• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi Pendidikan Agama Islam Berbasis Karakter Pada Mts Pembangunan Uin Jakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Implementasi Pendidikan Agama Islam Berbasis Karakter Pada Mts Pembangunan Uin Jakarta"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan (FITK) Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)

Oleh:

ULFA ADILLA NIM: 208011000016

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

Keyword: Pendidikan Agama Islam BerbasisKarakter

Pembentukkan karakter diyakini perlu dan penting untuk siswa MTs untuk dilakukan oleh sekolah dan steksholdersnya untuk menjadi pijakan dalam menyelenggarakan pendidikan karakter di sekolah. Tujuan pembentukkan karakter pada dasarnya adalah mendorong lahirnya anak yang baik dan mempunyai karakter yang melekat pada diri peserta didik.

(8)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahiim.

Assalamu’aliakum warahmatullahi wabarakatuh

Alhamdulillahirobil „alamiin, Segala puji dan syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang selalu melimpahkan rahmatnya dan nikmatnya kepada

seluruh hambanya. Shalawat serta salam semoga dilimpahkan kepada Nabi

Muhammad SAW, junjungan dan pemberi tauladan yang telah membawa cahaya

kehidupan bagi ummatnya beserta kepada keluarganya, para sahabat dan para tabi’ tabi’in.

Skripsi ini berjudul “IMPLEMENTASI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

BERBASIS KARAKTER di MTs PEMBANGUNAN UIN JAKARTA” Penulis

menyadari bahwa muatan skripsi ini masih jauh dari sempurna, baik penyusunan,

penulisan maupun isinya. Hal tersebut dikarenakan keterbatasan pengetahuan,

pengalaman dan kemampuan penulis miliki. Oleh karena itu, saran dan kritik

untuk menuju perbaikan sangat penulis harapkan.

Dalam proses pembuatan skripsi ini, berbagai hambatan dan kesulitan

penulis hadapi, namun berkat Rahmat, taufik, dan hidayah Allah SWT. dan

berbagai dorongan, saran dan bimbingan dari semua pihak, akhirnya penulisan

skripsi ini dapat terselesaikan dengan lancar. Oleh karena itu, penulis

mengucapkan terimakasih kepada berbagai pihak yang telah membantu,

diantaranya :

1. Prof. Dr. H. Rif’at Syauqi Nawawi, MA. selaku Dekan Fakultas Ilmu

Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bahrissalim, MA. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam UIN Syarif

Hidayatullah yang telah memberikan kemudahan secara administrasi bagi

penulis dalam menyusunan skripsi ini.

3. Drs. H. Syapiuddin Shiddiq, MA. selaku Wakil Ketua Jurusan Pendidikan

(9)

memberikan kemudahan secara administrasi bagi penulis dalam memberikan

saran dalam penyusunan skripsi ini.

4. Ahmad Irfan Mufid, MA. Selaku dosen Pembimbing dalam memberikan

saran dan arahan dalam penyusunan skripsi ini.

5. Seluruh dosen dan karyawan akademik Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membimbing dan membekali

dengan Ilmu pengetahuan serta membantu proses perkuliyahan penulis.

6. Seluruh Staf Perpustakaan Umum dan Tarbiyah UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta. Serta perpustakaan yang diluar kampus UIN Syarif Hidayatullah atas

semua bantuan untuk penulis dalam melengkapi literaturnya.

7. Kedua orang tuaku yang tercinta Bapak Drs. H. Hasan dan Ibu Hj. Umi Nadra

serta Nenekku Hj. Asiyah yang tulus memberikan segalanya, baik cinta, kasih, sayang, perhatian, pikiran, do’a, motivasi, kritik dan saran, arahan, senyum dan usaha untuk mencukupi segala kebutuhan penulis.

8. Adikku tercinta Luthfan Adli (Jurusan Peradilan Agama UIN JAKARTA)

dan Nila Aulia (MTsN Pulau Batu-Jambi) terima kasih dengan caranya

masing-masing telah membantu, mendukung dan mengkritik penulis agar

segera menyelesaikan skripsi ini.

9. Teteh tercinta, Siti Khanifah S.Pd.I terimakasih atas dukungan yang telah

membantu, mendukung dan mengkritik penulis agar segera menyelesaikan

skripsi ini, semoga Allah membalas kebaikan dengan berlipat-lipat.

10. Uni Rahmi Meldayati S.THI, Saudaraku Hafiz satria Putri, Uni Rosdalima

Dalmunte S.HI, Saudaraku tercinta Muktizon.

11. Nurlaili Fitrianingrum, Mochamad Ilwan, Vika Martahayu S.Pd.I, Siti

Masithoh, Ira Aniati S.Pd, Said Riadi S.Pd.I, Taufik al-Badar S.Pd.I,

Nur’Aini S.Pd.I, Cholilah Pulungan, Zarikatun, Sri Handayanti S.Pd.I, Hurul

A’in, Indah Nur Ajizah, Nurul Adyati, Resti Hamerti, M.H. Nur Ramadhan

S.Pd.I, M. Samudin S.Pd.I, Hardiansyah S.Pd.I, Hasan Fatoni S.Pd.I, Syukur

Ya’kub terimakasih atas dukungan moral yang kalian berikan dalam

penyususnan skripsi ini. Semoga Allah membalas kebaikan dengan

(10)

12. Rekan-rekan seperjuangan di Fakultas Tarbiyah dan Keguruan khususnya di

jurusan Pendidikan Agama Islam angkatan 2008-2009, yang tidak dapat

penulis sebutkan satu persatu, terima kasih untuk semangat persaudaraan,

kekeluargaannya ini tetap eksis dan talisilaturrahmi kita tetap terjalin. Amiin

Tidak ada yang dapat membalas kebaikan kalian semua, tidak juga penulis. Kepada mereka semuanya hanya seuntai do’a dari lubuk hati yang dapat

penulis sampaikan “Jazakumullah Khairon Kastiroo wa barokallah fi hayatikum

wa salamatu fihayatikum, semoga Allah Ta’ala membalas kebaikan mereka semua dengan kebaikan yang lebih baik di dunia ini dan kelak di akhirat nanti.

