SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan (FITK) Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)
Oleh:
ULFA ADILLA NIM: 208011000016
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
Keyword: Pendidikan Agama Islam BerbasisKarakter
Pembentukkan karakter diyakini perlu dan penting untuk siswa MTs untuk dilakukan oleh sekolah dan steksholdersnya untuk menjadi pijakan dalam menyelenggarakan pendidikan karakter di sekolah. Tujuan pembentukkan karakter pada dasarnya adalah mendorong lahirnya anak yang baik dan mempunyai karakter yang melekat pada diri peserta didik.
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahiim.
Assalamu’aliakum warahmatullahi wabarakatuh
Alhamdulillahirobil „alamiin, Segala puji dan syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang selalu melimpahkan rahmatnya dan nikmatnya kepada
seluruh hambanya. Shalawat serta salam semoga dilimpahkan kepada Nabi
Muhammad SAW, junjungan dan pemberi tauladan yang telah membawa cahaya
kehidupan bagi ummatnya beserta kepada keluarganya, para sahabat dan para tabi’ tabi’in.
Skripsi ini berjudul “IMPLEMENTASI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
BERBASIS KARAKTER di MTs PEMBANGUNAN UIN JAKARTA” Penulis
menyadari bahwa muatan skripsi ini masih jauh dari sempurna, baik penyusunan,
penulisan maupun isinya. Hal tersebut dikarenakan keterbatasan pengetahuan,
pengalaman dan kemampuan penulis miliki. Oleh karena itu, saran dan kritik
untuk menuju perbaikan sangat penulis harapkan.
Dalam proses pembuatan skripsi ini, berbagai hambatan dan kesulitan
penulis hadapi, namun berkat Rahmat, taufik, dan hidayah Allah SWT. dan
berbagai dorongan, saran dan bimbingan dari semua pihak, akhirnya penulisan
skripsi ini dapat terselesaikan dengan lancar. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan terimakasih kepada berbagai pihak yang telah membantu,
diantaranya :
1. Prof. Dr. H. Rif’at Syauqi Nawawi, MA. selaku Dekan Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bahrissalim, MA. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam UIN Syarif
Hidayatullah yang telah memberikan kemudahan secara administrasi bagi
penulis dalam menyusunan skripsi ini.
3. Drs. H. Syapiuddin Shiddiq, MA. selaku Wakil Ketua Jurusan Pendidikan
memberikan kemudahan secara administrasi bagi penulis dalam memberikan
saran dalam penyusunan skripsi ini.
4. Ahmad Irfan Mufid, MA. Selaku dosen Pembimbing dalam memberikan
saran dan arahan dalam penyusunan skripsi ini.
5. Seluruh dosen dan karyawan akademik Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membimbing dan membekali
dengan Ilmu pengetahuan serta membantu proses perkuliyahan penulis.
6. Seluruh Staf Perpustakaan Umum dan Tarbiyah UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. Serta perpustakaan yang diluar kampus UIN Syarif Hidayatullah atas
semua bantuan untuk penulis dalam melengkapi literaturnya.
7. Kedua orang tuaku yang tercinta Bapak Drs. H. Hasan dan Ibu Hj. Umi Nadra
serta Nenekku Hj. Asiyah yang tulus memberikan segalanya, baik cinta, kasih, sayang, perhatian, pikiran, do’a, motivasi, kritik dan saran, arahan, senyum dan usaha untuk mencukupi segala kebutuhan penulis.
8. Adikku tercinta Luthfan Adli (Jurusan Peradilan Agama UIN JAKARTA)
dan Nila Aulia (MTsN Pulau Batu-Jambi) terima kasih dengan caranya
masing-masing telah membantu, mendukung dan mengkritik penulis agar
segera menyelesaikan skripsi ini.
9. Teteh tercinta, Siti Khanifah S.Pd.I terimakasih atas dukungan yang telah
membantu, mendukung dan mengkritik penulis agar segera menyelesaikan
skripsi ini, semoga Allah membalas kebaikan dengan berlipat-lipat.
10. Uni Rahmi Meldayati S.THI, Saudaraku Hafiz satria Putri, Uni Rosdalima
Dalmunte S.HI, Saudaraku tercinta Muktizon.
11. Nurlaili Fitrianingrum, Mochamad Ilwan, Vika Martahayu S.Pd.I, Siti
Masithoh, Ira Aniati S.Pd, Said Riadi S.Pd.I, Taufik al-Badar S.Pd.I,
Nur’Aini S.Pd.I, Cholilah Pulungan, Zarikatun, Sri Handayanti S.Pd.I, Hurul
A’in, Indah Nur Ajizah, Nurul Adyati, Resti Hamerti, M.H. Nur Ramadhan
S.Pd.I, M. Samudin S.Pd.I, Hardiansyah S.Pd.I, Hasan Fatoni S.Pd.I, Syukur
Ya’kub terimakasih atas dukungan moral yang kalian berikan dalam
penyususnan skripsi ini. Semoga Allah membalas kebaikan dengan
12. Rekan-rekan seperjuangan di Fakultas Tarbiyah dan Keguruan khususnya di
jurusan Pendidikan Agama Islam angkatan 2008-2009, yang tidak dapat
penulis sebutkan satu persatu, terima kasih untuk semangat persaudaraan,
kekeluargaannya ini tetap eksis dan talisilaturrahmi kita tetap terjalin. Amiin
Tidak ada yang dapat membalas kebaikan kalian semua, tidak juga penulis. Kepada mereka semuanya hanya seuntai do’a dari lubuk hati yang dapat
penulis sampaikan “Jazakumullah Khairon Kastiroo wa barokallah fi hayatikum
wa salamatu fihayatikum”, semoga Allah Ta’ala membalas kebaikan mereka semua dengan kebaikan yang lebih baik di dunia ini dan kelak di akhirat nanti.
Amiin
Alhamdulillahi robbil „alamiin.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Jakarta, 04 Januari 2013 M.
Penulis
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI ... iii
UJI REFERENSI... ... iv
ABSTRAK... ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI... ... ix
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 9
C. Pembatasan Masalah dan Rumusan Masalah ... 10
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 10
BAB II LANDASAN TEORI A. Pendidikan Agama Islam 1. Pengertian Pendidikan Agama Islam ... 12
2. Dasar-dasar Pendidikan Agama Islam ... 16
3. Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam ... 18
4. Tujuan Pendidikan Agama Islam ... 19
5. Materi Pendidikan Agama Islam ... 21
B. Pendidikan Karakter 1. Pengertian Pendidikan Karakter ... 21
2. Ruang Lingkup Pendidikan Karakter ... 24
3. Tujuan Pendidikan Karakter ... 25
4. Prinsip Pendidikan Karakter ... 26
5. Metode Pendidikan Karakter... 30
6. Landasan Pedagogis Pendidikan Karakter ... 32
A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 38
B. Setting Penelitian ... 39
C. Metode Penelitian... 44
D. Prosedur Pengumpulan Data dan Pengolahan Data ... 44
E. Pemeriksaan Keabsahan Data ... 48
F. Analisis Data ... 48
BAB VI HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Data ... 51
1. Deskripsi Sekolah ... 51
2. Deskripsi Guru ... 52
3. Deskripsi Siswa ... 52
B. Pembahasan ... 53
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 68
B. Implikasi ... 69
C. Saran... ... 69
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan karakter akhir-akhir ini semakin banyak diperbincangkan di
tengah-tengah masyarakat Indonesia, terutama oleh kalangan akademisi. Sikap
dan perilaku masyarakat dan bangsa Indonesia sekarang cenderung mengabaikan
nilai-nilai luhur yang sudah lama dijunjung tinggi dan mengakar dalam sikap dan
perilaku sehari-hari.Nilai-nilai karakter mulia, seperti kejujuran, kesantunan,
kebersamaan, dan religius,sedikit demi sedikit mulai tergerus oleh budaya asing
yang cenderung hedonistik, materialistik, dan individualistik, sehingga nilai-nilai
karakter tersebut tidak lagidianggap penting jika bertentangan dengan tujuan yang
ingin diperoleh.1
Membangun karakter bangsa membutuhkan waktu yang lama dan harus
dilakukan secara berkesinambungan. Karakter yang melekat pada bangsa kita
akhir-akhir ini bukan begitu saja terjadi secara tiba-tiba, tetapi sudah melalui
proses yang panjang. Potret kekerasan, kebrutalan, dan ketidakjujuran anak-anak
bangsa yang ditampilkan oleh media baik cetak maupun elektronik sekarang ini
sudah melewati proses panjang. Budaya seperti itu tidak hanya melanda rakyat
umum yang kurang pendidikan, tetapi sudah sampai pada masyarakat yang
terdidik, seperti pelajar dan mahasiswa, bahkan juga melanda para elite bangsa
ini.
