• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prinsip Jual Beli (Sale and Purchase) 1.Jenis Jual Beli Syariah

PADA BMT KHAIRU UMMAH LEUWILIANG BOGOR

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Bank Syariah dan Sistem Pembiayaan Bank Syariah

2.2.3 Prinsip Jual Beli (Sale and Purchase) 1.Jenis Jual Beli Syariah

Gambar 2. Jenis Jual Beli Syariah (Antonio, 2001)

Jenis Jual Beli

Ba’I Al-Istishna Ba’I As Salam Ba’I Al-Murabahah

Ba’i Al-Murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam akad ini, penjual harus memberitahu harga pokok yang ia beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagian tambahannya, dengan pembayaran bisa dilakukan kontan maupun secara angsuran. Ada yang berpendapat bahwa Murabahah pembayaranya dilakukan diakhir jatuh tempo sekaligus, dan apabila dibayar secara angsuran dinamakan Bai’Bithaman’Ajil. Namun, ada yang menganggap sama pengertiannya.

Skema Bai’ Al-Murabahah

Gambar 3. Skema Ba’i Murabahah(Antonio, 2001)

Syarat Ba’I al-Murabahah adalah penjual memberi tahu biaya modal kepada nasabah, kontrak harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan, kontrak harus bebas dari riba, penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas barang sesudah pembelian, penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara utang (DSN No.04/DSN/MUI/IV/2000). Dalam akad ini, pihak LKS boleh meminta uang muka, apabila pihak pemesan membatalkan pemesanan, maka uang muka dikembalikan setelah dipotong biaya riil pembelian, apabila ada sisa, dikembalikan kepada pemesan, apabila kurang, pemesan harus melunasinya (Rifa’i, 2002).   6. bayar 2. beli barang  Supplier/ penjual LKS nasabah 5. terima barang & dokumen 4. kirim

3.akad jual beli 1.Negosiasi dan

Bai As Salam adalah proses jual beli dimana pembayaran dilakukan terlebih dahulu dan penyerahan barang dilakukan kemudian. Bai Al Istishna adalah kontrak order yang ditandatangani bersamaan antara pemesan dengan produsen untuk pembuatan jenis barang tertentu.

2. Popularitas Murabahah

Secara empiris murabahah memang lebih popular dibandingkan jenis pembiayaan lain, hal ini disebabkan: murabahah adalah suatu mekanisme pembiayaan investasi jangka pendek dan cukup memudahkan dibandingkan dengan sistem bagi hasil, mark-up dalam murabahah dapat ditetapkan sedemikian rupa sehingga memastikan bahwa bank dapat memperoleh keuntungan yang sebanding dengan keuntungan berbasis bunga yang menjadi saingan bank-bank Islam, murabahah menjauhkan ketidakpastian yang ada pendapatan dari bisnis-bisnis dengan sistem profit and loss sharing, dan murabahah tidak memungkinkan bank-bank Islam untuk mencampuri manajemen bisnis, karena bank bukanlah mitra nasabah, sebab hubungan mereka dalam murabahah adalah hubungan antara kreditur dan debitur (Saeed, 2004).

3. Resiko Murabahah

Dominasi pembiayaan murabahah di perbankan syariah juga disebabkan oleh adanya beberapa masalah pada pembiayaan mudharabah (Hadikoesoemo, 2003) yaitu resiko investasi relatif tinggi karena sulitnya memonitor kegiatan investasi, masalah principal-agen dimana agen (mudharib) tidak selalu bertindak sesuai dengan kepentingan pemilik modal, kompetensi sumber daya manusia perbankan syariah yang masih rendah untuk melakukan investasi pola bagi hasil, ketidaktersediaan informasi kinerja bisnis yang mendalam untuk setiap sektor industri yang menjadi target investasi.

