• Tidak ada hasil yang ditemukan

B. Kerangka Teori

5. Prinsip dan Produk Inti BMT

Baitul Maal yang sudah mengalami penyempitan arti ditengah masyarakat ini hanya memiliki prinsip sebagai penghimpun dan penyalur dana zakat, infaq, dan shadaqah, dalam arti bahwa Baitul

Maal hanya bersifat “menunggu” kesadaran umat untuk menyalurkan

dananya saja tanpa ada sesuatu kekuatan untuk melakukan pengambilan atau pemungutan secara langsung kepada mereka-mereka yang sudaah memenuhi kewajibannya tersebut, dan seandainya aktifpun hanya bersifat seolah-olah meminta dan menghimbau, yang kemudian setelah itu Baitul Maal menyalurkannya kepada mereka yang berhak untuk menerimanya.

Menurut Yunus prinsip dasar diatas dapat diungkapkan bahwa produk inti dari Baitul Maal terdiri dari:

a. Produk Pengimpuan Dana

Dalam pproduk penghimpunan dana ini.Baitul Maal menerima dan mencari dana berupa zakat, infaq, shadaqah. Selain dana tersebut Baitul Maal juga menerima dana berupa sumbangan berupa hibah ataupun wakaf serta dana yang berupa hhibah ataupun wakaf serta dana yang sifatnya sosial.

b. Produk Penyaluran Dana

Penyaluran dana-dana yang bersumberkan dari dana-dana Baitul Maal harus bersifat spesifik, teutama dana yang besumber dari zakat karena dana dari zakat ini sarana penyalurannya sudah ditetapkan secara tegas dalam Al-Qur‟an. Sedangkan dana diluar zakat dapat digunakan untuk pengembangan usaha orang-orang miskin, pembangunan lembaga pendidikan, masjid maupun biaya- biaya operasional kegiatan sosial lainnya.

Menurut Yunus ada 3 prinsip yang dapat dilaksanakan oleh BMT dalam fungsinya sebagai Baitul Maal, yaitu :

a. Prinsip Jual Beli

Prinsip jual beli dilaksanakan sehubungan dengan adanya perpindahan kepemilikan barang. Tingkat keuntungan ditentukan didepan dan menjadi bagian harga atas barang yang dijual. Ada tiga jenis jual beli yang dijadikan dasar dalamnpembiayaan modal kerja dan investasi dalam perbankan syariah yaitu ba’i al-murabahah, ba’i assalam dan ba’i istishna.

Ba’i al-murabahah adalah jual beli pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam Ba’i al-murabahah, penjual harus memberi tahu harga produk yang ia beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahannya. Pihak bank membiayai pembelian barang yang dibutuhkan oleh nasabahnya dengan membeli

29

barang dari pemasok, dan kemudian menjualnya kepada nasabah dengan harga yang ditambah keuntungan.

Kebutuhan modal kerja usaha perdagangan untuk membiayai barang dagangan dapat dipenuhi dengan pembiayaan berpola jual beli dengan akad mudharabah. Dengan berjual beli, kebutuhan modal pedagang terpenuhi dengan harga tetap, sementara bank syariah mendapat keuntungan margin tetap dengan meminimalkan risiko.

Kebutuhan modal kerja usaha kerajinan dan produsen kecil dapat juga dipenuhi dengan akad salam. Dalam hal ini, bank syariah menyuplai mereka dengan input produksi sebagai modal salam yang ditukar dengan komoditas mereka untuk dipasarkan kembali.

Dalam pengertian yang sederhana, ba‟i as-salam berarti pembelian barang yang diserahkan di kemudian hari, sedangkan pembayaran dilakukan dimuka.

b. Prinsip Sewa 1) Al-ijarah

Al-ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri.