1
Membicarakan karakter merupakan hal yang sangat penting dan mendasar.
Karakter adalah mustika hidup yang membedakan manusia dengan makhluk
lainnya. Orang-orang yang berkarakter kuat dan baik secara individual maupun
sosial ialah mereka yang memiliki akhlak, moral, dan budi pekerti yang baik.
Mengingat begitu urgennya karakter, maka insititusi pendidikan memiliki
tanggung jawab untuk menanamkannya melalui proses pembelajaran.2
Sampai saat ini bangsa Indonesia masih dihadapkan dengan sejumlah
permasalahan, khususnya permasalahan yang berkaitan dengan moral. Kita sering
mendengar dan melihat dari pemberitaan baik lewat media elektronik seperti
televisi dan radio ataupun internet juga surat kabar, dimana terdapat banyak
kejadian yang semestinya akan mengusik para pendidik, seperti halnya kasus
korupsi, kolusi dan nepotisme di semua lapisan jabatan, perkelahian antar pelajar,
penyalahgunaan penggunaan narkoba.
Dan tentu juga masih ada deretan panjang persoalan pendidikan lainnya
dari bangsa ini yang belum dapat mencapai tujuan Pendidikan Nasional. Dimana
dalam Pasal Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang
demokratis serta bertanggung jawab”. Oleh karena itu, rumusan tujuan pendidikan
nasional menjadi rujukan dalam pengembangan pendidikan dan karakter bangsa.
Karakter yang mulia akan menjadikan mengangkat status derajat yang
tinggi dan mulia bagi dirinya. Kemuliaan seseorang terletak pada karakternya.
Karakter begitu penting karena dengan karakter yang baik membuat kita tahan
tabah menghadapi cobaan, dan dapat menjalani hidup dengan sempurna.3
Islam adalah agama Rahmatan lil Alamin (rahmat bagi semesta alam), rahmatnya meliputi seluruh alam ini tidak terkecuali kepada manusia, sebagai
2
Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter, (Jakarta: Kencana, 2011), Cet. I, h. 1 3
seorang khalifah4 yang diberi kelebihan akal, maka harus mampu memberi sentuhan kasih sayang dan pemeliharaan itu kepada alam sekitar, sebuah konsepsi
yang diberikan Tuhan kepada manusia sebagai umat-Nya.
Seorang Muslim sejati harus mampu menciptakan kedamaian dalam
seluruh aspek kehidupan, baik dalam skala yang kecil sebagai individu ataupun
dalam skala yang besar yakni dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Hal ini dapat dilihat dari hadis nabi Muhammad saw yang
diriwayatkan dengan berbagai redaksinya:
إ
قاْخأا مراكم مِمتأل تْثعبامَّ
“Sesungguhnya aku diutus (kepada manusia) untuk menyempurnakan akhlak mulia”5
Character itu sama dengan akhlak dalam pandangan Islam. Akhlak dalam
pandangan Islam ialah kepribadian. Kepribadian itu komponennya tiga yaitu tahu
(pengetahuan), sikap, dan perilaku. Yang dimaksud dengan kepribadian utuh ialah
bila pengetahuan sama dengan sikap dan sama dengan perilaku. Kepribadian
pecah ialah bila pengetahuan sama dengan sikap tetapi tidak sama dengan
perilakunya atau pengetahuan tidak sama dengan sikap, tidak sama dengan
perilaku. Dia tahu jujur itu baik, dia siap menjadi orang jujur, tetapi perilakunya
sering tidak jujur, ini contoh kepribadian pecah (Split Personality).6
Kita sering mendengar ungkapan yang mengatakan bahwa mengajarkan
anak-anak kecil ibaratnya seperti menulis di atas batu yang akan terbekas sampai
usia tua, sedangkan mengajarkan pada orang dewasa diibaratkan seperti menulis
di atas air yang akan cepat sirna dan tidak membekas.7
4
Dalam bahasa arab seorang pemimpin disebut khalifah. Kala khalifah dalam kamus bahasa al-Qur’an 2: 30 kata khalifah diartikan bahwa manusia diciptakan telah mepunyai kemampuan memimpin, pewaris atau pengganti. Ibnu Khaldun dalam kitab Muqadimmah, bahwa manusia mempunyai kecenderungan alami untuk mempin karena mereka diciptakan sebagai khalifah.
5
Hadis ini diriwayatkan oleh Malik dalam Kitab al-Muwatta’, secara muttasil dari Abu Hurairah dan lain-lainnya, juga diriwayatkan oleh Ahmad dengan sanad shahih secara marfu’, dan diriwayatkan dari al-Tabrani dalam kitab al-Awsath dengan sanad dha’if akan tetapi dengan makna yang shahih, dan diriwayatkan juga oleh al-Daylami dengan sanad hasan.(Maktabah al-Syamilah)
6
Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Karakter Persfektif Islam, (Bandung: PT Remaja rosdakarya, 2011), h. iv
7
Ungkapan itu tidak dapat diremehkan begitu saja karena karakter yang
berkualitas perlu dibentuk dan dibina sejak usia dini. Usia dini merupakan masa
kritis bagi pembentukan karakter seseorang. Banyak pakar pendidikan
mengatakan bahwa kegagalan penanaman karakter sejak dini akan membentuk
pribadi yang bermasalah di masa dewasanya kelak.8
Membangun karakter bangsa membutuhkan waktu yang lama dan harus
dilakukan secara berkesinambungan. Karakter yang melekat pada bangsa kita
akhir-akhir ini bukan begitu saja terjadi secara tiba-tiba, tetapi sudah melalui
proses yang panjang. Potret kekerasan, kebrutalan, dan ketidakjujuran anak-anak
bangsa yang ditampilkan oleh media baik cetak maupun elektronik sekarang ini
sudah melewati proses panjang. Budaya seperti itu tidak hanya melanda rakyat
umum yang kurang pendidikan, tetapi sudah sampai pada masyarakat yang
terdidik, seperti pelajar dan mahasiswa, bahkan juga melanda para elite bangsa
ini.
Pendidikan yang merupakan agent of change harus mampu melakukan perbaikan karakter bangsa kita. Karena itu, pendidikan kita perlu direkonstruksi
ulang agar dapat menghasilkan lulusan yang lebih berkualitas dan siap
menghadapi “dunia” masa depan yang penuh dengan problema dan tantangan
serta dapat menghasilkan lulusan yang memiliki karakter mulia. Dengan kata lain,
pendidikan harus mampu mengemban misi pembentukan karakter (character building) sehingga para peserta didik dan para lulusannya dapat berpartisipasi dalam mengisi pembangunan di masa-masa mendatang tanpa meninggalkan
nilai-nilai karakter mulia.9
Dampak globalisasi yang terjadi saat ini membawa masyarakat indonesia
melupakan pendidikan karakter bangsa. Padahal, pendidikan karakter merupakan
suatu pondasi bangsa yang sangat penting dan perlu ditanamkan sejak dini kepada
anak-anak.10
8
http://gudangmakalah.blogspot.com/2010/12/skripsi-pengaruh pelaksanaan pendidikan. html, diakses pada 03 juli 2012
9
Doni Koesoema A, Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di ZamanGlobal. (Jakarta: Grasindo, 2007). Cet. I.
10
Salah satu upaya untuk mewujudkan pendidikan karakter, para peserta
didik (siswa dan mahasiswa) harus dibekali dengan pendidikan khusus yang
membawa misi pokok dalam pembinaan karakter mulia. Pendidikan seperti ini
dapat memberi arah kepada para peserta didik setelah menerima berbagai ilmu
maupun pengetahuan dalam bidang studi (jurusan) masing-masing, sehingga
mereka dapat mengamalkannya di tengah-tengah masyarakat dengan tetap
berpatokan pada nilai-nilai kebenaran dan kebaikan yang universal.
