• Tidak ada hasil yang ditemukan

INPUT, PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI SAWAH DI DESA JAMBENENGGANG, SUKABUMI, JAWA

DAFTAR LAMPIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.7 Prinsip Budidaya Padi Metode SR

Secara umum dalam konsep SRI tanaman diperlakukan sebagai organisme hidup sebagaimana mestinya, tidak diperlakukan seperti mesin yang dapat dimanipulasi, tanaman padi dikembangkan dengan cara memberikan kondisi yang sesuai dengan pertumbuhannya. Hal ini karena SRI menerapkan konsep sinergi, dimana semua komponen teknologi SRI berinteraksi secara positif dan saling menunjang sehingga hasil secara keseluruhan lebih banyak daripada jumlah masing-masing bagian. Menurut Mutakin dalam Berkelaar (2001), Kuswara (2003) dan Wardana et al, (2005) terdapat beberapa komponen penting dalam penerapan SRI yaitu :

1. Bibit dipindah lapangan (Transplantasi) lebih awal (bibit muda). 2. Bibit ditanam satu batang per lubang tanam.

3. Jarak tanam lebar.

4. Kondisi tanah tetap lembab tapi tidak tergenang air (irigasi berselang) 5. Menggunakan pupuk dari bahan organik kompos dan mikro organisme lokal

(MOL)

Hal paling mendasar dalam budidaya SRI adalah menerapkan irigasi intermiten artinya siklus basah kering bergantung pada kondisi lahan, tipe tanah dan ketersediaan air. Selama kurun waktu penanaman lahan tidak tergenang tetapi macak-macak (basah tapi tidak tergenang). Cara ini bisa menghemat air 46%. Selain itu sedikitnya air juga mencegah kerusakan akar tanaman. Menurut Simarmata (2009) diacu dalam Trubus (2008), penggenangan air menyebabkan kerusakan jaringan perakaran akibat terbatasnya suplai oksigen. Semakin tinggi air semakin kecil oksigen terlarut, dampaknya akar tanaman tidak mampu mengikat oksigen sehingga jaringan perakaran rusak. Selain itu jika air tergenang menyebabkan musuh alami hama padi tidak dapat hidup sedangkan hama padi dapat hidup dan dapat memunculkan hama padi baru yang berasal dari lingkungan aquatik. Disamping menghemat air, budidaya intensif itu juga menghemat penggunaan bibit, sebab satu lubang tanam hanya ditanam satu bibit. Menurut Abdulrachman, (2008) diacu dalam Trubus (2008), bahwa dengan menanam satu bibit per lubang berarti menghindari perebutan cahaya atau hara dalam tanah sehingga sistem perakaran dan pertumbuhan tanaman menjadi lebih baik. Sebaliknya jika penanaman terdiri atas 9 bibit per lubang menyebabkan terjadinya kompetisi hara pada tanaman.

Dalam pertanian dengan menggunakan metode SRI digunakan bibit muda umurnya 7 hari pasca semai dan terdiri atas dua daun. Penggunaan bibit muda berdampak positif karena lebih mudah beradaptasi dan tidak gampang stress, ini dikarenakan perakaran belum panjang maka penanaman pun tidak perlu terlalu dalam cukup 1-2 cm dari permukaan tanah. Untuk menghasilkan bibit muda yang berkualitas petani mempersiapkan sejak penyemaian. Populasi di persemaian 50

