• Tidak ada hasil yang ditemukan

Presuposisi Nonfaktif

Dalam dokumen Presuposisi dalam Tuturan Mahasiswa Prog (Halaman 55-64)

BAB IV HASIL PENELITIAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.2 Presuposisi Nonfaktif

Presuposisi nonfaktif adalah suatu presuposisi yang diasumsikan tidak benar (Yule, 2006:50). Yule (2006:50) juga mengatakan bahwa presuposisi ini masih memungkinkan adanya pemahaman yang salah karena penggunaan kata-kata yang tidak pasti atau ambigu. Presuposisi nonfaktif diberi kode PN. Lebih lanjut, presuposisi nonfaktif dipaparkan berdasarkan kategori kata sebagai berikut.

a. Presuposisi Nonfaktif dengan Penanda Verba

(1) Aku membayangkan nanti kita udah punya anak, ada yang kerja, ada yang lanjut

kuliah. Deg-degan rasanya.

Tuturan (1) mengandung PN. Tuturan tersebut berlangsung di depan kantor Prodi PBSI dan topik pembicaraannya mengenai pandangan ke depan setelah lulus kuliah. PN pada tuturan (1) ditandai dengan adanya kata

membayangkan yang berkategori sebagai verba. Berdasarkan penanda verba

membayangkan tersebut, dapat diasumsikan bahwa tuturan (1) mempunyai

kebenaran bahwa si penutur mengkhayal tentang apa yang terjadi kelak atau tentang kejadian yang kemungkinan akan terjadi beberapa waktu yang akan mendatang. Kata membayangkan pada tuturan (1) mempunyai arti suatu tindakan yang tidak benar-benar sedang terjadi. Jadi, klausa selanjutnya yang mengikuti kata membayangkan, yaitu kita udah punya anak, ada yang kerja, ada yang

lanjut kuliah merupakan sesuatu yang tidak terjadi pada waktu sekarang. PN juga

dapat ditandai dengan kata nanti. Kata nanti berarti sesuatu yang tidak terjadi saat ini.

(2) Nina bermimpi suatu saat nanti ingin lanjut S2.

Penanda bahwa tuturan (2) mengandung PN adalah dengan adanya kata

bermimpi. Latar tempat terjadinya tuturan ini adalah di depan kantor Prodi PBSI

dengan topik pembicaraan seputar sesuatu yang diimpikan oleh si penutur. Pada tuturan (2) disebutkan bahwa si penutur bernama Nina. Tuturan tersebut merupakan PN yang mengandung kebenaran bahwa Nina mengingingkan sesuatu dan hal tersebut belum terjadi pada saat sekarang. Ketidaknyataan tersebut ditandai dengan kata bermimpi. Kata bermimpi di sini adalah sesuatu keinginan yang diharapkan dapat terjadi di masa yang akan datang.. Kata bermimpi merupakan verba yang di dalam tuturan (2) tersebut berfungsi sebagai predikat.

(3) Dia tuduh Nina ambil buku dia. Padahal dia yang pinjam buka Nina.

Penggunaan kata tuduh mengindikasikan bahwa tuturan (3) mengandung PN. Pada saat itu, topik pembicaraannya mengenai si petutur yang menuduh si petutur mengambil bukunya. Tuturan (3) berlangsung sama halnya seperti tuturan sebelumnya, yaitu di depan kantor Prodi PBSI. Kata tuduh yang menjadi penanda munculnya PN mengasumsikan bahwa kebenarannya adalah Nina tidak mengambil buku dia. Kata tuduh mempunyai makna menunjuk dan mengatakan bahwa seseorang telah melakukan sesuatu yang kurang baik. Penggunaan kata

tuduh belum berdasarkan fakta. Dapat dikatakan bahwa, apa yang dituduh dapat

benar atau salah. Pada tuturan (1), ketidakbenaran yang dimunculkan oleh kata

tuduh dipertegas dengan lanjutan tuturan yang menggunakan kata padahal. Kata

b. Presuposisi Nonfaktif dengan Penanda Nomina

(1) Harapannya kan dia dapat konsultasi hari ini.

