• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PENERAPAN SISTEM BAGI HASIL DALAM PEMBIAYAAN MUDHARABAH PADA KSPPS SYAMIL AMPEL UNTUK MENJAGA KEPUASAN NASABAH TUGAS AKHIR Diajaukan Untuk Memenuhi Tugasdan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Ahli Madya Ekonomi Syariah (A.Md.E.Sy)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "ANALISIS PENERAPAN SISTEM BAGI HASIL DALAM PEMBIAYAAN MUDHARABAH PADA KSPPS SYAMIL AMPEL UNTUK MENJAGA KEPUASAN NASABAH TUGAS AKHIR Diajaukan Untuk Memenuhi Tugasdan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Ahli Madya Ekonomi Syariah (A.Md.E.Sy)"

Copied!
131
0
0

Teks penuh

(1)

1511

KEPUASAN NASABAH

TUGAS AKHIR

Diajaukan Untuk Memenuhi Tugasdan Melengkapi Syarat Guna

Memperoleh Gelar Ahli Madya Ekonomi Syariah (A.Md.E.Sy)

Disusun Oleh

DANANG PRIYAMBODO

NIM 64010150048

PROGRAM STUDI DIII PERBANKAN SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

2018

(2)
(3)

iii

ANALISIS PENERAPAN SISTEM BAGI HASIL

DALAM PEMBIAYAAN MUDHARABAH PADA

KSPPS SYAMIL AMPEL UNTUK MENJAGA

KEPUASAN NASABAH

TUGAS AKHIR

Diajaukan Untuk Memenuhi Tugasdan Melengkapi Syarat Guna

Memperoleh Gelar Ahli Madya Ekonomi Syariah (A.Md.E.Sy)

Disusun Oleh

DANANG PRIYAMBODO

NIM 64010150048

PROGRAM STUDI DIII PERBANKAN SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

(4)
(5)
(6)
(7)
(8)

vi

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

“ Setiap cobaan pasti ada hikmah dibaliknya “

“ Jangan takut jatuh, karena yang tidak pernah memanjatlah yang tidak pernah

jatuh. Jangan takut gagal, karena yang tidak pernah gagal hanyalah orang-orang yang tidak pernah melangkah. Jangan takut salah, karena dengan kesalahan yang pertama kita dapat menambah pengetahuan untuk mencari jalan yang benar pada

langkah yang kedua”

“Kurangilah kesenanganmu di dunia, agar berkurang kedukaanmu diakhirat”

PERSEMBAHAN

“Sebagai Ungkapan Rasa Syukurku dan Tanda Bukti Kepada Orang Tuaku”

(9)

vii

KATA PENGANTAR Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusunan Tugas Akhir ini bisa terselesaikan tepat waktu. Semua ini tak lepas dari dukungan, bantuan dan bimbingan dari semua pihak yang terlibat dalam penulisan karya ilmiah ini. Shalawat serta salam semoga tercurah limpahkan kepada Nabi kita yakni Nabi Muhammad SAW, beserta keluargannya,

para sahabat, tabi‟in dan tabiat serta kepada kita semua umatnya.

Tugas Akhir ini disusun sebagai syarat meraih gelar ahli Madya Ekonomi Syariah pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam IAIN Salatiga dengan judul

“Analisis Penerapan Sistem Bagi Hasil Dalam Pembiayaan Mudharabah Pada KSPPS Syamil Ampel Untuk Menjaga Kepuasan Nasabah”. Penulis mengakui bahwa semua ini tidak akan selesai tanpa bantuan dari semua pihak yang terlibat dalam penyusunan Tugas Akhir ini. Karena itulah penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang secara langsung dan tidak langsung telah membantu. Ungkapan terimakasih terkadang tidak bisa mewakili kata-kata, hingga kiranya penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Kedua orang tuaku, Ibu (Nur Hayati) dan Bapak (Alm. Adnan Supomo) beserta saudara yang telah senantiasa mendoakan, membimbing, mengarahkan, memberi kepercayaan dan dukungan kepada penulis baik materi, moral maupun spiritual.

(10)

viii

3. Bapak Dr. Anton Bawono, S.E., M.Si. selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam IAIN Salatiga.

4. Bapak Ari Setiawan, S.Pd., M.M selaku Ketua Prodi Jurusan D-III Perbankan Syariah.

5. Bapak Qi Mangku Bahjatulloh, Lc. M.Si. selaku Dosen Pembimbing Akademik.

6. Bapak Dr. Faqih Nabhan, M.M. selaku Dosen Pembimbing Tugas Akhir yang senantiasa sabar membimbing dan mendukung penulis dalam segala bentuk keluh kesah selama penelitian.

7. Bapak Taufikur Rahman, S.E., M.Si. selaku Dosen pembimbing magang di KSPPS Syamil Ampel.

8. Segenap Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam IAIN Salatiga, khususnya Program Studi Perbankan Syariah D-III yang telah memberikan bekal berbagai teori, ilmu pengetahuan dan pengalaman yang sangat bermanfaat bagi penulis.

9. Seluruh staff dan karyawan di lingkungan IAIN Salatiga khususnya Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam atas segala bentuk bantuannya.

10. Segenap Karyawan KSPPS Syamil Ampel Boyolali yang telah membantu kelancaran kegiatan penelitian ini.

(11)

ix

12. Tidak lupa penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang dengan senang hati telah membantu dan terlibat, baik dalam kelancaran pelaksanaan kegiatan penelitian maupun dalam penyelesaian penyususnan laporan penelitian ini.

Semoga Allah SWT membalas semua amal baik mereka dengan imbalan yang lebih baik dari yang mereka berikan kepada penulis dan senantiasa diberikan kesehatan, keselamatan dan dilindungi Allah SWT dengan ciptaan-Nya. Penulis menyadari bahwa penulisan dari Tugas Akhir ini jauh dari kata sempurna tapi penulis akan berusaha untuk membuatnya menjadi mendekati sempurna. Saran dan kritik yang diberikan sangat berharga dan membantu dalam proses penelitian selanjutnya. Oleh karena itu, dengan senang hati penulis menerima kritik serta saran yang bersifat membangun. Semoga Tugas Akhir ini bermanfaat bagi peneliti dan bagi pembaca pada umumnya.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Salatiga, 18 Juli 2018 Penulis,

(12)

x ABSTRAK

Priyambodo, Danang. 2018. Analisis Penerapan Sistem Bagi Hasil Dalam Pembiayaan Mudharabah Pada Kspps Syamil Ampel Untuk Menjaga Kepuasan Nasabah. Tugas Akhir, Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Islam Program Studi DIII Perbankan Syariah IAIN Salatiga. Pembimbing: Dr. Faqih Nabhan, M.M.

Penelitian ini bertujuan untuk menjawab tentang bagaimana penerapan bagi hasil antara nasabah dengan KSPPS Syamil, perkembangan pembiayaan akad mudharabah di KSPPS Syamil selama tiga tahun terakhir, strategi KSPPS Syamil untuk mempertahankan kepuasan nasabah/anggota terhadap KSPPS Syamil. Model penelitian kuantitatif bersifat deskriptif dengan jenis penelitian studi kasus pada objek yang diteliti. Sumber data yang digunakan meliputi data primer dan data sekunder. Pengumpulan data penelitian di lakukan dengan wawancara kepada informan yaitu manajer pusat dan marketing.

Berdasarkan analisis data menunjukkan bahwa penerapan bagi hasil antara nasabah dengan KSPPS Syamil mempunyai kebijakan terhadap anggota baru serta lama dengan ketentuan masing-masing beserta konsekuensi jaminan dan tenggang waktu yang telah disepakati. Perkembangan pembiayaan akad mudharabah di KSPPS Syamil selama tiga tahun terakhir mengalami penurunan dengan prosentase jumlah anggota yaitu tahun 2015 sebesar 54%, tahun 2016 sebesar 46% dan pada tahun 2017 mengalami penurunan sebesar 43%. Adapun untuk strategi KSPPS Syamil mempertahankan kepuasan nasabah/anggota terhadap KSPPS Syamil dengan memberikan informasi dari mulut ke mulut, pembagian souvenir, bagi hasil yang menarik, waktu penarikan yang tepat, sikap dan penampilan yang menarik.