2) Al-ijarah Al-Muntahia Bit-tamlik (IMBT)

Transaksi yang disebut dengan al-ijarah al-muntahia bit-tamlik (IMBT) aadalah transaksi sewa dengan perjanjian untuk menjual atau mengibahkan objek sewa di akhir periode sehingga transaksi ini di akhiri dengan alih kepemilikan objek sewa. Berbagai bentuk alih kepemilikan IMBT. Transaksi yang disebut dengan al-ijarah al-muntahia bit-tamlik (IMBT) adalah sejenis perpaduan antara kontrak jual beli dm sewa atau lebih tepatnya akad sewa yang diakhiri dengan kepemilikan barang ditangan si penyewa. Sifat pemindahan kepemilikan ini pula yang membedakan dengan ijarah biasa.

c. Prinsip non profit

Prinsip ini disebut juga dengan pembiayaan kebajikan, prinsip ini lebih bersifat sosial. Sumber dana unuk pembiayaan ini tidak membutuhkan biaya, tidak seperti bentuk pembiayaan diatas. Bentuk produk prinsip ini adalah pembiayaan Qordul Hasan.

Adapun mengenai produk inti dari BMT (sebagai fungsi Baitut Tamwil) adalah sebagai penghimpun dana dan penyaluran dana.

a. Produk Penghimpunan Dana

Yang dimaksud dengan produk penghimpunan dana disini berupa jenis simpanan yang dihimpun oleh BMT sebagai sumber dana yang kelak akan disalurkan kepada usaha produktif.

Jenis simpanan tersebut antara lain :

31

Penabung memiliki motivasi hanya untuk motivasi hanya untuk keamanan uangnya tanpa mengharapkan keuntungan dari uang yang ditabung.

2) Al-Mudharabah

Penabung memiliki motivasi untuk memperoleh keuntungan dari tabungannya, karena itu daya tarik jenis tabungan ini adalah besarnya nisbah yang diberikan.

3) Amanah

4) Penabung memiliki keinginan tertentu yang diaqadkan atau diamanahkan kepada BMT. Misal, tabungan ini dimintakan kepada BMT untuk

ppinjaman khusus kepada kaum dhu‟afa atau orang tertentu. Dengan

demikian tabungan ini sama sekali tidak diberikan bagi hasil. b. Produk Penyaluran Dana

Produk penyaluran dana dalam hal ini merupakan bentuk pola pembiayaan yang merupakan kegiatan BMT dengan harapan dapat memberikan penghasilan. Pola pembiayaan tersebut adalah :

1) Pembiayaan modal kerja yang diberikan oleh BMT kepaa anggota, dimana pengelolaan usaha sepenuhnya diserahkan kepaada anggota sebagai nasabah debitur. Dalam hal ini anggota menyediakan usaha dan system pengelolaannya. Hasil keuntungan akan dibagi sesuai dengan kesepakatan bersama antara anggota dengan BMT.

2) Pembiayaan berupa sebagian modal yang diberikan kepada anggota dari modal keseluruhan. Pihak BMT dapat dilihat dalm proses

pengelolaannya. Pembagian keuntungan yang proporsional dilakukan sesuai dengan perjanjian kedua belah pihak.

3) Pembiayaan Murabahah

Pembiayaan yang diberikan kepada anggota untuk pembelian barang- barang yang akan dijadikan modal kerja. Pembiayaan ini diberikan untuk jangka pendek tidak lebih dari 6 (enam) sampai 9 (sembilan) bulan atau lebih dari itu. Keuntungan bagi BMT diperoleh dari harga yang dinaikkan.

4) Pembiayaan Ba’i Bitsaman Ajil

Pembiayaan ini hampir sama dengan pembiayaan murabahah, yang berbeda adalah pola pembayarannya yang dilakukan dengan cicilan dalam waktu yang agak panjang. Pembiayaan ini lebih cocok untuk pembiayaan investasi. BMT akan mendapatkan keuntungan dari harga barang yang dinaikkan.

