• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Dampak System Rice Of Intensification (SRI) Terhadap Penggunaan Input, Produksi dan pendapatan Usahatani Padi Sawah di Desa Jambenenggang, Sukabumi, Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Dampak System Rice Of Intensification (SRI) Terhadap Penggunaan Input, Produksi dan pendapatan Usahatani Padi Sawah di Desa Jambenenggang, Sukabumi, Jawa Barat"

Copied!
233
0
0

Teks penuh

(1)

I.

PENDAHULUAN

 

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya memiliki mata pencaharian sebagai petani. Pembangunan pertanian sebagai bagian integral dari pembangunan nasional mempunyai peranan strategis dalam pemulihan ekonomi nasional. Peran strategis ini dapat dilihat dari tujuan pembangunan pertanian yaitu untuk menjamin ketersediaan pangan, ketahanan pangan, menitikberatkan pendapatan dan kesejahteraan petani, memperluas lapangan kerja dan dapat meningkatkan pembangunan dan sektor lainnya.

(2)

Tabel 1. Produksi Tanaman Padi di Indonesia

Tahun Luas Panen (Ha) Produksi (Ton) Produktivitas

(Ton/ha)

2004 11.922.974 54.088.468 4,53

2005 11.839.060 54.151.097 4,57

2006 11.786.430 54.454.937 4,62

2007 12.147.637 57.157.435 4,70

2008 12.327.425 60.325.925 4,89

2009 12.878.039 64.329.329 4,99

Sumber : Badan Pusat Statistika 2009 (diolah)1

Berdasarkan Tabel 1 di atas, dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan produksi Gabah Kering Panen (GKP) dari tahun 2004 - 2009. Pada tahun 2004 - 2007 peningkatan produksi beras yang lebih rendah dibandingkan dengan produksi beras dari tahun 2007 - 2009. Pada tahun 2009 pemerintah berhasil melakukan program swasembada beras, yaitu mencapai 64,32 juta ton. Keadaan ini sangat berdampak terhadap ketersediaan beras dalam negeri yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.

Peningkatan produksi beras dapat dilakukan melalui usaha intensifikasi, ekstensifikasi dan diversifikasi. Sesuai dengan tujuan pembangunan pertanian dalam pembangunan nasional, usaha produksi dilakukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam hal ini menjamin ketersediaan pangan, serta untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani. Perbaikan pendapatan dan kesejahteraan petani diharapkan dapat meningkatkan daya beli mereka dan secara berkesinambungan akan menunjang sektor lainnya.

(3)

Lahan pertanian khususnya sawah di Indonesia hingga saat ini masih terkonsentrasi di pulau Jawa. Namun perkembangan zaman menyebabkan pertanian terkonversi menjadi lahan pemukiman, sarana dan prasarana umum, dan lainnya. Ketersediaan lahan pertanian yang semakin terbatas memerlukan upaya-upaya untuk mengoptimalkan pendayagunaan lahan yang ada melalui program intensifikasi pertanian. Salah satu upaya peningkatan produksi melalui program intensifikasi pertanian yaitu upaya peningkatan produksi melalui teknik peningkatan produksi per satuan luas. Adapun pola tersebut melibatkan kegiatan panca usaha tani meliputi pengolahan tanah yang baik, penggunaan benih bermutu, pemupukan yang berimbang, pengendalian hama dan penyakit, pemeliharaan dan penanganan pasca panen yang tepat dan benar.

Masalah lain yang dihadapi dalam upaya peningkatan produksi diantaranya adalah terbatasnya penyediaan faktor produksi seperti pupuk yang sulit didapat, pestisida yang relatif mahal disamping ekosistem yang terus tergangggu. Pemahaman akan bahaya bahan kimia sintetis dalam waktu yang lama mulai disadari sehingga perlu alternatif dalam bercocok tanam yang mampu menghasilkan produksi yang tinggi, bebas dari pencemaran kimia sintetis serta menjaga lingkungan yang lebih sehat.

(4)

Biaya produksi pertanian konvensional yang semakin meningkat merupakan permasalahan utama yang saat ini dihadapi oleh para petani. Peningkatan harga-harga input produksi menyebabkan petani mengeluarkan biaya yang lebih besar untuk tetap berproduksi. Namun peningkatan biaya produksi ini tidak seimbang dengan jumlah hasil produksi yang dihasilkan dan berdampak terhadap penurunan jumlah pendapatan para petani padi konvensional. Ketersediaan input-input produksi dan dukungan kualitas lahan untuk pertanian semakin berkurang merupakan salah satu penyebab menurunnya pertumbuhan pertanian di Indonesia. Dari aspek pengelolaan air, pertanian padi sawah umumnya membutuhkan ketersediaan air yang cukup banyak, namun disisi lain ketersediaan air semakin terbatas. Ketersediaan air yang semakin semakin terbatas disebabkan oleh peningkatan kepadatan penduduk dan perkembangan industrialisasi yang semakin pesat. Peningakatan jumlah penduduk dan perkembangan industri menyebabkan terjadi persaingan dalam pemanfaatan sumberdaya air dengan pertanian. Sektor pertanian merupakan pengguna air terbesar, dimana lebih dari 80 persen pemanfaatan air di Indonesia digunakan untuk mendukung budidaya usaha tani. Berdasarkan potensi sumber airnya, Indonesia terbagi dalam tiga wilayah besar, yaitu :

a. Wilayah dengan potensi rendah, kurang dari 10.000 m3/kapita/tahun meliputi pulau Jawa, Madura, Bali dan Nusa Tenggara.

b. Wilayah dengan potensi sedang antara 10.000 – 100.000 m3/kapita/tahun meliputi pulau Sumatera, Sulawesi dan Maluku.

(5)

Untuk mengatasi permasalahan sumberdaya air diperlukan peningkatan efisiensi penggunaan air melalui usaha tani hemat air, SRI (System of Rice Intensification) adalah teknik budidaya padi yang mampu meningkatkan produktifitas padi dengan cara mengubah pengelolaan tanaman, tanah, air dan unsur hara, terbukti telah berhasil meningkatkan produksi padi sebesar 50 % , bahkan di beberapa tempat mencapai lebih dari 100 % (Mutakin, 2007).

1.2 Perumusan Masalah

Ancaman krisis pangan saat ini melanda dunia, berdampak juga terhadap negara Indonesia. Jumlah penduduk Indonesia yang sangat besar menyebabkan tingkat kebutuhan pangan semakin tinggi. Untuk dapat memenuhi kebutuhan pangan yang semakin meningkat, dibutuhkan sebuah inovasi pertanian yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas hasil pertanian.

Sistem pertanian sangat membutuhkan faktor input untuk berproduksi. Faktor-faktor input tersebut seperti air, pupuk, benih, kualitas lahan yang baik. Ketersediaan faktor-faktor produksi yang semakin terbatas merupakan permasalahan yang sangat penting untuk diperhatikan. Ketersediaan sumber daya input seperti air stoknya mulai berkurang sehingga petani harus membayar biaya (iuran) untuk mengairi lahan pertanian menjadi sebuah permasalahan yang akan berpengaruh terhadap tingkat produktivitas pertanian yang dihasilkan. Pada pertanian konvensional, tanaman padi membutuhkan air yang cukup tinggi untuk pertumbuhan tanaman.

(6)

meningkatkan beban biaya yang dikeluarkan petani, sehingga akan berdampak terhadap pendapatan yang diterima para petani. Biaya produksi yang tinggi ini merupakan permasalahan yang banyak dihadapi petani konvensional pada umumnya.

SRI (System of Rice Intensification) adalah sistem budidaya padi yang mampu meningkatkan produktivitas tanaman dengan cara mengubah pengelolaan tanaman, tanah, air dan unsur hara. SRI juga dapat meningkatkan efisiensi penggunaan bibit sampai 20 %, menurunkan sampai 50 % penggunaan pupuk kimia, dan serta penghematan penggunaan air sampai dengan 40 %, dari segi produktivitas SRI dapat meningkatkan produktivitas sampai dengan 50 % (Mutakin 2007).

Berdasarkan masalah di atas, maka permasalahan yang dapat diteliti adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaruh penggunaan metode SRI dalam menghemat faktor-faktor produksi?

2. Bagaimana dampak program SRI terhadap biaya produksi dan peningkatan pendapatan petani?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut :

1. Mengkaji dampak SRI terhadap penggunaan input, produksi dan pendapatan usaha tani padi sawah di desa Jambenenggang, Sukabumi Jawa Barat.

(7)

3. Mengestimasi nilai ekonomi air yang dipergunakan pada usaha tani padi sawah.

4. Mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi usaha tani padi metode SRI dan konvensional.

`1.4 Manfaat Penelitian

  Manfaat penelitian ini antara lain :

1. Sebagai masukan dan bahan pertimbangan bagi pengambil kebijakan (pemerintah) agar dapat merumuskan kebijakan pengembangan usaha tani metode SRI.

2. Bagi petani, dalam meningkatkan pendapatan usaha tani padi.

3. Sebagai bahan masukan untuk penelitian selanjutnya yang arah dacakupan penelitian yang lebih luas.

   

(8)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah System of Rice Intensfication (SRI)

System of Rice Intensification (SRI) pertama kali dikembangkan oleh seorang pastur asal Perancis bernama Father Henri de Laulanie pada awal 1980-an di Madagaskar. Beliau menghabisk1980-an waktu selama 34 tahun bekerja bersama petani, mengamati, dan bereksperimen mengenai metode hemat air ini, hingga eksperimennya berhasil memperoleh kesuksesan pada tahun 1983 s/d 1984.2

Pada tahun 1990 dibentuk Asociation Tefy Saina (ATS), sebuah LSM Malagasy untuk memperkenalkan SRI. Empat tahun kemudian, Cornell International Institution for Food, Agriculture and Development (CIIFAD), mulai bekerja sama dengan Tefy Saina untuk memperkenalkan SRI di sekitar Ranomafana National Park di Madagaskar Timur, didukung oleh US Agency for International Development. SRI telah diuji di Cina, India, Indonesia, Filipina, Sri Langka, dan Bangladesh dengan hasil yang positif (Mutakin 2007). SRI menjadi terkenal di dunia melalui upaya dari Norman Uphoff (Director CIIFAD). Pada tahun 1987, Uphoff mengadakan persentasi SRI di Indonesia dan beberapa negara lainnya yang merupakan kesempatan pertama SRI dilaksanakan di luar Madagaskar diantaranya adalah Bangladesh, Benin, Kamboja, Kuba, Gambia, Guinea, India,laos, Mali, Mozambique, Myanmar, Nepal, Pakistan, Peru, Philipina, Senegal, Sierra Leone, Srilanka, Thailand, dan Vietnam. Berdasarkan hasil pengembangan program SRI di beberapa negara, di peroleh hasil

       2 

(9)

produktivitas yang cukup signifikan, hasil produksi tanaman padi dapat dilihat sebagai berikut:

1. China (2004), hasil naik dari 3 ton/ha menjadi 7,5 ton/ha dengan hasil tertinggi 20,4 ton/ha dan penghematan air sebesar 42 %. Saat ini produktivitas padi sekitar 13 ton/ha.

