• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

B. Pendidikan Karakter

4. Prinsip Pendidikan Karakter

Pada prinsipnya, pengembangan budaya dan karakter bangsa tidak dimasukkan sebagai pokok bahasan tetapi terintegrasi ke dalam mata pelajaran, pengembangan diri, dan budaya sekolah. Oleh karena itu, guru dan sekolah perlu mengintegrasikan nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa ke dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP),Silabus dan Rencana Program Pembelajaran (RPP) yang sudah ada.

Berikut prinsip-prinsip yang digunakan dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa.

a. Berkelanjutan; mengandung makna bahwa proses pengembangan nilai nilaibudaya dan karakter bangsa merupakan sebuah proses panjang, dimulai dari awal peserta didik masuk sampai selesai dari suatu satuan pendidikan. Sejatinya, proses tersebut dimulai dari kelas 1 SD atau tahun pertama dan berlangsung paling tidak sampai kelas 9 atau kelas akhir SMP. Pendidikanbudaya dan karakter bangsa di SMA adalah kelanjutan dari proses yang telah terjadi selama 9 tahun.40

b. Melalui semua mata pelajaran, pengembangan diri, dan budaya sekolah;

mensyaratkan bahwa proses pengembangan nilai-nilai budaya dan karakter bangsadilakukan melalui setiap mata pelajaran, dan dalam setiap kegiatan kurikuler dan ekstrakurikuler. Gambar 1 berikut ini memperlihatkan pengembangan nilai-nilai melalui jalur-jalur itu:

39

Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spritual, (Jakarta: Arga, 2007), h. 90

40

Pengembangan Pendidikan Budaya Dan Karakter Bangsa Pedoman Sekolah Kementerian Pendidikan Nasional Badan Penelitian Dan Pengembangan Pusat Kurikulum Jakarta, 2010.

Gambar 1. Pengembangan Nilai-nilai Pendidikan Budaya dan Karakter Bangs

Pengembangan nilai budaya dan karakter bangsa melalui berbagai mata pelajaran yang telah ditetapkan dalam Standar Isi (SI), digambarkan sebagai berikut ini.

Gambar 2. Pengembangan Nilai Budaya dan Karakter Bangsa melalui Setiap Mata Pelajaran.

c .Nilai tidak diajarkan tapi dikembangkan; mengandung makna bahwa materinilai budaya dan karakter bangsa bukanlah bahan ajar biasa; artinya, nilai- nilai itu tidak dijadikan pokok bahasan yang dikemukakan seperti halnya ketika mengajarkan suatu konsep, teori, prosedur, ataupun fakta seperti dalam mata pelajaran agama, bahasa Indonesia, PKn, IPA, IPS, matematika, pendidikan

Nilai

Mata Pelajaran Pengembangan Diri Budaya Sekolah

NIlai

MP 1 MP 2 MP 3 MP 5 MP 4 MP 6 MP N

jasmani dan kesehatan, seni, dan ketrampilan. Materipelajaran biasa digunakan sebagai bahan atau media untukmengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa.

Oleh karena itu, guru tidak perlu mengubah pokok bahasan yang sudah ada, tetapi menggunakan materi pokok bahasan itu untuk mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa. Juga, guru tidak harus mengembangkan proses belajar khusus untuk mengembangkan nilai. Suatu hal yang selalu harus diingat bahwa satu aktivitas belajar dapat digunakan untuk mengembangkan kemampuan dalam ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.41

d. Proses pendidikan dilakukan peserta didik secara aktif dan menyenangkan; prinsip ini menyatakan bahwa proses pendidikan nilai budaya dan karakterbangsa dilakukan oleh peserta didik bukan oleh guru. Guru menerapkanprinsip ”tut wuri handayani” dalam setiap perilaku yang ditunjukkan pesertadidik. Prinsip ini juga menyatakan bahwa proses pendidikan dilakukan dalamsuasana belajar yang menimbulkan rasa senang dan tidak indoktrinatif.

Diawali dengan perkenalan terhadap pengertian nilai yang dikembangkanmaka guru menuntun peserta didik agar secara aktif. Hal ini dilakukan tanpa guru mengatakan kepada peserta didik bahwa mereka harus aktif, tapi guru merencanakan kegiatan belajar yang menyebabkan peserta didik aktif merumuskan pertanyaan, mencari sumber informasi, dan mengumpulkan informasi dari sumber, mengolah informasi yang sudah dimiliki, merekonstruksi data, fakta, atau nilai, menyajikan hasil rekonstruksi atau proses pengembangan nilai, menumbuhkan nilai-nilai budaya dan karakter pada diri mereka melalui berbagai kegiatan belajar yang terjadi di kelas, sekolah, dan tugas-tugas di luar sekolah.