PN pada tuturan (12) ditandai oleh adanya kata harapannya. Tuturan tersebut berlangsung di depan kantor Prodi PBSI dan topik pembicaraannya mengenai keinginan bertemu dengan dosen pembimbing untuk konsultasi skripsi. Kata harapannya yang digunakan pada tuturan (1) menandakan adanya kontradiksi dengan kenyataan yang sebenarnya. Dengan demikian, kenyataan sebenarnya adalah si penutur tidak dapat bertemu dengan dosen pembimbing hari ini untuk konsultasi.

c. Presuposisi Nonfaktif dengan Penanda Adjektiva

(1) a. PA: Bapak nggak ada datang. Kadang bapak tu nggak mau ketemu lagi nggak?

b. PB: Curiga aja ke. Belum tentu pun betul yang ke bilang.

Berdasarkan penanda yang terdapat pada tuturan (1), yaitu kata curiga, tuturan (1) diindikasikan mengandung PN. Tuturan yang memiliki konteks di depan kantor Prodi PBSI membicarakan tentang asumsi si petutur mengenai sesuatu yang kemudian dibantah oleh si penutur. Kata curiga yang berkategori sebagai verba tersebut mempunyai presuposisi bahwa “bapak” tidak datang bukan karena”bapak” tidak mau bertemu, boleh jadi karena berhalangan atau ada penyebab lain. Kata curiga bermakna menaruh syak pada sesuatu atau seseorang. Dengan demikian, penggunaan kata curiga mengandung makna bahwa pernyataan tersebut tidak faktual.

d. Presuposisi Nonfaktif dengan Penanda Adverbia

(1) Kayaknya, akan hujan ni.

Kata kayaknya pada tuturan (1) mengisyaratkan bahwa tuturan tersebut mengandung PN. Tuturan (1) berlatar tempat di depan kantor Prodi PBSI. Saat itu penutur sedang membahas tentang cuaca di hari tersebut. Presuposisi dalam tuturan (1) mengikuti konjungsi kayaknya. Tuturan tersebut merupakan PN yang mengandung kebenaran bahwa pada kenyataanya hari belum hujan. Berdasarkan penanda munculnya PN, dapat dinyatakan bahwa tuturan (1) berbalik dari kebenaran yang sedang terjadi saat tuturan tersebut diucapkan. Si penutur menyebutkan bahwa hari akan hujan, tetapi pada saat tuturan tersebut diucapkan hari belum hujan. Kata konjungsi kayaknya pada tuturan (1) menduduki fungsi sebagai keterangan.

(2) a. PA: Nggak. Ke minum terus capcin tu.

b. PB: Dia pura-pura nggak mau tu. Padahal dah ngiler.

PN yang terkandung pada tuturan (2) ditandai oleh adanya kata

pura-pura. Tuturan (2) berlangsung di parkiran FKIP. Penutur dan petutur pada saat

tersebut sedang membicarakan tentang somay. Ketika percakapan berlangsung, si penutur sedang memakan somay dan ditawarkan ke petutur, tetapi petutur tidak mau. Oleh karena tanggapan dari petutur tersebut, muncullah tuturan (2) dari si penutur. Berdasarkan penanda yang menandai PN, yaitu kata pura-pura muncul suatu praanggapan yang mengandung kebenaran bahwa sebenarnya si petutur mau menerima tawaran si penutur untuk memakan somay. Hal tersebut juga dipertegas dengan adanya kata padahal pada tuturan lanjutan. Kata pura-pura

yang berkategori adverbia merupakan kata ulang semu yang bermakna ‘tidak sesungguhnya’. Berarti, kata pura-pura pada tuturan (2) kenyataan apa yang dikatakan oleh si petutur merupakan pernyataan yang tidak faktual.

(3) Si Jani pura-pura nggakdengar.

Penggunaan kata pura-pura yang termasuk ke dalam reduplikasi semu mengindikasikan bahwa tuturan tersebut merupakan PN. Tuturan (3) ini juga konteksnya berlangsung di depan kantor Prodi PBSI dan topik pembicaraannya mengenai “si Jani”, kawan si penutur, yang pura-pura tidak mendengar. Pada tuturan tersebut dapat diasumsikan bahwa kenyataannya si Jani mendengar apa yang dikatakan oleh si penutur. Namun, pada tuturan ini, kata penanda munculnya presuposisi nonfaktif, pura-pura, melekat pada predikat sehingga predikat lengkapnya ialah pura-pura nggak dengar. Pada tuturan tersebut, informasi yang mengandung praanggapan adalah frasa nggak dengar. Ketika ditambah dengan kata pura-pura, tuturan tersebut menjadi presuposisi yang bersifat nonfaktif atau tidak berdasarkan fakta.

(4) Ecek-eceknya kita nggak kenal.