2. India (50 petani, 2003-2004), hasil meningkat dari 7,1 ton/ha menjadi 9,7 ton/ha dengan produktivitas tertingginya adalah sebesar 15 ton/ha.

3. Kamboja (5 propinsi, 2004), hasil naik sebesar 41 % dan pendapatan naik sebesar 74 %.

4. Sri Langka, hasil naik sebesar 50 %, efisiensi air 90 %, pendapatan bersih 112 %, dan pengurangan biaya produksi sebesar 17 – 27 %.

5. Indonesia oleh Agency for Agricultural Research and Development (AARD, 2004), dengan hasil rata-rata 7 s/d 9 ton. Hasil uji coba petani terbaru SRI memberikan hasil 10 s/d 18 ton/ha.

2.2 Metode System of Rice Intensification (SRI)

(10)

Pada metode ini, produksi tanaman padi diharapkan dapat mencapai hingga 8 ton per hektar, bahkan diantaranya ada yang mampu mencapai 10–15 ton per hektar. SRI tidak mensyaratkan benih unggul atau pemupukan intensif, tetapi lebih menekankan pada perlakuan bibit, jarak tanam, dan waktu pengairan yang tepat berdasarkan pengamatan terhadap perilaku dan kehidupan tanaman padi (Simarmata, 2006).

Melalui penerapan metode SRI diharapkan para petani memperoleh hasil panen 30 % lebih banyak jika dibandingkan dengan pola konvensional. Hal tersebut dikarenakan metode SRI mampu menghemat air hingga 60 % dari kebutuhan padi sawah biasa. Pengaturan tata udara tanah melalui pemberian air (lembab dan basah secara bergantian) akan meningkatkan keanekaragaman dan peranan biota tanah dalam mendukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Oleh karena itu, metode ini tidak mengenal krisis air pada kemarau seperti yang terjadi pada akhir tahun 2006 hingga awal 2007. Melalui metode ini diharapkan kesejahteraan petani dapat ditingkatkan, karena harga jual Gabah Kering Panen (GKP) padi organik metode SRI ini berkisar antara Rp. 3.500,-/kg hingga Rp. 4.500,-/kg3.

2.3 Input-Input Produksi Pertanian

(11)

Pada penelitian ini akan dikaji bagaimana pengaruh metode SRI dalam menghemat faktor-faktor produksi pada usaha tani padi sawah.

2.3.1 Pupuk

Pupuk merupakan salah satu komponen penting dalam perkembangan dan pemeliharaan tanaman. Pada umumnya pupuk yang digunakan dalam budidaya padi ada dua jenis, yaitu pupuk organik dan pupuk kimia. Definisi yang dikemukakan oleh International Organization for Standardization (ISO) dalam Sutanto (2002b) menyatakan bahwa pupuk organik merupakan bahan organik atau bahan karbon, pada umumnya berasal dari tumbuhan dan atau hewan, ditambahkan ke dalam tanah secara spesifik sebagai sumber hara, pada umumnya mengandung nitrogen yang berasal dari tumbuhan dan atau hewan.

Asociation of American Plant Food Control Official (AAPFCO) mendefinisikan pupuk organik sebagai pupuk yang mengandung karbon sebagai komponen esensial (tetapi tidak dalam bentuk karbonat) dan istilah tersebut pada dasarnya berasal dari senyawa karbon yang dikandung organisme, tetapi sekarang termasuk senyawa karbon sintetik. AAPFCO mengartikan bahwa pupuk organik sebagai bahan mengandung karbon dan satu atau lebih unsur yang lain selain hidrogen dan oksigen yang penting bagi pertumbuhan tanaman (Sutanto, 2002b).

Pupuk kimia adalah pupuk yang berasal dari proses rekayasa secara kimia, fisik atau biologis yang merupakan hasil industri atau hasil dari pabrik pembuat pupuk.4

Pada umumnya jenis pupuk kimia yang digunakan dalam budidaya meliputi :

      

4 

(12)

a. pupuk hara makro primer yaitu pupuk yang mengandung unsur hara utama N, P atau K baik tunggal maupun majemuk seperti Urea, TSP, SP-36, ZA, KCl, Phospat Alam, NP, NK, PK dan NPK;

b. pupuk hara makro sekunder, yaitu pupuk yang mengandung unsur Calsium (Ca), Magnesium (Mg) dan Belerang (S) seperti Dolomit, Kiserit;

c. pupuk hara makro campuran yaitu pupuk yang mempunyai kandungan hara utama N, P dan K yang dilengkapi unsur-unsur hara mikro seperti Seng (Zn), Boron (B), Tembaga (Cu), Cobalt (Co), Mangan (Mn), Molibdenum (Mo). Pupuk hara campuran tersebut dapat berbentuk padat atau cair

d. pupuk hara mikro yaitu pupuk yang mempunyai kandungan hara mikro Zn, B, Cu, Co, Mn dan Mo;

e. pupuk an-organik lainnya.

2.3.2 Benih

Dalam sistem usaha tani benih bermutu merupakan syarat untuk mendapatkan hasil panen yang maksimal. Dalam pertanian organik juga dibutuhkan kualitas benih yang baik. Akses terhadap benih menjadi salah satu permasalahan petani di Indonesia. Petani terus dijauhkan dari sistem pertanian yang mandiri dan berdaulat, termasuk dalam hal kemandirian untuk penggunaan dan produksi benih. Sejak revolusi hijau bergulir, penguasaan benih beralih dari tangan petani ke tangan perusahaan industri benih yang mengklaim atas nama teknologi penghasil keunggulan dalam hal produktivitas dan ketahanan terhadap penyakit.

(13)

Teknologi yang seharusnya bermanfaat bagi petani sebagai subjek dari kegiatan pertanian tersebut malah justru menjadi pundi penghasil kekayaan bagi para pemilik modal. Petani semakin tergantung terhadap benih hibrida yang mahal..

Umumnya benih dikatakan bermutu jika jenisnya murni (lokal), beras nasional (bernas), kering, sehat, bebas dari penyakit, bebas dari campuran biji rerumputan yang tidak dikehendaki, dan daya kecambahnya paling tidak mencapai 90 % (Andoko, 2002).

Menurut Boer (2009) ada beberapa klasifikasi benih yang bersertifikat sesuai dengan keturunan dan mutunya :

1. Benih Penjenis (Breeder seed) adalah benih pembiak vegetatif yang dihasilkan langsung oleh pemulia tanaman yang digunakan untuk menghasilkan benih dasar.

2. Benih dasar (foundation seed) merupakan turunan pertama dari benih penjenis, identitas genetif dan kemurniannya dijaga baik.

3. Benih pokok, merupakan turunan dasar dari benih dasar, identitas dan kemurniannya dipertahankan sebaik mungkin.

4. Benih sebar, turunan dari benih pokok untuk memproduksi tanaman..

2.3.3 Air

(14)

permukaan (setelah diolah air berbentuk limbah), maka air dikatakan digunakan secara non-konsumtif dan dapat digunakan kembali untuk keperluan lainnya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Air sangat dibutuhkan oleh tanaman

untuk dapat hidup dan berkembang. Lahan pertanian memerlukan air dalam jumlah yang sangat besar. Dalam skala global dari sekitar 3.600 km3 air yang dikonsumsi manusia per tahun, sekitar 69 % diantaranya dipergunakan untuk sektor pertanian. Bahkan di Asia konsumsi air untuk sektor pertanian mencapai rata-rata sekitar 83 % dari total air yang dikonsumsi manusia.

Tabel 2. Perkiraan Kebutuhan Air Untuk Tanaman Pangan (Juta m3) Menurut Wilayah Tahun 2004 s/d 2009

No Wilayah Kebutuhan Air Pertahun dalam Juta m

3

Tahun

2004 2005 2006 2007 2008

1 Sumatera 28.73 29.37 28.96 31.98 33.90

2 Jawa 52.93 53.94 53.34 53.58 56.85

3 Bali dan Nusa

Tenggara 7.09 6.63 7.18 6.82 7.63

4 Kalimantan 6.32 6.30 6.60 7.50 7.75

5 Sulawesi 10.83 11.33 11.65 13.41 14.31

6 Maluku dan Papua 0.91 0.99 1.04 1.06 1.10

Indonesia 106.82 108.56 108.77 114.35 121.54

Sumber :Badan Pusat Statistika 2009

(15)

Pada tabel dibawah dapat dilihat kebutuhan air tanaman padi sesuai pertumbuhannya.