Risiko yang menyertai dan harus diantisipasi antara lain; Default atau kelalaian nasabah sengaja tidak membayar angsuran; fluktuasi harga komparatif, hal ini terjadi apabila harga suatu barang di pasar naik setelah bank membelikannya untuk nasabah sehingga bank tidak bisa mengubah harga jual beli yang sudah disepakati; Penolakan nasabah, dimana barang yang dikirim bisa saja ditolak oleh nasabah karena berbagai sebab dan kemungkinan lain karena nasabah merasa spesifikasi barang tersebut berbeda dengan yang dipesan. Bila bank telah

menandatangani kontrak pembelian dengan penjualnya, barang tersebut akan menjadi milik bank. Bank mempunyai resiko untuk menjualnya kepada pihak lain (Antonio, 2001).

Pembiayaan syariah dengan skema jual beli murabahah merupakan salah satu karakter utama pembiayaan syariah yang berbeda dengan pembiayaan konvensional. Perbedaan itu menimbulkan pajak ganda atas penyerahan objek murabahah yang terutang PPN selama ini. Masalah pajak juga ini terjadi bukan disebabkan oleh nasabah atau bank syariahnya, namun lebih ke arah kebijakan penetapan pajak bagi barang yang ditransaksikan. Barang yang ditransaksikan akan terkena pajak ganda, yaitu: ketika bank syariah membeli barang dari toko, maka akan dikenakan pajak. Itu merupakan pajak yang pertama, Pajak yang kedua yaitu dikenakan, ketika Bank syariah menjual barang tersebut ke nasabah.

Masalah pajak ganda ini banyak dikeluhkan oleh para nasabah, karena merekalah yang harus menanggung kedua pajak tersebut. hal ini tentunya akan berdampak kepada harga barang yang dibeli nantinya jauh lebih mahal, karena dikenakan pajak dua kali. Praktik seperti ini cenderung merugikan bank syariah dan nasabah. Bagi bank syariah tentunya akan kehilangan nasabah, karena mereka akan lari ke bank konvensional dengan sistem kredit dan hanya satu kali terkena pajak yaitu ketika nasabah langsung membeli ke toko. Bagi nasabah, mereka akan mendapatkan harga yang lebih mahal, karena harus terkena pajak dua kali.

Pemerintah menanggung pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) atas transaksi murabahah yang dilakukan sebelum 1 April 2010 terkait dengan penyelesaian permasalahan pajak ganda pada perbankan syariah. Kebijakan pemerintah menanggung PPN atas transaksi murabahah sebelum 1 April 2010 tersebut diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan No. 251/PMK.011/2010 tertanggal 28 Desember 2010. Langkah tersebut juga ditujukan untuk mengembangkan industri perbankan syariah. Anggaran yang dialokasikan untuk keperluan tersebut sebesar Rp328 miliar dan diberikan kepada wajib pajak bank syariah yang telah membayar surat ketetapan pajak atas transaksi murabahah.

2.2.4 Prinsip Jasa (Ar-Rahn)

Ar-Rahn adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa Rahn adalah semacam jaminan utang atau gadai.

2.2.5 Prinsip Sewa (Al-Ijarah)

Al-Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri.

2.2.6 Non Profit (Al-Qordh)

Al-Qardh adalah meminjamkan sesuatu tanpa mengharapkan imbalan atau sering disebut juga pinjaman kebajikan (Qardhul Hasan).

2.3. Perbedaan Lembaga Keuangan Syariah dengan Bank Konvensional

Bank syariah adalah bank yang beroperasi berdasarkan prinsip syariah atau prinsip agama Islam. Sesuai dengan prinsip Islam yang melarang sistem bunga atau riba yang memberatkan, maka bank syariah beroperasi berdasarkan kemitraan pada semua aktivitas bisnis atas dasar kesetaraan dan keadilan. Perbedaan yang mendasar antar bank syariah dengan bank konvensional, antara lain (Muhammad, 2005):

2.3.1 Perbedaan Falsafah

Perbedaan pokok antara bank konvensional dengan bank syariah terletak pada landasan falsafah yang dianutnya. Bank syariah tidak melaksanakan sistem bunga dalam seluruh aktivitasnya sedangkan bank kovensional justru kebalikannya. Hal inilah yang menjadi perbedaan yang sangat mendalam terhadap produk-produk yang dikembangkan oleh bank syariah, dimana untuk menghindari sistem bunga maka sistem yang dikembangkan adalah jual beli serta kemitraan yang dilaksanakan dalam bentuk bagi hasil.

