapa syarat-syarat.

Prestasi dalam suatu perjanjian tersebut harus memenuhi syarat-syarat:

1) Suatu prestasi harus merupakan suatu prestasi yang tertentu, atau sedikitnya dapat ditentukan jenisnya, tanpa adaya ketentuan sulit untuk menentukan apakah debitur telah memenuhi prestasi atau belum.

2) Prestasi harus dihubungkan dengan suatu kepentingan. Tanpa suatu kepentingan orang tidak dapat mengadakan tuntutan.

3) Prestasi harus diperbolehkan oleh Undang-Undang, kesusilaan dan ketertiban umum.

4) Prestasi harus mungkin dilaksanakan.

Berdasarkan kajian prestasi yang dikemukakan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa prestasi (performance) dalam hukum perjanjian kerjasama dimaksudkan sebagai suatu pelaksanaan hal-hal yang tertulis dalam suatu kontrak oleh pihak yang telah mengikatkan diri untuk itu, pelaksanaan mana sesuai dengan “term” dan “condition” sebagaimana disebutkan dalam kontrak yang bersangkutan. Dengan demikian prestasi bersifat wajib

bagi pihak yang telah mengikatkan diri dalam suatu perjanjian kerjasama.

b. Wanprestasi

Menurut Subekti (2001:54) bahwa wanprestasi merupakan keadaan apabila debitur tidak melakukan apa yang dijanjikan akan dilakukannya, maka dikatakan bahwa ia melakukan wanprestasi.

Debitur lalai, cidera janji atau juga melanggar perjanjian dan berbuat sesuatu yang tidak boleh dilakukannya. Pada umumnya debitur dikatakan wanprestasi manakala ia karena kesalahannya sendiri tidak melaksanakan prestasi, atau melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak diperbolehkan untuk dilakukan. Menurut Subekti, melakukan prestasi tetapi tidak sebagaimana mestinya juga dinamakan wanprestasi. Menjadi persoalan adalah sejak kapan debitur dapat dikatakan wanprestasi. Mengenai hal tersebut perlu dibedakan wujud atau bentuk prestasinya. Sebab bentuk prestasi ini sangat menentukan sejak kapan seorang debitur dapat dikatakan telah wanprestasi.

Dalam hal wujud prestasinya “memberikan sesuatu”, maka perlu pula dipertanyakan apakah di dalam perjanjian telah ditentukan atau belum mengenai tenggang waktu pemenuhan prestasinya. Apabila tenggang waktu pemenuhan prestasi sudah ditentukan dalam perjanjian, maka menurut Pasal 1238 KUHPerdata, debitur sudah dianggap wanprestasi dengan lewatnya waktu pemenuhan prestasi tersebut. Sedangkan bila tenggang

waktunya tidak dicantumkan dalam perjanjian, maka dipandang perlu untuk terlebih dahulu memperingatkan debitur guna memenuhi kewajibannya, dan jika tidak dipenuhi, maka ia telah dinyatakan wanprestasi.

Surat peringatan kepada debitur tersebut dinamakan somasi, dan somasi inilah yang digunakan sebagai alat bukti bahwa debitur telah wanprestasi. Untuk perikatan yang wujud prestasinya “tidak berbuat sesuatu” kiranya tidak menjadi persoalan untuk menentukan sejak kapan seorang debitur dinyatakan wanprestasi, sebab bila debitur melakukan sesuatu perbuatan yang dilarang dalam perjanjian maka ia dinyatakan telah wanprestasi.

Wanprestasi berarti debitur tidak melakukan apa yang dijanjikannya atau ingkar janji, melanggar perjanjian serta melakukan sesuatu yang tidak boleh dilakukannya. Menurut Subketi (1988:45) perkataan wanprestasi berasal dari bahasa Belanda yang berarti prestasi buruk. Adapun debitur masih dapat diharapkan masih memenuhi prestasinya, masih digolongkan ke dalam terlambat memenuhi prestasi. Jika tidak memenuhi prestasi secara baik, maka debitur dianggap terlambat memenuhi prestasi secara tidak baik.Tapi debitur dianggap wanprestasi bila ia memenuhi syarat-syarat di atas dalam keadaan lalai maupun dalam keadaan sengaja. Menurut Subekti (1988:45) Wanprestasi yang dilakukan debitur dapat berupa 4 (empat) macam:

1) Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukan;

2) Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan;

3) Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat;

4) Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.

Berdasarkan beberapa hal yang dikemukakan terkait dengan wanprastasi, maka dapat disimpulkan bahwa wanprestasi merupakan diartikan sebagai tidak terlaksananya prestasi karena kesalahan debitur baik karena kesengajaan atau kelalaian. Suatu keadaan di mana debitur tidak memenuhi janjinya atau tidak memenuhi sebagaimana mestinya dan kesemuanya itu dapat dipersalahkan kepadanya. Wanprestasi sebagai pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat pada waktunya atau dilakukan tidak menurut selayaknya, sehingga menimbulkan keharusan bagi pihak debitur untuk memberikan atau membayar ganti rugi (schadevergoeding), atau dengan adanya wanprestasi oleh salah satu pihak, pihak yang lainnya dapat menuntut pembatalan perjanjian.

c. Somasi

Somasi adalah peringatan atau teguran dari kreditur kepada debitur agar segera memenuhi prestasi yang telah dijanjikan sebelumnya (Sulaiman, 2015:26). Somasi dapat dilakukan dengan bebas, misalnya dengan lisan, tulis, atau bisa melalui telepon.