Tabel 3. Kebutuhan Air Tanaman Padi Sesuai Pertumbuhannya

Tahap

Kegiatan/Pertumbuhan

Varietas Unggulan Varietas Non unggulan

mm/hari lt/det/Ha Periode (hari)

mm/hari lt/det/Ha Periode (hari)

Pengolahan tanah 12,70 1,50 - 12,7 1,50

-Pembibitan 3,00 0,40 20 3,00 0,40 20

Tanam s.d. primordia 7,50 0,90 40 6,40 0,75 35

Primordia s.d. bunga 8,80 1,00 25 7,70 0,90 20

Bunga 10 % s.d. penuh 8,80 1,00 20 9,00 1,00 20

Bunga penuh s.d. panen 8,40 1,00 20 7,80 0,90 20

Sumber : Seri Modul Kebutuhan Air Irigasi (PT1), 2000

Berdasarkan Tabel 3 di atas dapat dikaji bahwa kebutuhan air untuk tanaman padi sangat tinggi, hal ini dapat dilihat dari tahapan pertumbuhan tanaman yang banyak dan membutuhkan air yang cukup banyak untuk setiap tahapannya. Untuk varietas unggulan membutuhkan air sebanyak 49,2 mm/hari dari tahap pengolahan tanah sampai tahap bunga penuh sampai dengan panen. Sedangkan untuk varietas non unggulan membutuhkan air 46,6 mm/hari dari tahap pengolahan tanah sampai dengan tahapan panen. Berdasarkan perbedaan kebutuhan air dari kedua varietas diatas dapat diketahui bahwa varietas unggulan membutuhkan air yang lebih sedikit dibandingkan dengan varietas non unggulan

2.3.4Tenaga Kerja

(16)

kerja dibutuhkan dalam proses kegiatan produksi dari pengolahan tanah, penanaman, perawatan sampai dengan proses panen. Tenaga kerja pertanian (dalam arti luas) merupakan tenaga kerja terbesar dengan jumlahnya mencapai 42,3 juta jiwa pada tahun 2006. Jumlah ini merupakan 44,5 % dari jumlah tenaga kerja Indonesia seluruhnya. Tenaga kerja pertanian tersebut tersebar ke dalam lima sub sektor, dimana penyerapan tenaga kerja terbesar adalah di sub sektor tanaman pangan, perkebunan dan hortikultura (sekitar 38,8 %) diikuti dengan sub sektor peternakan (sekitar 2,5 %)5. Namun demikian, dengan jumlah tenaga kerja yang besar tersebut, ternyata sektor pertanian hanya mampu memberikan kontribusi PDB nasional sebesar 13,3 %. Kondisi ini menunjukkan bahwa produktivitas tenaga kerja pertanian masih rendah. Rendahnya produktivitas tersebut disebabkan masih rendahnya tingkat pendidikan dan kemampuan adopsi teknologi.Pada zaman sekarang ini, tenaga kerja yang bekerja di bidang pertanian juga semakin berkurang. Salah satu faktor yang menyebabkan adalah petani lebih suka menyewa traktor, karena biaya lebih murah dan pekerjaan dapat selesai dalam waktu yang relatif singkat. Hal ini tentu memberi iklim segar kepada pemilik traktor karena mempunyai daerah pasar yang luas, yakni di luar desa, diluar kecamatan bahkan diluar kabupaten. Ini dapat dilihat pada saat musim pengolahan tanah, maka mobilitas alat pengolahan tanah ini antar wilayah sangat meningkat.

       5

(17)

2.3.5 Pestisida

Pestisida merupakan salah satu input produksi yang digunakan oleh para petani untuk menjaga tanaman dari serangan hama penyakit. Namun pada umumnya penggunaan pestisida digunakan pada pertanian konvensional, sedangkan pada pertanian organik tidak menggunakan pestisida kimia. Pestisida terdiri dari pestisida kimia dan pestisida alami. Pestisida kimia terdiri dari dua jenis yaitu pestisida padat dan pestisida cair. Penggunaan pestisida tergantung dari kondisi lingkungan dan hama yang menyehrang tanaman tersebut. Pada umumnya pestisida yang digunakan oleh petani padi konvensional adalah pestisida cair. Pada pertanian organik menggunakan pestisida alami yang dibuat oleh petani dengan menggunakan bahan-bahan yang alami dan ramah lingkungan.

2.4 Ketersediaan Input-Input Produksi

(18)

input-input produksi pertanian. Tujuan dari efsiensi penggunaan input-input-input-input produksi adalah untuk menghemat biaya produksi yang dikeluarkan oleh petani. Efisiensi penggunaan input produksi juga sangat penting yang bertujuan agar stok sumber daya yang semakin terbatas dapat dimanfaatkan dengan baik untuk peningkatan kesejahteraan petani.

2.5 Biaya Produksi Air Baku

Air baku dalam pengertian ini merupakan air yang berasal dari air tanah termasuk mata air yang diambil dari sumbernya dan telah siap untuk dimanfaatkan. Harga air baku merupakan nilai rupiah dari biaya eksploitasi atau investasi untuk mendapatkan air baku tersebut. Harga Air Baku (HAB) adalah harga rata-rata air tanah per satuan volume di suatu daerah yang besarnya sama dengan nilai investasi untuk mendapatkan air tanah tersebut dibagi dengan volume produksinya (Sukanto, 1989). Harga air baku adalah sejumlah biaya dan upaya yang dikeluarkan sekarang untuk mendapatkan atau mengeluarkan air tanah sampai ke permukaan tanah yang meliputi biaya konstruksi, biaya tetap dan biaya operasional selama umur ekonomis (Abidin, 2008).

2.6 Produksi Marginal

(19)

Dimana ΔX adalah perubahan input produksi yang digunakan, sedangkan

ΔY adalah perubahan output yang dihasilkan (Soekartawi, 1990). Untuk

mengestimasi nilai air dapat digunakan dengan pendekatan marginal produksi dimana dapat diketahui dengan menghitung berapa jumlah output tambahan (GKP) yang dihasilkan dari setiap volume (m3) air yang digunakan untuk berproduksi.

2.7 Prinsip Budidaya Padi Metode SRI

Secara umum dalam konsep SRI tanaman diperlakukan sebagai organisme hidup sebagaimana mestinya, tidak diperlakukan seperti mesin yang dapat dimanipulasi, tanaman padi dikembangkan dengan cara memberikan kondisi yang sesuai dengan pertumbuhannya. Hal ini karena SRI menerapkan konsep sinergi, dimana semua komponen teknologi SRI berinteraksi secara positif dan saling menunjang sehingga hasil secara keseluruhan lebih banyak daripada jumlah masing-masing bagian. Menurut Mutakin dalam Berkelaar (2001), Kuswara (2003) dan Wardana et al, (2005) terdapat beberapa komponen penting dalam penerapan SRI yaitu :

1. Bibit dipindah lapangan (Transplantasi) lebih awal (bibit muda). 2. Bibit ditanam satu batang per lubang tanam.

3. Jarak tanam lebar.

4. Kondisi tanah tetap lembab tapi tidak tergenang air (irigasi berselang) 5. Menggunakan pupuk dari bahan organik kompos dan mikro organisme lokal

(MOL)

(20)

Hal paling mendasar dalam budidaya SRI adalah menerapkan irigasi intermiten artinya siklus basah kering bergantung pada kondisi lahan, tipe tanah dan ketersediaan air. Selama kurun waktu penanaman lahan tidak tergenang tetapi macak-macak (basah tapi tidak tergenang). Cara ini bisa menghemat air 46%. Selain itu sedikitnya air juga mencegah kerusakan akar tanaman. Menurut Simarmata (2009) diacu dalam Trubus (2008), penggenangan air menyebabkan kerusakan jaringan perakaran akibat terbatasnya suplai oksigen. Semakin tinggi air semakin kecil oksigen terlarut, dampaknya akar tanaman tidak mampu mengikat oksigen sehingga jaringan perakaran rusak. Selain itu jika air tergenang menyebabkan musuh alami hama padi tidak dapat hidup sedangkan hama padi dapat hidup dan dapat memunculkan hama padi baru yang berasal dari lingkungan aquatik. Disamping menghemat air, budidaya intensif itu juga menghemat penggunaan bibit, sebab satu lubang tanam hanya ditanam satu bibit. Menurut Abdulrachman, (2008) diacu dalam Trubus (2008), bahwa dengan menanam satu bibit per lubang berarti menghindari perebutan cahaya atau hara dalam tanah sehingga sistem perakaran dan pertumbuhan tanaman menjadi lebih baik. Sebaliknya jika penanaman terdiri atas 9 bibit per lubang menyebabkan terjadinya kompetisi hara pada tanaman.

(21)

gr/m2 dimaksudkan agar bibit cepat besar, karena tidak terjadi persaingan unsur hara, dengan demikian bibit sudah siap tanam pada umur 7-10 hari. Transplantasi saat bibit muda dapat mengurangi guncangan dan meningkatkan kemampuan tanaman dalam memproduksi batang dan akar selama pertumbuhan vegetatif, sehingga jumlah anakan/batang yang muncul lebih banyak dalam satu rumpun, dan bulir padi yang dihasilkan oleh malai padi juga lebih banyak. Petani SRI menanam bibit muda dengan jarak tanam 40 cm x 30 cm, total populasi dalam satu hektar mencapai 83.000 tanaman, sementara pada sistem konvensional berjarak tanam 20 cm x 20 cm terdiri atas 250 ribu tanaman. Pada jarak tanam longgar sinar matahari dapat menembus sela-sela tanaman dengan baik. Tanaman memerlukan sinar matahari untuk melakukan proses fotosintesis yang bertujuan unutk menjaga pasokan makanan tercukupi. Dengan demikian dalam umur 30 hari, dari satu bibit sudah menghasilkan 65 anakan.

(22)
(23)

2.8 Teknik Usaha tani Padi Metode SRI

Pertanian padi metode SRI pada dasarnya tidak berbeda dengan padi konvensional. Usaha tani padi metode SRI diberikan masukan bahan organik baik pupuk dan pestisidanya. Sedangkan usaha tani padi konvensional masukannya berupa bahan kimia sintetik. Namun dari pola tanam padi SRI sedikit berbeda dengan padi konvensional, yaitu pada teknik persemaian, pengolahan tanah, penanaman, dan pengaturan air (Mutakin, 2007)

2.8.1 Persiapan Benih

Benih sebelum disemai diuji dalam larutan air garam. Larutan air garam yang cukup untuk menguji benih adalah larutan yang apabila dimasukkan telur, maka telur akan terapung. Benih yang baik untuk dijadikan benih adalah benih yang tenggelam dalam larutan tersebut. Kemudian benih telah diuji direndam dalam air biasa selama 24 jam kemudian ditiriskan dan diperam 2 hari, kemudian disemaikan pada media tanah dan pupuk organik (1:1) di dalam wadah segi empat ukuran 20 x 20 cm (Nampan). Selama 7 hari. Setelah umur 7 - 10 hari benih padi sudah siap ditanam (Mutakin, 2005)

2.8.2 Pengolahan Tanah

(24)

2.8.3 Perlakuan Pemupukan

Pemberian pupuk pada SRI diarahkan kepada perbaikan kesehatan tanah dan penambahan unsur hara yang berkurang setelah dilakukan pemanenan. Kebutuhan pupuk organik pertama setelah menggunakan sistem konvensional adalah 10 ton per hektar dan dapat diberikan sampai 2 musim taman. Setelah kelihatan kondisi tanah membaik maka pupuk organik bisa berkurang disesuaikan dengan kebutuhan. Pemberian pupuk organik dilakukan pada tahap pengolahan tanah kedua agar pupuk bisa menyatu dengan tanah.