Amiin

Alhamdulillahi robbil „alamiin.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Jakarta, 04 Januari 2013 M.

Penulis

(11)

SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI ... iii

UJI REFERENSI... ... iv

ABSTRAK... ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI... ... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 9

C. Pembatasan Masalah dan Rumusan Masalah ... 10

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 10

BAB II LANDASAN TEORI A. Pendidikan Agama Islam 1. Pengertian Pendidikan Agama Islam ... 12

2. Dasar-dasar Pendidikan Agama Islam ... 16

3. Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam ... 18

4. Tujuan Pendidikan Agama Islam ... 19

5. Materi Pendidikan Agama Islam ... 21

B. Pendidikan Karakter 1. Pengertian Pendidikan Karakter ... 21

2. Ruang Lingkup Pendidikan Karakter ... 24

3. Tujuan Pendidikan Karakter ... 25

4. Prinsip Pendidikan Karakter ... 26

5. Metode Pendidikan Karakter... 30

6. Landasan Pedagogis Pendidikan Karakter ... 32

(12)

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 38

B. Setting Penelitian ... 39

C. Metode Penelitian... 44

D. Prosedur Pengumpulan Data dan Pengolahan Data ... 44

E. Pemeriksaan Keabsahan Data ... 48

F. Analisis Data ... 48

BAB VI HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Data ... 51

1. Deskripsi Sekolah ... 51

2. Deskripsi Guru ... 52

3. Deskripsi Siswa ... 52

B. Pembahasan ... 53

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 68

B. Implikasi ... 69

C. Saran... ... 69

DAFTAR PUSTAKA

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan karakter akhir-akhir ini semakin banyak diperbincangkan di

tengah-tengah masyarakat Indonesia, terutama oleh kalangan akademisi. Sikap

dan perilaku masyarakat dan bangsa Indonesia sekarang cenderung mengabaikan

nilai-nilai luhur yang sudah lama dijunjung tinggi dan mengakar dalam sikap dan

perilaku sehari-hari.Nilai-nilai karakter mulia, seperti kejujuran, kesantunan,

kebersamaan, dan religius,sedikit demi sedikit mulai tergerus oleh budaya asing

yang cenderung hedonistik, materialistik, dan individualistik, sehingga nilai-nilai

karakter tersebut tidak lagidianggap penting jika bertentangan dengan tujuan yang

ingin diperoleh.1

Membangun karakter bangsa membutuhkan waktu yang lama dan harus

dilakukan secara berkesinambungan. Karakter yang melekat pada bangsa kita

akhir-akhir ini bukan begitu saja terjadi secara tiba-tiba, tetapi sudah melalui

proses yang panjang. Potret kekerasan, kebrutalan, dan ketidakjujuran anak-anak

bangsa yang ditampilkan oleh media baik cetak maupun elektronik sekarang ini

sudah melewati proses panjang. Budaya seperti itu tidak hanya melanda rakyat

umum yang kurang pendidikan, tetapi sudah sampai pada masyarakat yang

terdidik, seperti pelajar dan mahasiswa, bahkan juga melanda para elite bangsa

ini.

1

(14)

Membicarakan karakter merupakan hal yang sangat penting dan mendasar.

Karakter adalah mustika hidup yang membedakan manusia dengan makhluk

lainnya. Orang-orang yang berkarakter kuat dan baik secara individual maupun

sosial ialah mereka yang memiliki akhlak, moral, dan budi pekerti yang baik.

Mengingat begitu urgennya karakter, maka insititusi pendidikan memiliki

tanggung jawab untuk menanamkannya melalui proses pembelajaran.2

Sampai saat ini bangsa Indonesia masih dihadapkan dengan sejumlah

permasalahan, khususnya permasalahan yang berkaitan dengan moral. Kita sering

mendengar dan melihat dari pemberitaan baik lewat media elektronik seperti

televisi dan radio ataupun internet juga surat kabar, dimana terdapat banyak

kejadian yang semestinya akan mengusik para pendidik, seperti halnya kasus

korupsi, kolusi dan nepotisme di semua lapisan jabatan, perkelahian antar pelajar,

penyalahgunaan penggunaan narkoba.

Dan tentu juga masih ada deretan panjang persoalan pendidikan lainnya

dari bangsa ini yang belum dapat mencapai tujuan Pendidikan Nasional. Dimana

dalam Pasal Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa

“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta

peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan

bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi

manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak

mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang

demokratis serta bertanggung jawab”. Oleh karena itu, rumusan tujuan pendidikan

nasional menjadi rujukan dalam pengembangan pendidikan dan karakter bangsa.

Karakter yang mulia akan menjadikan mengangkat status derajat yang

tinggi dan mulia bagi dirinya. Kemuliaan seseorang terletak pada karakternya.

Karakter begitu penting karena dengan karakter yang baik membuat kita tahan

tabah menghadapi cobaan, dan dapat menjalani hidup dengan sempurna.3

Islam adalah agama Rahmatan lil Alamin (rahmat bagi semesta alam), rahmatnya meliputi seluruh alam ini tidak terkecuali kepada manusia, sebagai

2

Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter, (Jakarta: Kencana, 2011), Cet. I, h. 1 3

(15)

seorang khalifah4 yang diberi kelebihan akal, maka harus mampu memberi sentuhan kasih sayang dan pemeliharaan itu kepada alam sekitar, sebuah konsepsi

yang diberikan Tuhan kepada manusia sebagai umat-Nya.