gr/m2 dimaksudkan agar bibit cepat besar, karena tidak terjadi persaingan unsur hara, dengan demikian bibit sudah siap tanam pada umur 7-10 hari. Transplantasi saat bibit muda dapat mengurangi guncangan dan meningkatkan kemampuan tanaman dalam memproduksi batang dan akar selama pertumbuhan vegetatif, sehingga jumlah anakan/batang yang muncul lebih banyak dalam satu rumpun, dan bulir padi yang dihasilkan oleh malai padi juga lebih banyak. Petani SRI menanam bibit muda dengan jarak tanam 40 cm x 30 cm, total populasi dalam satu hektar mencapai 83.000 tanaman, sementara pada sistem konvensional berjarak tanam 20 cm x 20 cm terdiri atas 250 ribu tanaman. Pada jarak tanam longgar sinar matahari dapat menembus sela-sela tanaman dengan baik. Tanaman memerlukan sinar matahari untuk melakukan proses fotosintesis yang bertujuan unutk menjaga pasokan makanan tercukupi. Dengan demikian dalam umur 30 hari, dari satu bibit sudah menghasilkan 65 anakan.

SRI menganjurkan pemakaian bahan organik (kompos) dan Mikro Organisme Lokal (MOL) untuk memperbaiki struktur tanah agar padi dapat tumbuh dengan baik dan hara tersuplai kepada tanaman secara baik tanpa menimbulkan efek kimia. Keterlibatan kompos dan MOL (Mikro organisme lokal) sangat membantu dalam pencapaian produktivitas yang berlipat ganda, karena peran kompos lebih komplek dari pupuk dan selain sebagai penyuplai nutrisi kompos juga berperan sebagai komponen bioreaktor yang bertugas menjaga pertumbuhan tetap optimal. Konsep bioreaktor adalah kunci sukses SRI, bioreaktor yang dibangun oleh MOL dan kompos, menjamin bahwa padi selama pertumbuhan dari bibit sampai dewasa tidak mengalami hambatan. Fungsi bioreaktor sangatlah komplek, fungsi yang telah diidentifikasi antara lain sebagai

penyuplai nutrisi melalui eksudat, kontrol mikroba sesuai kebutuhan padi, menjaga stabilitas kondisi tanah menuju kondisi ideal bagi pertumbuhan padi bahkan kontrol terhadap penyakit yang dapat menyerang padi (Uphoff, 2002). Pendangiran/penyiangan dianjurkan sejak awal sekitar 10 hari dan diulang 2-3 kali dengan interval 10 hari menggunakan gasrok atau lalandak, selain untuk membersihkan gulma juga dapat memperbaiki struktur tanah dan meningkatkan aerasi tanah. Penerapan SRI bisa diperuntukkan bagi berbagai varietas padi lain yang pernah ditanam petani, hanya saja diperlukan pikiran yang terbuka untuk menerima metode baru dan kemudian untuk bereksperimen. Oleh karena itu, kajian SRI menggarisbawahi bagaimana pentingnya integrasi dan interdisiplin yang menggabungkan aspek biofisik dan sosial ekonomi dalam usaha tani padi. Kenyataan tersebut telah membuka stagnasi produksi padi di Madagaskar dan beberapa negara lain di dunia melalui pengurangan biaya produksi dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan. Penerapan SRI di Indonesia terus berkembang dan dipraktekkan para petani di beberapa kabupaten di pulau Jawa, Sumatera, Bali, NTB, Kalimantan, Sulawesi serta di beberapa lokasi lainnya di tanah air, sekalipun dengan menggunakan pengistilahan yang berbeda. Di Sumatera Barat SRI berkembang sebagai model tanam padi sebatang, khususnya di Sawahlunto penanaman padi sebatang sebagai teknologi SRI pada tahun 2006 mencapai 175 hektar, meningkat menjadi 280 hektar pada tahun 2007 dan pada tahun 2008 ditergetkan mencapai 450 hektar. Metode pertanaman padi sebatang diperkenalkan melalui Universitas Andalas atas permintaan petani karena tingkat produksinya tinggi, mencapai 8 - 8,5 ton/ha (Kompas 2008).