Jenis transaksi perniagaan melalui bank syariah diperbolehkan asalkan tidak mengandung unsur bunga (riba). Riba sangat berpotensi untuk mengakibatkan keuntungan besar disuatu pihak namun kerugian besar dipihak lain, atau bahkan ke dua-duanya. Riba secara sederhana berarti sistem berbunga, dalam semua prosesnya dapat berakibat membengkaknya kewajiban salah satu pihak seperti efek bola salju.

2.3.2 Konsep Pengelolaan Dana Nasabah

Sistem bank syariah dana nasabah dikelola dalam bentuk titipan maupun investasi. Cara titipan dan investasi jelas berbeda dengan deposito pada bank konvensional dimana deposito merupakan upaya membungakan uang. Konsep dana titipan berarti kapan saja nasabah membutuhkan, maka bank syariah harus dapat memenuhinya, akibatnya dana titipan menjadi sangat likuid. Likuiditas yang tinggi inilah membuat dana titipan kurang memenuhi syarat suatu investasi yang membutuhkan pengendapan dana. Waktu pengendapan dana tidak lama, hanya titipan sehingga bank boleh saja tidak memberikan bagi hasil. Dana nasabah yang diinvestasikan merupakan kesempatan untuk memperoleh keuntungan dari usaha yang dilaksanakan, didalamnya terdapat pula risiko untuk menerima kerugian, maka antara nasabah dan banknya sama-sama saling berbagi baik keuntungan maupun risiko.

Fungsi bank sebagai intermediary yaitu lembaga keuangan penyalur dana nasabah penyimpan kepada nasabah peminjam, dana nasabah yang terkumpul dengan cara titipan atau investasi, kemudian dimanfaatkan atau disalurkan ke dalam traksaksi perniagaan yang diperbolehkan pada sistem syariah. Hasil keuntungan dari pemanfaatan dana nasabah yang disalurkan ke dalam berbagai usaha itulah yang akan dibagikan kepada nasabah. Hasil usaha semakin tingi maka semakin besar pula keuntungan yang dibagikan bank kepada dan nasabahnya. Namun, jika keuntungannya kecil otomatis semakin kecil pula keuntungan yang dibagikan bank kepada nasabahnya. Jadi, konsep bagi hasil hanya bisa berjalan jika dana nasabah di bank di investasikan terlebih dahulu kedalam usaha, barulah keuntungan usahanya dibagikan. Hal ini berbeda dengan simpanan nasabah di bank konvensional, tidak peduli apakah simpanan tersebut di salurkan ke dalam usaha atau tidak, bank tetap wajib membayar bunganya.

Sistem bagi hasil membuat besar kecilnya keuntungan yang diterima nasabah mengikuti besar kecilnya keuntungan bank syariah. Semakin besar keuntungan bank syariah semakin besar pula keuntungan nasabahnya. Berbeda dengan bank konvensional, keuntungan banknya tidak dibagikan kepada nasabahnya, tidak peduli berapapun jumlah keuntungan bank konvensional, nasabah hanya dibayar sejumlah prosentase dari dana yang disimpannya saja.

2.3.3 Kewajiban Mengelola Zakat

Bank syariah diwajibkan menjadi pengelola zakat yaitu dalam arti wajib membayar zakat, menghimpun, mengadministrasikannya, mengelola dan mendistribusikannya. Hal ini merupakan fungsi dan peran yang melekat pada bank syariah untuk memobilisasi dana-dana sosial (zakat. Infak, sedekah).