Penguatan pendidikan karakter dalam konteks sekarang sangat relevan
untuk mengatasi krisis moral yang sedang terjadi di negara kita. Diakui atau tidak
diakui saat ini terjadi krisis yang nyata dan mengkhawatirkan dalam masyarakat
dengan melibatkan milik kita yang paling berharga, yaitu anak-anak. Krisis itu
antara lain berupa meningkatnya pergaulan seks bebas.11
Maraknya angka kekerasan anak-anak dan remaja, kejahatan terhadap
teman, pencurian remaja, kebiasan menyontek, dan penyalahgunaan obat-obatan,
pornografi, pemerkosaan, perampasan, dan perusakan milik orang lain sudah
menjadi masalah sosial yang hingga saat ini belum diatasi secara tuntas. Perilaku
remaja kita juga diwarnai dengan gemar menyontek, kebiasaan bullying disekolah, dan tawuran. Akibat yang ditimbulkan cukup serius dan tidak dapat lagi dianggap
sebagai suatu persoalan sederhana karena tindakkan ini telah menjurus kepada
tindakkan kriminal. Perilaku orang dewasa juga setali tiga uang, senang dengan
konflik dan kekerasan atau tawuran, perilaku korupsi yang merajalela, dan
perselingkuhan.12
11
Menurut Kepala BKKBN, Sugiri Syarif, data Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) pada 2010, menunjukkan 51 persen remaja di Jabodetabek telah melakukan telah melakukan seks pra nikah. Artinya dari 100 persen remaja. Misalnya saja disurabaya tercatat 54 persen, di Bandung 47 Persen, dan 5 persen di Medan. Dari kaus perzinaan yang dilakukan para remaja putri tersebut, yang paling dahsyat terjadi di Yogyakarta. Pihaknya menemukan dari hasil penelitian di Yogya kurun waktu 2010 setidaknya tercatat sebanyak 37 persen dari 1.160 mahaiswi di Kota Gudeg ini menerima gar MBA (MarriagebyAccident) alias menikah akibat hamil maupun
kehamilan di luar nikah. Didit Tri Kertapati, “Kepala BKKBN: 51 dari 100 remaja di Jabodetabek
sudah Tak Perawan” dalam detiknews.com, dipublikasikan pada Minggu, 28/11/2010, http://www.detiknews.com/read/2010/11/28/094930/150 4117/10/kepala-bkkbn-51-dari-100-remaja-di-jabodetabek-sudah-tak-perawan.
12
Kondisi krisis13 dan dekadensi moral ini menandakan bahwa seluruh pengetahuan agama dan moral yang didapatkannya di bangku sekolah ternyata
tidak berdampak terhadap perubahan perilaku manusia Indonesia. Bahkan yang
terlihat adalah begitu banyaknya manusia Indonesia yang tidak konsisten, lain
yang dibicrakan, dan lain pula tindakannya.
Situasi dan kondisi karakter bangsa yang sedang memprihatinkan telah
mendorong pemerintah untuk mengambil inisiatif untuk memprioritaskan
pembangunan karakter bangsa. Pembangunan karakter bangsa dijadikan arus
utama pembangunan nasional. Hal ini mengandung arti bahwa setiap upaya
pembangunan harus selalu diupayakan untuk memberi dampak positif terhadap
pengembangan karakter.14
Banyak orang yang berpandangan bahwa kondisi demikian diduga berawal
dari apa yang dihasilkan oleh dunia pendidikan demoralisasi terjadi karena proses
pembelajaran cenderung mengajarkan pendidikan moral dan budi pekerti sebatas
teks dan kurang memeprsiapkan siswa untuk menyikapi dan menghadapi
kehidupan yang kontradiktif. Pendidikanlah yang sesungguhnya paling besar
memberikan kontribusi terhadap situasi ini. Dalam konteks pendidikan formal di
sekolah, bisa salah satu jadi penyebabnya karena pendidikan di Indonesia lebih
menitikberatkan pada pengembangan intelektual atau kognitif semata, sedangkan
aspek soft skils atau non akademik sebagai unsur utama pendidikan karakter belum diperhatikan secara optimal bahkan cenderung diabaikan.15
Bahkan merujuk hasil penelitian Afiyah, dkk. (2003), materi yang
diajarkan oleh pedidikan agama termasuk di dalamnya bahan ajar akhlak,
cenderung terfokus pada pengayaan pengetahuan (kognitif), sedangkan
pembentukkan sikap (afektif), dan pembiasaan (psikomotorik) sangat minim.
Pembelajaran pendidikan agama lebih didominasi oleh transfer ilmu pengetahuan
agama dan lebih banyak bersifat hafalan tekstual, sehingga kurang
13
Menurut tinjauan ESQ, tujuh krisis moral yang terjadi ditengah tengah masyarakat Indonesia antara lain krisis kejujuran, krisis tanggung jawab, tidak berfikir jauh kedepan, krisis disiplin, krisis kebersamaan dan krisis keadilan. Darmiyati Zuhdi, Pendidikan Karakter (Yogyakarta: UNY Press, 2009), h.39-40
14
Zubaedi,op.cit., h.7 15
menyentuhaspek sosial mengenai ajaran hidup yang toleran dalam bermasyarakat
dan berbangsa.16
Kekhawatiran terbesar kita ialah tindakkan kekerasan yang dilakukan
anak-anak muda, dan itu sudah merupakan keadaan gawat yang perlu segera
diatasi. Kajian-kajian ilmiah tentang perilaku tidak terpuji (amoral) yang
dilakukan siswa dalam dunia pendidikan di Indonesia sangat terbatas. Namun di
Negara-Negara maju seperti di Amerika sudah sangat berkembang, survei
nasional yang dilakukan oleh The Ethics of American Youth, dari Josephson Institute of Ethics (2006), diketahui bahwa perilaku siswa dalam jangka waktu 12 bulan, yaitu:
a) 82% mengakui bahwa mereka berbohong kepada orang tua.
b) 62% mengakui bahwa mereka berbohong kepada seorang guru tentang sesuatu yang signifikan.
c) 33% menjiplak tugas dari internet.
d) 60% menipu selama pelaksaan ujian di sekolah.
e) 23% mencuri sesuatu dari orang tua atau kerabat lainnya. f) 19% mencuri sesuatu dari seseorang teman.
g) 28% mencuri sesuatu dari tokoh.17
Indikator lain yang mengkhawatirkan juga terlihat pada sikap kasar
anak-anak yang lebih kecil, mereka semakin kurang hormat terhadap orang tua, guru,
dan sosok-sosok lain yang berwenang kebiadaban yang meningkat, kekerasan
yang bertambah, kecurangan yang meluas, dan kebohongan yang semakin lumrah.
Peristiwa ini sangat mencemaskan dan masyarakat pun waspada. Sebagian orang tua mulai mengirim anaknya kesekolah khusus, sementara sebagian lain mendidik
anaknya dirumah.18
Pendidikan karakter di Indonesia dirasakan amat perlu pengembangannya
bila mengingat makin meningkatnya tawuran-tawuran antar pelajar, serta
bentuk-bentuk kenakalan remaja lainnya terutama dikota-kota besar, pemerasan atau
kekerasan (bullying), kecenderungan dominasi senior terhadap yunior, fenomena suporter bonek, penggunaan narkoba, dan lain lain. Bahkan yang paling
memprihatinkan, keinginan untuk membangun sifat jujur pada anak-anak melalui
16
Ibid., .h.3 17
Ibid., h.4 18
Kantin Kejujuran di sejumlah sekolah, banyak yang gagal, banyak Kantin
Kejujuran yang bangkrut karena belum bangkitnya sikap jujur pada anak-anak.
Sementara itu informasi dari Badan Narkotika menyatakan 3,6 juta pecandu
narkoba di Indonesia (Tempo Interaktif, 27/8/2009).19
Ilmu pengetahuan yang didapatkan disekolah belum tentu dapat diterapkan
dan diaplikasikan oleh seorang anak. Dalam hal perilaku seoran anak tidak akan
lepas dari pendidikan agama yang sedari kecil diajarkan oleh orang tua agar
seorang anak memahami bahwaanya segala macam perbuatan akan dipertanggung
jawabkan di akhirat sebagaimana dijelaskan Allah dala Al-Quran:
“...Dan Sesungguhnya kamu akan ditanya tentang apa yang telah kamu kerjakan”. (Q.S: an-Nahl [16: 93]).
Maka dari itu pendidikan agama Islam yang diajarkan di sekolah
dibutuhkan untuk menanamkan pemahaman pada anak, bahwasanya segala bentuk
perilaku baik itu yang terpuji ataupun tercela akan menjadi tanggungan seiap
manusia di akhirat.20
Pendidikan Agama Islam sebagai mata pelajaran, memiliki peranan dan
cita-cita luhur untuk membentuk manusia yang mengenal, memahami,
menghayati hingga mengimani, bertakwa dan berakhlak mulia dalam
mengamalkan ajaran Islam dari sumber utamanya yaitu Al-Quran dan Hadits,
melalui kegiatan bimbingan dan pengajaran, latihan serta penggunaan
pengalaman. Dibarengi dengan tuntutan untuk menghormati pemeluk agama lain
dalam hubungannya dengan kerukunan umat beragama dalam masyarakat
sehingga terwujud persatuan dan kesatuan bangsa.
