Pada bulan November di tahun 2011, saya menemukan diri saya ikut berjalan di sepanjang jalan New York City, bergerak dan bergabung sebagai individu dalam kerumunan massa yang mengalir melalui jalan-jalan di distrik yang menjadi pusat finansial – sebuah peristiwa yang tidak terbayangkan, ketika saya menyaksikan rapat internal dari gerakan Occupy Wall Street, sebuah gerakan yang memiliki landasan jaringan rizomatik dari banyak kelompok, terdiri dari dewan juru bicara, majelis umum dan ruang internet, saat itu saya pun akhirnya dikejutkan dengan beberapa pemikiran tertentu. Tidak mudah menempatkan kapitalisme dan oposisinya dalam skema biner yang bisa dijelaskan, karena kapitalisme, seperti orang-orang yang secara aktif menentangnya, adalah sistem yang juga sedang dalam masa-masa berkembang. Setiap orang yang ada di sana dibawa ke gerakan Occupy Wall Street oleh kompleksitas arus informasi kapitalisme, dimana mereka memanfaatkan arus itu untuk mengubahnya
61
menjadi sesuatu yang berbeda – sebuah gerakan perubahan. Dalam gerakan itu, tidak ada sekelompok orang yang berniat untuk menguasai Amerika – dapat kita katakan semua orang dalam gerakan sosial tersebut terombang-ambing di antara sesama individu maupun kelompok yang dipertemukan oleh seruan yang beredar dalam wadah teknologi komunikasi informasi – dan menjungkirbalikkan kekuasaan; gerakan itu adalah komposisi menarik dari banyak konsep dan keluhan, harapan dan analisis, niat dan pengalaman, pengaruh dan ucapan.
62
Karenanya sampai kini saya percaya bahwa gerakan itu bukanlah sebuah kegagalan atau semacam aktivisme semata, karena didalamnya tidak ada identitas tunggal yang dapat dihasilkan, maupun platform untuk melakukan revolusi atau reformasi berbasis organisasi sentral seperti partai. Mereka tidak bermain secara klandestin, karena mereka tidak menghentikan kompleks media telekomunikasi mainstream untuk mencoba meliputnya. Namun saya cukup skeptis dengan slogan “Make yourself a signifier! (jadikan dirimu sendiri penanda!) – mereka meneriakkan, menginginkan, dan berharap untuk menjadi hal itu. Mereka mungkin tidak mengerti bahwa negara-negara itu sendiri secara kolektif juga ingin menghindari “penanda kosong” dan bentuk negara abu-abu yang lamban sebagai sesuatu yang datang sejak proses deteritorialisasi neoliberal terjadi. Mereka juga mungkin tidak mengerti bahwa kekacauan yang dihasilkan oleh neoliberalisme menghasilkan kekacauan jenis lain, kekacauan yang interaktif dan membengkak dari bawah ke atas struktur itu sendiri.
63
Mungkin “kekacauan” bukanlah pilihan kata terbaik, karena kita harus mendefinisikan diri kita melalui suatu hal yang terpisah dari jenis kekacauan terorganisir dan eksploitatif yang dimiliki neoliberalisme. Kembali ke Deleuze dan Guattari, kali ini melalui karya Bifo tentang puisi: “Seni bukanlah kekacauan, tetapi komposisi kekacauan yang menghasilkan persepsi atau sensasi, sehingga ia membentuk, seperti kata Joyce, chaosmos.”25
Jalanan akan menemukan kegunaannya sendiri untuk chaosmos, seperti yang diproklamirkan oleh para cyberpunk. Dimana itu akan terjadi di berbagai bidang secara halus dimulai sejak dalam dunia virtual, karena didalam dunia itu ada potensi tak terbatas untuk melakukan pelarian sambil mencari senjata perang, sebuah dunia yang terdiri dari berbagai cabang koneksi yang dapat mendorong manusia untuk menemukan kreasi baru. Prinsip kekacauan harus bekerja untuk mendorong sebuah potensi baru yang dapat mempersenjatai sumber-sumber perubahan dan
25
Franco “Bifo” Berardi The Uprising: On Poetry and Finance, Semiotext(e), 2012, hal. 158
64
juga bekerja dengan cara menghindari proses reteritorialisasi sebanyak mungkin – sehingga tidak ada lagi sintesis final...