2.3.4 Struktur Organisasi

Struktur organisasi suatu bank syariah mengharuskan adanya Dewan Pengawas Syariah (DPS). DPS bertugas mengawasi segala aktivitas bank agar selalu sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. DPS ini dibawahi oleh Dewan Syariah Nasional (DSN). Berdasarkan laporan dari DPS pada masing-masing lembaga keuangan syariah, DSN dapat memberikan teguran jika lembaga yang bersangkutan menyimpang. DSN juga dapat mengajukan rekomendasi kepada lembaga yang memiliki otoritas seperti Bank Indonesia dan Departemen Keuangan untuk memberikan sangsi. Secara ringkas perbedaan antara bank syariah dengan bank konvensional dapat pada tabel berikut;

Tabel 3. Perbedaan bank Konvensional dengan bank Syariah

Bank Syariah Bank Konvensional

1. Berinvestasi pada usaha yang halal 2. Atas dasar bagi hasil, margin

keuntungan dan fee

3. Besaran bagi hasil berubah-ubah

tergantung kinerja usaha 4. Profit dan socials oriented

5. Pola hubungan kemitraan

6. Ada Dewan Pengawas Syariah

1. Bebas nilai, tidak memperhatikan haram dan halal.

2.Sistem bunga 3. Besarannya tetap

4. Profit oriented

5. Hubungan debitur-kreditur

6. Tidak ada lembaga sejenis

(Muhammad, 2004)

2.4. Faktor-faktor Penentuan Margin Pembiayaan Non Bagi Hasil Bank Syariah Penetapan margin keuntungan mempertimbangkan beberapa hal (Karim, 2004) diantaranya adalah Direct Competitor’s Market Rate (DCMR) adalah tingkat margin keuntungan rata-rata perbankan syariah, atau tingkat margin keuntungan rata-rata beberapa bank syariah yang ditetapkan dalam rapat sebagai kelompok kompetitor langsung, atau tingkat margin keuntungan bank syariah tertentu ditetapkan dalam rapat sebagai kompetitor langsung terdekat.

Indirect Competitor’s Market Rate (ICMR) adalah tingkat suku bunga rata-rata perbankan konvensional, tingkat rata-rata suku bunga beberapa bank konvensional yang dalam rapat perusahaan ditetapkan sebagai kelompok kompetitor tidak langsung atau tingkat rata-rata suku bunga bank konvensional tertentu yang dalam rapat ditetapkan sebagai kompetitor tidak langsung terdekat. Expected Competitive Return For Investor (ECRI) adalah target bagi hasil kompetitif yang diharapkan dapat diberikan kepada dana pihak ketiga. Acquiring Cost adalah biaya yang dikeluarkan oleh bank yang langsung terkait dengan upaya untuk memperoleh dana pihak ketiga. Overhead Cost adalah biaya yang dikeluarkan oleh bank yang tidak langsung terkait dengan upaya untuk memperoleh dana pihak ketiga.

2.5. Konsep Perhitungan Margin Laba

Dana yang telah dikumpulkan oleh bank Islam dari titipan dana pihak ketiga atau titipan lainnya perlu dikelola dengan penuh amanah dan istiqomah. Dana tersebut diharapkan dapat mendatangkan keuntungan besar, baik untuk nasabah maupun bank Islam. Prinsip utama yang harus dikembangkan bank Islam dalam kaitan dengan manajemen dana adalah bank Islam harus mampu memberikan bagi hasil kepada penyimpan dana minimal sama dengan atau lebih besar dari suku bunga yang berlaku di bank konvensional, dan mampu menarik bagi hasil dari debitur lebih rendah dari bunga yang diberlakukan di bank konvensional (Muhammad, 2002).