Kata Kunci: Penerapan Sistem Bagi Hasil, Pembiayaan Mudharabah, KSPPS

(13)

xi DAFTAR ISI

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN ... ...ivi

PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI ... v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

ABSTRAK ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GRAFIK ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I ... 1

PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

(14)

xii

E. Metode Penelitian... 6

F. Penegasan Istilah ... 8

G. Teknik Pengambilan data ... 11

H. Sistematika Penulisan ... 13

BAB II ... 15

LANDASAN TEORI ... 15

A. Telaah Pustaka ... 15

B. Kerangka Teori... 20

1. Baitul Maal Wat Tamwill ... 20

2. Sejarah Perkembangan BMT ... 24

3. Dasar Hukum BMT ... 25

4. Konsep Dasar BMT ... 26

5. Prinsip dan Produk Inti BMT ... 27

BAB III ... 64

GAMBARAN OBYEK PENELITIAN ... 64

A. Gambaran Lokasi Magang ... 64

A. Visi dan Misi KSPPS BMT SYAMIL ... 64

B. Tujuan ... 65

C. Identitas KSPPS BMT SYAMIL ... 65

(15)

xiii

E. Struktur Organisasi ... 67

F. Tugas Pokok Dan Fungsi Pengurus, Pengawas, Dan pengelola ... 67

G. Produk BMT SYAMIL ... 83

BAB IV ... 86

ANALISIS PEMBAHASAN ... 86

A. Penerapan Bagi Hasil Antara Nasabah dengan KSPPS ... 86

B. Perkembangan Pembiayaan Akad Mudharabah Di KSPPS Syamil Selama Tiga Tahun Terakhir ... 89

C. Strategi KSPPS Syamil untuk Mempertahankan Kepuasan Nasabah/Anggota Terhadap KSPPS Syamil ... 92

BAB V ... 94

PENUTUP ... 94

A. Kesimpulan ... 94

B. Saran ... 95 DAFTAR PUSTAKA

(16)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Skema Mudharabah Mutlaqah ... 37

Gambar 2. 2 Skema Mudharabah Muqayadah ... 38

Gambar 2. 3 Skema Pembiayaan Mudharabah... 55

(17)

xv

DAFTAR TABEL

(18)

xvi

DAFTAR GRAFIK

(19)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Pernyataan Keaslian dan Kesediaan Publikas ... 99

Lampiran 2 Daftar Riwayat Hidup ... 100

Lampiran 3 Surat Bukti Wawancara ... 102

Lampiran 4 Browsur KSSPPS SYAMIL ... 104

Lampiran 5 Browsur Simpanan Investasi Pendidikan ... 106

Lampiran 6 Simulasi Bagi Hasil Deposito ... 107

Lampiran 7 Evaluasi Permohonan Pembiayaan ... 110

(20)

1511 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Allah SWT menurunkan syari‟ah dimuka bumi tujuannya adalah

untuk kesejahteraan manusia. Kesejahteraan disini bukan siapa saja dari segi materi, tetapi juga dari segi spiritual (ruhaniah). Untuk itu, Allah SWT. Sudah memberikan pedoman hidup agar dalam menjalani kehidupan di dunia ini dapat mewujudkan kesejahteraan yang sesungguhnya, lahir dan batin. Salah

satu acuan yang sudah menjadi ketetapan adalah bahwa dimana syari‟ah

adalah dipraktekkan dalam sehari-hari termasuk dalam bermuamalah

keuangan syari‟ah akan mendatangkan kesejahteraan. Sebagaimana

disebutkan dalam kaidah fiqih, “ Dimana Syari’ah dipraktekkan, akan ada

kemaslahatan”.

Salah satu filosofi dasar ajaran islam yang diberikan Allah SWT dalam kegiatane konomi dan bisnis, yaitu larangan untuk berbuat curang dan dzalim, “Laazhlimuna wa la tuzhlamun” (Jangan mendzalimi dan jangan didzalimi). Misal, disebutkan dalam al-qur‟an dalam surat Al-Baqarah-188,

(21)

Prinsip dasar ini mempunyai implikasi yang sangat luas dalam bidang ekonomi dan bisnis, termasuk dalam praktek perbankan. Salah satu kritik Islam terhadap praktek perbankan konvensional adalah dilanggarnya prinsip al Kharaj bi al dhaman (hasil usaha muncul bersama biaya) dan prinsip al ghunma bi al ghurmi (profit muncul bersama resiko). Dan inilah unsur kedzaliman yang dilakukan perbankan konvensional dalam mengambil bunga.

Dalam perbankan konvensional, seperti pada bunga kredit dan bunga deposito atau tabungan al ghunmu(untung) muncul tanpa adanya risiko (al ghurmi), hasil usha (al kharaf) muncul tanpa adanya biaya (dhaman). Al ghanmu dan al qharaj muncul hanya dengan berjalannya waktu. Padahal dalam bisnis selalu ada kemungkinan untung dan rugi bahkan loss.

Disini bank konvensional menuntut mendapatkan untung yang fixed and predetermined tetapi menolak untuk menanggung risikonya (al ghunmuu bil ghurmi). Bank konvensional mengharapkan hasil usaha, tetapi tidak bersedia menanggung biayanya (al kharaj bi al dhaman). Padahal prinsip-prinsip tersebut merupakan prinsip-prinsip dasar dalam teori keuangan, yakni prinsip-prinsip bahwa return / profit selalu beriringan dengan resiko (return goes along with risk).

(22)

3

BMT mengganti instrumen bunga (riba) dengan akad-akad yang diperbolehkan oleh Islam, salah satunya adalah bagi hasil atau

mudhārabah.Dalam fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) NO: 15/DSNMUI/IX/2000 tentang prinsip distribusi hasil usaha dalam lembaga keuangan memutuskan bahwa membolehkan menggunakan prinsip bagi hasil (revenue sharing) maupun bagi untung (profit sharing/profit andloss sharing).1 Dilihat dari segi kemaslahatan pada zaman sekarang ini, MUI menganjurkan agar sebaiknya pembagian usaha menggunakan prinsip revenue sharing.

Secara sederhana, Revenuesharing merupakan pembagian keuntungan yang belum dikurangi biaya operasional. Adapun profit andloss sharing merupakan pembagian keuntungan yang sudah dibagi dengan biaya operasional. Sedangkan dalam terminologi akutansi sendiri biasanya kata

“bagi hasil” diidentikkan dengan penerimaan kotor atau hasil pendapatan

yang belum dikurangi biaya operasional dan sebagainya.

Revenue sharing merupakan sebuah sistem yang diadopsi dari sistem konvensional (non Islam). Di dalam literatur Islam sendiri, secara historis, akad mudhārabah yang berlaku pada masa nabi adalah praktik bagi laba dan rugi (profit andloss sharing. Di dalam Islam, tidak mengatur bagaimana penerapan bagi hasil menggunakan sistem revenuesharing.

(23)

sama persis dengan yang ada di sistem perbankan yang notabenenya lebih kuat administrainya.

Penelitian ini hendak meneliti bagaimana penerapan sistem bagi hasil dalam pembiayaan mudhārabah di BMT Syamil. Pentingnya bagi hasil pada akad mudhārabah adalah kerjasama usaha dengan kesepakatan pembagian keuntungan antara pihak yang bertransaksi. Jadi pentingnya bagi hasil pada akad mudhārabah untuk menjalin kerjasama yang adil, saling menguntungkan dan sesuai dengan ketentuan syariah sudah benar atau belumkah penerapan bagi hasil pada akad mudhārabah.

Memastikan sesuatu yang diluar wewenang manusia adalah bentuk kedzaliman. Firman Allah SWT ., dalam surat Luqman 34:





































































Artinya: “Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari Kiamat; dan Dia-lah yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana Dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal” (QS. Luqman: 34).

Untuk keluar dari unsur kedzaliman tersebut, maka Keuangan

Lembaga Syariah (LKS) termasuk perbankan syari‟ah telah

(24)

5

tidak bekerja atas dasar bunga melainkan atas sistem bagi hasil, antara lain yang dikenal dalam fiqih mu’amalah sebagai ttransaksi mudharabah.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah penerapan bagi hasil antara nasabah dengan KSPPS Syamil?

2. Bagaimana perkembangan dalam pembiayaan mudharabah di KSPPS Syamil selama tiga tahun terakhir?

3. Bagaimana strategi KSPPS Syamil untuk mempertahankan kepeuasan nasabah/anggota terhadap KSPPS Syamil?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan peneliti yang hendak dicapai adalah :

1. Mendiskripsikan penerapan bagi hasil antara nasabah dengan KSPPS Syamil.

2. Mendiskripsikan perkembangan dalam pembiayaan mudharabah di KSPPS Syamil selama tiga tahun terakhir.

3. Mendiskripsikan strategiKSPPS Syamil untuk mempertahankan kepuasan nasabah/anggota terhadap KSPPS Syamil.

D. Manfaat Penelitian

(25)

Untuk menambah pengetahuan dan wawasan mengenai perbankan syariah khususnya mengenai permasalahan diatas. Serta sebagai syarat kelulusan program diploma III IAIN Salatiga

2. Bagi IAIN Salatiga

Diharapkan dapat dipergunakan untuk memperkaya literatur penelitiantentang akad Al-Mudharabah dalam penetapan bagi hasil. Serta dapat menambah wawasan bagi mahasiswa FEBI IAIN Salatiga.

3. Bagi pembaca

Sebagai tambahan informasi, pengetahuan, dan referensi untuk dapat diambil manfaatnya oleh para pembaca.

4. Bagi Objek Penelitian

Dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan dalam penentuankebijakan. Dan sebagai bahan pertimbangan dalam pembiayaan Al-Mudharabah dalam penetapan bagi hasil.