Yang menjadi penting dalam proses kekacauan ini bukanlah hanya terletak pada konfrontasinya terhadap bentuk-bentuk pengekspresian baru, tetapi juga kekacauan berjalan melalui serangkaian konstitusi kompleks subjektivitas: pertukaran ganda antara mesin, kelompok, dan individu. Kompleks subjektivitas ini sebenarnya menawarkan seseorang beragam kemungkinan untuk mengkomposisi ulang keberadaan jasmani mereka, dan, dengan cara tertentu, untuk keluar dari kebuntuan yang dicipakan sistem pengkondisian oleh mekanisme disiplin selama ini ... Kita tidak dihadapkan dengan subjektivitas yang diberikan dalam dirinya sendiri, tetapi dengan proses dari realisasi otonomi atas penciptaan sistem autopoesis selanjutnya di masa depan...26
26
Felix Guattari Chaosmosis: An Ethico-Aesthetic Paradigm, Indiana University Press, 1995. hal.7
65
Ceritanya seperti ini: ketika kita berbicara tentang otonomi, otonomi subjek, tentang pengucapannya dan hubungannya dengan pengalaman kolektif, kita berbicara tentang sesuatu yang diklaim oleh neoliberalisme terberi untuk dirinya sendiri, tetapi ia bahkan tidak pernah benar-benar memilikinya: sebuah pluralitas. Dengan demikian, membuat pemberontakan di zaman neoliberal itu sendiri tidak bisa menjadi platform tunggal yang ketat; karena prinsip-prinsip otonomi, estetika kolektif, dan kekacauan berjalan bertentangan dengan penunggalan cara apapun. Tidak ada utopia di ujung jalan, tidak ada realitas ala komunis mesianis yang mengetuk di depan pintu kami. Tetapi ini tidak mendiskualifikasi perlawanan. Kami memiliki kemampuan untuk menciptakan otonomi ketika kami menolak, dan apa yang kami tuntut adalah ruang – ruang geofisika, afektif, dan mental. Commons, jika kita memilihnya, paling tidak adalah opsi dan kemampuan dimana hidup bebas dari perintah dan kontrol terealisasi.
66
Pada penutupan esai yang menggantung ini, yang tidak akan pernah selesai, saya ingin menutup sejenak dengan kutipan terakhir dari Felix Guattari, ketika dia melihat pemberontakan demokratis Brazil pada awal tahun 1980-an. Saya yakin ini adalah tipe sentimen dan kepekaan yang harus kita coba percepat:
“Ya, saya percaya bahwa ada banyak orang, orang-orang yang juga sekaligus mutan, yang dirinya terbentuk dalam serangkaian acara sosial, sastra, dan musik ... Saya tidak tahu, mungkin saya hanya mengoceh , tapi saya pikir kita berada dalam periode produktivitas, proliferasi, penciptaan, revolusi yang sangat luar biasa dari sudut pandang kemunculan masyarakat. Itu adalah revolusi molekuler: itu bukan slogan atau program, itu adalah sesuatu yang saya rasakan, yang saya jalani, dalam sebuah pertemuan, dan beberapa perdebatan, yang akhirnya membawa saya dalam beberapa refleksi penting.27
27
Felix Guattari Molecular Revolution in Brazil Semiotext(e), 2007, hal. 9
67 Catatan: ____________________________________________ ____________________________________________ ____________________________________________ ____________________________________________ ____________________________________________ ____________________________________________ ____________________________________________ ____________________________________________ ____________________________________________ ____________________________________________ ____________________________________________ ____________________________________________ ____________________________________________ ____________________________________________ ____________________________________________ ____________________________________________ ____________________________________________ ____________________________________________ ____________________________________________ ____________________________________________