Besar kecilnya pendapatan deposan dalam bank Islam bergantung pada pendapatan bank, nisbah bagi hasil antara nasabah dan bank, nominal deposito nasabah, rata-rata deposito untuk jangka waktu yang sama pada bank dan jangka waktu deposito. Sedangkan dalam bank konvensional, pendapatan deposan tergantung kepada tingkat bunga yang berlaku, nominal deposito nasabah dan jangka waktu deposito (Muhammad, 2002). Berdasarkan hal ini terlihat jelas perbedaan antara bank Islam dan bank konvensional, dimana pendapatan deposan bank Islam terhindar dari fluktuasi bunga yang tidak menentu keberadaanya. Namun, pada kenyataannya, perbankan syariah di Indonesia masih merujuk pada suku bunga yang berlaku, sehingga fluktuasi bunga yang tidak menentu masih berpengaruh terhada pendapatan deposan.

2.6. Komponen-komponen dalam Menentukan Bunga Kredit

Pada perbankan konvensional komponen-komponen yang harus diperhatikan dalam menentukan base lending rate (Ali, 2004) adalah:

Tabel 4. Komponen Bunga kredit

No. Komponen Bunga Kredit Penjelasan

1. Total biaya dana (cost loanable fund)

Biaya yang dihitung atas dana yang dipergunakan sebagai sumber pemberian kredit oleh bank.

2. Biaya operasi (overhead cost) Biaya yang dikeluarkan bank dalam menjalankan

operasionalnya.

3. Cadangan resiko kredit macet

(risk factor)

Biaya penyisihan cadangan penghapusan kredit macet.

4. Spread/net margin Pendapatan utama bank yang tergantung pada besarnya aktiva produktif bank.

5. Pajak Kewajiban yang dibebankan pemerintah.

(Ali, 2004)

Perbedaan pembiayaan murabahah dengan kredit bank konvensional:

Tabel 5. Perbedaan pembiayaan murabahah dan kredit bank konvensional

Pembiayaan Murabahah Kredit Bank Konvensional

1. Transaksi jual beli, sehingga dikenal adanya harga jual dan harga beli.

2. Pembiayaan pengadaan barang.

3. Semua barang yang dijadikan obyek jual

beli tidak boleh bertentangan dengan syariah.

4. Tidak diperkenankan adanya kenaikan

harga jual apabila telah disepakati bersama (bank dengan nasabah).

1. Transaksi meminjam uang, sehingga

dikenal adanya bunga.

2. Pembiayaan pengadaan barang, dapat

juga untuk biaya operasional.

3. Tidak ada kaitan barang dengan

ketentuan syariah.

4. Dimungkinkan adanya kenaikan suku

bunga tanpa harus ada persetujuan nasabah.

( Antonio, 2002)

2.7. Penetapan harga jual

Praktik dagang Rasulullah SAW ini bisa diterapkan di bank syariah pada pembiayaan murabahah dengan beberapa pendekatan. Biaya yang telah dikeluarkan (cost recovery) bisa didekati dengan membagi proyeksi jumlah biaya operasional bank dengan target volume pembiayaan murabahah. Margin murabahah dalam konteks ini adalah cost recovery ditambah dengan keuntungan yang diinginkan bank. Jadi dapat disimpulkan bahwa harga jual pada skim murabahah merupakan penjumlahan dari harga beli bank ditambah dengan cost recovery dan ditambah dengan keuntungan yang diinginkan. Sedangkan margin merupakan selisih dari harga jual dikurangi dengan harga beli.

Semakin efisien biaya operasi bank, akan semakin murah harga jual bank atau semakin tinggi peluang memperoleh keuntungan. Semakin besar target volume pembiayaan atau jumlah nasabah pembiayaan, akan semakin murah harga jual bank sehingga semakin tinggi peluang memperoleh keuntungan. Petunjuk lainnya adalah bahwa margin yang dihitung dari formula diatas kemudian dibandingkan dengan bunga pinjaman bank konvensional. Apabila margin harga jual bank syariah lebih tinggi dari bunga pinjaman konvensional maka dapat dilakukan beberapa kali peninjauan, yaitu: pertama, terhadap keuntungan, kedua terhadap proyeksi biaya operasional, dan ketiga terhadap target volume pembiayaan (dana pihak ketiga). Dengan kata lain harga jual bank syariah harus selalu diusahakan bersaing (lebih murah) dari pinjaman bank konvensional. Semakin murah harga jual yang ditawarkan bank syariah dapat merupakan suatu petunjuk bahwa bank syariah tersebut beroperasi dengan efisien. Harga jual pembiayaan murabahah yang relatif murah, maka akan mendorong sektor riil untuk lebih berkembang lagi (Perwataatmadja, 2004).