5. Bagi Masyarakat

Sebagai tambahan informasi mengenai sistem dan teknik penerapan pembiayaan Al-Mudharabah pada BMT Syamil.

E. Metode Penelitian

Dalam metode penelitian ini, penulis menggunakan beberapa metode serta data yang diperlukan, diantaranya:

(26)

7

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif . Yaitu jenis penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikandan menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, sikap danpemikiran orang secara individu maupun secara kelompok. Berfungsimenetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data,melakukan pengumpulan data menilai kualitas data, analisis data,menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas temuannya (Abdul, 2011: 183).

2. Sumber Data

a. Sumber Data Primer

Sumber data primer yaitu gambaran tentang aplikasi prinsip bagi hasil dalam akad mudharabah pada BMT Syamil Ampel yang diterapkan, data yang diperoleh atau dikumpulkan langsung di lapangan oleh orang yang melakukan penelitian atau yang bersangkutan yang memerlukannya. Disebut juga data asli atau data baru .

b. Sumber Data Sekunder

(27)

F. Penegasan Istilah

1. Prinsip Bagi Hasil

Sistem bagi hasil merupakan sistem di mana dilakukannya perjanjian atau ikatan bersama di dalam melakukan kegiatan usaha. Di dalam usaha tersebut diperjanjikan adanya pembagian hasil atas keuntungan yang akan di dapat antara kedua belah pihak atau lebih.

Bagi hasil dalam sistem perbankan syari‟ah merupakan ciri khusus

yang ditawarkan kepada masyarakat, dan di dalam aturan syari‟ah

yang berkaitan dengan pembagian hasil usaha harus ditentukan terlebih dahulu pada awal terjadinya kontrak (akad). Besarnya penentuan porsi bagi hasil antara kedua belah pihak ditentukan sesuai kesepakatan bersama, dan harus terjadi dengan adanya kerelaan (An-Thardhin) dimasing-masing pihak tanpa adanya unsur paksaan.

(28)

9

Didalam perbankan syari‟ah Indonesia sistem bagi hasil yang diberlakukan adalah sistem bagi hasil dengan berlandaskan pada sistem Revenue Sharing. Bank syariah dapat berperan sebagai pengelola maupun sebagai pemilik dana, ketika bank berperan sebagai pengelola maka biaya tersebut akan ditanggung oleh bank, begitu pula sebaliknya jika bank berperan sebagai pemilik dana akan membebankan biaya tersebut pada pihak nasabah pengelola dana.

Secara umum, prinsip bagi hasil dalam perbankan syari‟ah

dapat dilakukan dalam empat akad utama, yaitu musyarakah, al-mudharabah, al-muzara’ah dan al-musaqah.Namun demikian, prinsip

yang paling banyak dipakai dalam perbankan syari‟ah adalah

al-mudharabah dan almudharabah sedangkan al-muzara’ah dan

al-musaqah dipergunakan untuk pembiayaan pertanian oleh beberapa Bank islam.

(29)

ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola. Seandainya kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian si pengelola, maka si pengelola harus

bertanggung jawab atas kerugian tersebut. (Muhammad Syafi‟i

Antonio,2001:95).

2. epercayaan

Kepercayaan merupakan hal penting yang karena membantu mengatur kompleksitas, membantu mengembangkan kapasitas aksi, meningkatkan kolaborasi dan meningkatkan kemampuan pembelajaran organisasi. Kunci yang sangat penting dalam membangun kepercayaan yang tinggi dalam organisasi adalah pencapaian hasil, bertindak denga integritas, dan pendemonstrasian perhatian.

3. Analisis

Analisis adalah penyelidikan suatu peristiwa (karangan, perbuatan, dan sebagainya) untuk mengetahui apa sebab-sebabnya, bagaimana duduk perkaryanya (Poerwadarminta, 2006: 37).

4. Akad

(30)

11

dilakukan dalam sebuah transaksi baik dalam transaksi jual beli, transaksi sewa-menyewa atau dalam sebuah kerjasama.

5. Nasabah

Nasabah adalah orang yang bisa berhubungan dengan bank atau menjadi pelanggan bank dalm hal keuangan (Poerwadarminta, 2006:795).

6. Tingkat

Tingkat adalah berarti proses, kejadian, babakan dan tahap

7. Simpanan

Simpanan adalah uang nasabah yang dititipkan atau diinvestasikan ke bank. Kata lain ari simpanan adalah rekening atau account. Si pemilik dana disebut penyimpan dan akan diberikan imbalan jasa atas dana yang disimpan di bank tersebut.

G. Teknik Pengambilan data

a. Dokumentasi

Pengumpulan data dengan mencari dan mendapatkan data-data primer dengan melalui data-data dari prasasti-prasasti, naskah-naskahkearsipan (baik dalam bentuk barang cetakan maupun rekaman), data gambar/foto/blue print dan lain sebagainya (Supardi, 2005: 136).

(31)

sertamencari literatur buku dan internet yang sesuai dengan tema TugasAkhir.

b. Observasi

Observasi adalah pengamatan, perhatian, atau pengawasan.Artinya, mengumpulkan data atau menjaring data dengan melakukan pengamatan terhadap subyek dan atau obyek penelitian secara seksama(cermat dan teliti) dan sistematis (Supardi, 2005: 136).

Metode ini penulis gunakan untuk memperoleh data berupapengamatan langsung ditempat penelitian ketika melakukan praktek magang untuk memperoleh data secara nyata mengenai akad Al-Mudharabahdan bagi hasilnya pada BMT Syamil.

c. Wawancara

Wawancara adalah usaha mengumpulkan informasi dengan mengajukan sejumlah pertanyaan secara lisan untuk dijawab secara lisan pula (Sumarsono, 2004: 71). Atau pertemuan dengan seseorang untuk suatu pembicaraan. Pembicaraan itu dilakukan oleh dua belah pihak yang berinteraksi, yaitu yang bertanya disebut dengan interviewer (pewawancara) dan interviewee (yang diwawancarai atau dalam penelitian disebut dengan responden).

(32)

13

dengan pihak pada objek penelitian yaitu Ketua KSPPS, Kepala Bagian Pembiayaan, dan Customer Service mengenai implementasi dalam pembiayaan Al-Mudharabah dan penerapan bagi hasil pada BMT Syamil Ampel.

H. Sistematika Penulisan

Supaya memudahkan dalam memperoleh suatu gambaran dan arahan yang sederhana secara menyeluruh mengenai Analisis Penerapan Sistem Bagi Hasil Pada Akad Mudharabah Untuk Menjaga Kepercayaan Nasabah maka secara garis besar pokok-pokok uraian dan isi dari penelitian ini penulis terlebih dahulu membuat sistematika penulisan yang dimaksudkan untuk mempermudah pembahasan sehingga hasil yang diinginkan tercapai dengan jelas. Adapun sistematika penulisan ini meliputi :

Bab I pendahuluan. Dalam bab ini, penulis mendeskripsikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, penelitian terdahulu, sistematika penulisan.

Bab II landasan teori. Bab ini membahas tentang telaah pustaka yang berisi landasan teoritis dan terhadap masalah-masalah yang dipilih.

(33)

misi struktur organisasi, tugas dan wewenang produk-produk, serta perkembangan di BMT SYAMIL Ampel.

(34)

1511 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Telaah Pustaka

Menurut penelitian yang telah dilakukan sebelumnya yang membahas mengenai penerapan sistem bagi hasil pada akad mudharabah yang telah dilakukan oleh Rahandhita (2011) dalam penelitiannya menyatakan bahwa Perlakuan akuntansi untuk pembiayaan padaperbankan syariah dengan akad mudharabah terkait dengan keuntungan, pada saat nasabah memperolehkeuntungan atas usaha yang dikelolanya, maka PTBank Syariah Mandiri Cabang Jember akan mengakui pendapatan bagi hasil pada saat terjadinya hak bagihasil sesuai nisbah (pembagian bagi hasil) yang telahdisepakati bersama pada saat awal perjanjian. Bagiankeuntungan bagi pihak bank tidak dibayarkan oleh nasabah, maka pihak bank akan mengakuinya sebagaipiutang jatuh tempo kepada

mudharib (nasabah).Sedangkan terkait dengan kerugian, PT Bank

SyariahMandiri Cabang Jember akan mengakui kerugian padaperiode terjadinya kerugian dan akan mengurangipembiayaan mudharabah. Perlakuan akuntansi untukpembiayaan pada perbankan syariah dengan akadmusyarakah terkait dengan bagi hasil yaitu pengakuankeuntungan pembiayaan musyarakah sesuai dengannisbah yang telah disepakati bersama, namunpengakuan kerugian pembiayaan musyarakah sesuaidengan kontribusi modal masing-masing. Untuk mengantisipasi

(35)

tentang pelunasan atas pembiayaandan piutang yang timbul dari akad

musyarakah, makaPT Bank Syariah Mandiri Cabang Jember

membuatpenyisihan kerugian dan piutang musyarakah yangakan timbul dari transaksi musyarakah dibentuksebesar estimasi kerugian pembiayaan musyarakahdan piutang yang tak tertagih.Perlakuan akuntansi pendapatan pada PT BankSyariah Mandiri baik mudharabah dan musyarakahtelah dapat memenuhi ketentuan PSAK No. 105 dan106 tentang bagi hasil.