Seorang Muslim sejati harus mampu menciptakan kedamaian dalam

seluruh aspek kehidupan, baik dalam skala yang kecil sebagai individu ataupun

dalam skala yang besar yakni dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan

bernegara. Hal ini dapat dilihat dari hadis nabi Muhammad saw yang

diriwayatkan dengan berbagai redaksinya:

إ

قاْخأا مراكم مِمتأل تْثعبامَّ

Sesungguhnya aku diutus (kepada manusia) untuk menyempurnakan akhlak mulia”5

Character itu sama dengan akhlak dalam pandangan Islam. Akhlak dalam

pandangan Islam ialah kepribadian. Kepribadian itu komponennya tiga yaitu tahu

(pengetahuan), sikap, dan perilaku. Yang dimaksud dengan kepribadian utuh ialah

bila pengetahuan sama dengan sikap dan sama dengan perilaku. Kepribadian

pecah ialah bila pengetahuan sama dengan sikap tetapi tidak sama dengan

perilakunya atau pengetahuan tidak sama dengan sikap, tidak sama dengan

perilaku. Dia tahu jujur itu baik, dia siap menjadi orang jujur, tetapi perilakunya

sering tidak jujur, ini contoh kepribadian pecah (Split Personality).6

Kita sering mendengar ungkapan yang mengatakan bahwa mengajarkan

anak-anak kecil ibaratnya seperti menulis di atas batu yang akan terbekas sampai

usia tua, sedangkan mengajarkan pada orang dewasa diibaratkan seperti menulis

di atas air yang akan cepat sirna dan tidak membekas.7

4

Dalam bahasa arab seorang pemimpin disebut khalifah. Kala khalifah dalam kamus bahasa al-Qur’an 2: 30 kata khalifah diartikan bahwa manusia diciptakan telah mepunyai kemampuan memimpin, pewaris atau pengganti. Ibnu Khaldun dalam kitab Muqadimmah, bahwa manusia mempunyai kecenderungan alami untuk mempin karena mereka diciptakan sebagai khalifah.

5

Hadis ini diriwayatkan oleh Malik dalam Kitab al-Muwatta’, secara muttasil dari Abu Hurairah dan lain-lainnya, juga diriwayatkan oleh Ahmad dengan sanad shahih secara marfu’, dan diriwayatkan dari al-Tabrani dalam kitab al-Awsath dengan sanad dha’if akan tetapi dengan makna yang shahih, dan diriwayatkan juga oleh al-Daylami dengan sanad hasan.(Maktabah al-Syamilah)

6

Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Karakter Persfektif Islam, (Bandung: PT Remaja rosdakarya, 2011), h. iv

7

(16)

Ungkapan itu tidak dapat diremehkan begitu saja karena karakter yang

berkualitas perlu dibentuk dan dibina sejak usia dini. Usia dini merupakan masa

kritis bagi pembentukan karakter seseorang. Banyak pakar pendidikan

mengatakan bahwa kegagalan penanaman karakter sejak dini akan membentuk

pribadi yang bermasalah di masa dewasanya kelak.8

Membangun karakter bangsa membutuhkan waktu yang lama dan harus

dilakukan secara berkesinambungan. Karakter yang melekat pada bangsa kita

akhir-akhir ini bukan begitu saja terjadi secara tiba-tiba, tetapi sudah melalui

proses yang panjang. Potret kekerasan, kebrutalan, dan ketidakjujuran anak-anak

bangsa yang ditampilkan oleh media baik cetak maupun elektronik sekarang ini

sudah melewati proses panjang. Budaya seperti itu tidak hanya melanda rakyat

umum yang kurang pendidikan, tetapi sudah sampai pada masyarakat yang

terdidik, seperti pelajar dan mahasiswa, bahkan juga melanda para elite bangsa

ini.

Pendidikan yang merupakan agent of change harus mampu melakukan perbaikan karakter bangsa kita. Karena itu, pendidikan kita perlu direkonstruksi

ulang agar dapat menghasilkan lulusan yang lebih berkualitas dan siap

menghadapi “dunia” masa depan yang penuh dengan problema dan tantangan

serta dapat menghasilkan lulusan yang memiliki karakter mulia. Dengan kata lain,

pendidikan harus mampu mengemban misi pembentukan karakter (character building) sehingga para peserta didik dan para lulusannya dapat berpartisipasi dalam mengisi pembangunan di masa-masa mendatang tanpa meninggalkan

nilai-nilai karakter mulia.9

Dampak globalisasi yang terjadi saat ini membawa masyarakat indonesia

melupakan pendidikan karakter bangsa. Padahal, pendidikan karakter merupakan

suatu pondasi bangsa yang sangat penting dan perlu ditanamkan sejak dini kepada

anak-anak.10

8

http://gudangmakalah.blogspot.com/2010/12/skripsi-pengaruh pelaksanaan pendidikan. html, diakses pada 03 juli 2012

9

Doni Koesoema A, Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di ZamanGlobal. (Jakarta: Grasindo, 2007). Cet. I.

10

(17)

Salah satu upaya untuk mewujudkan pendidikan karakter, para peserta

didik (siswa dan mahasiswa) harus dibekali dengan pendidikan khusus yang

membawa misi pokok dalam pembinaan karakter mulia. Pendidikan seperti ini

dapat memberi arah kepada para peserta didik setelah menerima berbagai ilmu

maupun pengetahuan dalam bidang studi (jurusan) masing-masing, sehingga

mereka dapat mengamalkannya di tengah-tengah masyarakat dengan tetap

berpatokan pada nilai-nilai kebenaran dan kebaikan yang universal.

Penguatan pendidikan karakter dalam konteks sekarang sangat relevan

untuk mengatasi krisis moral yang sedang terjadi di negara kita. Diakui atau tidak

diakui saat ini terjadi krisis yang nyata dan mengkhawatirkan dalam masyarakat

dengan melibatkan milik kita yang paling berharga, yaitu anak-anak. Krisis itu

antara lain berupa meningkatnya pergaulan seks bebas.11

Maraknya angka kekerasan anak-anak dan remaja, kejahatan terhadap

teman, pencurian remaja, kebiasan menyontek, dan penyalahgunaan obat-obatan,

pornografi, pemerkosaan, perampasan, dan perusakan milik orang lain sudah

menjadi masalah sosial yang hingga saat ini belum diatasi secara tuntas. Perilaku

remaja kita juga diwarnai dengan gemar menyontek, kebiasaan bullying disekolah, dan tawuran. Akibat yang ditimbulkan cukup serius dan tidak dapat lagi dianggap