Pendidikan Islam juga memiliki keunikan dan khasnya sendiri sesuai
dengan visi dan misinya. Adapun visi dari Pendidikan Agama Islam adalah
terwujudnya manusia yang bertaqwa, berakhlak mulia, berkepribadian, berilmu,
19
Muchlas Samani dan Hariyanto, Konsep dan Model Pendidikan Karakter, (Bandung, PT Remaja Rosdakarya, 2011), h. 2
20
terampil dan mampu mengaktualisasikan diri dalam kehidupan bermasyarakat.
Sedangkan misinya adalah menciptakan lembaga yang Islami dan berkualitas,
menjabarkan kurikulum yang mampu memahami kebutuhan anak didik dan
masyarakat, menyediakan tenaga kependidikan yang profesional dan memiliki
kompotensi dalam bidangnya dan menyelenggarakan proses pembelajaran yang
menghasilkan lulusan yang berprestasi.21
Demi tujuan pembentukan karakter,22 maka pendidikan sebenarnya masih dianggap sebagai instrumen penting. Sebab, pendidikan sampai sekarang masih
diyakini mempunyai peran besar dalam membentuk karakter individu-individu
yang dididiknya, dan mampu menjadi sarana pembentukan sikap bagi generasi
muda penerus bangsa.
Di samping itu, pendidikan merupakan proses perubahan sikap dan tata
laku seorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui
pengajaran dan pelatihan. Dalam pengertian agak luas, pendidikan dapat diartikan
sebagai suatu proses dengan metode-metode tertentu sehingga orang memperoleh
pengetahuan pemahaman dan cara bertingkah laku yang sesuai dengan
kebutuhan.23
B. Identifikasi Masalah
1. Siswa Kurang menjalankan nilai-nilai keagamaan.
2. Siswa kurang menunjukkan perilaku sopan santun.
3. Siswa kurang berlaku jujur.
21
Artikel ditulis Drs. Z. Arifin Nurdin, Gagasan dan Rancangan Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural di Sekolah Agama dan Madrasah, www.pendidikan networking, dodownload tanggal 5 Januari 2009.
22
Marvin Berkowitz dari University of Missouri St. Louis, menunjukkan peningkatan motivasi siswa sekolah dalam meraih prestasi akademik pada sekolah-sekolah yang menerapkan pendidikan karakter, kelas-kelas yang secara komprehensif terlibat dalam pendidikan karakter menunjukkan laporan yang diterbitkan National Assosiation of School Psychologist sebanyak 22 persen anak-anak kelas 4-8 di Amerika Serikat mengalami kesulitan belajar karena adanya perilaku saling mengejek (bullying) antar kawan di sekolah. Dengan adanya pendidikan karakter di sekolah dapat menurunkan perilaku saling mengejek di sekolah, dan juga menurunkan terjadinya konflik antar pelajar, sehingga suasana belajar semakin nyaman, dan akhirnya dapat meningkatkan prestasi akademik.
23
4. Siswa kurang menunjukkan disiplin.
5. Siswa kurang mempunyai rasa tanggung jawab.
6. Siswa kurang memiliki rasa toleransi.
7. Proses pembelajaran
8. Keteladanan guru.
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Mengingat luasnya bidang garapan, maka untuk lebih memperjelas dan
memberi arah yang tepat dalam penulisan skripsi ini, maka disini perlu adanya
pembatasan masalah dalam pembahasannya, maka penulis membatasi
permasalahan dalam penulisan skripsi ini sebagai berikut:“Implementasi
Pendidikan Agama Islam Berbasis Karakter yang meliputi Religius, Jujur,
Tanggung Jawab, Toleransi, Disiplin, Peduli Lingkungan, Gemar Membacadi
MTs Pembangunan UIN Jakarta”.
Adapun rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai
berikut:”Bagaimana Implementasi Pendidikan Agama Islam Berbasis Karakter
Meliputi Religius, Jujur, Tanggung Jawab, Toleransi, Disiplin, Peduli
Lingkungan, Gemar Membaca di MTs Pembangunan UIN Jakarta”?
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan peneliti dalam wacana Pendidikan Agama
Islam berbasis karakter adalah, meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil
pendidikan yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak
mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai standar kompetensi
lulusan. Melalui pendidikan karakter diharapkan peserta didik mampu secara
mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan
menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak mulia
sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari.
Dari hasil penelitian diharapkan dapat memberi kegunaan baik secara teoritis
1. Bagi penulis, untuk menambah wawasan serta pengalaman penulis mengenai
penelitian ini, baik dalam merencanakan ataupun melaksanakan penelitian.
2. Bagi guru, untuk mengetahui bagaimana penerepan Pendidikan Agama Islam
Berbasis Karakter di MP UIN Jakarta
3. Bagi Universitas, menambah khazanah ilmiah di kalangan akademis
diharapkan menjadi sumbangsih gagasan dan sebuah tawaran solusi terhadap
tantangan globalisasi serta dapat dipraktekkan dalam pengembangan
Pendidikan Agama Islam ke depan.
4. Bagi pemerintah, sebagai bahan masukan dalam rangka mensinergikan
Pendidikan Agama yang selama ini terabaikan, padahal PAI, memiliki
peranan yang besar dalam membentuk kualitas pendidikan yang lebih baik.
Kegunaan secara akademis adalah untuk memberikan sumber informasi
dan sumber referensi untuk bahan bacaan yang bermanfaat bagi mahasiswa atau
instansi serta dapat digunakan sebagai rujukan umtuk penelitian yang akan datang.
Sedangkan kegunaanpenelitian secara terapan adalah untuk memberikan hasil dan
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Komponen Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam
1. Pengertian Pendidikan Agama Islam
Pendidikan pada dasarnya adalah suatu proses untuk menciptakan
kedewasaan pada manusia. Proses yang dilalui untuk mencapai kedewasaan
tersebut membutuhkan waktu yang lama, karena aspek yang ingin dikembangkan
bukanlah hanya kognitif semata-mata melainkan mencakup semua aspek
kehidupan, termasuk didalamnya nilai-nilai ketuhanan.1
Dalam Islam Al-Quran telah menerangkan bahwa pendidikan telah tercipta
sejak adanya makhluk (manusia) yang pertama. Hal itu dibuktikan dalam Surat
al-Baqarah ayat 31 sebagai berikut:
Dan Dia mengajarkan kepada Adam Nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada Para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar! (QS. Al-Baqarah [2: 31]).
1
Tidak ada satupun makhluk ciptaan Tuhan di atas bumi yang dapat
mencapai kesempurnaan/ kematangan hidup tanpa melalui suatu proses, sedang
pendidikan sendiri adalah masalah hidup dan proses kehidupan manusia2
Sebelum penulis membahas tentang pendidikan karakter, terlebih dahulu
penulis akan membahas dan memaparkan tentang pendidikan istilah pendidikan.
Pendidikan berasal dari kata “didik” yang diberi awalan “pe” dan akhiran “kan”,
mengandung arti “perbuatan” (hal, cara, dan sebagainya). Istilah pendidikan ini
semula berasal dari bahasa Yunani yaitu “Pedagogie”, yang berarti bimbingan
yang diberikan kepada anak.3 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pendidikan ialah “Proses perubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.4
Sedangkan dalam bahasa Arab, pengertian kata pendidikan sering
digunakan pada beberapa istilah, antara lain, al-Ta’lim, al-Tarbiyah dan
al-Ta’dib. Namun demikian, ketiga kata tersebut memiliki makna tersendiri dalam menunjuk pada pengertian pendidikan.
Kata ta’lim merupakan masdhar dari kata „allama yang berarti pengajaran
yang bersifat pemberian atau penyampaian pengertian, pengetahuan, dan
ketrampilan. Penunjukkan kata al-ta’lim pada pengertian pendidikan.