5) Pembiayaan Al-Qardhul Hasan

Merupakan pinjaman lunak yang diberikan kepada anggota yang benar- benar kekurangan modal atau kepada mereka yang sangat membutuhkan utuk keperluan-keperluan yang sifatnya darurat. Anggota cukup mengembalikan pinjaman sesuai dengan nilai yang diberikan oleh BMT (Yunus,2009:33-38).

1. Simpanan

Menurut UU No. 21 Tahun 2008 tentang perbankan syari‟ah

33

Syari‟ah dan atau UUS berdasarkan Akad wadi‟ah atau Akad lain yang

tidak bertentangan dengan prinsip syariah dalam bentuk Giro, Tabungan, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.

Fatwa DSN-MUI NO: 02/DSN-MUI/IV/2000 menyatakan bahwa tabungan yang dibenarkan yaitu tabungan berdasarkan prinsip mudharabah dan wadi’ah.

Peraturan Bank Indonesia (PBI) NO: 9/19/2007, wadi’ah adalah transaksi penitipan dana atau barang dari pemilik kepada penyimpan dana atau barang dengan kewajiban bagi pihak yang menyimpan untuk mengembalikan dana atau barang titipan sewaktu-waktu.

Menurut kasmir penghimpunan dana sebagai mana pada lembaga bank secara umum dalam penghimpunan dana bank syariah mempraktikkan produk tabungan, Giro, dan Deosito. Dalam kedua produk tersebut akad dasar yang dikembangkan, yaitu:

a. Wadi’ah

Wadi‟ah merupakan titipan atau simpanan pada Bank Syariah, prinsip wadi‟ah merupakan titipan murni dari pihak ke

pihak lain, baik perorangan maupun badan hukum yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja bila si penitip menghendaki.

Wadi‟ah memiliki 2 prinsip yaitu:

1) Yad Amanah yang artinya tangan amanah. Si penyimpan tidak bertanggung jawab atas segala kehilangan dan kerusakan yang terjadi pada titipan selama hal itu bukan

akibat dari kelalaian atau kecerobohan yang bersangkutan dalam memelihara barang titipan.

2) Yad Adh-Dhamanah yang artinya adalah tangan penanggung.

Dalam prinsip ini bank sebagai penerima dana dapat memanfaatkan dan titipan seperti simpanan giro dan tabungan, dan deposito berjangka untuk dimanfaatkan bagi kepentingan masyarakat dan kepentingan negara. Yang terpenting dalam hal ini si penyimpan bertanggung jawab atas segala kehilangan dan kerusakan yang menimpa uang tersebut.

Menurut Dahlan dalam tabungan yang menggunakan akad

wadi‟ah, transaksi bank syariah yaitu: i) Tabungan Wadi‟ah

Tabungan Wadi‟ah adalah produk yang bersumber dari

nasabah yang sering disebut dana titipan pihak ketiga dalam bentuk tabungan.

ii) Tabungan Giro Wadi‟ah

Tabungan Giro wadi‟ah adalah produk rekening tabungan

dengan akad wadi‟ah yang tertuang dalam Dewan Syariah Nasional (DSN) Fatwa No: 1/DSN-MUI/IV/2000.

Menurut UU NO:21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah,

giro aadalah simpanan berdasarkan akad wadi‟ah atau akad

35

penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya, atau dengan perintah pemindahan bukuan.

b. Al-Mudharabah

1) Pengertian al-mudharabah

Mudharabah berasal dari kata dharb, berarti memukul atau berjalan. Pengertian memukul atau berjalan ini lebih tepatnya adalah proses seseorang memukulkan kakinya dalam mnjalankan usaha.

As-Sayyid sabiq mendefinisikan mudharabah dalam bahasa sederhana, mudharabah merupakan akad kerja sama antara dua belah pihak, satu pihak memberikan modal kepada lainnya untuk berniaga. Kemudian keuntungan dibagi antara mereka sesuai dengan kesepakatan yang telah disepakati.