2.8 Teknik Usaha tani Padi Metode SRI

Pertanian padi metode SRI pada dasarnya tidak berbeda dengan padi konvensional. Usaha tani padi metode SRI diberikan masukan bahan organik baik pupuk dan pestisidanya. Sedangkan usaha tani padi konvensional masukannya berupa bahan kimia sintetik. Namun dari pola tanam padi SRI sedikit berbeda dengan padi konvensional, yaitu pada teknik persemaian, pengolahan tanah, penanaman, dan pengaturan air (Mutakin, 2007)

2.8.1 Persiapan Benih

Benih sebelum disemai diuji dalam larutan air garam. Larutan air garam yang cukup untuk menguji benih adalah larutan yang apabila dimasukkan telur, maka telur akan terapung. Benih yang baik untuk dijadikan benih adalah benih yang tenggelam dalam larutan tersebut. Kemudian benih telah diuji direndam dalam air biasa selama 24 jam kemudian ditiriskan dan diperam 2 hari, kemudian disemaikan pada media tanah dan pupuk organik (1:1) di dalam wadah segi empat ukuran 20 x 20 cm (Nampan). Selama 7 hari. Setelah umur 7 - 10 hari benih padi sudah siap ditanam (Mutakin, 2005)

2.8.2 Pengolahan Tanah

Pengolahan tanah untuk tanaman padi metode SRI tidak berbeda dengan cara pengolahan tanah untuk tanam padi cara konvesional yaitu dilakukan untuk mendapatkan struktur tanah yang lebih baik bagi tanaman, terhindar dari gulma. Pengolahan dilakukan dua minggu sebelum tanam dengan menggunakan traktor tangan, sampai terbentuk struktur lumpur. Permukaan tanah diratakan untuk mempermudah mengontrol dan mengendalikan air.

2.8.3 Perlakuan Pemupukan

Pemberian pupuk pada SRI diarahkan kepada perbaikan kesehatan tanah dan penambahan unsur hara yang berkurang setelah dilakukan pemanenan. Kebutuhan pupuk organik pertama setelah menggunakan sistem konvensional adalah 10 ton per hektar dan dapat diberikan sampai 2 musim taman. Setelah kelihatan kondisi tanah membaik maka pupuk organik bisa berkurang disesuaikan dengan kebutuhan. Pemberian pupuk organik dilakukan pada tahap pengolahan tanah kedua agar pupuk bisa menyatu dengan tanah.

2.8.4 Pemeliharaan

Sistem tanam metode SRI tidak membutuhkan genangan air yang terus menerus, cukup dengan kondisi tanah yang basah. Penggenangan dilakukan hanya untuk mempermudah pemeliharan. Pada prakteknya pengelolaan air pada sistem padi SRI dapat dilakukan sebagai berikut; pada umur 1 - 10 hari tanaman padi digenangi dengan ketinggian air rata-rata 1 cm, kemudian pada umur 10 hari dilakukan penyiangan. Setelah dilakukan penyiangan tanaman tidak digenangi air. Untuk perlakuan yang masih membutuhkan penyiangan berikutnya, maka dua hari menjelang penyiangan tanaman digenang air. Pada saat tanaman berbunga, tanaman digenangi air dan setelah padi matang susu tanaman tidak digenangi air kembali sampai panen. Untuk mencegah hama dan penyakit pada SRI tidak digunakan bahan kimia, tetapi dilakukan pencengahan dan apabila terjadi gangguan hama/penyakit digunakan pestisida nabati dan atau digunakan pengendalian secara fisik dan mekanik.

2.9 Penelitian Terdahulu

Berdasarkan hasil penelitian Yulia, et al. (2006) yang berjudul analisis pendapatan usaha tani dan pemasaran wortel organik menunjukkan bahwa analisis pendapatan terbesar, baik atas biaya tunai maupun atas biaya total diterima oleh petani wortel organik sebesar Rp 8.577.806,08 per hektar dan Rp 6.715.338,37 per hektar. Besarnya nilai perbandingan R/C petani wortel organik atas biaya total dan biaya tunai adalah 2,28 dan 3,53. Artinya setiap Rp 100 biaya yang dikeluarkan oleh petani akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 288 untuk biaya total yang dikeluarkan dan Rp 353 untuk biaya tunai yang dikeluarkan. Sedangkan nilai perbandingan R/C atas biaya total dan R/C atas biaya tunai petani wortel konvensional adalah 1,70 dan 2,48. Dari nilai perbandingan R/C atas biaya total dan biaya tunai petani responden wortel organik memiliki nilai perbandingan yang lebih tinggi dibandingkan dengan petani wortel konvensional. Hal ini menunjukkan bahwa usaha tani wortel organik lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan usaha tani wortel konvensional.