Adapun Kata al-Tarbiyah, merupakan masdhar dari kata rabba yang berarti mengasuh, mendidik, memelihara.5Sedangkan kata al-Ta’dib, merupakan masdhar dari kata addaba, yang dapat diartikan kepada proses mendidik yang lebih tertuju pada pembinanaan dan penyempurnaan akhlak atau budi pekerti
peserta didik.6
Didalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional dijelaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
2
M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bina Aksara, 1987), h.10 3
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta, Kalam Mulia, 2002 ), h. 13 4
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta, Balai Pustaka, 1994), Edisi Kedua, h. 232
5
Ibid., h. 87 6
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
Negara.7
Ahmad D. Marimba mengatakan bahwa pendidikan adalah bimbingan atau
pimpinan yang dilakukan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan
jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.8 Menurut Abudin Nata dalam bukunya filsafat pendidikan Islam I, bahwa Ki Hajar Dewantara mendefinisikan pendidikan adalah usaha yang dilakukan dengan penuh keinsyafan yang ditujukan untuk keselamatan dan kebahagiaan manusia. Pendidikan tidak hanya bersifat pelaku pembangunan tetapi sering merupakan perjuangan pula. pendidikan berarti memelihara hidup tumbuh ke arah kemajuan, tidak boleh melanjutkan keadaan kemarin menurut alam kemarin. Sehingga pendidikan adalah usaha kebudayaan, berasas peradaban, yakni memajukan hidup agar mempertinggi derajat manusia.9
William Mc Guecken, S.J. seorang tokoh pendidikan Khatolik berpendapat
bahwa pendidikan diartikan oleh ahli skolastik, sebagai suatu perkembangan dan
kelengkapan dari kemampuan-kemampuan manusia, baik moral, intelektual,
maupun jasmananiah yang diorganisasikan, dengan atau untuk kepentingan
individual atau sosial dan diarahkan kepada kegiatan kegiatan yang baru bersatu
dengan penciptanya sebagai tujuan akhir.10
Dengan demikian pendidikan berarti, segala usaha orang dewasa baik
sadar dalam pergaulan dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan menuju terciptanya kehidupan yang
lebih baik.
Sedangkan pendidikan Islam adalah suatu proses pengembangan potensi
kreatifitas peserta didik, bertujuan untuk mewujudkan manusia yang beriman dan
bertkwa kepada Allah Swt,cerdas, terampil dan memiliki etos kerja yang tinggi,
berbudi pekerti luhur mandiri dan bertanggung jawab terhadap dirinya, bangsa
7
Ramayulis, op.cit., h. 13 8
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002) Cet. XI, H. 13. 9
Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam I, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), Cet. I, h. 9
10
dan negara serta agama. Proses itu sendiri sudah berlangsung sepanjang sejarah
kehidupan.11
Menurut Ahmad Marimba, Pendidikan Agama Islam adalah bimbingan
jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju kepada
terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam.12
Sedangkan menurut zakiah Darajat, pendidikan Agama Islam adalah
pendidikan dengan melalui ajaran-ajaran agama Islam, yaitu berupa bimbingan
dan asuhan terhadap anak didik agar nantinya setelah selesai dari pendidikan ia
dapat memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran agama Islam yang
telah diyakini secara menyeluruh, serta menjadikan ajaran agama Islam yang telah
diyakininya secara menyeluruh, serta menjadikan ajaran Islam itu sebagai suatu
pandangan hidupnya demi keselmatan dan kesejahteraan dunia dan di akhirat
kelak.13
Beni Ahmad Saebani, mengatakan bahwa kata “Islam” merupakan kata kunci yang berfungsi sebagai sifat, penegas, dan memberi ciri kas pada kata
pendidikan. Dengan demikian, pengertian pendidikan Islam berarti pendidikan yang secara khas memiliki ciri Islami, yang dengan ciri itu, maka membedakan
dirinya dengan model pendidikan lainnya.14
Menurut Hamdani Ihsan dan Fuad Ihsan dalam bukunya Filsafat
Pendidikan Islam, bahwa Drs. Marimba mendefenisikan Pendidikan Islam adalah
bimbingan jasmani, rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju
terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam. Dengan
pengertian lain seringkali beliau mengatakan kepribadian utama tersebut dengan
istilah kepribadian muslim. Yakni kerpibadian yang memiliki nilai-nilai agama
11
Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, ( Jakarta, Ciputat Pers, 2002), cet 1, h. 3
12
Ibid, h.4 13
Zakiah Darajat, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), Cet, II, h. 86 14
Islam, memilih dan memutuskan serta berbuat berdasarkan nilai-nilai Islam, dan
bertanggung jawab sesuai nilai-nilai Islam.15
2. Dasar-dasar Pendidikan Agama Islam
Sebagai aktifitas yang bergerak dalam proses pembinaan kepribadian
muslim, maka Pendidikan Islam memerlukan sebuah dasar yang dijadikan
landasan kerja. Dengan dasar tersebut ia akan memberikan arah bagi pelaksanaan
pendidikan yang telah diprogramkan. Dalam konteks ini dasar yang menjadi
acuan Pendidikan Islam hendaknya merupakan sumber nilai kebenaran dan
kekuatan yang dapat menghantarkan peserta didik ke arah pencapaian pendidikan.
Pendidikan Islam, baik sebagai konsep maupun sebagai aktivitas yang
bergerak dalam rangka pembinaan kepribadian yang utuh, paripurna atau syumul memerlukan suatu dasar yang kokoh, dalam artian kajian tentang Pendidikan
Islam tidak boleh lepas dari landasan yang terkait dengan sumber ajaran Islam itu
sendiri.
Landasan dasar Pendidikan Islam utamanya terdiri atas empat macam,
yaitu:
a. Al-Qur’an
Al-Qur’an sebagai kitab undang-undang, hujjah dan petunjuk. Di
dalamnya mengandung banyak hal menyangkut segenap kehidupan
manusia termasuk pendidikan16, sebagaimana surat an-Nahl ayat 89:
“Dan Kami turunkan kepadamu Al kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi
orang-orang yang berserah diri”. (QS. An-Nahl [16: 89]).
15
Hamdani Ihsan dan Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung, Pustaka Setia, 2001), cet ke 2, h. 15.
16
b. As-Sunnah
Dasar kedua pendidikan Islam adalah As-Sunnah. JumhurMuhadditsin
ngartikan Sunnah ialah sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad
Saw, baik berupa perkataan, perbuatan, pernyataan (taqrir) dan
sebagainya.17
Nabi mengajarkan dan mempraktekkan sikap dan amala baik kepada Nabi
istri dan sahabatnya, dan seterusnya mereka mempraktekkan pula seperti
yang dipraktekkan pula seperti yang dipraktekkan oleh Nabi dan
mengajarkan pula kepada orang lain. Perkataan atau perbuatan dan
ketetapan Nabi inilah yang disebut hadits atau sunnah.18
Kalau Al-Quran dan As-Sunnah dijadikan dasar. Maka pendidikan Islam
merupakan wujud bangunan yang kokoh dan berakar kuat yang kemudian
akan mewarnai cork ke-Islaman dalam berbagai aspek kehidupan.
Rasulullah Saw bersabda:
“Setiap bayi yang dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci) maka kedua
orang tualah yang menjadikannya yahudi, nasrani atau majusi”. (HR. Muslim).19
c. Ijtihad
Ijtihad adalah itilah para fuqoha, yaitu berpikir dengan menggunakan
seluruh ilmu yang dimiliki oleh ilmuan syariat Ilam untuk menetapkan/
menentukan sesuatu hukum Syariat Islam dalam hal-hal yan ternyata
belum ditegaskan hukumnya oleh Al-Quran dan Sunnah. Ijtihad dalam hal
ini dapat juga meliputi seluruh aspek kehidupan termasuk aspek
pendidikan, tetapi tetap berpedoman pada Al-Quran dan Sunnah. Namun
demikian ijtihad harus mengikuti kaidah-kaidah yang diatur oleh para
17
Fatchur Rahman, Ikhtisar Musthalahu’l Hadits, (Bandung: Alma’arif, 1974), h.20 18
Ramayulis, op.cit., h.56 19
mujtahid tidak boleh bertentangan dengan isi al-Quran dan sunnah
tersebut.20
3. Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam
Ruang lingkup Pendidikan Agama Islam maliputi keserasian, keselarasan
dan keseimbangan antara lain sebagai berikut:
a. Hubungan manusia dengan Allah Swt
Hubungan manusia dengan Allah merupakan hubungan vertical antara
makhluk dengan khalik, menempati prioritas utama dalam pendidikan
agama Islam.
b. Hubungan manusia dengan sesama manusia
Hubungan dengan sesamanya merupakan hubungan horizontal anatara
manusia dengan manusia dalam kehidupan kesehariannya
c. Hubungan manusia dengan alam
Aspek hubungan manusia dengan alam sekurang-kurangnya memiliki tiga
arti bagi kehidupan anak didik, yaitu:
1) Mendorong anak didik mengenal dan memahami alam, sehingga ia menyadari kedudukannya sebagai manusia yang memiliki akal dan berbagai kemampuan untuk mengambil sebanyak-banyaknya dari alam sekitar. Dari pengenalan itu akan tumuh rasa cinta akan alam yang melahirkan kekaguman yang baik karena keindahan, kekuatan maupun bentuk keanekaragaman kehidupan yang terdapat di dalamnya
2) Pengenalan, pemahaman dan cinta alam ini mendorong anak melakukan penelitian dan ekrperimen dalam mengeksplorasi alam, sehingga menyadarkan dirinya akan sunnatullah dan kemampuan menciptakan suatu bentuk baru dan bahan-bahan yang ada di sekitarnya.21
Adapun ruang lingkup bahan pelajaran Pendidikan Agama Islam meliputi
lima unsur pokok, yaitu:Al-Qur’an, Aqidah, Syari’ah, Akhlak, dan Tarikh.