sebagai suatu persoalan sederhana karena tindakkan ini telah menjurus kepada

tindakkan kriminal. Perilaku orang dewasa juga setali tiga uang, senang dengan

konflik dan kekerasan atau tawuran, perilaku korupsi yang merajalela, dan

perselingkuhan.12

11

Menurut Kepala BKKBN, Sugiri Syarif, data Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) pada 2010, menunjukkan 51 persen remaja di Jabodetabek telah melakukan telah melakukan seks pra nikah. Artinya dari 100 persen remaja. Misalnya saja disurabaya tercatat 54 persen, di Bandung 47 Persen, dan 5 persen di Medan. Dari kaus perzinaan yang dilakukan para remaja putri tersebut, yang paling dahsyat terjadi di Yogyakarta. Pihaknya menemukan dari hasil penelitian di Yogya kurun waktu 2010 setidaknya tercatat sebanyak 37 persen dari 1.160 mahaiswi di Kota Gudeg ini menerima gar MBA (MarriagebyAccident) alias menikah akibat hamil maupun

kehamilan di luar nikah. Didit Tri Kertapati, “Kepala BKKBN: 51 dari 100 remaja di Jabodetabek

sudah Tak Perawan” dalam detiknews.com, dipublikasikan pada Minggu, 28/11/2010, http://www.detiknews.com/read/2010/11/28/094930/150 4117/10/kepala-bkkbn-51-dari-100-remaja-di-jabodetabek-sudah-tak-perawan.

12

(18)

Kondisi krisis13 dan dekadensi moral ini menandakan bahwa seluruh pengetahuan agama dan moral yang didapatkannya di bangku sekolah ternyata

tidak berdampak terhadap perubahan perilaku manusia Indonesia. Bahkan yang

terlihat adalah begitu banyaknya manusia Indonesia yang tidak konsisten, lain

yang dibicrakan, dan lain pula tindakannya.

Situasi dan kondisi karakter bangsa yang sedang memprihatinkan telah

mendorong pemerintah untuk mengambil inisiatif untuk memprioritaskan

pembangunan karakter bangsa. Pembangunan karakter bangsa dijadikan arus

utama pembangunan nasional. Hal ini mengandung arti bahwa setiap upaya

pembangunan harus selalu diupayakan untuk memberi dampak positif terhadap

pengembangan karakter.14

Banyak orang yang berpandangan bahwa kondisi demikian diduga berawal

dari apa yang dihasilkan oleh dunia pendidikan demoralisasi terjadi karena proses

pembelajaran cenderung mengajarkan pendidikan moral dan budi pekerti sebatas

teks dan kurang memeprsiapkan siswa untuk menyikapi dan menghadapi

kehidupan yang kontradiktif. Pendidikanlah yang sesungguhnya paling besar

memberikan kontribusi terhadap situasi ini. Dalam konteks pendidikan formal di

sekolah, bisa salah satu jadi penyebabnya karena pendidikan di Indonesia lebih

menitikberatkan pada pengembangan intelektual atau kognitif semata, sedangkan

aspek soft skils atau non akademik sebagai unsur utama pendidikan karakter belum diperhatikan secara optimal bahkan cenderung diabaikan.15

Bahkan merujuk hasil penelitian Afiyah, dkk. (2003), materi yang

diajarkan oleh pedidikan agama termasuk di dalamnya bahan ajar akhlak,

cenderung terfokus pada pengayaan pengetahuan (kognitif), sedangkan

pembentukkan sikap (afektif), dan pembiasaan (psikomotorik) sangat minim.

Pembelajaran pendidikan agama lebih didominasi oleh transfer ilmu pengetahuan

agama dan lebih banyak bersifat hafalan tekstual, sehingga kurang

13

Menurut tinjauan ESQ, tujuh krisis moral yang terjadi ditengah tengah masyarakat Indonesia antara lain krisis kejujuran, krisis tanggung jawab, tidak berfikir jauh kedepan, krisis disiplin, krisis kebersamaan dan krisis keadilan. Darmiyati Zuhdi, Pendidikan Karakter (Yogyakarta: UNY Press, 2009), h.39-40

14

Zubaedi,op.cit., h.7 15

(19)

menyentuhaspek sosial mengenai ajaran hidup yang toleran dalam bermasyarakat

dan berbangsa.16

Kekhawatiran terbesar kita ialah tindakkan kekerasan yang dilakukan

anak-anak muda, dan itu sudah merupakan keadaan gawat yang perlu segera

diatasi. Kajian-kajian ilmiah tentang perilaku tidak terpuji (amoral) yang

dilakukan siswa dalam dunia pendidikan di Indonesia sangat terbatas. Namun di

Negara-Negara maju seperti di Amerika sudah sangat berkembang, survei

nasional yang dilakukan oleh The Ethics of American Youth, dari Josephson Institute of Ethics (2006), diketahui bahwa perilaku siswa dalam jangka waktu 12 bulan, yaitu:

a) 82% mengakui bahwa mereka berbohong kepada orang tua.

b) 62% mengakui bahwa mereka berbohong kepada seorang guru tentang sesuatu yang signifikan.

c) 33% menjiplak tugas dari internet.

d) 60% menipu selama pelaksaan ujian di sekolah.

e) 23% mencuri sesuatu dari orang tua atau kerabat lainnya. f) 19% mencuri sesuatu dari seseorang teman.

g) 28% mencuri sesuatu dari tokoh.17

Indikator lain yang mengkhawatirkan juga terlihat pada sikap kasar

anak-anak yang lebih kecil, mereka semakin kurang hormat terhadap orang tua, guru,

dan sosok-sosok lain yang berwenang kebiadaban yang meningkat, kekerasan

yang bertambah, kecurangan yang meluas, dan kebohongan yang semakin lumrah.