2.8.4 Pemeliharaan

(25)

2.9 Penelitian Terdahulu

Berdasarkan hasil penelitian Yulia, et al. (2006) yang berjudul analisis pendapatan usaha tani dan pemasaran wortel organik menunjukkan bahwa analisis pendapatan terbesar, baik atas biaya tunai maupun atas biaya total diterima oleh petani wortel organik sebesar Rp 8.577.806,08 per hektar dan Rp 6.715.338,37 per hektar. Besarnya nilai perbandingan R/C petani wortel organik atas biaya total dan biaya tunai adalah 2,28 dan 3,53. Artinya setiap Rp 100 biaya yang dikeluarkan oleh petani akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 288 untuk biaya total yang dikeluarkan dan Rp 353 untuk biaya tunai yang dikeluarkan. Sedangkan nilai perbandingan R/C atas biaya total dan R/C atas biaya tunai petani wortel konvensional adalah 1,70 dan 2,48. Dari nilai perbandingan R/C atas biaya total dan biaya tunai petani responden wortel organik memiliki nilai perbandingan yang lebih tinggi dibandingkan dengan petani wortel konvensional. Hal ini menunjukkan bahwa usaha tani wortel organik lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan usaha tani wortel konvensional.

(26)

disebabkan oleh biaya total penggarapan lebih besar karena adanya bagi hasil yang harus dilakukan kepada pemilik lahan.

Analisis perbandingan usaha tani padi organik Metode System Of Rice Intensification (SRI) dengan Padi konvensional oleh Rachmiyanti (2009) Berdasarkan hasil analisis pendapatan diketahui bahwa ternyata pendapatan atas biaya tunai maupun pendapatan atas biaya total petani padi organik metode SRI lebih rendah dari pendapatan atas biaya tunai maupun pendapatan atas biaya total padi konvensional. Namun hasil uji t menyimpulkan bahwa perubahan sistem usaha tani yang dilakukan oleh petani padi ternyata tidak berpengaruh nyata terhadap pendapatan petani. Apabila dilihat dari imbangan penerimaan dan biaya (R/C rasio) diketahui bahwa R/C rasio atas biaya tunai yang diperoleh petani padi organik metode SRI ( Rp 1,98) lebih rendah dari R/C rasio yang diperoleh petani padi konvensional, yaitu Rp 2,46. Hal ini berarti bahwa dari setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan oleh petani padi organik metode SRI hanya akan memberikan penerimaan sebesar Rp. 1,98 lebih rendah dari penerimaan yang diperoleh petani padi konvensional. Begitu pula dengan R/C rasio atas biaya total, untuk petani padi organik metode SRI R/C rasio yang diperoleh hanya sebesar Rp 1,54 sedangkan petani padi konvensional lebih besar dari petani padi organik tersebut, yakni sebesar Rp 2,16. Hal ini bermakna bahwa penerimaan yang diperoleh padi konvensional lebih besar dari petani padi organik metode SRI.

(27)

biaya investasi pompanisasi adalah biaya yang dikeluarkan untuk membangun sistem pompanisasi. Biaya investasi terdiri dari biaya persiapan, biaya pekerjaan elektrikal dan mekanikal, pengadaan pipa, pekerjaan rumah panel, pekerjaan rumah pompa, pengadaan dan pemasangan mesin generator set, dan pekerjaan pembuatan bak penampung reservoar.

Biaya pengadaan dan pemasangan mesin generator set merupakan biaya yang dikeluarkan untuk pembelian mesin generataor set yang sebelumnya terdapat unsur pajak sebesar 10 %. Awalnya harga pasar dari mesin generator set adalah Rp 109.013.714,00 , setelah pajak sebesar 10 % dikeluarkan maka harga ekonominya menjadi Rp 99.103.376,00.

Biaya investasi pompanisasi total adalah sebesar Rp 790.912.485,00 yang dikeluarkan hanya pada tahun ke 0. Persentase terbesar dikeluarkan untuk biaya pengadaan pipa, mencapai 62,2 % dari biaya total. sedangkan biaya investasi untuk kegiatan usaha tani meliputi biaya pembelian alat pertanian sebesar Rp 5.631.900,00 di awal tahun (tahun ke 0). Nilai ekonomi dari alat-alat pertanian tersebut hanya bertahan selama dua tahun, sehingga terjadi reinvestasi pada tahun kedua dan keempat. Spesisifkasi pompa yang digunakan adalah :

Spesifikasi Pompa Kapasitas

(L/menit)

Waktu Pemakaian (Jam)

Volume yang dihasilkan (m3) SHIMIZU PC- 250

BIT

SPESIFIKASI : Daya Motor = 250 Watt

Daya Hisap = 30 Total Head = 60m Pipa = 1 Inch / 1 1/ 4

60 4320 15.552

(28)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

Permasalahan dalam usaha tani yang saat ini dihadapi oleh petani adalah biaya produksi yang tinggi, ketersediaan input produksi yang semakin berkurang, kuantitas dan kualitas output produksi yang semakin menurun, dan banyaknya permintaan dari masyarakat yang menginginkan produk yang ramah lingkungan.. Hasil dari berbagai penelitian yang telah dilakukan mengenai padi organik menunjukkan bahwa dengan menerapkan sistem usaha tani padi organik dapat meningkatkan pendapatan petani. Permasalahan dalam usaha tani yang dihadapi oleh para petani merupakan sebuah dasar pemikiran untuk melahirkan sebuah inovasi dalam sistem usaha tani. Metode usaha tani tersebut harus mampu menyelesaikan permasalahan usaha tani.

(29)
(30)

        

         

        

        

             

       

     Usahatani Padi Sawah

Metode SRI

Penggunaan Input Produksi

Produktivitas Penggunaan Air

Biaya Produksi Usahatani

Pendapatan Usahatani Layak/tidak layak

Hemat/tidak Desa

Jambenenggang

Metode Konvensional

Uji Statistik

Pengembangan Usahatani Padi Metode SRI Analisis Dampak Sistem Usahatani

Meningkat/menurun Efisien/tidak efisien

R/C Ratio 

Validitas model

[image:30.595.51.516.73.766.2]
(31)

IV. METODE PENELITIAN

4.1 Metode Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan metode penelitian survai dan menggunakan kuesioner. Kuesioner ini akan dijadikan instrumen pengambilan data primer yang berisi pertanyaan terstruktur yang disesuaikan dengan kebutuhan informasi penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Jambenenggang, kecamatan Kebon Pedes, Sukabumi, Jawa Barat. Pada penelitian ini, pengambilan contoh dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling (pengambilan contoh sengaja) karena di lokasi tersebut merupakan salah satu desa yang pertaniannya menggunakan metode SRI (System of Rice Intensification). Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari hingga April 2011 yang meliputi survai ke lokasi penelitian, penyusunan rencana kegiatan, dan pengumpulan data serta penyusuan skripsi.

4.2 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan responden yang dipandu dengan kuesioner. Wawancara dilakukan dengan petani, penyuluh pertanian dari kantor Dinas Pertanian setempat dan tokoh masyarakat. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui penelusuran karya-karya ilmiah dan data-data yang dikeluarkan oleh lembaga-lembaga pemerintah yang memberikan informasi dan data yang relevan dengan topik yang dikaji.

4.3 Metode Pengambilan Contoh

(32)

Metode purposive sampling (pengambilan contoh sengaja) adalah pengambilan contoh dimana peneliti menentukan dengan sengaja contoh yang akan diteliti dengan tujuan menyajikan atau menggambarkan beberapa sifat didalam populasi. Metode pengambilan contoh ini berlaku untuk petani padi sawah yang menggunakan metode padi konvensional, untuk sistem usaha tani metode System of Rice Intensification (SRI) menggunakan metode sensus dimana dari 20 responden yang ada diambil secara keseluruhan.

4.4 Metode Analisis Data dan Pengujian Hipotesis

Data yang diperoleh, baik data primer maupun data sekunder akan diolah dan dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Untuk data kuantitatif pengolahan datanya dilakukan dengan menggunakan kalkulator dan program komputer (software Microsoft Excel dan Minitab). Sedangkan untuk data kualitatif, pengolahan datanya dilakukan secara deskriptif. Analisis data yang dilakukan pada penelitian ini adalah meliputi analisis sistem usaha tani dan analisis pendapatan usaha tani dan analisis tingkat efisiensi penggunaan input-input produksi.

4.4.1 Analisis Usaha Tani

Analisis data ini dilakukan secara kualitatif, yaitu dengan membandingkan keragaan antara usaha tani padi dengan menggunakan metode SRI dengan usaha tani padi konvensional. Adapun yang dibandingkan pada analisis ini adalah proses budi daya, penggunaan input, dan hasil produksi (output).

4.4.2 Analisis Pendapatan Usaha tani

(33)

dalam proses produksinya. Penerimaan total adalah nilai produk total usaha tani dalam jangka waktu tertentu. Pengeluaran total usaha tani adalah semua nilai input yang dikeluarkan dalam proses produksi. Pendapatan adalah selisih antara total penerimaan dan total pengeluaran (Nicholson, 1990). Rumus penerimaan total, biaya, dan pendapatan adalah:

Keterangan:

π = Tingkat pendapatan usaha tani (Rp)

TR = Total penerimaan usaha tani (Rp) TC = Total Biaya usaha tani (Rp) P = Harga output (Rp)

Q = Jumlah output (Kg) C = biaya (Rp)

Pengeluaran total usaha tani terdiri dari biaya tunai dan biaya tidak tunai. Biaya tunai adalah biaya yang dikeluarkan petani secara tunai. Sedangkan biaya tidak tunai adalah biaya yang dibebankan untuk penggunaan tenaga kerja dalam keluarga, penyusutan alat-alat pertanian, imbangan sewa lahan, serta biaya imbangan bibit. Biaya penyusutan alat-alat pertanian diperhitungkan dengan membagi selisih antara nilai pembelian dengan nilai sisa yang ditafsirkan dengan lamanya modal pakai. Namun pada penelitian ini biaya penuyusutan alat-alat tidak diperhitungkan, hal ini disebabkan dari keterbatasan responden dalam mengingat dan menghitung harga-harga alat pertanian yang mereka miliki.