Adapun pada tingkat Sekolah Dasar (SD) penekanan diberikan kepada
empat unsur pokok yaitu: Keimanan, Ibadah, Al-Qur’an. sedangkan pada
Sekolah Lenjut Tingkat Pertama (SLTP) dan Sekolah Menengah Atas
20
Zakiah Darajat, Metodik Khusus Pendidikan Agama Ilam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), h. 91-92
21
(SMA) disamping keempat unsur pokok di atas maka unsur pokok syari’ah semakin dikembangkan. Unsur pokok Tarikh diberikan secara seimbang
pada setiap satuan pendidikan.22
4. Tujuan Pendidikan Agama Islam
Segala usaha yang dilakukan tentu mempunyai tujuan, sebab tujuan
merupakan salah satu yang diharapkan setelah usaha atau kegiatan selsesai
dilakukan. Tujuan merupakan faktor yang penting dalam suatu kegiatan atau
usaha. Demikian pula dengan proses pendidikan, tanpa adanya tujuan akan
menimbulkan ketidaktentuan dalam prosesnya.
Pendidikan agama Islam adalah bagian integral daro pendidikan nasional.
Tujuan Pendidikan Nasional yang tercantum dalam Undang-Undang Sistem
Pendidikan Nasional adalah No.20 Tahun 2003 sebagai berikut:
“Pendidikan Nasional bertujuan berkemangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga
negara yang deokratis serta bertanggung jawab”.23
Adapun tujuan Pendidikan Islam, dikatakan oleh Zakiah Daradjat dalam
buku Ilmu Pendidikan Islam II, yaitu kepribadian seseorang yang membuatnya menjadi insane kamil dengan pola takwa, Insan kamil artinya manusia utuh rohani
dan jasmani, dapat hidup dan berkembang secara wajar dan normal karena
taqwanya kepada Allah swt. Ini mengandung arti bahwa pendidikan Islam itu
diharapkan menghasilkan manusia yang berguna bagi dirinya dan masyarakatnya
serta senang dan gemar mengamalkan dan mengembangkan ajaran Islam dalam
berhubungan dengan Allah dan dengan sesamanya, dapat mengambil manfaat
yang semakin meningkat dari alam semesta ini untuk kepentingan hidup di dunia
kini dan di akhirat nanti.24
22
Rumayulis, Metedologi Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2005), Cet.4,h. 22-23
23
Departmen Pendidikan Nasional, Undang-Undang Republik Indonesia No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
24
Sedangkan Zuhairani Mengatakan bahwa tujuan umum pendidikan agama
(Islam) adalah membimbing anak agar mereka menjadi seorang muslim sejati,
beriman teguh, beramal shaleh serta berakhlak mulia dan berguna bagi
masyarakat.25
Tujuan Pendidikan Madrasah Pembangunan UIN jakarta adalah sebagai
berikut :
a. Terselenggaranya pendidikan dasar dan menengah yang akan melahirkan lulusan beriman dan bertaqwa serta memiliki kemampuan kompetitif dan keunggulan komparatif.
b. Terwujudnya peserta didik yang memiliki keseimbangan antara kekuatan jasmani dan rohani serta kepekaan dan kepedulian sosial.
c. Terwujudnya kuriklum yang memiliki kekuatan pada pembinaan keislaman, sains dan teknologi serta apresiatif terhadap kecenderungan globalisasi dengan tetap berpijak pada keribadian Indonesia dan kemampuan potensi anak.
d. Tersedianya pendidik sebagai tenaga profesional yang menguasai bidang keilmuan yang diasuhnya secara luas, mendalam dan komprehensif serta memiliki kemampuan untuk mengajarkannya (teaching skill), berkepribadian pedagogis, dan berakhlak mulia.
e. Tersedianya tenaga kependidikan profesional yang daa melaksanakan tugasnya didukung oleh ilmu pengetahuan yang relevan, memiliki etos kerja, loyalitas, dan dedikasi yang tinggi yang dilandasi akhlak mulia.
f. Tersedianya sarana dan prasarana dan fasilitas sumber belajar yang dapat memberikan kesepatan kepada para peserta didik untuk dapat belajar seluas-luasnya, sehingga madrasah benar-benar berfungsi sebagai pusat pembelajaran. g. Terwujudnya peserta didik yang mendiri yang mampu melakukan team work
melalui berbagai aktivitas belajar baik intra maupun ekstrakurikuler.
Dari rumusan tujuan pendidikan agama Islam yang telah dikemukakan di
atas terlihat bahwa tujuan pendidikan agama Islam mempunyai cakupan yang lebi
luas, yang pada akhirnya bertumpu pada penyerahan diri secara total hanya
kepada Allah SWT dan terbentuknya kepribadian yang dilandasi oleh nilai-nilai
islam yang disebut kepribadian muslim atau terbentuknya insan kamil sebagi
tujuan akhir dari pendidikan Agama Islam.
25
5. Materi Agama Islam
Materi pendidikan agama Islam pada sekolah dasar, sekolah lanjutan
tingkat pertama, sekolah lanjutan atas, merupakan bagian integral dari program
pengajaran setiap jenjang pendidikan. Sesuai dengan tujuan pendidikan Nasional,
pendidikan Agama Isam diarahkan untuk membentuk manusia Indonesia
seutuhnya.
Adapun materi pokok pendidikan Agama Islam dapat diklasifikasikan
menjadi lima aspek kajian, yaitu:
a. Aspek Al-Quran dan Hadits
Dalam aspek ini menjelaskan beberapa ayat dalam Al-Quran dan sekaligus juga menjelaskan beberapa hukum bacaannya yang terkait dengan ilmu tajwid dan juga menjelaskan beberapa hadits Nabi Muhammad Saw.
b. Aspek keimanan atau aqidah Islam
Dalam aspek ini menjelaskan berbagai konsep keimanan yang meliputi enam rukun iman dalam Islam.
c. Aspek akhlak
Dalam aspek ini menjelaskan berbagai sifat-sifat terpuji (akhlak karimah) yang harus diikuti dan sifat-sifat tercela yang harus dijauhi.
d. Aspek hukum Islam atau Syari’ah Islam
Dalam aspek ini menjelaskan berbagai konsep keagamaan yang terkait dengan masalah ibadah dan mua’malah.
e. Aspek tarikh Islam
Dalam Aspek ini menjelaska sejarah perkembbangan (peradaban) Islam yang bisa diambil anfaatnya untuk diterapkan di masa sekarang.26
B. Komponen Pendidikan Karakter
1. Pengertian Pendidikan Karakter
Adapun kata karakter berasal dari Bahasa Latin “Karakter”, “Kharassein”, “Kharax”, dalam bahasa Inggris: character dan Indonesia “Karakter”, Yunani character, dari charassein yang berarti membuat tajam, membuat dalam. Dalam
kamus poerwadarminta, karakter diartikan sebagai tabiat, watak, sifat-sifat
kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain,
nama dari jumlah seluruh ciri pribadi yang meliputi hal-hal seperti perilaku,
26
kebiasaan, kesukaan, ketidaksukaan, kemampuan, kecenderungan, potensi,
nilai-nilai, dan pola-pola pemikiran.27
Menurut Suryanto28 karakter adalah cara berfikir dan berprilaku yang menjadi cirri khas tiap indifidu untuk hidup bekerjasama, baik dalam lingkungan
keluarga, masyarakat, bangsa dan Negara. Individu yang berkarakter baik adalah
indifidu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggung jawabkan tiap
akibat dari keputusan yang ia buat, hal ini sebagaimana dituturkan oleh Yaumi.29 Kualitas moral seseorang yang tercermin dari segala tingkah lakunya yang
mengandung unsur keberanian, ketabahan, kejujuran, dan kesetiaan, atau perilaku
dan kebiasaan yang baik. Karakter ini dapat berubah akibat pengaruh lingkungan,
oleh karena itu perlu usaha membangun karakter dan menjaganya agar tidak
terpengaruh oleh hal-hal yang menyesatkan dan menjerumuskan.