Secara teknis, mudharabah adalah akad kerjasama antara dua belah pihak dimana pihak pertama menjadi (shahibul maal) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola. Seandainya kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian sipengelola. Si

pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.(Dr.Muhammad Syafii Antonio, M.Ec.:95).

Afzalur Rahman mendefinisikan mudharabah sebagai bentuk kontrak kerja sama yang didasarkan pada profit sharing, yang satu sebagai pemilik modal dan yang kedua menjalankan usaha. Modal yang dimaksud disini harus berupa uang tidak boleh berbentuk barang (Dahlan,2012: 128-129).

Menurut fatwa DSN No.07/DSN-MUI/IV/2000 bahwa mudharabah adalah pembiayaan ini posisi lembaga keuangan

syari‟ah kepada pihak lain untuk membuka suatu usaha yang

poduktif. Dalam pembiayaan ini proses lembaga keuangan sebagai pemilik dana dan membiayai 100% atas usaha pengelola, sedangkan posisi pengelola sebagai mudharib. Menurut Dahlan jenis Mudharabah ada dua, yaitu :

1) Mudharabah Muqayyadah adalah shahibul maal

membatasi kepada mudharib dengan batasan jenis usaha, waktu, dan tempat usaha. Mudharabah Muqayyadah atau disebut juga dengan istilah restriced mudharabah

specified mudharabah adalah kebalikan dari

Mudharabah Mutlaqah. Si mudharib di batasi dengan bataan jenis usaha, waktu, atau tempat usaha. Adanya pembatasan ini seringkali bmencerminkan

37

kecenderungan umum si shahibul maal dalam memasuki jenis dunia usaha (Antonio,2001:97). Mudharabah Muqayyadah di bagi dua yaitu :

a) Mudharabah Muqayyadah on Balance Sheet

Jenis mudharabah ini merupakan simpanan khusus (retriced investmen) dimana pemilik dana dapat menetapkan syarat tertentu yang harus dipatuhi oleh bank.

b) Mudharabah Muqayyadah Off Balance Sheet

Jenis mudharabah ini merupakan penyaluran dana mudharabah langsung kepada pelaksana usahanya, dimana bank bertindak sebagai perantara yang mempertemukan antara pemilik dana dengan pelaksana usaha (Muhammad,2016:8).

Special investment melalui Mudharabah Muqayyadah dapat digambarkan dalam skema berikut ini:

2) Mudharabah Mutlaqah adalah bentuk kerja antara shahibul maal dengan mudharib yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu dan daerah bisnis. Yang dimaksud dengan transaksi mudharabah mutlaqah adalah bentuk kerja sama antara shahibul maal dan mudharib yang dicakupkan sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis. Skema mudharabah mutlaqah dapat digambarkan sebagi berikut:

Gambar 2. 2 Skema Mudharabah Muqayadah

a. Rukun Mudharabah

Rukun dari akad Mudharabah yang harus dipenuhi dalam transaksi ada beberapa, yaitu:

1) Pelaku akad, yaitu shahibul maal (pemodal) adalah pihak yang memiliki modal tetapi tidak bisa berbisnis, dan mudharib (pengelola) adalah pihak yang pandai berbisnis, tetapi tidak memiliki modal.

2) Objek akad, yaitu modal (maal), kerja (dharabah), dan keuntungan (ribh).