(34)

4.4.3 Analisis Perbandingan Penerimaan dan Biaya (R/C Rasio)

Suatu usaha dikatakan efisien secara ekonomis dari usaha lain apabila rasio output terhadap inputnya menguntungkan. Untuk menunjukkan berapa penerimaan yang diterima petani dari setiap rupiah yang dikeluarkan maka dapat digunakan ukuran kedudukan ekonomi R/C rasio. Adapun rumus yang digunakannya adalah sebagai berikut:

R/C rasio = Jumlah penerimaan (Rp) Jumlah Biaya (Rp)

Bila nilai R/C rasio yang diperoleh melebihi nilai satu, maka usaha tani tersebut dapat dikatakan layak. Sebaliknya jika nilai R/C rasio kurang dari nilai satu maka usaha tani tersebut tidak dapat dikatakan tidak layak.

Untuk menentukan nilai revenue (penerimaan) dan cost (biaya) yang diperlukan agar dapat menghitung nilai R/C rasio dan sekaligus menghitung nilai

pendapatan usaha taninya, maka dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:

Tabel 4 Menghitung nilai R/C

A. Pend.Tunai Harga x Hasil panen yang dijual (Kg)

B. P. Yang diperhitungkan Harga x Hasil panen yang dikonsumsi (Kg)

C. Total penerimaan A + B

D. Biaya Tunai Benih

Pupuk organik

Tenaga Kerja Luar Keluarga (TKLK)

Sewa lahan

E. Biaya yang diperhitungkan Tenaga Kerja Dalam Keluarga (TKDK)

Penyusutan alat

F. Total Biaya D + E

G. Pend. Atas biaya tunai C – E

H. Pend. Atas biaya total C – F

I. Pend. Tunai A – D

Sumber: Hernanto (1991)

(35)

Rumus tersebut juga berlaku untuk menghitung nilai revenue dan cost serta tingkat pendapatan dari usaha tani padi konvensional yang pada penelitian ini dijadikan sebagai pembanding. Namun untuk menggunakan rumus tersebut beberapa komponen biaya tunai dan biaya diperhitungkan perlu dihilangkan atau ditambahkan. Contohnya adalah untuk komponen pupuk organik pada biaya tunai perlu dihilangkan. Sedangkan komponen yang perlu ditambahkan pada biaya tunai dan biaya diperhitungkan adalah komponen pestisida. Unsur sewa lahan dihilangkan dari perhitungan di lapangan, karena responden pada penelitian ini merupakan petani pemilik lahan sendiri.

4.4.4 Uji Statistik

Salah satu penggunaan statistik adalah untuk menguji hipotesis tentang variabel apa saja yang mempengaruhi perbedaan produksi usaha tani antara usaha tani yang menggunakan metode SRI dengan sistem usaha tani konvensional. Adapun alat analisis yang digunakan untuk menguji perbedaan usaha tani adalah dengan menggunakan persamaan Cobb-Douglas. Fungsi Cobb-Douglas adalah suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variable, dimana variable yang satu disebut variable dependen, yang dijelaskan, (Y) dan yang lain disebut variable independen, yang menjelaskan, (X). untu menyelesaikan hubungan antara Y dan X menggunakan regresi dimana variable dari Y akan dipengaruhi oleh variable dari X, dimana kaidah-kaidah pada garis regresi berlaku dalam penyelesaian fungsi Douglas. Secara matematik, fungsi Cobb-Douglas dapat dituliskan seperti persamaan :

Y= aX

1b1

X

2b2

…….X

i……

X

nbn

e

u

= a

π

X

i bi
(36)

`Untuk memudahkan pendugaan terhadap persamaan di atas maka

persamaan tersebut diubah menjadi bentuk linier berganda dengan cara melogaritmakan persamaan tersebut.

Logaritma dari persamaan di atas, adalah :

Bila fungsi Cobb Douglas tersebut dinyatakan oleh hubungan Y dan X, maka:

Y = f(X1,X2,...Xn)

Y = produksi usaha tani padi (Kg) X1 = Pupuk (kg)

X2 = Benih (kg) X3 = Air (m3)

X4 = Tenaga Kerja (hok) a,b = besaran yang akan diduga

U = kesalahan (disturbance term) dan

e = logaritma natural, e = 2,718.

4.4.4.1 Pengujian Parameter Secara Kesluruhan (Uji-F)

  Menurut Juanda (2009) pengujian ini digunakan untuk mengetahui apakah variabel-variabel bebas yang digunakan dalam model mempunyai pengaruh secara nyata terhadap variabel yang akan dijelaskan atau tidak. Pengujian hipotesa secara statistik menggunakan uji-F, yaitu :

JKT / (K-1) Fhit =

JKG / (n-1)

Dimana,

JKT = Jumlah kuadrat tengah regresi

JKG = Jumlah kuadrat tengah galat/sisa regresi n = Jumlah pengamatan

k = Jumlah variabel bebas jika,

(37)

H1 : data dari sampel yang berbeda

dengan menggunakan kriteria keputusan sebagai berikut: Fhit > Ftabel (k-1 ; n-k) maka tolak H0

Fhit < Ftabel (k-1 ; n-k) maka terima H0

Hal ini berarti, jika H0 ditolak maka model dugaan dapat digunakan untuk diramalkan hubungan antara variabel tak bebas dengan variabel penjelas pada tingkat signifikan atau tingkat kepercayaan tertentu (α %).

4.4.4.2 Pengujian Parameter Secara Parsial/Individu (Uji-t)

Menurut Bambang Juanda (2009) pengujian uji-t dilakukan untuk mengetahui apakah variabel-variabel bebas yang digunakan satu per satu berpengaruh nyata secara statistik terhadap besarnya variabel tak bebas. Pengujian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

bi-d t hit = Sbi

Dimana :

bi = Nilai Koefisien regresi dugaan Sbi = simpangan koefisien dugaan d = batasan yang diharapkan

Adapun kriteria penarikan kesimpulan pada pengujian hipotesis tersebut adalah : thit > ttabel (α ; n-k) atau p-value (output komputer) < α maka tolak H0

thit < ttabel (α ; n-k) atau p-value (output komputer) > α maka terima H0

Jika H0 ditolak, artinya adalah variabel yang digunakan berpengaruh secara nyata terhadap variabel tak bebas. Sebaliknya, jika H0 diterima, maka variabel yang digunakan tidak berpengaruh secara nyata.

(38)

H1 : Bi≠ 0 Keterangan :

H0 : Model signifikan H1 : Model tidak signifikan

4.4.5 Estimasi Perhitungan Harga Air

A. Pendekatan Produksi Marginal

Dalam ekonomi, produk marjinal atau produk fisik marjinal adalah output tambahan yang dihasilkan oleh satu unit lebih dari input yang digunakan. Dengan asumsi bahwa tidak ada lain untuk mengubah input produksi, produk marjinal dari input yang diberikan X dapat dinyatakan sebagai :

ΔY = Output produksi (Y1-Y2)

ΔX = X1 [SRI - Konvensional]

Dimana ΔX adalah perubahan input produksi air untuk mengairi sawah petani dan ΔY adalah produksi gabah padi yang dihasilkan petani. Metode ini dapat digunakan untuk melihat tingkat efisiensi air yang digunakan dalam pertanian SRI.

B. Pendekatan Biaya Investasi

(39)

untuk memenuhi keperluan sehari-hari yang memenuhi persyaratan baku mutu air bersih yang ditetapkan.

Harga air baku adalah sejumlah biaya dan upaya yang dikeluarkan sekarang untuk mendapatkan atau mengeluarkan air tanah sampai ke permukaan tanah yang meliputi biaya konstruksi, biaya tetap biaya operasional selama umur ekonomi (Abidin, 2008) Pada penelitian ini pendekatan yang digunakan adalah pendekatan proyek pompanisasi, dimana harga air dapat dihitung dengan perhitungan nilai investasi suatu proyek pompanisasi, baik dari biaya tetap dan biaya operasional dibagi dengan jumlah volume air yang dapat dihasilkan proyek tersebut. Perhitungan harga air baku dapat dihitung dengan persamaan dibawah ini:

Rumus Perhitungan Harga Air :

4.4.6 Analisis Kesempatan Kerja

Pengaruh penggunaan irigasi terhadap penyerapan tenaga kerja tidak terjadi secara langsung melainkan melalui peningkatan intensitas tanam. Dengan perubahan frekuensi penanaman, jumlah tenaga kerja yang digunakan ikut berubah juga. Menurut Dewi (2007) diacu dalam Tyas (2005), tenaga kerja digolongkan menjadi dua yaitu menurut asal sumberdaya dan menurut jenisnya. Menurut sumber dayanya, tenaga kerja dalam usaha tani dibedakan menjadi tenaga kerja yang berasal dari dalam keluarga petani dan tenaga kerja yang berasal dari luar keluarga. Sedangkan menurut jenisnya, ada tiga jenis tenaga (∑ (Biaya Investasi Pompanisasi) + ∑ (Biaya Tetap + Biaya Operasional))

(40)

kerja yaitu tenaga kerja manusia, tenaga kerja ternak dan tenaga kerja mekanik (traktor). Untuk menganalisis kesempatan kerja, dalam penelitian ini dibandingkan antara penggunaan tenaga kerja usaha tani dengan metode SRI dan usaha tani non SRI. Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut :

Dimana :

∆KK = Perubahan Kesempatan Kerja (HOK)

TKSRI = Tenaga kerja dengan SRI (HOK)

TKnon SRI = Tenaga Kerja Non SRI (HOK)

(41)

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5.1 Profil Desa

(42)

Desember dengan curah hujan 503 mm dan hari hujan 21 hari . Suhu udara berkisar 18.80C - 31.80C dengan suhu rata rata 25.550C, Kelembapan rata rata sebesar 88.8 %. Sedangkan Potensi geologis Kabupaten Sukabumi antara lain sumber panas bumi di daerah Gunung Salak dan Cisolok, bahan tambang dan bahan galian emas, Perak, batu- bara, pasir kwarsa, mamer, pasir besi, bentotot, teras. Jenis tanah di bagian utara pada umumnya terdiri dari tanah latosol, andosol dan regosol. Di bagian tengah pada umumnya terdiri dari tanah latosol dan pedisolik, sedangkan di bagian selatan sebagian besar terdiri dari tanah laterit, grumosol, pedsolik dan alluvial. Tanah lebih subur dibanding wilayah bagian selatan.