(36)

17

aspek jaminan.Bank Muamalat berimplementasi kepadakoperasi karyawan, KPRI, dan BMT. Bank Muamalat Muamalattidak langsung melakukan pembiayaan kepadawirausaha untuk meminimalis risiko, nasabah yangmengajukan pembiayaan tidak hanya dianalisiskoperasi tetapi Bank Muamalat juga ikut turuntangan dalam menganalisis. Dalam suatu pembiayaanada yang disebut margin. Margin adalah merupakanpersentase keuntungan yang diharapkan dalamsatu tahun. Dalam suatu pembiayaan margintersebut dikalikan dengan pendapatan rata-ratabulanan mitra kerja dalam satu tahun, kemudianbesarnya taksiran pendapatan atas pembiayaan dibagidengan total pembiayaan untuk mengetahuinisbah bagi hasil bank. Untuk nisbah bagi hasil nasabah dapat diketahui dengan cara 100% - nisbah bagi hasil bank.

Menurut Sriyati dan Yusitha (2016) dalam penelitiannya menyatakan bahwa Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1.Pengakuan akuntansi atas Bagi Hasil untuk Deposito Mudharabah pada PT BPRS Bangun Drajat Warga telah sesuai dengan PSAK No. 105. Hal ini ditunjukkan dengan tingkat kecenderungan pengakuan akuntansi atas Bagi Hasil untuk Deposito Mudharabah yang berada dalam kategori tinggi yaitu 80%.

(37)

pengukuran akuntansi atas Bagi Hasil untuk Deposito Mudharabah yang berada dalam kategori tinggi yaitu 73%.

3. Penyajian akuntansi atas Bagi Hasil untuk Deposito Mudharabah pada PT BPRS Bangun Drajat Warga telah sesuai dengan PSAK No. 105. Hal ini ditunjukkan dengan tingkat kecenderungan penyajian akuntansi atas Bagi Hasil untuk Deposito Mudharabah yang berada dalam kategori tinggi yaitu 93%.

4. Pengungkapan akuntansi atas Bagi Hasil untuk Deposito Mudharabah pada PT BPRS Bangun Drajat Warga telah sesuai dengan PSAK No. 105. Hal ini ditunjukkan dengan tingkat kecenderungan pengungkapan akuntansi atas Bagi Hasil untuk Deposito Mudharabah yang berada dalam kategori tinggi yaitu 60%.

(38)

19

dapatdiketahui dengan pasti melainkan melihat laba rugi yang akanterjadi nanti. Dalam menentukan rasio nisbah dikenal dengan 1)Revenue sharing System; 2) Groos Profit System; dan 3) ProfitSharing System. Namun dengan kondisi obyektif perekonomiankita sekarang Revenue Sharing System yang dipakai dalam banksyariah. Revenue Sharing digunakan karena modelnya sederhanadan mudah baik pemilik dana maupun pengelola dana.Kendala yang diasumsikan dalam penerapan bagi hasil denganpraktik assymetric information, berupa adverse selection maupunmoral hazard dapat diantisipasi dengan incentive

compatibleconstraint. Sebagaimana yang dikembangkan dalam

mengatasikendala-kendala tersebut. dengan mencakup, 1) higher stake of net work; 2) high operating risk firms have heigher leverage; 3)lower fraction of unobservable cash-flow; dan 4) lower fraction ofnon controllable costs.

Menurut Nuraini (2014) dalam menyatakan bahwa Setelah dilakukan perhitungan maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Perhitungan yang dilakukan oleh BMT belum sesuai dengan PSAK No.105.

(39)

shahibul maal (nasabah) dan 40% diberikan kepada mudharib (bank).

3. Penentuan bagi hasil antara perhitungan BMT dengan perhitunganmenggunakan PSAK No.105 terdapat perbedaan pada bagi hasil yang harusditerima oleh nasabah. Ini disebabkan karena perbedaan pembagian nisbahyang diberikan oleh BMT dengan PSAK No.105

B. Kerangka Teori

1. Baitul Maal Wat Tamwill

(40)

21

Pertama, membantu baituttamwil dalam menyediakan kas

untuk alokasi pembiayaan non-komersial ardh al-Hasan. Kedua, menyediakan cadangan penyisihan penghapusan pembiayaan macet akibat kebangkrutan usaha nasabah baituttamwil yang berstatus al-gharim. Ketiga, dengan kiprahnya yang nyata dalam usaha-usaha peningkatan bidang kesejahteraan sosial seperti pembiayaan bea siswa, santunan kesehatan, sumbangan pembangunan sarana umum dan peribadatan, serta lainnya, ia dapat membantu baituttamwil dalam mensukseskan kegiatan promosi produk-produk penghimpunan dana (funding) dan penyaluran kepada masyarakat (lending).

Dr. Yusuf Qardhawi, ilmuan muslim kontemporer asal Mesir yang karyanya banyak dirujuk mahasiswa dan para ilmuwan muslim lainnya di seluruh dunia, ketika memaparkan pandangannya mengenai Baitul Maal menjelaskan bahwa dalam negara Islam, Baitul Maal terbagi empat :

Pertama, Baitul Maal khusus untuk zakat. Di sini disimpan

semua penghasilan zakat. Baitul maal ini mempunyai sistem kerja sendiri. Ia bertugas mengumpulkan dan membagikan zakat kepada beberapa sektor yang sudah dibatasi sesuai dengan tingkat kebutuhan.

Kedua, Baitul maal khusus untuk menghimpun hasil jizyah

(41)

kharaj, dipungut dari mereka sebagai padanan Zakat dan brbagi shadaqah yang dipungut dari umat islam, seperti derma, zakat fitrah, dan denda akibat ketidaksempurnaan melakukan ibadah. Atas pajak yang mereka keluarkan, kaum muslimin wajib menjaga dan mengayomi meraka tanpa membebaninya dengan wajib militer. Kharaj adalah pajak hasil bumi tahunan seperti yang diterapkan Umar terhadap tanah pertanian di Irak dan lainnya.

Ketiga,Baitul Maal khusus untuk hasil rampasan perang

(al-Ghanimah) dan barang temuan (al-luqathah). Kebijaksanaan ini diterapkan bagi mereka yang berpendapat bahwa kedua hal ini tidak dikenai zakat dan tidak pula wajib dibagikan kepada mereka yang berhak.

Keempat, Baitul Maalkhusus untuk barang-barang tidak

bertuan, yaitu harta benda yang tidak jelas pemiliknya. Termasuk juga ke dalam kategori iini harta yng tidak ada ahli warisnya.

(42)

23

sempit, yakni sebatas menhimpun dana Zakat, infaq dan shadaqah yang dimungkinkan dalam kerangka manajemen BMT.

Yang dimaksud Baituttamwiil adalah lembaga keuangan yamg kegiatan utamanya menghimpun dana masyarakat dalam bentuk tabungan (simpanan) maupun deposito dan menyalutkannya kembali kepada masyarakat dalam bentuk pembiayaan berdasarkan prinsip syariah melalui mekanisme yang lazimdalam dunia perbankan. Dengan demikian perlu ditegaskan bahwa untuk bisa disebut BMT, sebuah lembaga keuangan de facto harus memiliki 2 unit usaha sekaligus

dalam bidang pengelolaan ZIA dan perbankan syari‟ah. Bila salah

(43)

2. Sejarah Perkembangan BMT

Berikut adalah perkembangan BMT di Indonesia : a. Pada mulanya adalah Baitul Maal

Nama Baitul Maal berasal dari bahasa Arab, yaitu dari kata bait artinya “rumah”, dan al-maal yang “harta”, Baitul Maal berarti rumah untuk mengumpulkan atau meyimpan harta. Baitul Maal adalah suatu lembaga atau pihak (al jihat) yang mempunyai tugas khusus mengenai segala harta umat, baik berupa pendapatan maupun pengeluaran negara. Dengan demikian, munculnya nama Baitul Maal pada masa itu adalah terkait dengan urusan negara berkenaan dengan pengelolaan harta baik berupa uang maupun barang sebagaimana Rasulullah SAW.