39

b. Karakteristik Mudharabah

Menurut Wiroso karakteristik Mudharabah adalah : Kedua pihak yang mengadakan kontrak antara pemilik dana dan mudharib akan menentukan kapasitas baik sebagai nasabah maupun pemilik. Didalam akad tercantum pernyataan yang harus dilakukan kedua belah pihak yang mengadakan kontrak dengan ketentuan sebagai berikut :

1) Di dalam perjanjian tersebut harus dinyatakan secara tersurat maupun tersirat mengenai tujuan kontrak 2) Penawaran permintaan harus disepakati kedua belah

pihak didalam kontrak tersebut; dan

3) Maksud penawaran dan penerimaan merupakan suatu kesatuan informasi yang sama penjelasannya. Perjanjian bisa saja berlangsung ditanda tangani, melainkan bisa juga dilakukan melalui surat menyurat/koresponden dengan fax atau komputer yang telah disahkan oleh Cindekia Fiqih Islam dan Organisasi Konferensi Islam.

c. Modal

Modal adalah sejumlah uang pemilik dana diberikan kepada mudharib untuk diinvestasikan (dikelola) dalam kegiatan usaha mudharabah.

Adapun syarat-syarat yang tercakup dalam modal adalah sebagai berikut.

1) Jumlah modal harus diketahui secara pasti termasuk jenis mata uangnya.

2) Modal harus dlam bentuk tunai, seandainya berbentuk asset menurut Jumhar Ulama Fiqih diperbolehkan asalkan berbentuk barang niaga dan mempunyai nilai atau historinya pada saat mengadakan kontrak. Bila asset tersebut berbentuk non-kas yang siap dimanfaatkan, seperti pesawat dan kapal, diperbolehkan sebagai modal mudharabah asalkan mudharib tetap menginvestasikan semua modal tersebut dan berbagi hasil dengan pemilik dana dalam pendapatan dari investasi dan pada akhir jangka waktu;

3) Modal harus tersedia dalam bentuk tunai tidak dalam bentuk piutang; dan

4) Modal mudharabah langsung dibayar kepada mudharabah. Beberapa Fuqaha berbeda pendapat mengenai cara realisasi pencairan dana yaitu dibayar langsung dengan cara lain dilaksanakan dengan memungkinkan muddharib untuk memperoleh manfaat dari modal tersebut bagaimana pun cara akuisinya. Sesuai dengan pendapat kedua, pengadaan kontrak dapt dilaksanakan untuk keseluruhan modal dann

41

pembayarannya kepada mudharib dapt dibuat dalam beberapa angsuran.

d. Keuntungan

Keuntungan adalah jumlah yang melebihi jumlah modal dan merupakan tujuan mudharabah dengan syarat-syarat seperti berikut:

1) Keuntungan ini haruslah berlaku bagi kedua belah pihak dan tidak ada satu pihak pun yang akan memilikinya ;

2) Haruslah menjadi perhatian dari kedua belah pihak dan tidak terdapat pihak ketiga yang akan turut memperoleh bagi hasil darinya. Porsi bagi hasil keuntungan masing-masing pihak harus disepakati bersama pada saat perjanjiam ditandatangani. Bagi hasil mudharib harus secara jelas dinyatakan pada saat pengadaan kontrak dilakukan.

e. Jenis usaha

Jenis usaha atau pekerjaan diharapkan mewakili/menggambarkan adanya kontribusi mudharib dalam usahanya untuk mengembalikan/membayar modal kepada penyedia dana. Jenis pekerjaan dalam hal ini berhubungan dengan masalah manajemen dari pembiayaan mudharabah itu sendiri. Dibawah ini merupakan syarat-syarat yang harus diterapkan dalam usaha/pekerjaan mudharabah adalah sebagai berikut:

1) Bentuk pekerjaan/usaha merupakan hak khusus mudharib tidak ada intervensi manajemen dari pemilik dana, meskipun demikian menurut mahdzab Hambali membolehkan adanya peran serta/partisipasi pemilik dana dalam pekerjaan/usaha tersebut;

2) Penyedia dana tidak harus boleh membatasi kegiatan

mudharib agar tidak sukses dalam pencarian

laba/keuntungan;

3) Mudharib tidak boleh melanggar hukum syariah Islam

dalam usahanya dan juga harus mematuhi praktik-praktik usaha yang berlaku; dan

4) Mudharib harus mematuhi syarat-syarat yang diajukan

pemilik dana asalkan syarat-syarat tersebut tidak bertentangan kontrak mudharabah tersebut.