Analisis pendapatan dan marjin pemasaran padi ramah lingkungan yang dilakukan oleh Farid (2005) menunjukkan bahwa R/C rasio padi ramah lingkungan yang diperoleh atas biaya total ternyata lebih besar dibandingkan dengan petani konvensional, R/C rasio yang diperoleh oleh petani pemilik sebesar 3,39 sedangkan untuk petani penyakap R/C rasionya adalah 1,16. Untuk petani konvensional R/C rasio yang diperoleh oleh petani pemilik sebesar 1,86 sedangkan R/C rasio yang diperoleh oleh petani penyakap adalah 1,23. R/C rasio petani pemilik penggarap lebih besar dibandingkan dengan petani penyakap,

disebabkan oleh biaya total penggarapan lebih besar karena adanya bagi hasil yang harus dilakukan kepada pemilik lahan.

Analisis perbandingan usaha tani padi organik Metode System Of Rice Intensification (SRI) dengan Padi konvensional oleh Rachmiyanti (2009) Berdasarkan hasil analisis pendapatan diketahui bahwa ternyata pendapatan atas biaya tunai maupun pendapatan atas biaya total petani padi organik metode SRI lebih rendah dari pendapatan atas biaya tunai maupun pendapatan atas biaya total padi konvensional. Namun hasil uji t menyimpulkan bahwa perubahan sistem usaha tani yang dilakukan oleh petani padi ternyata tidak berpengaruh nyata terhadap pendapatan petani. Apabila dilihat dari imbangan penerimaan dan biaya (R/C rasio) diketahui bahwa R/C rasio atas biaya tunai yang diperoleh petani padi organik metode SRI ( Rp 1,98) lebih rendah dari R/C rasio yang diperoleh petani padi konvensional, yaitu Rp 2,46. Hal ini berarti bahwa dari setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan oleh petani padi organik metode SRI hanya akan memberikan penerimaan sebesar Rp. 1,98 lebih rendah dari penerimaan yang diperoleh petani padi konvensional. Begitu pula dengan R/C rasio atas biaya total, untuk petani padi organik metode SRI R/C rasio yang diperoleh hanya sebesar Rp 1,54 sedangkan petani padi konvensional lebih besar dari petani padi organik tersebut, yakni sebesar Rp 2,16. Hal ini bermakna bahwa penerimaan yang diperoleh padi konvensional lebih besar dari petani padi organik metode SRI.

Berdasarkan hasil penelitian Miya Mardiyatuljanah, et al. (2009) yang berjudul Studi Kelayakan Ekonomi Proyek Pompanisasi Desa Keboncau Kecamatan Ujungjaya Kabupaten Sumedang menunjukan bahwa Biaya investasi terdiri dari biaya investasi pompanisasi dan biaya investasiusaha tani. Rencana

biaya investasi pompanisasi adalah biaya yang dikeluarkan untuk membangun sistem pompanisasi. Biaya investasi terdiri dari biaya persiapan, biaya pekerjaan elektrikal dan mekanikal, pengadaan pipa, pekerjaan rumah panel, pekerjaan rumah pompa, pengadaan dan pemasangan mesin generator set, dan pekerjaan pembuatan bak penampung reservoar.

Biaya pengadaan dan pemasangan mesin generator set merupakan biaya yang dikeluarkan untuk pembelian mesin generataor set yang sebelumnya terdapat unsur pajak sebesar 10 %. Awalnya harga pasar dari mesin generator set adalah Rp 109.013.714,00 , setelah pajak sebesar 10 % dikeluarkan maka harga ekonominya menjadi Rp 99.103.376,00.