(43)

Rukun Warga, dan tiga puluh Rukun Tetangga. Pada tahun 2011, jumlah penduduk Desa Jambenenggang sebanyak 5.493 orang dengan jumlah penduduk pria sebanyak 2.770 orang dan perempuan sebanyak 2.723. Mayoritas penduduk Desa Jambenenggang memiliki profesi yang berkaitan langsung dengan pertanian. Terdapat 564 orang penduduk berprofesi sebagai buruh tani dan 1730 berprofesi sebagai petani. Sisanya berprofesi sebagai buruh/swasta, PNS, pedagang, dan TNI/Polri. Berdasarkan tingkat pendidikan, terdapat 278 orang penduduk tidak menamatkan pendidikan sekolah dasarnya. Sedangkan penduduk desa yang menamatkan pendidikan sekolah dasarnya sebanyak 742 orang. Hanya sebagian kecil saja penduduk yang mengenyam pendidikan hingga SLTP dan SMU. Jumlah penduduk yang mencapai tingkat pendidikan SLTP sebanyak 412 orang, sedangkan tingkat SMU sebanyak 317 orang. Jumlah penduduk yang mencapai tingkat pendidikan S1-S3 sebanyak 15 orang.

5.2 Karakterisitik Responden

Karakteristik responden yang dianggap penting dalam penelitian ini meliputi status usaha, status kepemilikan lahan, tingkat pendidikan, aspek usia, pengalaman dalam usaha tani padi, luas areal usaha tani padi, dan sumber modal yang digunakan.

5.2.1 Status Usaha

(44)
[image:44.595.118.519.116.186.2]

Tabel 5. Persentase Status Usaha tani di Desa Jambenenggng, Kec. Kebon Pedes, Kab.Sukabumi Tahun 2011 

Sumber : Data primer (diolah)

5.2.2 Status Kepemilikan Lahan

Berdasarkan Tabel 6 di bawah ini diketahui bahwa 62,5 % petani memiliki luas lahan kurang dari 2 Ha, hal ini disebabkan rata-rata petani didesa jambenenggang adalah petani yang memiliki skala usaha tani yang kecil. Untuk kepemilikan lahan lebih dari 0, 6 Ha hanya dimiliki 10 %. Jumlah responden baik dari petani SRI dengan konvensional berjumlah 40 orang.

Tabel 6. Persentase berdasarkan Status Kepemilikan lahan petani di Desa Jambenenggng, Kec. Kebon Pedes, Kab.Sukabumi Tahun 2011

No Status Kepemilikan

Lahan (Ha) Jumlah (orang) Persentase (%)

1 < 0,2 25 62,50

2 0,21-0,40 8 20,00

3 0,41-0,60 3 7,50

4 >0,60 4 10,00

Jumlah 40 100,00

Sumber : Data primer (diolah)

5.2.3 Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan petani responden akan berpengaruh pada tingkat penyerapan teknologi baru dan ilmu pengetahuan. Di daerah penelitian, sebagian besar petani responden telah mengenyam pendidikan formal. Persentase jumlah petani padi organik SRI maupun petani padi anorganik yang menyelesaikan tingkat pendidikan sekolah dasar adalah sebesar 42,50 %, petani yang mengenyam

No Status Usaha Jumlah (Orang) Persentase (%)

1 Utama 39 97,50

2 Sampingan 1 2,50

(45)

tingkat pendidikan SLTP sampai dengan Perguruan Tinggi masing-masing sebesar 7,50 %. Hal ini menunjukan bahwa petani responden di desa jambenenggang hampir 65 % adalah petani yang sudah memiliki pendidikan. Tabel 7. Persentase berdasarkan tingkat pendidikan petani di Desa Jambenenggng,

Kec. Kebon Pedes, Kab.Sukabumi Tahun 2011

No Tingkat Pendidikan Jumlah (Orang) Persentase (%)

1 Tidak Sekolah 14 40,00

2 Lulus SD 17 42,50

3 Lulus SLTP 3 7,50

4 Lulus SMA 3 7,50

5 Lulus PT 3 7,50

Jumlah 40 100,00

Sumber : Data primer (diolah)

5.2.4 Aspek Usia

Usia petani responden di Desa Jambenenggang rata-rata berusia 57 tahun. Berdasarkan Tabel 9, banyak petani telah berusia lanjut (lebih dari 51 tahun) masih tetap bertani, mereka berpendapat bahwa bertani adalah mata pencaharian pokok mereka yang telah turun temurun. Umumnya para petani berusia antara 30 tahun sampai 80 tahun. Dilain pihak banyak generasi muda yang tidak ingin terjun pada sektor pertanian, karena mereka lebih tertarik menjadi tukang ojek, sopir angkot, atau bekerja di kota. Aspek usia mempengaruhi responden pada kondisi fisiknya. Umur yang semakin tua mengakibatkan kondisi fisik responden menjadi cepat lelah, sehingga pada saat pengelolaan lahannya sedikit kurang maksimal.

Tabel 8.Persentase berdasarkan Tingkat Usia petani di Desa Jambenenggang, Kec. Kebon Pedes, Kab.Sukabumi Tahun 2011

No Tingkat Usia Jumlah (Orang) Persentase (%)

1 30-50 23 57,50

2 51-70 13 32,50

3 >71 4 10,00

Jumlah 40 100,00

(46)

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE

SRI DAN PADI KONVENSIONAL

Sistem Pertanian dengan menggunakan metode SRI di desa Jambenenggang dimulai sekitar tahun 2007. Kegiatan ini diawali dengan adanya program pemerintah yang bekerjasama dengan PT MEDCO untuk mengembangkan padi organik dengan metode SRI (System of Rice Intensification). Metode ini merupakan teknik budidaya yang intensif dan efisien dengan proses manajemen sistem perakaran yang berbasis pada pengolahan lahan, tanaman dan air.

Pengembangan usaha tani padi konvensional di desa Jambenengggang sudah dimulai sejak diberlakukannya revolusi hijau atau di Indonesia dikenal dengan gerakan BIMAS. Sebelum era revolusi hijau dimulai, petani padi di desa Jambenenggang dalam bercocok tanam sudah menggunakan pupuk kandang atau kompos dan pestisida sebagai inputnya. Namun, akibat semakin meningkatnya kebutuhan akan pangan yang terjadi pada waktu itu maka pemerintah menetapkan program revolusi hijau yang menggunakan bahan kimia (pupuk dan pestisida) sebagai input produksi dengan tujuan agar produktivitas padi meningkat dan akhirnya kebutuhan akan pangan dimasyarakat dapat terpenuhi. Hal ini dilakukan agar dihasilkan beras dalam jumlah yang besar namun dalam waktu yang relatif singkat.

(47)

dihasilkan. Kemudian analisis akan dilanjutkan dengan menghitung tingkat pendapatan masing-masing usaha tani, baik usaha tani padi metode SRI maupun padi metode konvensional.

6.1 Penggunaan Input Produksi

  Dalam menghitung biaya usaha tani, terlebih dahulu dianalisis penggunaan input produksi petani. Pada penelitian ini input produksi yang dianalisis adalah benih,pupuk, pestisida dan tenaga kerja.

6.1.1 Benih

Pada usaha tani padi sawah metode SRI ini, benih yang digunakan oleh petani responden adalah varietas Sinta Nur, karena varietas ini memiliki keunggulan dan cocok untuk sistem usaha tani metode SRI. Salah satu keunggulan dari varietas Sinta Nur ini adalah tahan terhadap hama dan penyakit terutama hama wereng coklat dan penyakit hawar daun. Hal ini sangat diperlukan karena dalam sistem usaha tani padi metode SRI ini input yang digunakan merupakan input organik, sehingga hama ataupun penyakit akan mudah untuk menyerang tanaman.

(48)

tekstur nasi pulen. Varietas ini baik ditanam di lahan sawah irigasi dataran rendah sampai 550 m diatas permukaan laut.

[image:48.595.119.510.472.767.2]

Berdasarkan data yang diperoleh pada Tabel 9, kebutuhan benih total rata-rata yang digunakan petani padi SRI setiap musim tanam sebesar 34,01 kg. Jumlah tersebut jauh berbeda dimana petani padi konvensional total rata-rata menggunakan benih sebesar 95,39 kg. Dengan demikian, dapat dilihat bahwa usaha tani padi SRI dapat menghemat penggunaan benih total rata-rata sebesar 61,38 kg, atau mengurangi biaya pembelian benih sebesar Rp 368.260,- dengan harga rata-rata Rp 6.000,-/kg. Perbedaan jumlah kebutuhan benih SRI dan konvensional cukup signifikan, hal ini disebabkan karena pada dasarnya usaha tani metode SRI tidak membutuhkan banyak benih, karena pada prinsipnya metode SRI menggunakan satu benih untuk satu lobang tanaman padi. Perhitungan besarnya jumlah benih dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 9.Perbandingan Penggunaan Benih Padi SRI dan Padi Konvensional (Kg/Ha) di Desa Jambenenggang,kabupaten Sukabumi Jawa Barat

Penggunaan Benih SRI Penggunaan Benih Konvensional Luas Lahan (Ha) Benih (Kg) Luas Lahan (Ha) Benih (Kg)

0,16 2 0,12 24

0,5 10 0,10 10

0,4 5 0,15 10

0,04 2 0,35 10

0,5 7 0,10 10

0,5 7 0,3 15

0,3 30 0,15 15

0,15 5 0,06 7

1,2 7 0,22 15

0,08 3 0,16 10

0,07 3 0,15 15

0,25 10 0,10 10

1 6 0,08 10

0,12 5 0.07 10

(49)

0,1 5 0,05 6

0,09 5 0,25 10

0,1 5 0,10 10

0,07 3 0,05 5

Rata-Rata Total

Benih (Kg) 34,01 95,39

Harga Benih (Rp) 6000 6000

Biaya Total

Rata-Rata Benih (Rp) 204.060 572.340

Selisih Biaya

(Rp) 368.260

Sumber :Data primer diolah

6.1.2 Pupuk

Berdasarkan hasil wawancara, petani SRI tidak seluruhnya menggunakan pupuk organik, ada sebagian petani yang menggunakan pupuk kimia, walaupun proporsinya sangat kecil dibandingkan dengan pupuk organik. Pada petani Konvensional hampir semua menggunakan pupuk kimia dan proporsinya sangat besar dibandingkan dengan pupuk organik. Pada usaha tani padi SRI, pupuk yang digunakan oleh petani organik untuk membudidayakan tanamannya adalah dengan menggunakan pupuk kompos atau pupuk kandang.