Pengertian Baitul Maal yang sekarang, khususnya di Indonesia menjadi menyempit. BMT lebih diartikan sebagai lembaga sosial untuk menyalurkan zakat, infaq, dan shadaqah atau sebagai lembaga amil saja, dengan pelaksanaannya tidak hanya pemerinth saja, tapi swasta juga dapat melakukannya. Pelaksanaan Baitul Maal oleh pemerintah kita kenal dengan nama BAZIS (Cokrohadisumarto,dkk.2016:3).

b. Baitul Maal dikembangkan dengan kelengkapannya sebagai Baitul Tamwil, tahapannya sebagai berikut:

(44)

25

mencoba menggulirkan lembaga pembiayaan berdasarkan syariah bagi usaha kecil. Dipilihnya badan hukum koperasi tampaknya sebagai pilihan yang dianggap paling tepat untuk memenuhi aspek legalitasnya, sementara secara generik umat lebih menyebutnya sebagai Baitut Tamwil (BT) Teknosa. Pada tahun 1988 menyusul munculnya Koperasi Ridho Gusti, dan tahun 1992 muncul lembaga yang menggabungkan nama Baitul Maal dan Tamwil, dengan BMT Insani Kamil. Mulai pada masa inilah secara sadar kuat lebih

mengenal BMT sebagai lembaga keuangan mikro syari‟ah yang

memberikan layanan keuangan umat baik untuk sosial (sebagai amil), fungsi Baitul Maal dan layanan komersial atau niaga, dengan fungsi Baitul Tamwil (cokrohadikusmarto, dkk,2016:4-5).

3. Dasar Hukum BMT

BMT pada masa ini yang kita kenal beroperasi di Indonesia berdasarkan kegiatan operasionalnya sebagai sebuah lembaga

keuangan dengan prinsip sistem perbankan syari‟ah, yang kemudian

(45)

lembaga keuangan syari‟ah yang dituntut untuk profesional (cokrohadikusumo, dkk, 2016: 5-6).

Namun, sejak adanya Undang-Undang No 1 Tahun 201 tentang lembaga keuangan Mikro (LKM), status kelembagaan bdan hukum BMT. BMT menjadi suatu permasalahan tersendiri yang membebani BMT. BMT yang udah ada saat ini kebanyakan adalah berbadan hukum koperasi dengan segala usaha kecil menengah dan cakupan luas usaha meliputi beberapa kota/kabupaten, bahkan lintas propinsi. Namun, dengan pengaturan BMT sebagai LKM sebagaimana dalam UU No. 1 Tahun 2013, keluasan ckupan usaha BMT menjadi dibatasi. Bila ingin melebarkan usahanya ke kota/kabupaten lain, maka BMT harus bertransformasi menjadi bank. (Masyitoh,2014:19).

4. Konsep Dasar BMT

Dai hasil telaah dokumen konsep dasar BMT sekaligus beberapa teori yang mendukung ditemukan beberapa kategori yang dapat dimunculkan sebagai bahan perbandingan dari ketiga konsep dasar BMT yang dikaji dan juga sebagai bahasan pengkajian operasional kerja di lapangan. Menurut Yunus (2009 : 61-62) kategori-kategori tersebut adalah :

a. Ruang Gerak dan Model Organisasi

(46)

27

adalah meliputi karakteristik dan struktur organisasi tidak terlepas dari visi, misi dan tujuan yang akan dicapai oleh organisasi yang berssangkutan.

5. Prinsip dan Produk Inti BMT

Baitul Maal yang sudah mengalami penyempitan arti ditengah masyarakat ini hanya memiliki prinsip sebagai penghimpun dan penyalur dana zakat, infaq, dan shadaqah, dalam arti bahwa Baitul

Maal hanya bersifat “menunggu” kesadaran umat untuk menyalurkan

dananya saja tanpa ada sesuatu kekuatan untuk melakukan pengambilan atau pemungutan secara langsung kepada mereka-mereka yang sudaah memenuhi kewajibannya tersebut, dan seandainya aktifpun hanya bersifat seolah-olah meminta dan menghimbau, yang kemudian setelah itu Baitul Maal menyalurkannya kepada mereka yang berhak untuk menerimanya.

Menurut Yunus prinsip dasar diatas dapat diungkapkan bahwa produk inti dari Baitul Maal terdiri dari:

a. Produk Pengimpuan Dana

(47)

b. Produk Penyaluran Dana

Penyaluran dana-dana yang bersumberkan dari dana-dana Baitul Maal harus bersifat spesifik, teutama dana yang besumber dari zakat karena dana dari zakat ini sarana penyalurannya sudah ditetapkan secara tegas dalam Al-Qur‟an. Sedangkan dana diluar zakat dapat digunakan untuk pengembangan usaha orang-orang miskin, pembangunan lembaga pendidikan, masjid maupun biaya-biaya operasional kegiatan sosial lainnya.

Menurut Yunus ada 3 prinsip yang dapat dilaksanakan oleh BMT dalam fungsinya sebagai Baitul Maal, yaitu :

a. Prinsip Jual Beli

Prinsip jual beli dilaksanakan sehubungan dengan adanya perpindahan kepemilikan barang. Tingkat keuntungan ditentukan didepan dan menjadi bagian harga atas barang yang dijual. Ada tiga jenis jual beli yang dijadikan dasar dalamnpembiayaan modal kerja dan investasi dalam perbankan syariah yaitu ba’i al-murabahah, ba’i assalam dan ba’i istishna.

(48)

29

barang dari pemasok, dan kemudian menjualnya kepada nasabah dengan harga yang ditambah keuntungan.

Kebutuhan modal kerja usaha perdagangan untuk membiayai barang dagangan dapat dipenuhi dengan pembiayaan berpola jual beli dengan akad mudharabah. Dengan berjual beli, kebutuhan modal pedagang terpenuhi dengan harga tetap, sementara bank syariah mendapat keuntungan margin tetap dengan meminimalkan risiko.

Kebutuhan modal kerja usaha kerajinan dan produsen kecil dapat juga dipenuhi dengan akad salam. Dalam hal ini, bank syariah menyuplai mereka dengan input produksi sebagai modal salam yang ditukar dengan komoditas mereka untuk dipasarkan kembali.

Dalam pengertian yang sederhana, ba‟i as-salam berarti pembelian barang yang diserahkan di kemudian hari, sedangkan pembayaran dilakukan dimuka.

b. Prinsip Sewa 1) Al-ijarah

(49)

2) Al-ijarah Al-Muntahia Bit-tamlik (IMBT)

Transaksi yang disebut dengan al-ijarah al-muntahia bit-tamlik (IMBT) aadalah transaksi sewa dengan perjanjian untuk menjual atau mengibahkan objek sewa di akhir periode sehingga transaksi ini di akhiri dengan alih kepemilikan objek sewa. Berbagai bentuk alih kepemilikan IMBT. Transaksi yang disebut dengan al-ijarah al-muntahia bit-tamlik (IMBT) adalah sejenis perpaduan antara kontrak jual beli dm sewa atau lebih tepatnya akad sewa yang diakhiri dengan kepemilikan barang ditangan si penyewa. Sifat pemindahan kepemilikan ini pula yang membedakan dengan ijarah biasa.

c. Prinsip non profit

Prinsip ini disebut juga dengan pembiayaan kebajikan, prinsip ini lebih bersifat sosial. Sumber dana unuk pembiayaan ini tidak membutuhkan biaya, tidak seperti bentuk pembiayaan diatas. Bentuk produk prinsip ini adalah pembiayaan Qordul Hasan.

Adapun mengenai produk inti dari BMT (sebagai fungsi Baitut Tamwil) adalah sebagai penghimpun dana dan penyaluran dana.

a. Produk Penghimpunan Dana

Yang dimaksud dengan produk penghimpunan dana disini berupa jenis simpanan yang dihimpun oleh BMT sebagai sumber dana yang kelak akan disalurkan kepada usaha produktif.

Jenis simpanan tersebut antara lain :

(50)

31

Penabung memiliki motivasi hanya untuk motivasi hanya untuk keamanan uangnya tanpa mengharapkan keuntungan dari uang yang ditabung.

2) Al-Mudharabah

Penabung memiliki motivasi untuk memperoleh keuntungan dari tabungannya, karena itu daya tarik jenis tabungan ini adalah besarnya nisbah yang diberikan.

3) Amanah

4) Penabung memiliki keinginan tertentu yang diaqadkan atau diamanahkan kepada BMT. Misal, tabungan ini dimintakan kepada BMT untuk

ppinjaman khusus kepada kaum dhu‟afa atau orang tertentu. Dengan

demikian tabungan ini sama sekali tidak diberikan bagi hasil. b. Produk Penyaluran Dana

Produk penyaluran dana dalam hal ini merupakan bentuk pola pembiayaan yang merupakan kegiatan BMT dengan harapan dapat memberikan penghasilan. Pola pembiayaan tersebut adalah :

1) Pembiayaan modal kerja yang diberikan oleh BMT kepaa anggota, dimana pengelolaan usaha sepenuhnya diserahkan kepaada anggota sebagai nasabah debitur. Dalam hal ini anggota menyediakan usaha dan system pengelolaannya. Hasil keuntungan akan dibagi sesuai dengan kesepakatan bersama antara anggota dengan BMT.

(51)

pengelolaannya. Pembagian keuntungan yang proporsional dilakukan sesuai dengan perjanjian kedua belah pihak.