Batasan kegiatan mudharib sehubungan dengan dana mudharabahadalah sebagai berikut:

1. Harus benar-benar memiliki usaha sesuai dengan kontrak yang merupakan pekerjaan utama dan cabang kegiatannya; 2. Pekerjaan atau usaha yang dimiliki harus sesuai dengan surat

kuasa umum. Kesemuanya ini merupakan pekerjaan yang tidak mempunyai hubungan dengan kegiatan usaha utama, namun merupakan penunjang dalam perlakuan investasi

43

seperti perpaduan dengan dana mudharabah dan dananya sendiri; dan

3. Pekerjaan atau usaha yang tidak akan dimiliki terkecuali dengan suatu usaha ijin tertulis dari pemilik dana tersebut. Pekerjaan atau usaha ini tidak mengarahkan kepada pengembangan dana atau pun pada kewajiban atau utang baru apapun di pihak pemilik atas dana tersebut seperti peminjaman account dan mudharabah.

4. Modal mudharabah tidak boleh dalam penguasaan pemilik dana, sehingga tidak dapat ditarik sewaktu- waktu. Penarikan dana mudharabah hanya dapat dilakukan sesuai dengan waktu yang disepakati (periode yang telah ditentukan). Penarikan dana yang dilakukan setiap saat akan membawa dampak berkurangnya pembagian hasil usaha oleh nasabah yang menginvestasikan dananya.

5. Garansi dalam mudharabah untuk menunjukkan adanya tanggung jawab mudharib dalam mengembalikan modal kepada pemilik dana dalam semua pekerjannya. Peraturan jaminan dalam mudharabah, hal ini bahwa

mudharib akan bertanggung jawab untuk

mengembalikan modal kepada pemilik dana dalam hal apapun, dan tidak diperbolehkan pada waktu jatuh

tempo, kenyataan bahwa kepemilikan mudharib akandana tersebut dibuat sebagai suatu trust dan dengan demikian tidak menjamin dana tersebut kecuali dalam hal pelanggaran.

Dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 59 tentang Akuntansi Perbankan syariah, dijelaskan karakteristik mudharabah sebagai berikut:

1. Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara

shahibul maal (Pemilik dana) dan mudharib (pengelola dana) dengan nisbah bagi hasil menurut kesepakatn dimuka.

2. Jika usaha mengalami kerugian maka seluruh kerugian ditanggung oleh pemilik dana, kecuali jika ditentukan adanya kelalaian atau kesalahan oleh pengelola dana seperti penyelewangan, kecurangan, dan penyalahgunaan dana.

3. Mudharabah terdiri dari dua jenis yaitu mudharabah mutlqah (Investasi tidak terikat) dan mudharabah muqayyadah (Investasi terikat).

4. Mudharabah muthlaqah adalah mudharabah dimana

pemilik dana memberikan kebebasan kepada pengelola dana (mudharib) dalam pengelolaan investasinya.

45

5. Mudharabah Muqayyadah adalah mudharabah dimana

pemilik dana memberikan batasan kepada pengelola dana (mudharib) mengenai tempat, cara, dan objek investasi. Sebagai contoh, pengelola dana (mudharib) dapat diperintahkan yakni :

a. Tidak mencampurkan dana pemilik dana dengan dana lainnya.

b. Tidak menginvestasikan dananya pada transaksi penjualan cicilan, tanpa penjamin, atau tanpa jaminan; dan

c. Menghauskan pengelola dana untuk melakukan investasi sendiri melalui pihak ketiga.