(50)

Pupuk kompos yang digunakan petani padi organik SRI rata-rata adalah 2.127. 407 kg/ha dengan harga rata-rata adalah Rp. 635,00/kg. Petani masih memanfaatkan bahan-bahan organik yang tersedia dilingkungan mereka. Untuk mendapatkan pupuk ini, petani dapat membuatnya sendiri atau membeli di toko-toko sarana tani yang ada di kota Sukabumi. Selain menggunakan pupuk kompos, petani padi SRI pun menggunakan pupuk daun sebagai pupuk pelengkap, yaitu menggunakan mikroorganisme lokal (MOL). Hal ini dilakukan petani untuk menambah jumlah unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman. MOL ini digunakan dengan cara disemprotkan menggunakan handsprayer.

Umumnya MOL dibuat sendiri oleh petani karena menggunakan bahan-bahan organik yang mudah ditemukan di lingkungan. Berdasarkan data yang diperoleh pada Tabel 10 dapat dikaji, bahwa kebutuhan MOL yang digunakan rata-rata sebesar 15,96 lt/ha. Penggunaan MOL tidak memiliki rekomendasi khusus, apabila petani akan menggunakan MOL lebih banyak dari dosis yang telah ditetapkan itu lebih bagus, karena jumlah unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman jadi lebih tercukupi.

(51)
[image:51.595.108.514.109.686.2]

Tabel 10. Kebutuhan akan MOL yang digunakan petani padi SRI di desa Jambenenggang, kec Kebon Pedes, Kab Sukabumi 2011

No Luas Lahan

(Ha)

Jumlah Mol

(Liter) Nilai (Rp)

Pupuk

Organik (Kg) Nilai (Rp)

1 0,16 10 100000 300 225000

2 0,50 5 50000 150 112500

3 0,40 2 20000 700 490000

4 0,04 0.25 0 20 0

5 0,50 30 25000 350 262500

6 0,50 5 60000 700 490000

7 0,30 4 40000 2000 600000

8 0,15 5 50000 300 225000

9 1,20 15 75000 1500 600000

10 0,08 12 0 50 0

11 0,07 0.5 0 50 0

12 0,25 1 10000 75 56250

13 1,00 0 0 7000 2800000

14 0,12 0.5 5000 15 11250

15 1,00 1 10000 150 105000

16 0,12 0 0 50 35000

17 0,10 0.5 5000 100 70000

18 0,09 0 0 50 35000

19 0,10 0 0 700 70000

20 0,07 16 64000 700 490000

Jumlah 6,75 206.75 514000 14360 6677500

Rata2 penggunaan MOL 206,75/6,75 =30,63 Liter/Ha

718 kg/Ha

Biaya rata2 yang dikeluarkan

Rp.25.700 ,- Rp.502.600,-

Sumber : Data primer diolah

(52)

Urea sebesar 26,23 kg/Ha dengan biaya rata-rata yg dikeluarkan Rp 2500/kg, penggunaan Pupuk KCL sebesar 6,83 Kg/Ha dengan Biaya Rata2 yang dikeluarkan Rp 1800/kg, penggunaan pupuk NPK sebesar 3,5 kg/Ha dengan biaya rata-rata yang dikeluarkan Rp 3000/kg. Rata-rata penggunaan pupuk TSP sebesar 16,43 kg/Ha dengan biaya rata-rata Rp 2500/kg.

Tabel 11. Rata-rata Penggunaan Pupuk Kimia petani Konvensional di desa Jambenenggang, kec Kebon Pedes, Kab Sukabumi 2011

Sumber : Data primer diolah

Berdasarkan Tabel 11 di atas, dapat dianalisis bahwa Biaya total dari pupuk Urea yang dikeluarkan petani konvensional di desa Jambenenggang sebesar Rp 65.575/Ha, nilai biaya pupuk KCl sebesar Rp 12.294/Ha, nilai biaya pupuk NPK Rp 10.500/Ha dan pupuk TSP Rp 41.075/Ha. Biaya pupuk merupakan bagian dari biaya produksi yang harus dikeluarkan oleh petani.

6.1.3 Pestisida

Dalam melakukan pengendalian hama dan penyakit pada usaha tani SRI tidak menggunakan pestisida kimia. Hal ini dikarenakan dapat berpengaruh terhadap kualitas beras yang dihasilkan, untuk itu pengendalian hama dan penyakit para petani SRI melakukannya dengan cara pengendalian fisik dan penyemprotan dengan menggunakan handsprayer. Pengendalian fisik dilakukan

Pupuk Urea Pupuk KCL Pupuk NPK Pupuk TSP Jumlah

Jumlah (Kg) 185,78 55,46 34,38 94,25 369,87

Harga

(Rp/Kg) 2.500 1.800 3.000 2.500 9.800

(53)

dengan cara mencabut gulma yang berada dilahan dan pematang sawah, sedangkan penyemprotan hama dilakukan dengan menggunakan pestisida nabati yang biasanya dibuat sendiri. Seringkali petani melakukan tindakan pengendalian bersamaan dengan saat penyemprotan MOL dilakukan (pupuk daun), karena dalam komposisi MOL terkadang dicampurkan bahan-bahan organik seperti gadung, daun nimba, dan lain-lain yang dapat mengendalikan hama. Hal ini dilakukan agar kondisi lahan bersih dari gulma yang biasanya dijadikan oleh hama dan penyakit sebagai tempat bersemayam.

(54)
[image:54.595.110.504.131.355.2]

Tabel 12. Jenis Obat-Obatan Pada Usaha tani Padi Konvensional di Desa Jambenenngang, Kec. Kebon Pedes, Kab. Sukabumi untuk Musim Tanam (MT) Periode Januari-Maret 2011 Per Hektar

Sumber : Data primer (diolah)

6.1.4 Tenaga Kerja

Tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi yang memiliki pengaruh besar terhadap biaya usaha tani. Oleh karena itu dalam penggunaannya petani harus memperhitungkannya. Kebutuhan tenaga kerja yang digunakan petani berasal dari tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) dan tenaga kerja luar keluarga (TKLK). Kebutuhan tenaga kerja dalam satu musim tanam yang digunakan petani baik usaha tani padi SRI maupun padi konvensional di desa Jambenenggang pada umumnya relatif sama. Namun kebutuhan tenaga kerja pada beberapa kegiatan dalam usaha tani padi SRI dengan padi konvensional berbeda. Penggunaan tenaga kerja pada kedua jenis usaha tani di desa Jambenenggang dapat dilihat pada Tabel dibawah ini.

No Jenis Obatan Satuan Penggunaan

per Ha

Persentase (%)

Pestisida Cair

1 Allika ml 9,13 11,67

2 Skor ml 4,56 5,83

3 Pilia ml 31,96 40,87

4 Pirtako ml 31,96 40,87

5 Obat Eceng ml 0,45 0,58

6 Spontan ml 0,11 0,14

Pestisida Padat

(55)
[image:55.595.108.519.128.445.2]

Tabel 13. Perbandingan Kebutuhan Tenaga Kerja pada Usaha tani Padi Metode SRI dan Usaha tani Padi Konvensional di Desa Jambenenggang, Kec. Kebon Pedes, Kab. Sukabumi Tahun 2011 (HOK/Ha)

No Kegiatan

Metode SRI Metode Konvensional

Kebutuhan

(HOK) (%)

Kebutuhan

(HOK) (%)

1 Pengolahan Tanah 153 20.90 117 27,70

2 Penyiapan Media 25 3.41 30 7,10

3 Menaplak 32 4.37 15 3,55

4 Menanam tandur 138 18.80 78 18,48

5 Penyiangan 90 12.20 58 13,70

6 Penyulaman 39 5.32 0 0

7 Pemupukan 30 4.09 16 3,79

8 Penyemprotan 45 6.14 10 2,36

9 Pembersihan Pematang 41 5.60 30 7,10

10 Panen 139 18.90 68 16,11

Total 732 100.00 422 100.00

Δ KK = TKSri – TKKonvensional = 732 - 422

= 310 HOK

Sumber : Data primer (diolah)

Berdasarkan Tabel 13 di atas memperlihatkan perbandingan kebutuhan tenaga kerja metode SRI lebih banyak dibandingkan dengan usaha tani metode konvensional. Proporsi kebutuhan tenaga kerja untuk kedua jenis usaha tani tersebut paling besar dialokasikan pada kegiatan pengolahan tanah, menanam tandur, penyiangan, dan panen. Pada usaha tani SRI, sebanyak 20.9 % dialokasikan untuk pengolahan tanah, kemudian diikuti oleh kegiatan menanam tandur sebesar 18.8 %, kegiatan penyiangan sebesar 12.2 % dan kegiatan panen sebesar 18.9 %.

(56)
(57)

Upah yang diterima buruh tani di desa Jembenenggang, baik pada usaha tani padi SRI maupun padi konvensional pada umumnya adalah sama. Kisaran upah yang berlaku sekitar Rp 15.000,00 – Rp 25.000,00 untuk hari kerja pria dan Rp 10.000,00 – Rp 15.000,00 untuk hari kerja wanita. Berdasarkan Tabel di atas dapat dianalisis perubahan kesempatan kerja secara keseluruhan yang terjadi sebanyak 310 HOK, yang berarti bahwa penggunaan tenaga kerja sistem usahatani metode SRI lebih banyak 310 HOK dibandingkan dengan sistem usahatani konvensional.