Peristiwa ini sangat mencemaskan dan masyarakat pun waspada. Sebagian orang tua mulai mengirim anaknya kesekolah khusus, sementara sebagian lain mendidik

anaknya dirumah.18

Pendidikan karakter di Indonesia dirasakan amat perlu pengembangannya

bila mengingat makin meningkatnya tawuran-tawuran antar pelajar, serta

bentuk-bentuk kenakalan remaja lainnya terutama dikota-kota besar, pemerasan atau

kekerasan (bullying), kecenderungan dominasi senior terhadap yunior, fenomena suporter bonek, penggunaan narkoba, dan lain lain. Bahkan yang paling

memprihatinkan, keinginan untuk membangun sifat jujur pada anak-anak melalui

16

Ibid., .h.3 17

Ibid., h.4 18

(20)

Kantin Kejujuran di sejumlah sekolah, banyak yang gagal, banyak Kantin

Kejujuran yang bangkrut karena belum bangkitnya sikap jujur pada anak-anak.

Sementara itu informasi dari Badan Narkotika menyatakan 3,6 juta pecandu

narkoba di Indonesia (Tempo Interaktif, 27/8/2009).19

Ilmu pengetahuan yang didapatkan disekolah belum tentu dapat diterapkan

dan diaplikasikan oleh seorang anak. Dalam hal perilaku seoran anak tidak akan

lepas dari pendidikan agama yang sedari kecil diajarkan oleh orang tua agar

seorang anak memahami bahwaanya segala macam perbuatan akan dipertanggung

jawabkan di akhirat sebagaimana dijelaskan Allah dala Al-Quran:

















“...Dan Sesungguhnya kamu akan ditanya tentang apa yang telah kamu kerjakan”. (Q.S: an-Nahl [16: 93]).

Maka dari itu pendidikan agama Islam yang diajarkan di sekolah

dibutuhkan untuk menanamkan pemahaman pada anak, bahwasanya segala bentuk

perilaku baik itu yang terpuji ataupun tercela akan menjadi tanggungan seiap

manusia di akhirat.20

Pendidikan Agama Islam sebagai mata pelajaran, memiliki peranan dan

cita-cita luhur untuk membentuk manusia yang mengenal, memahami,

menghayati hingga mengimani, bertakwa dan berakhlak mulia dalam

mengamalkan ajaran Islam dari sumber utamanya yaitu Al-Quran dan Hadits,

melalui kegiatan bimbingan dan pengajaran, latihan serta penggunaan

pengalaman. Dibarengi dengan tuntutan untuk menghormati pemeluk agama lain

dalam hubungannya dengan kerukunan umat beragama dalam masyarakat

sehingga terwujud persatuan dan kesatuan bangsa.

Pendidikan Islam juga memiliki keunikan dan khasnya sendiri sesuai

dengan visi dan misinya. Adapun visi dari Pendidikan Agama Islam adalah

terwujudnya manusia yang bertaqwa, berakhlak mulia, berkepribadian, berilmu,

19

Muchlas Samani dan Hariyanto, Konsep dan Model Pendidikan Karakter, (Bandung, PT Remaja Rosdakarya, 2011), h. 2

20

(21)

terampil dan mampu mengaktualisasikan diri dalam kehidupan bermasyarakat.

Sedangkan misinya adalah menciptakan lembaga yang Islami dan berkualitas,

menjabarkan kurikulum yang mampu memahami kebutuhan anak didik dan

masyarakat, menyediakan tenaga kependidikan yang profesional dan memiliki

kompotensi dalam bidangnya dan menyelenggarakan proses pembelajaran yang

menghasilkan lulusan yang berprestasi.21

Demi tujuan pembentukan karakter,22 maka pendidikan sebenarnya masih dianggap sebagai instrumen penting. Sebab, pendidikan sampai sekarang masih

diyakini mempunyai peran besar dalam membentuk karakter individu-individu

yang dididiknya, dan mampu menjadi sarana pembentukan sikap bagi generasi

muda penerus bangsa.

Di samping itu, pendidikan merupakan proses perubahan sikap dan tata

laku seorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui

pengajaran dan pelatihan. Dalam pengertian agak luas, pendidikan dapat diartikan

sebagai suatu proses dengan metode-metode tertentu sehingga orang memperoleh

pengetahuan pemahaman dan cara bertingkah laku yang sesuai dengan

kebutuhan.23

B. Identifikasi Masalah

1. Siswa Kurang menjalankan nilai-nilai keagamaan.

2. Siswa kurang menunjukkan perilaku sopan santun.

3. Siswa kurang berlaku jujur.

21

Artikel ditulis Drs. Z. Arifin Nurdin, Gagasan dan Rancangan Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural di Sekolah Agama dan Madrasah, www.pendidikan networking, dodownload tanggal 5 Januari 2009.

22

Marvin Berkowitz dari University of Missouri St. Louis, menunjukkan peningkatan motivasi siswa sekolah dalam meraih prestasi akademik pada sekolah-sekolah yang menerapkan pendidikan karakter, kelas-kelas yang secara komprehensif terlibat dalam pendidikan karakter menunjukkan laporan yang diterbitkan National Assosiation of School Psychologist sebanyak 22 persen anak-anak kelas 4-8 di Amerika Serikat mengalami kesulitan belajar karena adanya perilaku saling mengejek (bullying) antar kawan di sekolah. Dengan adanya pendidikan karakter di sekolah dapat menurunkan perilaku saling mengejek di sekolah, dan juga menurunkan terjadinya konflik antar pelajar, sehingga suasana belajar semakin nyaman, dan akhirnya dapat meningkatkan prestasi akademik.

23

(22)

4. Siswa kurang menunjukkan disiplin.

5. Siswa kurang mempunyai rasa tanggung jawab.

6. Siswa kurang memiliki rasa toleransi.

7. Proses pembelajaran

8. Keteladanan guru.

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Mengingat luasnya bidang garapan, maka untuk lebih memperjelas dan

memberi arah yang tepat dalam penulisan skripsi ini, maka disini perlu adanya

pembatasan masalah dalam pembahasannya, maka penulis membatasi

permasalahan dalam penulisan skripsi ini sebagai berikut:“Implementasi

Pendidikan Agama Islam Berbasis Karakter yang meliputi Religius, Jujur,

Tanggung Jawab, Toleransi, Disiplin, Peduli Lingkungan, Gemar Membacadi

MTs Pembangunan UIN Jakarta”.