6. Bank dapat bertindak baik sebagai pemilik dana maupun pengelola dana. Apabila bank bertindak sebagai pemilik dana maka dana yang disalurkan disebut pembiayaan mudharabah. Apabila bank sebagai pengelola dana maka dana yang diterima adalah sebagai berikut :

a. Dalam mudharabah Muqayyadah disajikan dalam laporan perubahan investasii terikat sebagai investasi terikat darii nasabah.

b. Dalam mmudharabah mutlaqah disajikan dalam neraca sebagai investasi tidak terikat.

Menurut pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia (PAPSI) karakteristik mudharabah atau investasi tidak terikat yaitu

1. Mudharabah terdiri dari dua jenis yaitu

mudharabahmuthlaqah (investasi tidak terikat) dan

mudharabah muqayyadah abank sebagai pengelola dana

pihak ketiga yang dikelompokkan dalam investasi tidak terikat. Untuk mudharabah muqayyadah bank sebagai agen dibahas dalam bagian tersendiri sedangkan bank sebagai pemilik dana (shahibul maal) dibahas dalam pembiayaan mudharabah.

2. Investasi tidak terikat bukan merupakan kewjiban atau eekuitas bank, karena bank tidak berkewajiban mengembalikan dan tersewbut apabila terjadi kerugian pengelola dana yang disebabkan kelalaian atau kesalahan bank sebagai mudharib.

3. Bagi hasil dapat dilakukan dengan menggunakan dua metode, yaitu dengan bagai bagi laba (profit sharing) atau bagi bagi pendapatan (revenue sharing). Bagi laba dihitung dari pendapatan setelah dikurangi beban yang berkaitan dengan pengelola dana mudharabah sedangkan dihitung dari total pendapatan pengelolaan mudharabah.

47

4. Jika bank menggunakan metode bagi laba (profit sharing) dan usaha megalami kerugian maka seluruh kerugian ditanggung oleh pemilik dana (shahibul maal), kecuali jika ditemukan adanya kelalaian atau kesalahan bank sebagai pengelola dana (mudharib).

5. Kelalaian atau kesalahan bank sebagai pengelola dana disebabkan, misalnya:

a. Tidak dipenuhinya persyaratan yang ditentukan di dalam akad.

b. Tidak terdapat kondisi di luar kemampuan (force majeur) yang lazim dan atau yang telah ditentukan didalam akad; dan

c. Hasil keputusan dari badan arbitrase atau pengadilan.

6. Jika bank menggunakan metodebagi pendapatan (revenue sharing) maka pemilik dana (shahibul maal) tidak akan menanggung kerugian, kecuali bank dilikuidasi dengan kondisi realisasi asset bank lebih kecil dari kewajiban.

7. Investasi tidak terikat, antara lain :

a. Tabungan mudharabah yaitu investasi tidak terikat pihak ketiga pada bank syariah yang

penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati.

b. Deposito mudharabah adalah investasi tidak terikat pihak ketiga pada bank syariah yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu dengan pembagian hasil usaha sesuai dengan nisbah yang telah disepakati dimuka antara nasabah dengan bank syariah yang bersangkutan.

Tabel 2. 1 Perbandingan Tabungan Mudharabah dan Tabungan Wadiah

No Transaksi Tabungan Mudharabah Tabungan

Wadiah 1 Sifat dana Investasi Titipan 2 Penarikan Hanya dapat dilakukan

pada periode/ waktu tertentu

Dapat dilakukan sewaktu-waktu

3 Insensif Bagi hasil Bonus (jika ada/ diberikan oleh penerima titipan) 4 Pengembalian dana Tidak dijamin dikembalikan semua Dijamin dikembalikan semua

49

Perhitungan bagi hasil tabungan dilakukan berdasarkan besarnya dana investasi rata-rata selama satu periode perhitungan bagi hasil dimana dana rata-rata tersebut dihitung dengan menjumlahkan saldo harian setiap tanggal dibagi dengaan hari periode perhitungan bagi hasil. Periode perhitugan bagi hasil tersebut tidak harus sama

Dokumen terkait