Biaya investasi pompanisasi total adalah sebesar Rp 790.912.485,00 yang dikeluarkan hanya pada tahun ke 0. Persentase terbesar dikeluarkan untuk biaya pengadaan pipa, mencapai 62,2 % dari biaya total. sedangkan biaya investasi untuk kegiatan usaha tani meliputi biaya pembelian alat pertanian sebesar Rp 5.631.900,00 di awal tahun (tahun ke 0). Nilai ekonomi dari alat-alat pertanian tersebut hanya bertahan selama dua tahun, sehingga terjadi reinvestasi pada tahun kedua dan keempat. Spesisifkasi pompa yang digunakan adalah :

Spesifikasi Pompa Kapasitas

(L/menit) Waktu Pemakaian (Jam) Volume yang dihasilkan (m3) SHIMIZU PC- 250 BIT SPESIFIKASI : Daya Motor = 250 Watt Daya Hisap = 30 Total Head = 60m Pipa = 1 Inch / 1 1/ 4 60 4320 15.552  

III. KERANGKA PEMIKIRAN

Permasalahan dalam usaha tani yang saat ini dihadapi oleh petani adalah biaya produksi yang tinggi, ketersediaan input produksi yang semakin berkurang, kuantitas dan kualitas output produksi yang semakin menurun, dan banyaknya permintaan dari masyarakat yang menginginkan produk yang ramah lingkungan.. Hasil dari berbagai penelitian yang telah dilakukan mengenai padi organik menunjukkan bahwa dengan menerapkan sistem usaha tani padi organik dapat meningkatkan pendapatan petani. Permasalahan dalam usaha tani yang dihadapi oleh para petani merupakan sebuah dasar pemikiran untuk melahirkan sebuah inovasi dalam sistem usaha tani. Metode usaha tani tersebut harus mampu menyelesaikan permasalahan usaha tani.

Adapun kerangka pemikiran operasional dari penelitian ini adalah mengkaji dampak metode SRI dari sisi produksi, penggunaan input produksi dan pendapatan usaha tani padi sawah di desa Jambenenggang. Dalam analisis sistem usaha tani, metode SRI dibandingkan dengan usaha tani padi konvensional, yaitu dengan cara mengkaji dampak dari kedua sistem usaha tani dari segi tingkat pendapatan dan R/C rasio yang diperoleh petani yang menggunakan metode SRI dengan petani yang menggunakan metode konvensional. Tingkat pendapatan yang dibandingkan terdiri dari dua komponen, yaitu pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Selanjutnya nilai R/C yang diperoleh dianalisis yang bertujuan untuk mengetahui apakah kedua sistem usaha tani ini menguntungkan secara ekonomi dan efisien dalam penggunaan biaya tunai dan biaya total. Pada analisis ini juga dikaji tingkat penggunaan input produksi metode SRI dan metode konvensional yang bertujuan untuk melihat tingkat efisiensi kedua metode dalam

penggunaan input-input produksi. Tingkatpengaruh penggunaan input-input dengan produksi dianalisis dengan alat analisis statistik uji regresi. Uji regresi digunakan untuk melihat apakah metode SRI dan konvensional berpengaruh nyata atau tidak terhadap penggunaan input-input produksi. Secara rinci gambaran mengenai penelitian dapat dilihat pada kerangka pemikiran operasional penelitian dibawah ini.