Adapun rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai

berikut:”Bagaimana Implementasi Pendidikan Agama Islam Berbasis Karakter

Meliputi Religius, Jujur, Tanggung Jawab, Toleransi, Disiplin, Peduli

Lingkungan, Gemar Membaca di MTs Pembangunan UIN Jakarta”?

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan peneliti dalam wacana Pendidikan Agama

Islam berbasis karakter adalah, meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil

pendidikan yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak

mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai standar kompetensi

lulusan. Melalui pendidikan karakter diharapkan peserta didik mampu secara

mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan

menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak mulia

sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari.

Dari hasil penelitian diharapkan dapat memberi kegunaan baik secara teoritis

(23)

1. Bagi penulis, untuk menambah wawasan serta pengalaman penulis mengenai

penelitian ini, baik dalam merencanakan ataupun melaksanakan penelitian.

2. Bagi guru, untuk mengetahui bagaimana penerepan Pendidikan Agama Islam

Berbasis Karakter di MP UIN Jakarta

3. Bagi Universitas, menambah khazanah ilmiah di kalangan akademis

diharapkan menjadi sumbangsih gagasan dan sebuah tawaran solusi terhadap

tantangan globalisasi serta dapat dipraktekkan dalam pengembangan

Pendidikan Agama Islam ke depan.

4. Bagi pemerintah, sebagai bahan masukan dalam rangka mensinergikan

Pendidikan Agama yang selama ini terabaikan, padahal PAI, memiliki

peranan yang besar dalam membentuk kualitas pendidikan yang lebih baik.

Kegunaan secara akademis adalah untuk memberikan sumber informasi

dan sumber referensi untuk bahan bacaan yang bermanfaat bagi mahasiswa atau

instansi serta dapat digunakan sebagai rujukan umtuk penelitian yang akan datang.

Sedangkan kegunaanpenelitian secara terapan adalah untuk memberikan hasil dan

(24)

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Komponen Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam

1. Pengertian Pendidikan Agama Islam

Pendidikan pada dasarnya adalah suatu proses untuk menciptakan

kedewasaan pada manusia. Proses yang dilalui untuk mencapai kedewasaan

tersebut membutuhkan waktu yang lama, karena aspek yang ingin dikembangkan

bukanlah hanya kognitif semata-mata melainkan mencakup semua aspek

kehidupan, termasuk didalamnya nilai-nilai ketuhanan.1

Dalam Islam Al-Quran telah menerangkan bahwa pendidikan telah tercipta

sejak adanya makhluk (manusia) yang pertama. Hal itu dibuktikan dalam Surat

al-Baqarah ayat 31 sebagai berikut:





































































Dan Dia mengajarkan kepada Adam Nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada Para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar! (QS. Al-Baqarah [2: 31]).

1

(25)

Tidak ada satupun makhluk ciptaan Tuhan di atas bumi yang dapat

mencapai kesempurnaan/ kematangan hidup tanpa melalui suatu proses, sedang

pendidikan sendiri adalah masalah hidup dan proses kehidupan manusia2

Sebelum penulis membahas tentang pendidikan karakter, terlebih dahulu

penulis akan membahas dan memaparkan tentang pendidikan istilah pendidikan.

Pendidikan berasal dari kata “didik” yang diberi awalan “pe” dan akhiran “kan”,

mengandung arti “perbuatan” (hal, cara, dan sebagainya). Istilah pendidikan ini

semula berasal dari bahasa Yunani yaitu “Pedagogie”, yang berarti bimbingan

yang diberikan kepada anak.3 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pendidikan ialah “Proses perubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.4

Sedangkan dalam bahasa Arab, pengertian kata pendidikan sering

digunakan pada beberapa istilah, antara lain, al-Ta’lim, al-Tarbiyah dan

al-Ta’dib. Namun demikian, ketiga kata tersebut memiliki makna tersendiri dalam menunjuk pada pengertian pendidikan.

Kata ta’lim merupakan masdhar dari kata „allama yang berarti pengajaran

yang bersifat pemberian atau penyampaian pengertian, pengetahuan, dan

ketrampilan. Penunjukkan kata al-ta’lim pada pengertian pendidikan.

Adapun Kata al-Tarbiyah, merupakan masdhar dari kata rabba yang berarti mengasuh, mendidik, memelihara.5Sedangkan kata al-Ta’dib, merupakan masdhar dari kata addaba, yang dapat diartikan kepada proses mendidik yang lebih tertuju pada pembinanaan dan penyempurnaan akhlak atau budi pekerti

peserta didik.6

Didalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional dijelaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan

terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar

2

M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bina Aksara, 1987), h.10 3

Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta, Kalam Mulia, 2002 ), h. 13 4

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta, Balai Pustaka, 1994), Edisi Kedua, h. 232

5

Ibid., h. 87 6

(26)

peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak

mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan

Negara.7

Ahmad D. Marimba mengatakan bahwa pendidikan adalah bimbingan atau

pimpinan yang dilakukan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan

jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.8 Menurut Abudin Nata dalam bukunya filsafat pendidikan Islam I, bahwa Ki Hajar Dewantara mendefinisikan pendidikan adalah usaha yang dilakukan dengan penuh keinsyafan yang ditujukan untuk keselamatan dan kebahagiaan manusia. Pendidikan tidak hanya bersifat pelaku pembangunan tetapi sering merupakan perjuangan pula. pendidikan berarti memelihara hidup tumbuh ke arah kemajuan, tidak boleh melanjutkan keadaan kemarin menurut alam kemarin. Sehingga pendidikan adalah usaha kebudayaan, berasas peradaban, yakni memajukan hidup agar mempertinggi derajat manusia.9

William Mc Guecken, S.J. seorang tokoh pendidikan Khatolik berpendapat

bahwa pendidikan diartikan oleh ahli skolastik, sebagai suatu perkembangan dan

kelengkapan dari kemampuan-kemampuan manusia, baik moral, intelektual,

maupun jasmananiah yang diorganisasikan, dengan atau untuk kepentingan

individual atau sosial dan diarahkan kepada kegiatan kegiatan yang baru bersatu

dengan penciptanya sebagai tujuan akhir.10

Dengan demikian pendidikan berarti, segala usaha orang dewasa baik

sadar dalam pergaulan dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan menuju terciptanya kehidupan yang

lebih baik.