6.2 Output Usaha tani

(58)

produksi rata-rata yang dihasilkan petani konvensional sebesar 1.067,5 kg. Berdasarkan informasi dianalisis bahwa hasil produksi petani dengan menggunakan metode SRI lebih tinggi dibandingkan dengan hasil produksi yang diusahaakan petani konvensional. Selain dari segi produksi, harga jual GKP padi SRI lebih tinggi dibandingkan dengan harga jual GKP padi konvensional. Untuk harga jual GKP padi SRI sebesar Rp 2.800,00 /Kg, sedangkan harga jual GKP padi konvensional sebesar Rp 2.500,00 /Kg. Data produksi di atas dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 14 .Perbandingan Produktivitas Padi Metode SRI dan Padi Konvensional di Desa Jambenenggang, Kec. Kebon Pedes, Kab. Sukabumi Periode Januari-April 2011

Sumber : Data primer (diolah)

6.3 Penggunaan Air untuk Produksi

Kondisi desa Jambenennggang, sumber air pertanian yang dimanfaatkan oleh warga berasal dari sungai disekitar desa yang dibuat menjadi irigasi sederhana. Namun ada beberapa kelompok tani yang hanya memanfaatkan air hujan untuk mengairi sawahnya. Berdasarkan data yang diperoleh dapat dianalisis perbandingan penggunaan air yang digunakan antara petani yang menggunakan metode SRI dengan petani yang menggunakan metode konvensional. Jumlah kebutuhan air untuk sawah yang menggunakan metode SRI dengan metode konvensional sangat berbeda. Kebutuhan air untuk metode SRI membutuhkan

Jenis Usahatani Luas

Rata-rata (Ha)

GKP Total (Kg)

GKP Rata-Rata (Kg)

Produktivitas GKP (Kg/Ha)

Metode SRI 0,33 39.785 1.989,25 5.894,07

(59)
[image:59.595.98.516.36.799.2]

1500 m3 per musim tanam untuk pengolahan tanah dan untuk pertumbuhan tanaman membutuhkan air 6000 m3 per musim tanam. Kebutuhan air untuk sawah yang menggunakan metode konvensional membutuhkan 1500 m3 per musim tanam untuk pengolahan tanah dan 1000 m3 untuk pertumbuhan tanaman.

Tabel 15. Perbandingan Kebutuhan air Padi Sawah Metode SRI dengan Konvensional

Metode Pengolahan (m3) Pertumbuhan (m3) Kebutuhan Total

(m3)

Padi SRI 1500 6000 7500

Padi Konvensional 1500 10000 11500

(60)

VII. ANALISIS PERBANDINGAN PENDAPATAN USAHA

TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI

KONVENSIONAL

 

7.1 Analisis Perbandingan Penerimaan Usaha Tani

Analisis ini dilakukan untuk mengetahui perbandingan antara usaha tani padi metode SRI dan usaha tani padi konvensional dilihat dari sisi penerimaan. Penerimaan yang diperoleh petani merupakan nilai dari total produksi usaha tani yang dikelolanya. Hasil penjualan gabah yang merupakan output dalam usaha tani merupakan pendapatan kotor sebelum dkurangi dengan biaya-biaya yang digunakan dalam usaha tani.

Tabel 16. Penerimaan Petani Padi Metode SRI dan Petani Padi Konvensional di Desa Jambenenggang, Kec. Kebon Pedes, Kab. Sukabumi

Jenis Usaha tani Satuan Produktivitas

(Kg/Ha)

Harga

(Rp/satuan) Nilai (Rp)

SRI Kg 5.894,07 2.800 16.503.396

Konvensional Kg 4.402,17 2.500 11.005.435

Sumber : Data primer (diolah)

(61)

dari petani konvensional. Besarnya rata-rata penerimaan total yang diperoleh petani padi dikarenakan harga jual GKP padi SRI per kilogram lebih tinggi dari harga jual GKP padi konvensional per kilogramnya, yaitu Rp 2.800/Kg sedangkan harga GKP untuk padi konvensional adalah Rp 2.500/Kg

[image:61.595.105.505.186.796.2]

7.2 Analisis Perbandingan Biaya Usaha tani

Tabel 17 . Biaya Usaha tani Padi Metode SRI dan Padi Konvensional di Desa Jambenenggang, Kec. Sukabumi 2011 (Hektar)

Sumber :Data Primer (Diolah)

Berdasarkan Tabel di atas, dapat ketahui bahwa biaya total yang dikeluarkan petani padi sawah dengan metode SRI mengeluarkan biaya rata-rata sebesar Rp

No Pengeluaran

Padi Metode SRI Padi Konvensional

Biaya (Rp) % Biaya (Rp) %

1. Biaya

Tunai Biaya Variabel

Benih 204.060 1,83 572.340 6,63

Pupuk 6.963.769 62,66 5.837.830 67,62

Mol/Pestisida 787.444 7,08 222.123 2,57

Tenaga Kerja

Luar Keluarga

(TKLK)

3.157.593 28,41 2.000.00 23,16

Sub Total 11.112.866 99,98 8.632.293 99,98

2. Biaya Hitung

Tenaga Kerja

Dalam

Keluarga

260.740 0,02 147.408 0,02

Sub Total 260.740 0,02 147.408 0,02

(62)

11.373.606 per hektar. Biaya tersebut merupakan hasil penjumlahan dari total penggunaan biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Dari data yang diperoleh, menunjukkan bahwa biaya tunai proporsinya lebih besar dari biaya yang diperhitungkan dalam struktur biaya total, karena biaya ini merupakan modal operasional yang harus dimiliki oleh petani untuk menjalankan aktifitas usaha taninya. Apabila dilihat dari perbandingan penggunaan biaya tunainya antara petani pemilik dan petani penggarap maka diketahui ternyata biaya tunai yang dikeluarkan pada petani penggarap lebih besar dari petani pemilik. Biaya tunai yang harus dikeluarkan oleh petani padi sawah dengan menggunakan metode SRI sebesar Rp 11.112.866 per hektar atau sekitar 99.98 % dari total biaya yang dikeluarkan dalam satu musim tanam, sisanya merupakan biaya yang diperhitungkan yaitu sebesar Rp 260.740 per hektar atau 0,02 % dari total biaya yang digunakan dalam satu musim tanam usaha tani.

(63)

Biaya diperhitungkan yang dikeluarkan untuk membayar upah tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) relatif lebih kecil jika dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan untuk membayar upah TKLK, yaitu sebesar Rp 260.740 per hektar. Artinya, kegiatan dalam usaha tani tidak dapat dilakukan oleh tenaga kerja dalam keluarga sehingga kekurangan tenaga kerja dicukupi dengan menggunakan tenaga kerja dari luar keluarga. Dari segi kesempatan kerja, budidaya padi sawah dengan menggunakan metode SRI memberikan kesempatan kerja yang lebih tinggi dibandingkan dengan padi sawah yang menggunakan metode konvensional, namun disisi lain, biaya tunai yang akan dikeluarkan untuk membayar upah tenaga kerja akan semakin tinggi. Dengan demikian, petani seharusnya memperhatikan kebutuhan tenaga kerja yang benar-benar diperlukan untuk menggarap sawahnya, sehingga pemborosan biaya yang disebabkan oleh penggunaan tenaga kerja yang berlebihan dapat diminimalisir.

(64)

7.3Analisis Perbandingan Pendapatan Usahatani

Suatu usaha tani dikatakan menguntungkan apabila selisih antara penerimaan dengan pengeluarannya itu bernilai positif. Pendapatan usaha tani tersebut dianalisis dengan menggunakan konsep pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Pendapatan atas biaya tunai diperoleh dari hasil pengurangan penerimaan petani terhadap komponen biaya-biaya yang dikeluarkan secara tunai dalam proses usaha taninya. Sedangkan pendapatan atas biaya total diperoleh dari penerimaan petani yang dikurangi dengan seluruh biaya (biaya total) yang telah dikeluarkan dalam proses usaha taninya, termasuk biaya yang diperhitungkan, sehingga hasil akhir dari pendapatan atas biaya total akan lebih rendah dari pendapatan tunai.

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari responden, dapat dikaji bahwa penjualan gabah hasil panen padi metode SRI menghasilkan nilai total produksi rata-rata sebesar Rp 16.503.396,-. Hasil penjualan dari padi konvensional rata-rata sebesar Rp 11.005.435,- . Perbedaan jumlah penerimaan pada kedua usaha tani tersebut disebabkan perbedaan tingkat harga jual hasil panen yang cukup besar seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Dari harga jual tersebut mengakibatkan penerimaan untuk padi sawah dengan menggunakan SRI lebih besar jika dibandingkan dengan penerimaan padi konvensional.

(65)
(66)
[image:66.595.107.517.132.463.2]

Tabel 18. Analisis Perbandingan Pendapatan Usahatani Padi Sawah Metode SRI dan Usaha tani Padi Konvensional di Desa Jambenenggang, Kec. Kebon Pedes Januari – April 2011 (Rp/Ha)

No Uraian Padi SRI

(Rp)

% Padi Konvensional

(Rp)

%

1 Pendapatan

usaha tani 16.503.396 11.005.435

2 Biaya usaha

tani :

Tot.Biaya tunai 11.112.866 99,98 8.632.293 99.98

Tot.Biaya

diperhitungkan 260.740 0,02 147.408 0,02

Total Biaya 11.373.606 100,00 8.779.701 100,00

3

Pendapatan atas B.Tunai

5.390.530 2.373.142

4

Pendapatan atas B.Total

5.129.790 2.225.734

5 R/C Ratio

B.Tunai 1,48 1

Gambar

Tabel 2. Perkiraan Kebutuhan Air Untuk Tanaman Pangan (Juta m3) Menurut
Tabel 3. Kebutuhan Air Tanaman Padi Sesuai Pertumbuhannya
Gambar  1. Kerangka Pemikiran Operasional
Tabel 5. Persentase Status Usaha tani di Desa Jambenenggng, Kec. Kebon Pedes, Kab.Sukabumi Tahun 2011 
+7

Referensi

Dokumen terkait

Ketersediaan sarana dan prasarana untuk menunjang kegiatan SDIDTK di Puskesmas dan Posyandu di Kota Padang belum lengkap, akan tetapi sudah memiliki ruangan khusus dan

Ijen Malang dinyatakan mempengaruhi untuk melakukan kegiatan merokok sebanyak 24 (80,0%) responden, sehingga untuk menguragi perilaku merokok pada responden

S : ibu klien mengatakan anaknya tidak terlalu rewel O : kesadaran klien compos metris, GCS E4M5V5, klien dapat menjawab pertanyaan yang ditanyakan oleh perawat

Gambar Peta/ Map Picture Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Nusa Penida Provinsi Bali/ FORDA’S Forest Area for Special Purpose as.. Experimental Forest at Nusa Penida

bahwa dalam rangka pelaksanaan layanan jaminan kesehatan bagi penduduk miskin di Kabupaten Bantul melalui program JAMKESOS yang diselenggarakan oleh Badan

 Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai bidang tugasnya.  Bidang Bina Mutu, Usaha

Gum arab digunakan pada permen untuk mencegah melting/meleleh khususnya pada permen gum dengan kadar padatan terlarut yang tinggi, menjaga perisa dan aroma sehingga rasa permen

[r]