                                                          

     Usahatani Padi Sawah

Metode SRI

Penggunaan Input Produksi

Produktivitas Penggunaan Air

Biaya Produksi Usahatani

Pendapatan Usahatani Layak/tidak layak

Hemat/tidak Desa

Jambenenggang

Metode Konvensional

Uji Statistik

Pengembangan Usahatani Padi Metode SRI Analisis Dampak Sistem Usahatani

Meningkat/menurun Efisien/tidak efisien

R/C Ratio 

Validitas model

Mengestimasi nilai ekonomi air

IV. METODE PENELITIAN

4.1 Metode Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan metode penelitian survai dan menggunakan kuesioner. Kuesioner ini akan dijadikan instrumen pengambilan data primer yang berisi pertanyaan terstruktur yang disesuaikan dengan kebutuhan informasi penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Jambenenggang, kecamatan Kebon Pedes, Sukabumi, Jawa Barat. Pada penelitian ini, pengambilan contoh dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling (pengambilan contoh sengaja) karena di lokasi tersebut merupakan salah satu desa yang pertaniannya menggunakan metode SRI (System of Rice Intensification). Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari hingga April 2011 yang meliputi survai ke lokasi penelitian, penyusunan rencana kegiatan, dan pengumpulan data serta penyusuan skripsi.

4.2 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan responden yang dipandu dengan kuesioner. Wawancara dilakukan dengan petani, penyuluh pertanian dari kantor Dinas Pertanian setempat dan tokoh masyarakat. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui penelusuran karya-karya ilmiah dan data-data yang dikeluarkan oleh lembaga-lembaga pemerintah yang memberikan informasi dan data yang relevan dengan topik yang dikaji.

4.3 Metode Pengambilan Contoh

Pada penelitian ini, pengambilan contoh dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling (pengambilan contoh sengaja) dan metode sensus.

Metode purposive sampling (pengambilan contoh sengaja) adalah pengambilan contoh dimana peneliti menentukan dengan sengaja contoh yang akan diteliti dengan tujuan menyajikan atau menggambarkan beberapa sifat didalam populasi. Metode pengambilan contoh ini berlaku untuk petani padi sawah yang menggunakan metode padi konvensional, untuk sistem usaha tani metode System of Rice Intensification (SRI) menggunakan metode sensus dimana dari 20 responden yang ada diambil secara keseluruhan.

4.4 Metode Analisis Data dan Pengujian Hipotesis

Data yang diperoleh, baik data primer maupun data sekunder akan diolah dan dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Untuk data kuantitatif pengolahan datanya dilakukan dengan menggunakan kalkulator dan program komputer (software Microsoft Excel dan Minitab). Sedangkan untuk data kualitatif, pengolahan datanya dilakukan secara deskriptif. Analisis data yang dilakukan pada penelitian ini adalah meliputi analisis sistem usaha tani dan analisis pendapatan usaha tani dan analisis tingkat efisiensi penggunaan input-input produksi.

4.4.1 Analisis Usaha Tani

Analisis data ini dilakukan secara kualitatif, yaitu dengan membandingkan keragaan antara usaha tani padi dengan menggunakan metode SRI dengan usaha tani padi konvensional. Adapun yang dibandingkan pada analisis ini adalah proses budi daya, penggunaan input, dan hasil produksi (output).

4.4.2 Analisis Pendapatan Usaha tani

Usaha tani adalah suatu kegiatan ekonomi yang ditujukan untuk menghasilkan output (penerimaan) dengan input fisik, tenaga kerja, dan modal

dalam proses produksinya. Penerimaan total adalah nilai produk total usaha tani dalam jangka waktu tertentu. Pengeluaran total usaha tani adalah semua nilai input yang dikeluarkan dalam proses produksi. Pendapatan adalah selisih antara total penerimaan dan total pengeluaran (Nicholson, 1990). Rumus penerimaan total, biaya, dan pendapatan adalah:

Keterangan:

π = Tingkat pendapatan usaha tani (Rp)

TR = Total penerimaan usaha tani (Rp) TC = Total Biaya usaha tani (Rp) P = Harga output (Rp)

Q = Jumlah output (Kg) C = biaya (Rp)