Sedangkan pendidikan Islam adalah suatu proses pengembangan potensi

kreatifitas peserta didik, bertujuan untuk mewujudkan manusia yang beriman dan

bertkwa kepada Allah Swt,cerdas, terampil dan memiliki etos kerja yang tinggi,

berbudi pekerti luhur mandiri dan bertanggung jawab terhadap dirinya, bangsa

7

Ramayulis, op.cit., h. 13 8

Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002) Cet. XI, H. 13. 9

Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam I, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), Cet. I, h. 9

10

(27)

dan negara serta agama. Proses itu sendiri sudah berlangsung sepanjang sejarah

kehidupan.11

Menurut Ahmad Marimba, Pendidikan Agama Islam adalah bimbingan

jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju kepada

terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam.12

Sedangkan menurut zakiah Darajat, pendidikan Agama Islam adalah

pendidikan dengan melalui ajaran-ajaran agama Islam, yaitu berupa bimbingan

dan asuhan terhadap anak didik agar nantinya setelah selesai dari pendidikan ia

dapat memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran agama Islam yang

telah diyakini secara menyeluruh, serta menjadikan ajaran agama Islam yang telah

diyakininya secara menyeluruh, serta menjadikan ajaran Islam itu sebagai suatu

pandangan hidupnya demi keselmatan dan kesejahteraan dunia dan di akhirat

kelak.13

Beni Ahmad Saebani, mengatakan bahwa kata “Islam” merupakan kata kunci yang berfungsi sebagai sifat, penegas, dan memberi ciri kas pada kata

pendidikan. Dengan demikian, pengertian pendidikan Islam berarti pendidikan yang secara khas memiliki ciri Islami, yang dengan ciri itu, maka membedakan

dirinya dengan model pendidikan lainnya.14

Menurut Hamdani Ihsan dan Fuad Ihsan dalam bukunya Filsafat

Pendidikan Islam, bahwa Drs. Marimba mendefenisikan Pendidikan Islam adalah

bimbingan jasmani, rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju

terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam. Dengan

pengertian lain seringkali beliau mengatakan kepribadian utama tersebut dengan

istilah kepribadian muslim. Yakni kerpibadian yang memiliki nilai-nilai agama

11

Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, ( Jakarta, Ciputat Pers, 2002), cet 1, h. 3

12

Ibid, h.4 13

Zakiah Darajat, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), Cet, II, h. 86 14

(28)

Islam, memilih dan memutuskan serta berbuat berdasarkan nilai-nilai Islam, dan

bertanggung jawab sesuai nilai-nilai Islam.15

2. Dasar-dasar Pendidikan Agama Islam

Sebagai aktifitas yang bergerak dalam proses pembinaan kepribadian

muslim, maka Pendidikan Islam memerlukan sebuah dasar yang dijadikan

landasan kerja. Dengan dasar tersebut ia akan memberikan arah bagi pelaksanaan

pendidikan yang telah diprogramkan. Dalam konteks ini dasar yang menjadi

acuan Pendidikan Islam hendaknya merupakan sumber nilai kebenaran dan

kekuatan yang dapat menghantarkan peserta didik ke arah pencapaian pendidikan.

Pendidikan Islam, baik sebagai konsep maupun sebagai aktivitas yang

bergerak dalam rangka pembinaan kepribadian yang utuh, paripurna atau syumul memerlukan suatu dasar yang kokoh, dalam artian kajian tentang Pendidikan

Islam tidak boleh lepas dari landasan yang terkait dengan sumber ajaran Islam itu

sendiri.

Landasan dasar Pendidikan Islam utamanya terdiri atas empat macam,

yaitu:

a. Al-Qur’an

Al-Qur’an sebagai kitab undang-undang, hujjah dan petunjuk. Di

dalamnya mengandung banyak hal menyangkut segenap kehidupan

manusia termasuk pendidikan16, sebagaimana surat an-Nahl ayat 89:













“Dan Kami turunkan kepadamu Al kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi

orang-orang yang berserah diri”. (QS. An-Nahl [16: 89]).

15

Hamdani Ihsan dan Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung, Pustaka Setia, 2001), cet ke 2, h. 15.

16

(29)

b. As-Sunnah

Dasar kedua pendidikan Islam adalah As-Sunnah. JumhurMuhadditsin

ngartikan Sunnah ialah sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad

Saw, baik berupa perkataan, perbuatan, pernyataan (taqrir) dan

sebagainya.17

Nabi mengajarkan dan mempraktekkan sikap dan amala baik kepada Nabi

istri dan sahabatnya, dan seterusnya mereka mempraktekkan pula seperti

yang dipraktekkan pula seperti yang dipraktekkan oleh Nabi dan

mengajarkan pula kepada orang lain. Perkataan atau perbuatan dan

ketetapan Nabi inilah yang disebut hadits atau sunnah.18

Kalau Al-Quran dan As-Sunnah dijadikan dasar. Maka pendidikan Islam

merupakan wujud bangunan yang kokoh dan berakar kuat yang kemudian

akan mewarnai cork ke-Islaman dalam berbagai aspek kehidupan.