3) Pembiayaan Murabahah

Pembiayaan yang diberikan kepada anggota untuk pembelian barang-barang yang akan dijadikan modal kerja. Pembiayaan ini diberikan untuk jangka pendek tidak lebih dari 6 (enam) sampai 9 (sembilan) bulan atau lebih dari itu. Keuntungan bagi BMT diperoleh dari harga yang dinaikkan.

4) Pembiayaan Ba’i Bitsaman Ajil

Pembiayaan ini hampir sama dengan pembiayaan murabahah, yang berbeda adalah pola pembayarannya yang dilakukan dengan cicilan dalam waktu yang agak panjang. Pembiayaan ini lebih cocok untuk pembiayaan investasi. BMT akan mendapatkan keuntungan dari harga barang yang dinaikkan.

5) Pembiayaan Al-Qardhul Hasan

Merupakan pinjaman lunak yang diberikan kepada anggota yang benar-benar kekurangan modal atau kepada mereka yang sangat membutuhkan utuk keperluan-keperluan yang sifatnya darurat. Anggota cukup mengembalikan pinjaman sesuai dengan nilai yang diberikan oleh BMT (Yunus,2009:33-38).

1. Simpanan

Menurut UU No. 21 Tahun 2008 tentang perbankan syari‟ah

(52)

33

Syari‟ah dan atau UUS berdasarkan Akad wadi‟ah atau Akad lain yang

tidak bertentangan dengan prinsip syariah dalam bentuk Giro, Tabungan, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.

Fatwa DSN-MUI NO: 02/DSN-MUI/IV/2000 menyatakan bahwa tabungan yang dibenarkan yaitu tabungan berdasarkan prinsip mudharabah dan wadi’ah.

Peraturan Bank Indonesia (PBI) NO: 9/19/2007, wadi’ah adalah transaksi penitipan dana atau barang dari pemilik kepada penyimpan dana atau barang dengan kewajiban bagi pihak yang menyimpan untuk mengembalikan dana atau barang titipan sewaktu-waktu.

Menurut kasmir penghimpunan dana sebagai mana pada lembaga bank secara umum dalam penghimpunan dana bank syariah mempraktikkan produk tabungan, Giro, dan Deosito. Dalam kedua produk tersebut akad dasar yang dikembangkan, yaitu:

a. Wadi’ah

Wadi‟ah merupakan titipan atau simpanan pada Bank

Syariah, prinsip wadi‟ah merupakan titipan murni dari pihak ke

pihak lain, baik perorangan maupun badan hukum yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja bila si penitip menghendaki.

Wadi‟ah memiliki 2 prinsip yaitu:

(53)

akibat dari kelalaian atau kecerobohan yang bersangkutan dalam memelihara barang titipan.

2) Yad Adh-Dhamanah yang artinya adalah tangan penanggung.

Dalam prinsip ini bank sebagai penerima dana dapat memanfaatkan dan titipan seperti simpanan giro dan tabungan, dan deposito berjangka untuk dimanfaatkan bagi kepentingan masyarakat dan kepentingan negara. Yang terpenting dalam hal ini si penyimpan bertanggung jawab atas segala kehilangan dan kerusakan yang menimpa uang tersebut.

Menurut Dahlan dalam tabungan yang menggunakan akad

wadi‟ah, transaksi bank syariah yaitu: i) Tabungan Wadi‟ah

Tabungan Wadi‟ah adalah produk yang bersumber dari

nasabah yang sering disebut dana titipan pihak ketiga dalam bentuk tabungan.

ii) Tabungan Giro Wadi‟ah

Tabungan Giro wadi‟ah adalah produk rekening tabungan

dengan akad wadi‟ah yang tertuang dalam Dewan Syariah Nasional (DSN) Fatwa No: 1/DSN-MUI/IV/2000.

Menurut UU NO:21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah,

giro aadalah simpanan berdasarkan akad wadi‟ah atau akad

(54)

35

penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya, atau dengan perintah pemindahan bukuan.

b. Al-Mudharabah

1) Pengertian al-mudharabah

Mudharabah berasal dari kata dharb, berarti memukul atau berjalan. Pengertian memukul atau berjalan ini lebih tepatnya adalah proses seseorang memukulkan kakinya dalam mnjalankan usaha.

As-Sayyid sabiq mendefinisikan mudharabah dalam bahasa sederhana, mudharabah merupakan akad kerja sama antara dua belah pihak, satu pihak memberikan modal kepada lainnya untuk berniaga. Kemudian keuntungan dibagi antara mereka sesuai dengan kesepakatan yang telah disepakati.

(55)

pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.(Dr.Muhammad Syafii Antonio, M.Ec.:95).

Afzalur Rahman mendefinisikan mudharabah sebagai bentuk kontrak kerja sama yang didasarkan pada profit sharing, yang satu sebagai pemilik modal dan yang kedua menjalankan usaha. Modal yang dimaksud disini harus berupa uang tidak boleh berbentuk barang (Dahlan,2012: 128-129).

Menurut fatwa DSN No.07/DSN-MUI/IV/2000 bahwa mudharabah adalah pembiayaan ini posisi lembaga keuangan

syari‟ah kepada pihak lain untuk membuka suatu usaha yang

poduktif. Dalam pembiayaan ini proses lembaga keuangan sebagai pemilik dana dan membiayai 100% atas usaha pengelola, sedangkan posisi pengelola sebagai mudharib. Menurut Dahlan jenis Mudharabah ada dua, yaitu :

1) Mudharabah Muqayyadah adalah shahibul maal

membatasi kepada mudharib dengan batasan jenis usaha, waktu, dan tempat usaha. Mudharabah Muqayyadah atau disebut juga dengan istilah restriced mudharabah

specified mudharabah adalah kebalikan dari

(56)

37

kecenderungan umum si shahibul maal dalam memasuki jenis dunia usaha (Antonio,2001:97). Mudharabah Muqayyadah di bagi dua yaitu :

a) Mudharabah Muqayyadah on Balance Sheet

Jenis mudharabah ini merupakan simpanan khusus (retriced investmen) dimana pemilik dana dapat menetapkan syarat tertentu yang harus dipatuhi oleh bank.

b) Mudharabah Muqayyadah Off Balance Sheet

Jenis mudharabah ini merupakan penyaluran dana mudharabah langsung kepada pelaksana usahanya, dimana bank bertindak sebagai perantara yang mempertemukan antara pemilik dana dengan pelaksana usaha (Muhammad,2016:8).

Special investment melalui Mudharabah Muqayyadah dapat digambarkan dalam skema berikut ini:

(57)

2) Mudharabah Mutlaqah adalah bentuk kerja antara shahibul maal dengan mudharib yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu dan daerah bisnis. Yang dimaksud dengan transaksi mudharabah mutlaqah adalah bentuk kerja sama antara shahibul maal dan mudharib yang dicakupkan sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis. Skema mudharabah mutlaqah dapat digambarkan sebagi berikut:

Gambar 2. 2 Skema Mudharabah Muqayadah

a. Rukun Mudharabah

Rukun dari akad Mudharabah yang harus dipenuhi dalam transaksi ada beberapa, yaitu:

1) Pelaku akad, yaitu shahibul maal (pemodal) adalah pihak yang memiliki modal tetapi tidak bisa berbisnis, dan mudharib (pengelola) adalah pihak yang pandai berbisnis, tetapi tidak memiliki modal.

2) Objek akad, yaitu modal (maal), kerja (dharabah), dan keuntungan (ribh).

(58)

39

b. Karakteristik Mudharabah

Menurut Wiroso karakteristik Mudharabah adalah : Kedua pihak yang mengadakan kontrak antara pemilik dana dan mudharib akan menentukan kapasitas baik sebagai nasabah maupun pemilik. Didalam akad tercantum pernyataan yang harus dilakukan kedua belah pihak yang mengadakan kontrak dengan ketentuan sebagai berikut :

1) Di dalam perjanjian tersebut harus dinyatakan secara tersurat maupun tersirat mengenai tujuan kontrak 2) Penawaran permintaan harus disepakati kedua belah

pihak didalam kontrak tersebut; dan

3) Maksud penawaran dan penerimaan merupakan suatu kesatuan informasi yang sama penjelasannya. Perjanjian bisa saja berlangsung ditanda tangani, melainkan bisa juga dilakukan melalui surat menyurat/koresponden dengan fax atau komputer yang telah disahkan oleh Cindekia Fiqih Islam dan Organisasi Konferensi Islam.

c. Modal

(59)

Adapun syarat-syarat yang tercakup dalam modal adalah sebagai berikut.

1) Jumlah modal harus diketahui secara pasti termasuk jenis mata uangnya.