Pengeluaran total usaha tani terdiri dari biaya tunai dan biaya tidak tunai. Biaya tunai adalah biaya yang dikeluarkan petani secara tunai. Sedangkan biaya tidak tunai adalah biaya yang dibebankan untuk penggunaan tenaga kerja dalam keluarga, penyusutan alat-alat pertanian, imbangan sewa lahan, serta biaya imbangan bibit. Biaya penyusutan alat-alat pertanian diperhitungkan dengan membagi selisih antara nilai pembelian dengan nilai sisa yang ditafsirkan dengan lamanya modal pakai. Namun pada penelitian ini biaya penuyusutan alat-alat tidak diperhitungkan, hal ini disebabkan dari keterbatasan responden dalam mengingat dan menghitung harga-harga alat pertanian yang mereka miliki.

4.4.3 Analisis Perbandingan Penerimaan dan Biaya (R/C Rasio)

Suatu usaha dikatakan efisien secara ekonomis dari usaha lain apabila rasio output terhadap inputnya menguntungkan. Untuk menunjukkan berapa penerimaan yang diterima petani dari setiap rupiah yang dikeluarkan maka dapat digunakan ukuran kedudukan ekonomi R/C rasio. Adapun rumus yang digunakannya adalah sebagai berikut:

R/C rasio = Jumlah penerimaan (Rp) Jumlah Biaya (Rp)

Bila nilai R/C rasio yang diperoleh melebihi nilai satu, maka usaha tani tersebut dapat dikatakan layak. Sebaliknya jika nilai R/C rasio kurang dari nilai satu maka usaha tani tersebut tidak dapat dikatakan tidak layak.

Untuk menentukan nilai revenue (penerimaan) dan cost (biaya) yang diperlukan agar dapat menghitung nilai R/C rasio dan sekaligus menghitung nilai pendapatan usaha taninya, maka dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:

Tabel 4 Menghitung nilai R/C

A. Pend.Tunai Harga x Hasil panen yang dijual (Kg)

B. P. Yang diperhitungkan Harga x Hasil panen yang dikonsumsi (Kg)

C. Total penerimaan A + B

D. Biaya Tunai Benih

Pupuk organik

Tenaga Kerja Luar Keluarga (TKLK)

Sewa lahan

E. Biaya yang diperhitungkan Tenaga Kerja Dalam Keluarga (TKDK)

Penyusutan alat

F. Total Biaya D + E

G. Pend. Atas biaya tunai C – E

H. Pend. Atas biaya total C – F

I. Pend. Tunai A – D

Sumber: Hernanto (1991)

Rumus tersebut juga berlaku untuk menghitung nilai revenue dan cost serta tingkat pendapatan dari usaha tani padi konvensional yang pada penelitian ini dijadikan sebagai pembanding. Namun untuk menggunakan rumus tersebut beberapa komponen biaya tunai dan biaya diperhitungkan perlu dihilangkan atau ditambahkan. Contohnya adalah untuk komponen pupuk organik pada biaya tunai perlu dihilangkan. Sedangkan komponen yang perlu ditambahkan pada biaya tunai dan biaya diperhitungkan adalah komponen pestisida. Unsur sewa lahan dihilangkan dari perhitungan di lapangan, karena responden pada penelitian ini merupakan petani pemilik lahan sendiri.

4.4.4 Uji Statistik

Salah satu penggunaan statistik adalah untuk menguji hipotesis tentang variabel apa saja yang mempengaruhi perbedaan produksi usaha tani antara usaha tani yang menggunakan metode SRI dengan sistem usaha tani konvensional. Adapun alat analisis yang digunakan untuk menguji perbedaan usaha tani adalah dengan menggunakan persamaan Cobb-Douglas. Fungsi Cobb-Douglas adalah suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variable, dimana variable yang satu disebut variable dependen, yang dijelaskan, (Y) dan yang lain disebut variable independen, yang menjelaskan, (X). untu menyelesaikan hubungan antara Y dan X menggunakan regresi dimana variable dari Y akan dipengaruhi oleh variable dari X, dimana kaidah-kaidah pada garis regresi berlaku

Dokumen terkait