Menurut Ki Hadjar Dewantara30 karakter itu terjadi karena perkembangan dasar yang telah terkena pengaruh ajar. Yang dinamakan „dasar’ yaitu bekal hidup atau bakat anak yang berasal dari alam sebelum mereka lahir, serta sudah menjadi satu dengan kodrat kehidupan anak (biologis). Sementara kata „ajar’ diartikan segala sifat pendidikan dan pengajaran mulai anak dalam kandungan ibu hingga
akil baligh, yang dapat mewujudkan intelligible, yakni tabiat yang dipengaruhi
oleh kematangan berpikir. Jiwa anak yang baru lahir diumpamakan sehelai kertas
yang sudah ditulis dengan tulisan yang agak suram. Padahal pendidikan itu wajib
dan harus cakap menebalkan dan menerangkan tulisan-tulisan yang suram
mengenai tabiat-tabiat yang baik, sehingga tabiat yang tidak baik dapat tertutup
dan tidak terlihat karena tidak tumbuh terus.
Adapun pendidikan karakter didefenisikan oleh Hornby dan Parnwell,
1972: 49) yang mengatakan karakter adalah kualitas mental atau moral, nama atau
reputasi. Hermawan Kertajaya (2010: 3) mendefenisikan karakter adalah “Ciri
27
Abdul Majid, Pendidikan Karakter Persfektif Islam, (Bandung, PT Remaja Rosdakarya Offest, 2011), h. 11
28
Suryanto, Urgensi Pendidikan Karakter, 201,(http://waskitamandiribk.wordpress.com). Diunduh pada 19 Sepetember 2012.
29
Muhammad Yaumi, Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa melalui Transdisiplinaritas, 2012, (http://www.bharatbhasha.com /education.php/208471). Diunduh 19 September 2012
30
khas” yang dimiliki oleh suatu benda atau indifidu. Ciri khas tersebut adalah “asli” dan mengakar pada kepribadian benda atau indifidu tersebut dan merupakan
„mesin’ pendorong bagaimana seorang bertindak, bersikap, berujar, dan
merespons sesuatu.31
Selain Hornby dan Parnwell Ratna Megawangi juga Pendapat yang dikutip oleh Dharma Kesuma dkk, bahwa Pendidikan karakter adalah “sebuah usaha untuk mendidik anak-anak agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan
mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka dapat memberikan kontribusi yang positif kepada lingkungannya.” Defenisi lainnya diekmukakan oleh Fakry Gaffar yang dikutip oleh Dharma Kesuma: “Sebuah proses transformasi nilai-nilai kehidupan untuk ditumbuh kembangkan dalam kepribadian seseoran sehingga menjadi satu dalam perilaku kehidupan orang itu.” Dalam defenisi tersebut, ada tiga ide pikiran penting, yaitu: 1) proses transformasi
nilai-nilai, 2) ditumbuh kembangkan dalam keribadian, dan 3) menjadi satu dalam
perilaku.32
Untuk melengkapi pengertian tentang karakter ini akan dikemukakan juga
pengertian akhlak, moral, dan etika. Kata akhlak berasal dari bahasa Arab “al
-akhlaq” yang merupakan bentuk jamak dari kata “al-khuluq” yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabiat.33Sedangkan secara terminologis, akhlak berarti keadaan gerak jiwa yang mendorong ke arah melakukan perbuatan
dengan tidak menghajatkan pikiran. Inilah pendapat yang dikemukakan oleh Ibnu
Maskawaih. Sedang al-Ghazali mendefinisikan akhlak sebagai suatu sifat yang
tetap pada jiwa yang daripadanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah,
dengan tidak membutuhkan kepada pikiran.34 (Rahmat Djatnika, 1996: 27).
Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa karakter identik dengan
akhlak, sehingga karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang universal
31
Abdul Majid, op.cit., h.11 32
Dharma Kesuma,dkk, Pendidikan Karakter Kajian Teori dan Praktik di Sekolah, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), h.5
33Hamzah Ya’qub.
Etika Islam: Pembinaan Akhlaqulkarimah (Suatu Pengantar). (Bandung: CV Diponegoro, 1998). Cet. IV, h. 11
34
yang meliputi seluruh aktivitas manusia, baik dalam rangka berhubungan dengan
Tuhannya, dengan dirinya, dengan sesama manusia, maupun dengan
lingkungannya, yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan
perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata karma, budaya, dan adat
istiadat.
2. Ruang Lingkup Pendidikan Karakter
Pengembangan pendidikan karakter harus memiliki peruntukkan yang
jelas dalam usaha membangun moral dan karakter anak bangsa melalui kegiatan
pendidikan. Ruang lingkup pendidikan karakter berupa nilai-nilaai dasar etika dan
bentuk-bentuk karakter yang positif, selanjutnya menuntut kejelasan identifikai
karakter sebagai perwujudan perilaku bermoral. Pendidikan karakter tanpa
identifikasi karakter hanya akan menjadi sebuah perjalanan tanpa akhir,
pertualangan tanpa peta.
Indonesia Heritage Foundation35 merumuskan Sembilan karakter dasar yang menjadi tujuan pendidikan dalam pembentukan karakter, yaitu: 1) cinta
kepada Allah dan semesta beserta isinya, 2) tanggung jawab, disiplin, dan
mandiri, 3) jujur, 4) hormat dan santun, 5) kasing sayang, peduli, kerjasama, 6)
percaya diri, kreatif, kerja keras, pantang menyerah, 7) keadilan dan
kepemimpinan, 8) baik dan rendah hati, 9) toleransi, cinta damai dan persatuan.
Sementara Character Counts mengidentifikasi bahwa karakter-karakter
yang menjadi pilar pengembangannya dalam pendidikan adalah: 1) dapat
dipercaya (trustwortthiness), 2) rasa hormat dan perhatian (respecftable), 3) tanggung jawab (responsibility), 4) jujur (fairness), 5) peduli (caring), 6) kewarganegaraan (citizenship), 7) ketulusan (honesty), 8) berani (courage), 9) tekun (dilegence), 10) integritas (integrity).
Sedangkan 30 pakar pendidikan karakter dunia melalui deklarai Alpen
merekomendasikan enam karakter utama, yaitu yang dapat dipercaya
35
(trustworthy), yang meliputi sifat jujur (honest) dan integritas (integriti), memperlakukan orang lain dengan hormat (resfect), bertanggung jawab (responsibility), adil (fair), kasih sayang (caring), dan warga Negara yang baik (good citizen).36
3. Tujuan Pendidikan Karakter
Tujuan yang paling mendasar dari pendidikan adalah untuk membuat
seseorang menjadi good and smart. Dalam sejarah Islam, Rasulullah Muhammad Saw, sang Nabi terakhir dalam ajaran Islam, juga mengaskan bahwa misi
utamanya dalam mendidik manusia adalah untuk mengupayakan pembentukkan
karakter yang baik (good character).37
Adapun tujuan pendidikan karakter adalah untuk meningkatkan mutu
proses dan hasil pendidikan yang mengarah pada pembentukkan karakter dan
akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai dengan
standar kompetensi lulusan pada setiap satuan pendidikan. Melalui pendidikan
karakter peserta didik diharapkan mampu secara mandiri meningkatkan dan
menggunakan pengetahuannnya, mengkaji dan menginternalisasikan serta
mempersonalisasikan nilai-nilai karakter dan akhak mulia sehingga terwujud
dalam perilaku sehari-hari.