2) Modal harus dlam bentuk tunai, seandainya berbentuk asset menurut Jumhar Ulama Fiqih diperbolehkan asalkan berbentuk barang niaga dan mempunyai nilai atau historinya pada saat mengadakan kontrak. Bila asset tersebut berbentuk non-kas yang siap dimanfaatkan, seperti pesawat dan kapal, diperbolehkan sebagai modal mudharabah asalkan mudharib tetap menginvestasikan semua modal tersebut dan berbagi hasil dengan pemilik dana dalam pendapatan dari investasi dan pada akhir jangka waktu;

3) Modal harus tersedia dalam bentuk tunai tidak dalam bentuk piutang; dan

(60)

41

pembayarannya kepada mudharib dapt dibuat dalam beberapa angsuran.

d. Keuntungan

Keuntungan adalah jumlah yang melebihi jumlah modal dan merupakan tujuan mudharabah dengan syarat-syarat seperti berikut:

1) Keuntungan ini haruslah berlaku bagi kedua belah pihak dan tidak ada satu pihak pun yang akan memilikinya ;

2) Haruslah menjadi perhatian dari kedua belah pihak dan tidak terdapat pihak ketiga yang akan turut memperoleh bagi hasil darinya. Porsi bagi hasil keuntungan masing-masing pihak harus disepakati bersama pada saat perjanjiam ditandatangani. Bagi hasil mudharib harus secara jelas dinyatakan pada saat pengadaan kontrak dilakukan.

e. Jenis usaha

(61)

1) Bentuk pekerjaan/usaha merupakan hak khusus mudharib tidak ada intervensi manajemen dari pemilik dana, meskipun demikian menurut mahdzab Hambali membolehkan adanya peran serta/partisipasi pemilik dana dalam pekerjaan/usaha tersebut;

2) Penyedia dana tidak harus boleh membatasi kegiatan

mudharib agar tidak sukses dalam pencarian

laba/keuntungan;

3) Mudharib tidak boleh melanggar hukum syariah Islam

dalam usahanya dan juga harus mematuhi praktik-praktik usaha yang berlaku; dan

4) Mudharib harus mematuhi syarat-syarat yang diajukan

pemilik dana asalkan syarat-syarat tersebut tidak bertentangan kontrak mudharabah tersebut.

Batasan kegiatan mudharib sehubungan dengan dana mudharabahadalah sebagai berikut:

1. Harus benar-benar memiliki usaha sesuai dengan kontrak yang merupakan pekerjaan utama dan cabang kegiatannya; 2. Pekerjaan atau usaha yang dimiliki harus sesuai dengan surat

(62)

43

seperti perpaduan dengan dana mudharabah dan dananya sendiri; dan

3. Pekerjaan atau usaha yang tidak akan dimiliki terkecuali dengan suatu usaha ijin tertulis dari pemilik dana tersebut. Pekerjaan atau usaha ini tidak mengarahkan kepada pengembangan dana atau pun pada kewajiban atau utang baru apapun di pihak pemilik atas dana tersebut seperti peminjaman account dan mudharabah.

4. Modal mudharabah tidak boleh dalam penguasaan pemilik dana, sehingga tidak dapat ditarik sewaktu-waktu. Penarikan dana mudharabah hanya dapat dilakukan sesuai dengan waktu yang disepakati (periode yang telah ditentukan). Penarikan dana yang dilakukan setiap saat akan membawa dampak berkurangnya pembagian hasil usaha oleh nasabah yang menginvestasikan dananya.

5. Garansi dalam mudharabah untuk menunjukkan adanya tanggung jawab mudharib dalam mengembalikan modal kepada pemilik dana dalam semua pekerjannya. Peraturan jaminan dalam mudharabah, hal ini bahwa

mudharib akan bertanggung jawab untuk

(63)

tempo, kenyataan bahwa kepemilikan mudharib akandana tersebut dibuat sebagai suatu trust dan dengan demikian tidak menjamin dana tersebut kecuali dalam hal pelanggaran.

Dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 59 tentang Akuntansi Perbankan syariah, dijelaskan karakteristik mudharabah sebagai berikut:

1. Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara

shahibul maal (Pemilik dana) dan mudharib (pengelola dana) dengan nisbah bagi hasil menurut kesepakatn dimuka.

2. Jika usaha mengalami kerugian maka seluruh kerugian ditanggung oleh pemilik dana, kecuali jika ditentukan adanya kelalaian atau kesalahan oleh pengelola dana seperti penyelewangan, kecurangan, dan penyalahgunaan dana.

3. Mudharabah terdiri dari dua jenis yaitu mudharabah mutlqah (Investasi tidak terikat) dan mudharabah muqayyadah (Investasi terikat).

4. Mudharabah muthlaqah adalah mudharabah dimana

(64)

45

5. Mudharabah Muqayyadah adalah mudharabah dimana

pemilik dana memberikan batasan kepada pengelola dana (mudharib) mengenai tempat, cara, dan objek investasi. Sebagai contoh, pengelola dana (mudharib) dapat diperintahkan yakni :

a. Tidak mencampurkan dana pemilik dana dengan dana lainnya.

b. Tidak menginvestasikan dananya pada transaksi penjualan cicilan, tanpa penjamin, atau tanpa jaminan; dan

c. Menghauskan pengelola dana untuk melakukan investasi sendiri melalui pihak ketiga.

6. Bank dapat bertindak baik sebagai pemilik dana maupun pengelola dana. Apabila bank bertindak sebagai pemilik dana maka dana yang disalurkan disebut pembiayaan mudharabah. Apabila bank sebagai pengelola dana maka dana yang diterima adalah sebagai berikut :

a. Dalam mudharabah Muqayyadah disajikan dalam laporan perubahan investasii terikat sebagai investasi terikat darii nasabah.

(65)

Menurut pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia (PAPSI) karakteristik mudharabah atau investasi tidak terikat yaitu

1. Mudharabah terdiri dari dua jenis yaitu

mudharabahmuthlaqah (investasi tidak terikat) dan

mudharabah muqayyadah abank sebagai pengelola dana

pihak ketiga yang dikelompokkan dalam investasi tidak terikat. Untuk mudharabah muqayyadah bank sebagai agen dibahas dalam bagian tersendiri sedangkan bank sebagai pemilik dana (shahibul maal) dibahas dalam pembiayaan mudharabah.

2. Investasi tidak terikat bukan merupakan kewjiban atau eekuitas bank, karena bank tidak berkewajiban mengembalikan dan tersewbut apabila terjadi kerugian pengelola dana yang disebabkan kelalaian atau kesalahan bank sebagai mudharib.

(66)

47

4. Jika bank menggunakan metode bagi laba (profit sharing) dan usaha megalami kerugian maka seluruh kerugian ditanggung oleh pemilik dana (shahibul maal), kecuali jika ditemukan adanya kelalaian atau kesalahan bank sebagai pengelola dana (mudharib).

5. Kelalaian atau kesalahan bank sebagai pengelola dana disebabkan, misalnya:

a. Tidak dipenuhinya persyaratan yang ditentukan di dalam akad.

b. Tidak terdapat kondisi di luar kemampuan (force majeur) yang lazim dan atau yang telah ditentukan didalam akad; dan

c. Hasil keputusan dari badan arbitrase atau pengadilan.

6. Jika bank menggunakan metodebagi pendapatan (revenue sharing) maka pemilik dana (shahibul maal) tidak akan menanggung kerugian, kecuali bank dilikuidasi dengan kondisi realisasi asset bank lebih kecil dari kewajiban.

7. Investasi tidak terikat, antara lain :

(67)

penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati.

b. Deposito mudharabah adalah investasi tidak terikat pihak ketiga pada bank syariah yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu dengan pembagian hasil usaha sesuai dengan nisbah yang telah disepakati dimuka antara nasabah dengan bank syariah yang bersangkutan.

Tabel 2. 1 Perbandingan Tabungan Mudharabah dan Tabungan Wadiah

No Transaksi Tabungan Mudharabah Tabungan

(68)

49

Perhitungan bagi hasil tabungan dilakukan berdasarkan besarnya dana investasi rata-rata selama satu periode perhitungan bagi hasil dimana dana rata-rata tersebut dihitung dengan menjumlahkan saldo harian setiap tanggal dibagi dengaan hari periode perhitungan bagi hasil. Periode perhitugan bagi hasil tersebut tidak harus sama dengan jumlahh hari dalam periode perhitungan bagi hasil dihitung mulai tanggal awal periode (satu hari setelah tanggal tutup buku/ perhitungan bagi hasil yang lalu) sampai dengan tanggal tutup buku atau perhitungsn saldo rata-rata dapat dilakukan dengan komputerisasi tetapi dapat juga dilakukan secaramanual atau secara tradisional (Wiroso, 2005:52).

2. Pembiayaan Mudharabah

(69)

Kredit mudharabah ini dapat dikembangkan untuk investasi baru bagi nasabah, baik dibidang pertanian, perikanan, industri kecil maupun industri rumah tangga.

Tujuan pemberian kredit mudharabah ini adalah untuk menggabungkan masing-masing potensi, yakni potensi pemilik modal yang tidak memiliki mkeahlian usaha (skill) dengan pemilik proyek yang tidak memiliki modal untuk bersama-sama mendapatkan keuntungan.