Pada tuturan (4) yang ditandai oleh kata ecek-eceknya juga mengandung PN. Tuturan ini berlangsung sama halnya seperti tuturan sebelumnya, yaitu di depan kantor Prodi PBSI dan topik pembicaraannya mengenai si penutur yang bertemu dengan temannya dan pura-pura tidak mengenalnya. Kata ecek-eceknya artinya sama dengan pura-pura, yaitu tidak sesungguhnya. Tuturan (4) memiliki asumsi bahwa kenyataannya si penutur mengenal si petutur. Akan berbeda

maknanya ketika kata ecek-eceknya itu dihilangkan. Ketika penanda tersebut dihilangkan, tuturan tersebut akan menjadi tuturan yang mengandung PF.

(5) a. PA: Haduh! Kek mana masalah cumlaude tu ya? b. PB: Maunya dulu kita tanya ma dekan.

Penggunaan kata maunya pada tuturan (5) menandakan bahwa tuturan tersebut mengandung PN. Topik yang dibicarakan mengenai persyaratan untuk

cumlaude dengan latar tempatnya di depan kantor Prodi PBSI. PN pada tuturan

tersebut muncul dengan ditandai oleh kata maunya.. Kata maunya pada tuturan (5) memberikan makna ‘seharusnya’. Pada tuturan (5) kenyataannya adalah “kita” atau penutur tidak menanyakan kepada dekan tentang persyaratan

cumlaude tersebut sehingga muncul penyesalan karena ketidaktahuan.

(6) Maunya PPL inikan sebulan aja.

Tuturan (6) sama halnya dengan tuturan (5) dalam hal penanda yang digunakan. Hanya topik dan informasinya yang berbeda. Tuturan (6) berlangsung di depan kantor Prodi PBSI dan topik pembicaraannya mengenai PPL. Kata

maunya diikuti oleh penggunaan nomina ‘PPL’. Kata maunya memberi asumsi

bahwa pada kenyataannya PPL tidak berlangsung selama sebulan, tetapi lebih dari sebulan. Tuturan tersebut menjadi PN karena adanya kata maunya yang membuat tuturan tersebut mempunyai makna kebalikan dari yang sebenarnya.

(7) a. PA: Lama kali PPL ni.

b. PB: Itulah. Maunya kita dijemput sekarang.

Berdasarkan penanda yang dimiliki, tuturan (7) juga sama seperti tuturan sebelumnya. Penanda yang dimiliki tuturan (7) ialah kata maunya. Tuturan yang berlangsung di depan kantot Prodi PBSI ini mempunyai topik pembicaraan mengenai penjemputan PPL. PN pada tuturan ini yang ditandai dengan kata

maunya dapat diasumsikan mempunyai kenyataan bahwa si penutur atau “kita”

belum dijemput oleh pihak MTL dari sekolah. Tuturan (7) juga akan berubah menjadi PF jika penggunaan kata maunya dihilangkan.

(8) Maunya nilai TOEFL itu ditiadakan aja.

Hal yang senada juga terdapat pada tuturan (8). Penanda maunya mengindikasikan bahwa tuturan tersebut merupakan PN. Tuturan (8) juga berlatar tempat di depan kantor Prodi PBSI dengan topik pembicaraan mengenai TOEFL. Kata maunya yang merupakan adverbia pada tuturan (8) menjadi penanda yang mengasumsikan bahwa kebenarannya nilai TOEFL itu ada dan diperhitungkan atau memberi pengaruh kuat dalam kelulusan mahasiswa. Penggunaan kata maunya memberi makna bahwa si penutur mempunyai keinginan agar nilai TOEFL tersebut ditiadakan. Dengan demikian, ketidakfaktualan tuturan (8) dipengaruhi oleh penggunaan kata maunya yang kemudian memberi makna bahwa apa yang diucapkan tidak terjadi pada saat itu.

(9) Inginnya, TOEFL itu dimudahkan. Kan kita Bahasa Indonesia.

Pada tuturan (9), tuturan yang disampaikan penutur mengindikasikan adanya ketidakbenaran dalam kalimat yang mengikutinya. Tuturan (9) berlatar tempat di depan kantor Prodi PBSI dan sedang membicarakan tentang TOEFL. Penutur menggunakan penanda yang meberi anggapan ketidakbenaran untuk menuntun petutur atau pembaca kepada pembuktian tuturan tidak benar tersebut. Penanda yang digunakan pada tuturan (9) adalah kata inginnya. Berdasarkan penanda yang digunakan, dapat diasumsikan bahwa TOEFL sulit yang mengakibatkan banyak mahasiswa PBSI tidak lulus tes TOEFL. Kata inginnya memberi makna harapan si penutur akan kemudahan tes TOEFL tersebut.