Pendidikan karakter pada tingkat satuan pendidikan mengarah pada
pembentukan budaya sekolah/madrasah, yaitu nilai-nilai yang melandasi perilaku,
tradisi, kebiasaan sehari-hari, serta simbol-simbol yag dipraktikkan oleh semua
warga sekolah/madrasah, dan masyarakat sekitarnya. Budaya sekolah/madrasah
tersebut di mata masyarakat luas.38
Kemudian Ary Ginanjar Agustian dengan teori ESQ menyodorkan
pemikiran bahwa setiap karakter positif sesungguhnya akan merujuk kepada
sifat-sifat mulia Allah, yaitu alAsma al-Husna. Sifat-sifat da nama-nama mulia Tuhan inilah sumber inspirasi setiap karakter posisitif yang dapat di teladani dari
36
Chararter Counts, Six Pillars dalam http://charactercounts.org/sixpillar.html diakses pada 03 juli 2012
37
Abdul dan Dian, op.cit., h. 30 38
nama Allah itu beliau merangkum 7 karakter dasar yaitu: jujur, tanggung jawab,
disiplin, visioner, adil, peduli dan kerjasama.39
4. Prinsip Pendidikan Karakter
Pada prinsipnya, pengembangan budaya dan karakter bangsa tidak
dimasukkan sebagai pokok bahasan tetapi terintegrasi ke dalam mata pelajaran,
pengembangan diri, dan budaya sekolah. Oleh karena itu, guru dan sekolah perlu
mengintegrasikan nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan budaya dan
karakter bangsa ke dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP),Silabus
dan Rencana Program Pembelajaran (RPP) yang sudah ada.
Berikut prinsip-prinsip yang digunakan dalam pengembangan pendidikan
budaya dan karakter bangsa.
a. Berkelanjutan; mengandung makna bahwa proses pengembangan nilai
nilaibudaya dan karakter bangsa merupakan sebuah proses panjang, dimulai dari
awal peserta didik masuk sampai selesai dari suatu satuan pendidikan. Sejatinya,
proses tersebut dimulai dari kelas 1 SD atau tahun pertama dan berlangsung
paling tidak sampai kelas 9 atau kelas akhir SMP. Pendidikanbudaya dan karakter
bangsa di SMA adalah kelanjutan dari proses yang telah terjadi selama 9 tahun.40
b. Melalui semua mata pelajaran, pengembangan diri, dan budaya
sekolah;
mensyaratkan bahwa proses pengembangan nilai-nilai budaya dan karakter
bangsadilakukan melalui setiap mata pelajaran, dan dalam setiap kegiatan
kurikuler dan ekstrakurikuler. Gambar 1 berikut ini memperlihatkan
pengembangan nilai-nilai melalui jalur-jalur itu:
39
Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spritual, (Jakarta: Arga, 2007), h. 90
40
Gambar 1. Pengembangan Nilai-nilai Pendidikan Budaya dan Karakter
Bangs
Pengembangan nilai budaya dan karakter bangsa melalui berbagai mata
pelajaran yang telah ditetapkan dalam Standar Isi (SI), digambarkan sebagai
berikut ini.
Gambar 2. Pengembangan Nilai Budaya dan Karakter Bangsa melalui
Setiap Mata Pelajaran.
c .Nilai tidak diajarkan tapi dikembangkan; mengandung makna bahwa
materinilai budaya dan karakter bangsa bukanlah bahan ajar biasa; artinya, nilai-
nilai itu tidak dijadikan pokok bahasan yang dikemukakan seperti halnya ketika
mengajarkan suatu konsep, teori, prosedur, ataupun fakta seperti dalam mata
pelajaran agama, bahasa Indonesia, PKn, IPA, IPS, matematika, pendidikan
Nilai
Mata Pelajaran
Pengembangan Diri
Budaya Sekolah
NIlai
MP 1
MP 2
MP 3
MP 5 MP 4
MP 6
[image:39.595.116.510.140.598.2]jasmani dan kesehatan, seni, dan ketrampilan. Materipelajaran biasa digunakan
sebagai bahan atau media untukmengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter
bangsa.
Oleh karena itu, guru tidak perlu mengubah pokok bahasan yang sudah ada,
tetapi menggunakan materi pokok bahasan itu untuk mengembangkan nilai-nilai
budaya dan karakter bangsa. Juga, guru tidak harus mengembangkan proses
belajar khusus untuk mengembangkan nilai. Suatu hal yang selalu harus diingat
bahwa satu aktivitas belajar dapat digunakan untuk mengembangkan kemampuan
dalam ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.41
d. Proses pendidikan dilakukan peserta didik secara aktif dan
menyenangkan; prinsip ini menyatakan bahwa proses pendidikan nilai
budaya dan karakterbangsa dilakukan oleh peserta didik bukan oleh guru. Guru menerapkanprinsip ”tut wuri handayani” dalam setiap perilaku yang ditunjukkan pesertadidik. Prinsip ini juga menyatakan bahwa proses
pendidikan dilakukan dalamsuasana belajar yang menimbulkan rasa
senang dan tidak indoktrinatif.
Diawali dengan perkenalan terhadap pengertian nilai yang
dikembangkanmaka guru menuntun peserta didik agar secara aktif. Hal
ini dilakukan tanpa guru mengatakan kepada peserta didik bahwa mereka
harus aktif, tapi guru merencanakan kegiatan belajar yang menyebabkan
peserta didik aktif merumuskan pertanyaan, mencari sumber informasi,
dan mengumpulkan informasi dari sumber, mengolah informasi yang
sudah dimiliki, merekonstruksi data, fakta, atau nilai, menyajikan hasil
rekonstruksi atau proses pengembangan nilai, menumbuhkan nilai-nilai
budaya dan karakter pada diri mereka melalui berbagai kegiatan belajar
yang terjadi di kelas, sekolah, dan tugas-tugas di luar sekolah.
Karakter itu tidak dapat dikembangkan secara cepat dan segera (instant),
tetapi harus melewati suatu proses yang panjang, cermat, dan sistematis.
Berdasarkan persfektif yang berkembang dalam sejarah pemikiran manusia,
41
pendidikan karakter harus dilakukan berdasarkan tahap-tahap perkembangan sejak
usia dini sampai dewasa. Setidaknya, berdasarkan peimikiran psikolog kohlberg
(1992) dan ahli pendidikan dasar Marlene Lockheed (1990), terdapat empat tahap
pendidikan karakter yang perlu dilakukan, yaitu:
a. Tahap pembiasaan sebagai awal perkembangan karakter anak.
b. Tahap pemahaman dan penelaran terhadap nilai, sikap, perilaku, karakter siswa.
c. Tahap penerapan berbagai perilaku dan tindakkan siswa dalam kenyataan sehari-hari.
d. Tahap pemakmanaan suatu tahap refleksi dari para siswa melalui penilaian terhadap seluruh sikap dan perilaku yang telah mereka fahami dan lakukan dan bagaimana dampak dan kemanfaatannya dalam kehidupan baik bagi dirinya maupun orang lain.42
Character Education Quality Standards, merekomendasikan 11 prisnsip untuk mewujudkan pendidikan karakter yang efektif, sebegai berikut:
a. Mempromosikan nilai-nilai dasar dan etika sebagai basis karakter
b. Mengidentifikasi karakter secara komperhensip supaya mencakup pemikiran, perasaan, dan perilaku.
c. Menggunakan pendekatan yang tajam, proaktif, dan efektif, untuk membangun karakter.
d. Menciptakan komunitas sekolah yang memiliki kepedulian.
e. Memberi kesempatan kepada siswa untuk menunjukkan perilaku yang baik. f. Memiliki cakupan terhadap kurikulum yang bermakna dan menantang yang
menghargai semua siswa, membangun karakter mereka, dan membantu mereka untuk sukses.
g. Mengusahakan tumbuhnya motivasi diri dari para siswa.
h. Memfungsikan seluruh staf sekolah sebagai komunitas moral yang berbagi tanggung jawab untuk pendidikan karakter dan setia kepada nilai dasar yang sama.
i. Adanya pembagian kepemimpinan moral dan dukungan luas dalam membangun inisiatif penididikan karakter.
j. Memfungsikan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra dalam usaha membangun karakter.
k. Mengevaluasi karakter sekolah, fungsi staf sekolah sebagai guru guru karakter, dan manifestasi karakter positif dalam kehidupan siswa.43
Dalam pandangan Islam Rasulullah adalah figur keteladanan yang dapat
dijadikan pelajaran oleh tenaga pengajar dalam menanamkan rasa keimanan dan
akhlak terhadap anak, yaitu:
42
Abduldan Dian, op.cit., h. 108 43
a. Fokus: ucapannya ringkas, langsung pada inti pmebicaraan tanpa ada kata yang memalingkan dari ucapannya, sehingga mudah dipahami.
b. Pembicaraanya tidak terlalu cepat sehingga dapat memberikan waktu cukup kepada anak untuk menguasainya.
c. Repetisi senantiasa melakukan tiga kai pengulangan pada kaimat-kalimay supaya dapat diingat dan dihafal.
d. Analogi langsu