Peninjauan kembali terhadap putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dalam hukum pidana Islam adalah
KEWENANGAN DAN FUNGSI MAHKAMAH AGUNG DALAM MEMERIKSA PERKARA PENINJAUAN KEMBALI
D. SISTEM PERADILAN PIDANA DI NEGARA ARAB SAUDI Saudi Arabia merupakan kerajaan monarki konstitusional yang
4. Prinsip Kebebasan
Kebebasan manusia di Saudi Arabia bukan hanya diakui, tapi wajib dilindungi dalam agama, tidak boleh ada paksaan. Setiap orang bebas menganut agama yang diyakini. Kebebasan mengemukakan pendapat, misalnya dapat dilihat dalam proses ijtihad yang merupakan sumber keempat dalam hukum Islam di Saudi Arabia. Para ahli hukum dan para hakim dikerjaan Saudi Arabia mempunyai wewenagn untuk melakukan ijtihad.
Termasuk dalam pengertian ini ialah kebebasan rakyat untuk memberikan kritik dan saran kepada pemerintah. Itulah sebabnya di al-Khaffawi berkesimpulan bahwa pada dasarnya kerajaan Saudi Arabia berpegang teguh pada pelaksanaan hukum syariat Islam sebagai satu-satunya sumber hukum dan peradilan Saudi Arabia.92 Berdasarkan ketetapan raja Saudi Arabia mengenai sumber hukum dan juga berdasarkan ketetapan kerajaan mengenai mazhab negara (mazhab Hambali) sebagai telah disebutkan merumuskan tingkatan hukum formal dan hukum positif sebagai berikut:
1. Alquran dan sunnah Rasulullah, sebagai sumber segala tertib hukum
90 Penerapan prinsip-prinsip itu untuk melindungi kepentingan kaum buruh dikerajaan Saudi Arabia, misalnya tentang hak upah yang adil, hak libur yang dibayar, perpendekan jam kerja, hak libur tahunan, kesehatan buruh, syarat-syarat kerja yang berhubungan dengan perlindungan kesehatan buruh, hak pencegahan atau perlindungan terhadap kecelakaan serta jaminan kesehatan, ganti rugi terhadap buruh yang mengalami kecelakaan dalam melaksanakan pekerjaan sesuai dengan keadaannya dan hak pensiun setelah mencapai usia tua. Ibid., h. 57
91 Ahmad Muhammad Ibrahim, Moeslim doectrine h. 185, dan Hak Asasi Manusia, h.
191
92 Abd al-Majid, op. cit., h. 42.
47
2. Al-Nizham, suatu bentuk undang-undang yang disusun oleh menteri, lalu diajukan ke Dewan Menteri guna diteliti dan setelah disetujui lantas diajukan kepada raja untuk disah-kan dan diundangkan. Nizham, ini adalah penjabaran dari Alquran dan sunnah, karena undang-undang ini tidak boleh menyimpang sama sekali dari kedua sumber pokok hukum tersebut. (peraturan pemerintah), merupakan pelaksanaan atau penjabaran serta penjelasan dansebagai tindak lanjut dari al-Nizahm. Dengan demikian tidak boleh bertentangan dengan kedua sumber sebelumnya.93
Bila dilihat dari sisi hirarkhi tertib hukum form al, maka dapat diketahui bahwa Alquran dan sunnah menempati kedudukan yang paling tinggi, yakni sebagai sumber dari segala sumber hukum yang berlaku di Saudi Arabia. Sehingga hukum dan kebjaksanaan apapun yang ada tidakboleh mebnyimpang dan bertentangan dari keduannya itu.
Secara historis, perkembangan hukum di Saudi Arabia ini tampaknya sangat sedikit untuk tidak mengatakan tidak sama sekali dipengaruhi oleh hukum-hukum non Islam dan unsur-unsur pengaruh dari luar itu biasanya tidak menyangkut hal-hal yang menjadi prinsip doktrin dasar Islam. Untuk itu para penguasa, para ulama dan masyarakat muslim umumnya di Saudi Arabia melakukan tindakan yang ketat untuk menjaga merembesnya pengaruh hukum asing (non Islam).
Berdasarkan penjelasan singkat di atas, tampak jelas betapa kuatnya posisi dan dominasi hukum Syariat Islam di dalam sistem perundang-undangan dan peradilan di Saudi Arabia. Adapun tingkatan-tingkatan peradilan di maksud adalah sebagai berikut:
1. Majelis al-Qadha al-A’la (Mahkamah Agung), Majelis ini mempunyai wewenang:
1. Sebagai lembaga kasasi atas keputusan peradilan yang lebih rendah, bertugas memeriksa ulang atas keputusan yang dimintakan kasasi atasnya.
2. Sebagailembaga yang berhak merumuskan masalah administrasi kepegawaian dilingkungan Peradilan, kenaikan pangkat, mutasi dan hal-hal lain yang menyangkut kepegawaian.