(10)a.PA: Andai kita bisa sidang bulan 6 ini.

b. PB: Inginnya sih gitu. Cuma nggak tau ini terkejar atau nggak.

Sama halnya dengan tuturan (9). Tuturan (10) juga memiliki penanda munculnya PN berupa kata inginnya. Pada tuturan (10), konteksnya juga sama dengan tuturan sebelumnya, yaitu di depan kantor Prodi PBSI. Kata inginnya memberi makna ‘sesuatu yang diharapkan oleh si penutur’ atau ‘keinginan’. Penanda PN tersebut mengasumsikan bahwa kebenarannya si petutur (PB) belum yakin dapat mengikuti sidang bulan 6. Pembuktian kebenaran tersebut terkandung pada tuturan sebelumnya yang diucapkan oleh si penutur (PA).

(11) Harusnya sidang masih bisa bulan 7.

Penanda PN pada tuturan (11) ditandai oleh penggunaan kata harusnya. Berkenaan dengan konteks, tuturan tersebut berlangsung di depan kantor Prodi PBSI dan topik pembicaraannya mengenai jadwal pelaksanaan sidang. Kata

harusnya yang pada tuturan (11) merupakan penanda munculnya PN mengasumsikan bahwa sidang tidak dilaksanakan pada bulan 7. Penggunaan kata

harusnya pada tuturan (11) menandakan bahwa apa yang diucapkan bukanlah hal

yang sebenarnya terjadi atau bertolakbelakang dari yang sebenarnya.

e. Presuposisi Nonfaktif dengan Penanda Konjungsi (1) a. PA: Padahal, aku ingin dosen ada di kampus hari ini.

b. PB: Iya. Nggak ada satu pun dosen yang tampak di prodi hari ini.

Tuturan “Padahal, aku ingin dosen ada di kampus hari ini menggunakan kata padahal sebagai penanda munculnya presuposisi nonfaktif (PN). Tuturan (1) berlangsung di depan kantor Prodi PBSI dengan topik pembicaraanya mengenai kehadiran dosen di prodi. Kata padahal yang digunakan pada kalimat tersebut.dapat diartikan keterbalikan dari apa yang terjadi atau konjungsi untuk menunjukkan pertentangan. Berdasarkan penggunaan konjungsi itu dapat diasumsikan bahwa kenyataannya tidak ada satu pun dosen yang berada di dalam prodi.

(2) a. PA: Nggak ada lagi yang jual nasi soto.

b. PB: Halah. Padahal aku harap siang ini bisa makan nasi soto di kantin. PN pada tuturan tersebut ditandai dengan kata padahal dan juga disertai dengan kata harap Tuturan (2) berlangsung di depan kantor Prodi PBSI dengan topik pembicaraan mengenai makan siang.. Konjungsi padahal digunakan untuk menyatakan suatu pertentangan dan verba harap berarti ‘mohon’. Kedua kata tersebut mengandung praanggapan yang dapat diasumsikan bahwa kenyataannya

siang ini si penutur tidak dapat makan nasi soto di kantin. Jika dilihat konteksnya, penyebab si penutur tidak dapat makan nasi soto disebabkan oleh tidak adanya penjual nasi soto pada siang itu.

Berdasarkan beberapa data yang telah dipaparkan di atas dapat kita simpulkan bahwa PN dapat ditandai dengan adanya verba, nomina, adjektiva, adverbia, dan konjungsi. Kata penanda munculnya PN terletak di awal atau di tengah yang diikuti oleh informasi yang mengandung PN. Kata penanda juga dapat berfungsi sebagai predikat atau pun keterangan di dalam tuturan. Setelah dianalisis, terdapat beberapa penanda munculnya PN berupa kata sebagai berikut.

Tabel 4.2 Penanda Presuposisi Nonfaktif (PN)

No. Wujud PN

Verba Nomina Adjektiva Adverbia Konjungsi

1 membayangkan Harapannya Curiga Kayaknya, Padahal

2 bermimpi pura-pura 3 tuduh Ecek-eceknya 4 Maunya 5 Maunya 6 Maunya 7 Maunya 8 Inginnya 9 Inginnya 10 Harusnya 11 Kayaknya,

Dalam dokumen Presuposisi dalam Tuturan Mahasiswa Prog (Halaman 55-64)

Dokumen terkait