Untuk pembiayaan mudharabah BMI membuat ketentuan-ketentuan umum sebagai berikut :

a. Investasi baru yang dianggap layak, BMI akan memberikan kredit mudharabah sebesar 100% dari kebutuhan investasi dan modal kerja dengan perjanjian bagi hasil sesuai dengan kesepakatan dimana pihak pengelola mendapatkan bagian yang lebih besar daripada penyandang dana.

b. Perjanjian bagi hasil mulai diberlakukan secara efektif setelah proyek investasinya selesai dengan jangka waktu yang telah disepakati. Pada waktu itu BMI dan nasabah besama-sama menghitung porsi, maka BMI yang akan menanggung seluruh kerugian.

(70)

51

d. Pada saat iinvestasi nasabah telah mampu menghasikan laba, maka nsabah pnerima kedit sudah harus menyelesaikan pembayaran kembali utang pokoknya kepada BMI.

Keuntungan usaha dari pembiayaan mudharabah dibagi seusai dengan kesepakatan. Perbandingan perolehan hasil dari keuntungan ini tergantung pada potensi dan karakteristik usaha debitur. Tidak dipersoalkan mana jumlah yang lebih besar. Bisa saja terjadi, bank mendapatkan hasil yang lebih besar daripada nasbah demikian pula sebaliknya. Kesemuanya itu lebih merupakan kebijakan bisnis (business policy) Bnak Islam, dan bukan merupakan ketentuan fiqih.

Syarat-syarat pembiayaan bagi hasil ( al-mudharabah ) menurut kesepakatan para ahli fiqih, dan perlu menjadi pertimbangan bagi operasionalisasi Bsnk Muamalat dalam memberikan pembiayaan mudharabah adalah: (Mahsin H.J. Mansor, 1988: 55)

a. Modal mudharabah harus merupakan mata uang penuh yang ditentukan sewaktu akad dan diserahkan kepada pihak pengusaha setelah selesai ijab qabul, sesuai dengan cara-cara yang telah disepakati.

(71)

dan dari keuntungan yang akan didapt bagi salah-satu pihak adalah tidak sah.

c. Dasar bagi pembiayaan mudharabah ialah modal berasal dari pihak pemodal sedang kerja dilakukan oeh pihak pengusaha. Oleh karena itu, adalah tidak sah apabila penetapan kerja dilakukan oleh pihak pemodal.

d. Bila pembiayaan mudharabah mengalami kerugian maka kerugian tersebut ditabggung sepenuhnya oleh pemodal. Pihak pengusaha menanggung kerugian karena tidak mendapatkan manfaat dari jerih payahnya. Jika usaha tersebut hanya kembali modal, maka modal tersebut sepenuhnyanuntuk piha pemodal, sedangkan pihak pengusaha tidak mendapatkan bagian.

e. Mudharabah dapat dibubarkan oleh pemilik modal pada waktu kapanpun sebelum usaha tersebut dimulai oleh pihak pemgusaha.

(72)

53

kecuali hal seperti itu sudah menjadi adat kebiasaan setempat.

i. Apabila pengusaha hendak menjalankan mudharabah dengan pihak ketiga dimana pengusaha disini berperan sebagai pemilik modal pada akad dengan pihak kegtiga tersebut, maka pihak pengusaha diwajibkan untuk mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari pemilik modal, dengan syarat pengeluaran tersebut berada dalam batas kewajaran.

j. Apabila pihak pengusaha dalam menjalankan proyek melanggar perjanjian yang telah disepakati, maka pihat pengusaha bertanggung jawab terhadap semua risiko kerugian dari proyek atau usaha yang tengah dijalankannya dan wajib membayar sepenuhnya modal yang telah diberikan oleh pihak pemodal.

k. Perjanjian mudharabah selesai dengan habisnya jangka waktu yang ditentukan dalam perjanjian.

l. Pihak pemodal, karena sesuatu hal yang membahayakan, erhak memecat pengusaha dengan diberikan peringatan terlebih dahulu.

(73)

pengusaha berhak menuntup upah yang setimpal dengan perhitungan kerja yang telah dijalankannya.

n. Apabila terjadi suatu kerusakan atau kerugian dalam mudharabah, maka penggantian dalam kerusakan tersebut haruslah diambil dari keuntungan bila ada, kalau tidak mencukupi baru diambil dari modal. Pihak pengusaha tidak diwajibkan mengganti kerusakan atau kerugian ini kecuali hal tersebut terjadi ksrens kesengajaan atau kelalaiannya. o. Perjanjian mudharabah berakhir dengan matinya salah satu

pihak.

p. Peminjam hendaknya merencanakan terlebih dahulu secara matang tentang usaha, tempat , lokasi, pasar dan jumlah biaya yang dibutuhkan.

q. Peminjam perlu mempelajari administrasi praktis tentang pengelolaan usaha yang telah ditekuninya sehingga unsur kejujuran dapat terbaca oleh pihak bank.

r. Peminjam dalam mencicil pinjaman bagi hasil harus tepat pada waktunya sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati.

3. Pihak-pihak yang terlibat dalam perjanjian pembiayaan mudharabah Tidak seperti halnya yang dilakukan bank-bank konvensional umumnya dalam memberikan kredit, poembiayaan

(74)

55

kepentingan masing-masing pihak terutama debitur, yang seringkali dirugikan dalam perjanjian kredit di bank-bank konvensional yang umumnya menerapkan perjanjian standar. Perjanjian pembiayaan mudharabah dilakukan dengan mengurangi hambatan-hambatan yang seringkali melanda usaha debitur.

Pembiayaanmudharabah dapat di aplikasikan untuk pembiayaan modal kerja, seperti modal kerja perdagangan dan jasa atau untuk investasi khusus, dimana bank memberikan syarat-syarat dan jenis usaha khusus yang akan diproyeksikan oleh mudhorib.

Skema pembiayaanmudharabah dapat dilihat pada gambar berikut:

4. Skema Pembiayaan Mudharabah

(75)

1) Nasabah mengajukan pembiayaan kepada bank atas suatu rencana proyek usaha. Kemudian diadakan negosiasi sampai bank menyetujui proyeksi yang diajukan oleh nasabah dengan syarat yang diajukan oleh nasabah dengan syarat dan analisis yang ditetapkan pihak bank.

Pada tahap dengan syarat dan analisis yang ditetapkan pihak bank. Pada tahap negosiasi tercapai kesepakatan berarti sudah terjadi asas konsensualisme.

2) Perjanjian dibuat dengan perlengkapan seluruh dokumen yang dibutuhkan.

Pada tahap ini dapat diartikan sebagai asas formalisme. Di mana akad terjadi jika sudah terjadi formalitas suatu perjanjian sesuai dengan peraturan yang berlaku, bank sebagai shahibul mal (pihak pertama), dan nasabah sebagai mudharib (pihak kedua).

3) Nasabah menyalurkan dana pembiayaan untuk proyek yang telah disepakati.

4) Nasabah memberikan nisbah bagi hasil atau nilai atau keuntungan sesuai dengan nilai kontrak. Lazimnya dibayarkan secara regular dalam interval per-bulan.

Gambar

Gambar 2. 1 Skema Mudharabah Mutlaqah
Gambar 2. 2 Skema Mudharabah Muqayadah
Tabel 2. 1 Perbandingan Tabungan Mudharabah dan Tabungan Wadiah
Gambar 2. 3 Skema Pembiayaan Mudharabah
+4

Referensi

Dokumen terkait

Sama halnya dengan pemahaman mengenai prinsip tabungan bagi hasil (mudharabah) yang sebelumnya telah dijelaskan, informasi yang diberikan oleh pihak bank mengenai

Menurut penelitian sebelumnya (Oksita, 2011), tentang faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam penentuan nisbah bagi hasil atas pembiayaan mudharabah pada BMT di

Kehilangan suatu data yang penting merupakan suatu kerugian yang besar bagi pemilik data, untuk mengatasi hal tersebut dapat dilakukan dengan cara manual yaitu dengan

1) Memimpin Usaha KSPPS BMT Mandiri Sejahtera di wilayah kerjanya (cabang) sesuai dengan tujuan dan kebijakan umum yang telah ditentukan KSPPS BMT Mandiri Sejahtera. 2) Merencenakan,

Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai penanganan pembiayaan bermasalah pada akad mudharabah terkait pandemi Covid-19 di BPRS Aman Syariah Sekampung

Sebelumnya telah terdapat beberapa penelitian yang membahas mengenai variabel religiusitas, kualitas layanan dan pengetahuan yang mempengaruhi minat nasabah menurut penelitian yang

Simpulan dari penelitian ini adalah akad mudharabah pada sukuk ritel diterapkan pada sistem pembagian proporsi imbal bagi hasil yang ditentukan berdasarkan hasil usaha perusahaan

Menurut Fatwa DSN-MUI Nomor 115/DSN-MUI/IX/2017 tentang akad mudharabah, dalam hal penerapan bagi hasil ingon sapi yang dilakukan oleh masyarakat desa Tegalwero sudah sesuai dengan