3. Sebagai lembaga yang memberikan pertimbangan kepada pemerintah atau Menteri Kehakiman.94
Majelis ini terdiri dari sebelas anggota, yang diangkat denga titah raja. Seorang diantaranya diangkat sebagai ketua majelis, sementara yang lainnya sebagai anggota majelis, yang di perlengkapi dengan perangkat lainnya, yang bertugas sebagai tenaga administrasi
2. Mahkamah al-Tamyiz (Pengadilan Banding)
Mahkamah ini berwenang untuk memeriksa ulang atau me ninjau kembali keputusan lembaga pedidikan yang lebih rendah, yaitu al-mahkamah, al-Amanah, dan al-mahkamah al-Juz’iyyah. Dalam memutuskan perkara-perkara
93 Ibid., h. 107-108
94 Ibid., h. 151
48
biasa, mahkamah ini harus terdiri dari: Hakim Majelis yang berjumlah tiga anggota, dengan seorang hakim ketua. Sedangkan untuk perkara-perkara pidana berat, seperti qishas, rajam dan hukum potong tangan, haruslah terdiri dari lima orang anggota majelis dan seorang diantaranya sebagai Hakim Ketua.95
Adapun keanggotaan mahkamah ini diangkat oleh menteri kehakiman, atas usul dan penimbangan dari Majelis al-Qadha al-A’la.
Mahkamah ini terdiri pula dari beberapa bagian dan masing -masing dairah tersebut dipimpin oleh seorang ketua.
3. Al-Mahkamah al-Ammah
Mahkamah ini adalah Pengadilan Tingkat I yang berwenang untuk mengadili kasus-kasus yang agak berat, seperti pidana yang diancam hukuman dan perkara perdata yang menyangkut transakasi yang bernilai lebih dari 8.000 Riyal.
Dalam memutuskan perkara-perkara yang menyangkut pidana hukum mati, potong tangan dan rajam, mahkamah harus terdiri dari tiga orang hakim anggota (Hakim Majelis), sedangkan perkara yang lainnya boleh hanya dengan seorang hakim (Hakim Tunggal). Pembentukan, penentuan lokasi dan jangkauan wilayah hukumnya, serta kompetensinya ditetapkan oleh Menteri Kehakiman berdasarkan pertimbangan Majelis al-Qadha al-A’la96
4. Al- Mahkamah al-Juz’iyyah
Mahkamah ini adalah pengadilan tingklat I yang berwenang untuk mengadili perkara-perkara yang ringan dan dapat diselesaikan dengan segera.
Menyangkut kasus perdata yang bernilai kurang dari 8.000 Riyal dan kasus pidana selain dari hukuman mati, potong tangan dan rajam. Dalam memeriksa kasus-kasus yang menjadi kompetenensinya, mahkamah ini boleh hanya terdiri dari seorang hakim saja.
Sama halnya dengan al-Mahkamah al-Ammah, pembentukan dan penentuan lokasi serta yurisdiksi Mahkamah ini, ditetapkan pula oleh Menteri Kehakiman berdasarkan usul dan pertimbangan Majelis Qadha al-A’la.97
Walaupun secara struktural hanya ada Mahkamah Syariat dengan empat tingkatan sebagaimana yang telah disebutkan diatas, namun secara fungsional masih ada beberapa lembaga peradilan yang menangani kasus -kasus tertentu, yang merupakan pemeriksa pertama setiap -kasus, dan akhirnya kalau tidak selesai dapat dilanjutkan kepada peradilan di atas.
Badan-badan peradilan khusus itu, antara lain adalah: Mahkamah al-Tijariyah, Li Jan al-Amal al-Ibtida’iyyah dan al-Lajnah al-Ulya li Taswiwiyat Khilafat al-’Amal (menyangkut perburuan), Diwan al-Mahkamah al-Askariyat (Peradilan Militer) dan al-Lajnat al-Jumrukiyat (Masalah Bea Cukai).98
95 Hasan Abdullah ‘Ali al-Syaikh, al-Tanzim al-Qadha’iy Fi al-Mamlakah al-‘Arabiyah al-Sa’udiyah (Jeddah; Dar al-Kitab al ’Araby, 1982), h. 51
96 Ibid., h. 55
97 Ibid., h. 55-56
98 Abd al-Majid, op .cit., h. 153-158
49
Adapun kriteria dari seorang Qodi menurut ketentuan perundang-undangan kerajaan Saudi Arabia ini, adalah sebagai berikut:99
1. Warga negara Saudi Arabia
2. mempunyai latar belakan g kehidupan dan asal usul yang baik.
3. memenuhi persyaratan untuk menjadi seorang Qadi sebagaimana dituntut oleh syara’. Hal ini berarti semua persyaratan seorang Qadi diatas, sepenuhnya diambil.
4. memperoleh ijazah dari salah satu Fakultas Syariah di Saudi Arabia, atau perguruan tinggi lain yang tentunya sederajat dan diakui.
5. berumur paling rendah 40 Tahun (untuk Qadi tamyiz) dan berumur 22 tahun untuk Qadi yang lainnya.
6. belum pernah dijatuhi hukuman, baik had maupun ta’zir
.
99 Kriteria tersebut merupakan perumusan ulang dari kriteria seorang Qadhi Syriat Islam. Salam Madkur menyebutkan enam syarat syahnya seorang menjadi Qadhi dalam pandangan Islam, yakni (1) Laki-laki; syarat ini ditetapkan oleh tiga mazhab, sedangkan Hanafi membolehkan seorang Qadhi Wanita, selain ketika sedang menghakimi perkara had dan qishas, (2) Berakal; syarat ini telah disepakati oleh seluruh Ulama.
50