Berdasarkan rumusan tersebut, dalam margin bank syariah tidak ada unsur bagi hasil yang diberikan bank untuk nasabah penabung maupun deposan yang diperhitungkan, jadi formula diatas semata-mata menggunakan prinsip dagang Rasulullah SAW. Berbeda dengan tataran praktik kebanyakan perbankan syariah yang saat ini dilakukan, perhitungan margin murabahah misalnya masih mirip dengan perhitungan bunga kredit yang diberikan bank konvensional secara flat rate (Perwataatmadja, 2004). Beberapa bank masih memperhitungkan bagi hasil yang diberikan kepada penyimpan dana sebagai cost of fund. Perhitungan bagi hasil masih didasarkan atas revenue sharing.

Perhitungan margin agar lebih terlihat perbedaan maka akan dipaparkan sistem penetapan bunga yang digunakan bank konvensional. Penentuan tingkat bunga di bank konvensional, dipengaruhi oleh berapa besar biaya dana bank (cost of loanable funds), spread, biaya overhead, pajak dan premi resiko. Apabila hasil perhitungan tingkat bunga kredit bank ternyata lebih tinggi dari market rate antar bank sejenis untuk jenis kredit yang sama, maka bank akan melakukan evaluasi atau penyesuaian untuk biaya yang masih memungkinkan untuk diturunkan, misalnya biaya overhead, spread atau resiko (Siamat, 2001).

Bunga adalah konsep biaya dimana bunga yang dibayarkan kepada penyimpan dana merupakan biaya dana (cost of fund), maka sebagaimana lazimnya suatu biaya dia selalu digeserkan kepada orang lain dalam hal ini kepada mereka yang meminjam. Sektor perbankan selain telah melepaskan beban biaya tersebut, juga membebankan kepada peminjam dana biaya operasional, pajak, dan keuntungan bank, menjadi bunga pinjaman. Bunga pinjaman adalah bunga simpanan ditambah biaya operasional, pajak, dan keuntungan bank (Perwataatmadja, 2004).

2.8. Pengembalian dan Risiko dalam Pembiayaan bank Syariah

Jenis-jenis risiko yang dihadapi oleh bank syariah antara lain: risiko likuiditas, risiko pasar, risiko operasional, risiko penyelewengan atau fraud dan risiko kredit. Secara natural risiko-risiko yang dihadapi oleh bank syariah adalah: credit risk, benchmark risk, liquidity risk, legal risk, withdraw risk, fiduciary risk, and displaced commercial risk (Chapra, 2000).

Risiko dalam pembiayaan bank syariah tidak sama antara satu dengan yang lainnya sesuai dengan karakteristik antara satu produk dengan produk lainnya. Khusus untuk transaksi murabahah yang sifatnya mengikat, risiko yang dihadapi bank syariah hampir sama dengan risiko pada bank konvensional, sedangkan dalam transaksi tanpa pesanan yang sifatnya tidak mengikat nasabah untuk membeli, menyebabkan bank menghadapi dua risiko. Pertama, tidak ada jaminan bagi bank syariah seandainya pihak pembeli membatalkan transaksi. Risiko kedua, bank syariah mengalami risiko kerugian karena menurunnya nilai barang tersebut akibat cacat atau rusak selama penyimpanan. Risiko lainnya adalah kelalaian yang disengaja nasabah dengan tidak membayar atau memperlambat angsuran pelunasan. Kondisi fluktuasi harga dimana harga di pasar naik sedangkan bank tidak dapat merubah harga jual yang disepakati (Antonio, 2001).

2.9. Biaya Operasi Bagi Hasil dan Biaya Operasional