Karakter itu tidak dapat dikembangkan secara cepat dan segera (instant), tetapi harus melewati suatu proses yang panjang, cermat, dan sistematis. Berdasarkan persfektif yang berkembang dalam sejarah pemikiran manusia,

41

Pengembangan Pendidikan Budaya Dan Karakter Bangsa Pedoman Sekolah Kementerian Pendidikan Nasional Badan Penelitian Dan Pengembangan Pusat Kurikulum Jakarta, 2010.

pendidikan karakter harus dilakukan berdasarkan tahap-tahap perkembangan sejak usia dini sampai dewasa. Setidaknya, berdasarkan peimikiran psikolog kohlberg (1992) dan ahli pendidikan dasar Marlene Lockheed (1990), terdapat empat tahap pendidikan karakter yang perlu dilakukan, yaitu:

a. Tahap pembiasaan sebagai awal perkembangan karakter anak.

b. Tahap pemahaman dan penelaran terhadap nilai, sikap, perilaku, karakter siswa.

c. Tahap penerapan berbagai perilaku dan tindakkan siswa dalam kenyataan sehari-hari.

d. Tahap pemakmanaan suatu tahap refleksi dari para siswa melalui penilaian terhadap seluruh sikap dan perilaku yang telah mereka fahami dan lakukan dan bagaimana dampak dan kemanfaatannya dalam kehidupan baik bagi dirinya maupun orang lain.42

Character Education Quality Standards, merekomendasikan 11 prisnsip untuk mewujudkan pendidikan karakter yang efektif, sebegai berikut:

a. Mempromosikan nilai-nilai dasar dan etika sebagai basis karakter

b. Mengidentifikasi karakter secara komperhensip supaya mencakup pemikiran, perasaan, dan perilaku.

c. Menggunakan pendekatan yang tajam, proaktif, dan efektif, untuk membangun karakter.

d. Menciptakan komunitas sekolah yang memiliki kepedulian.

e. Memberi kesempatan kepada siswa untuk menunjukkan perilaku yang baik. f. Memiliki cakupan terhadap kurikulum yang bermakna dan menantang yang

menghargai semua siswa, membangun karakter mereka, dan membantu mereka untuk sukses.

g. Mengusahakan tumbuhnya motivasi diri dari para siswa.

h. Memfungsikan seluruh staf sekolah sebagai komunitas moral yang berbagi tanggung jawab untuk pendidikan karakter dan setia kepada nilai dasar yang sama.

i. Adanya pembagian kepemimpinan moral dan dukungan luas dalam membangun inisiatif penididikan karakter.

j. Memfungsikan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra dalam usaha membangun karakter.

k. Mengevaluasi karakter sekolah, fungsi staf sekolah sebagai guru guru karakter, dan manifestasi karakter positif dalam kehidupan siswa.43

Dalam pandangan Islam Rasulullah adalah figur keteladanan yang dapat dijadikan pelajaran oleh tenaga pengajar dalam menanamkan rasa keimanan dan akhlak terhadap anak, yaitu:

42

Abduldan Dian, op.cit., h. 108 43

a. Fokus: ucapannya ringkas, langsung pada inti pmebicaraan tanpa ada kata yang memalingkan dari ucapannya, sehingga mudah dipahami.

b. Pembicaraanya tidak terlalu cepat sehingga dapat memberikan waktu cukup kepada anak untuk menguasainya.

c. Repetisi senantiasa melakukan tiga kai pengulangan pada kaimat-kalimay supaya dapat diingat dan dihafal.

d. Analogi langsun seperti pada contoh perumpamaan orang beriman dengan pohon kurma,, sehingga dapat memberikan motifasi hasrat ingin tahu, memuji dan mencela, dan mengasah otak untuk menggerakkan potensi pemikiran atau timbul kesadaran untuk merenung terus belajar tanpa dihinggapi perasaan jemu.

e. Memperhatikan tiga tujuan moral, yaitu: kognitif, emosional dan kinetik. f. Memperhatikan pertumubuhan dan perkembangan anak (aspek psikologis

ilmu/ ilmu jiwa).

g. Menumbuhkan kreatifitas anak, dengan cara mengajukan pertanyaan, kemudian mendapat jawaban dari anak yang dapat diajak bicara.

h. Berbaur dengan anak-anak, masyarakat dan lain sebagainya, tidak ekslusif/ terpisah seperti makan bersama mereka, berjuang ersama mereka.

i. Aplikatif: Rasulullah langsung memberikan pekerjaan kepada anak yang berbakat. Misalnya,setelah Mahdzurah menjalani pelatihan adzan dengan sempurna yang kita sebut dengan ad-Daurah at-tarbiyah.44

Dokumen terkait