Sehingga somasi tidak terikat dalam bentuk tertentu. Somasi harus

berisi: (a)Jangka waktu mempresterd (somasi harus berisi jangka waktu yang cukup pantas dengan melihat berat ringannya prestasi yang harus dilaksanakan itu, (b)Apa yang harus dilaksanakan, (c)Tuntutan prestasi itu didasarkan atas hal apa.

Menurut pasal 1238 KUH Perdata yang menyatakan bahwa:

“Si berutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatan sendiri, ialah jika ini menetapkan bahwa si berutang harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan”.

Dari ketentuan pasal tersebut dapat dikatakan bahwa debitur dinyatakan wanprestasi apabila sudah ada somasi (in gebreke stelling). Adapun bentuk-bentuk somasi menurut pasal 1238 KUH Perdata adalah:

a. Surat perintah

Surat perintah tersebut berasal dari hakim yang biasanya berbentuk penetapan. Dengan surat penetapan ini juru sita memberitahukan secara lisan kepada debitur kapan selambat-lambatnya dia harus berprestasi. Hal ini biasa disebut “exploit juru Sita”

b. Akta sejenis

Akta ini dapat berupa akta dibawah tangan maupun akta notaris. Akta yang telah memilki kekuatan hukum yang tetap sesuai dengan ketentuan Undang-undang yang berlaku sebagai akta yang menunjukkan terjadi wanprestasi.

c. Tersimpul dalam perikatan itu sendiri

Maksudnya sejak pembuatan perjanjian, kreditur sudah menentukan saat adanya wanprestasi. Dalam perkembangannya, suatu somasi atau teguran terhadap debitur yang melalaikan kewajibannya dapat dilakukan secara lisan akan tetapi untuk mempermudah pembuktian dihadapan hakim apabila masalah tersebut berlanjut ke pengadilan maka sebaiknya diberikan peringatan secara tertulis.

Dalam keadaan tertentu somasi tidak diperlukan untuk dinyatakan bahwa seorang debitur melakukan wanprestasi yaitu dalam hal adanya batas waktu dalam perjanjian (fatal termijn), prestasi dalam perjanjian berupa tidak berbuat sesuatu, debitur mengakui dirinya wanprestasi.Semua wanprestasi tidak memerlukan suatu somasi. Somasi tidak diperlukan dalam hal:

a. Jika di dalam perjanjian telah disyaratkan bahwa debitur tanpa somasi sudah dianggap dalam keadaan wanprestasi.

b. Jika prestasi hanya dapat dilaksanakan dalam jangka waktu yang telah ditentukan atau jika dengan lampaunya jangka waktu tertentu prestasi tidak berlaku lagi.

c. Jika sifat perjanjian dengan sendirinya telah mengatakan adanya wanprestasi apabila batas waktunya telah lampau.

d. Jika debitur melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban atau isi perikatan.

e. Jika debitur secara terang-terangan mengatakan bahwa ia tidak mau mempresterd.

f. Jika debitur mempresterd akan tetapi tidak sempurna (kurang nilainya).

Berdasarkan beberapa hal yang dikemukakan terkait dengan somasi, maka dapat disimpulkan bahwa somasi adalah sebuah teguran terhadap pihak calon tergugat pada proses hukum. Tujuan dari pemberian somasi ini adalah pemberian kesempatan kepada pihak calon tergugat untuk berbuat sesuatu atau menghentikan suatu perbuatan sebagaimana tuntutan pihak penggugat. Cara ini efektif untuk menyelesaikan sengketa sebelum perkara diajukan ke pengadilan. Somasi bisa dilakukan individual atau kolektif baik oleh kuasa hukum maupun pihak yang dirugikan (calon penggugat).

Dasar hukum somasi terdapat dalam Pasal 1238 KUHPerdata.

Somasi memiliki tujuan agar debitur tetap berprestasi. Somasi dalam sumber lain adalah sejenis teguran yang didasarkan atas pikiran bahwa debitur memang masih mau paling tidak melalui somasi dapat diharapkan mau untuk berprestasi. Disamping hal semacam itu pernyataan lalai pada umumnya diperlukan kalau orang hendak menuntut ganti rugi atau pembatalan perjanjian. Jadi somasi di berikan pada saat prestasi berubah menjadi wanprestasi yang dilakukan oleh pihak yang sedang melakukan kontrak dengan pihak lain.

2.3 Konsepsi Instalasi Air

Dokumen terkait