Rasulullah Saw bersabda:

Setiap bayi yang dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci) maka kedua

orang tualah yang menjadikannya yahudi, nasrani atau majusi”. (HR. Muslim).19

c. Ijtihad

Ijtihad adalah itilah para fuqoha, yaitu berpikir dengan menggunakan

seluruh ilmu yang dimiliki oleh ilmuan syariat Ilam untuk menetapkan/

menentukan sesuatu hukum Syariat Islam dalam hal-hal yan ternyata

belum ditegaskan hukumnya oleh Al-Quran dan Sunnah. Ijtihad dalam hal

ini dapat juga meliputi seluruh aspek kehidupan termasuk aspek

pendidikan, tetapi tetap berpedoman pada Al-Quran dan Sunnah. Namun

demikian ijtihad harus mengikuti kaidah-kaidah yang diatur oleh para

17

Fatchur Rahman, Ikhtisar Musthalahu’l Hadits, (Bandung: Alma’arif, 1974), h.20 18

Ramayulis, op.cit., h.56 19

(30)

mujtahid tidak boleh bertentangan dengan isi al-Quran dan sunnah

tersebut.20

3. Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam

Ruang lingkup Pendidikan Agama Islam maliputi keserasian, keselarasan

dan keseimbangan antara lain sebagai berikut:

a. Hubungan manusia dengan Allah Swt

Hubungan manusia dengan Allah merupakan hubungan vertical antara

makhluk dengan khalik, menempati prioritas utama dalam pendidikan

agama Islam.

b. Hubungan manusia dengan sesama manusia

Hubungan dengan sesamanya merupakan hubungan horizontal anatara

manusia dengan manusia dalam kehidupan kesehariannya

c. Hubungan manusia dengan alam

Aspek hubungan manusia dengan alam sekurang-kurangnya memiliki tiga

arti bagi kehidupan anak didik, yaitu:

1) Mendorong anak didik mengenal dan memahami alam, sehingga ia menyadari kedudukannya sebagai manusia yang memiliki akal dan berbagai kemampuan untuk mengambil sebanyak-banyaknya dari alam sekitar. Dari pengenalan itu akan tumuh rasa cinta akan alam yang melahirkan kekaguman yang baik karena keindahan, kekuatan maupun bentuk keanekaragaman kehidupan yang terdapat di dalamnya

2) Pengenalan, pemahaman dan cinta alam ini mendorong anak melakukan penelitian dan ekrperimen dalam mengeksplorasi alam, sehingga menyadarkan dirinya akan sunnatullah dan kemampuan menciptakan suatu bentuk baru dan bahan-bahan yang ada di sekitarnya.21

Adapun ruang lingkup bahan pelajaran Pendidikan Agama Islam meliputi

lima unsur pokok, yaitu:Al-Qur’an, Aqidah, Syari’ah, Akhlak, dan Tarikh.

Adapun pada tingkat Sekolah Dasar (SD) penekanan diberikan kepada

empat unsur pokok yaitu: Keimanan, Ibadah, Al-Qur’an. sedangkan pada

Sekolah Lenjut Tingkat Pertama (SLTP) dan Sekolah Menengah Atas

20

Zakiah Darajat, Metodik Khusus Pendidikan Agama Ilam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), h. 91-92

21

(31)

(SMA) disamping keempat unsur pokok di atas maka unsur pokok syari’ah semakin dikembangkan. Unsur pokok Tarikh diberikan secara seimbang

pada setiap satuan pendidikan.22

4. Tujuan Pendidikan Agama Islam

Segala usaha yang dilakukan tentu mempunyai tujuan, sebab tujuan

merupakan salah satu yang diharapkan setelah usaha atau kegiatan selsesai

dilakukan. Tujuan merupakan faktor yang penting dalam suatu kegiatan atau

usaha. Demikian pula dengan proses pendidikan, tanpa adanya tujuan akan

menimbulkan ketidaktentuan dalam prosesnya.

Pendidikan agama Islam adalah bagian integral daro pendidikan nasional.

Tujuan Pendidikan Nasional yang tercantum dalam Undang-Undang Sistem

Pendidikan Nasional adalah No.20 Tahun 2003 sebagai berikut:

“Pendidikan Nasional bertujuan berkemangnya potensi peserta didik agar

menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,

berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga

negara yang deokratis serta bertanggung jawab”.23

Adapun tujuan Pendidikan Islam, dikatakan oleh Zakiah Daradjat dalam

buku Ilmu Pendidikan Islam II, yaitu kepribadian seseorang yang membuatnya menjadi insane kamil dengan pola takwa, Insan kamil artinya manusia utuh rohani

dan jasmani, dapat hidup dan berkembang secara wajar dan normal karena

taqwanya kepada Allah swt. Ini mengandung arti bahwa pendidikan Islam itu

diharapkan menghasilkan manusia yang berguna bagi dirinya dan masyarakatnya

serta senang dan gemar mengamalkan dan mengembangkan ajaran Islam dalam

berhubungan dengan Allah dan dengan sesamanya, dapat mengambil manfaat

yang semakin meningkat dari alam semesta ini untuk kepentingan hidup di dunia

kini dan di akhirat nanti.24

22

Rumayulis, Metedologi Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2005), Cet.4,h. 22-23

23

Departmen Pendidikan Nasional, Undang-Undang Republik Indonesia No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

24

(32)

Sedangkan Zuhairani Mengatakan bahwa tujuan umum pendidikan agama

(Islam) adalah membimbing anak agar mereka menjadi seorang muslim sejati,

beriman teguh, beramal shaleh serta berakhlak mulia dan berguna bagi

masyarakat.25

Tujuan Pendidikan Madrasah Pembangunan UIN jakarta adalah sebagai

berikut :

a. Terselenggaranya pendidikan dasar dan menengah yang akan melahirkan lulusan beriman dan bertaqwa serta memiliki kemampuan kompetitif dan keunggulan komparatif.

b. Terwujudnya peserta didik yang memiliki keseimbangan antara kekuatan jasmani dan rohani serta kepekaan dan kepedulian sosial.

c. Terwujudnya kuriklum yang memiliki kekuatan pada pembinaan keislaman, sains dan teknologi serta apresiatif terhadap kecenderungan globalisasi dengan tetap berpijak pada keribadian Indonesia dan kemampuan potensi anak.

d. Tersedianya pendidik sebagai tenaga profesional yang menguasai bidang keilmuan yang diasuhnya secara luas, mendalam dan komprehensif serta memiliki kemampuan untuk mengajarkannya (teaching skill), berkepribadian pedagogis, dan berakhlak mulia.

e. Tersedianya tenaga kependidikan profesional yang daa melaksanakan tugasnya didukung oleh ilmu pengetahuan yang relevan, memiliki etos kerja, loyalitas, dan dedikasi yang tinggi yang dilandasi akhlak mulia.

f. Tersedianya sarana dan prasarana dan fasilitas sumber belajar yang dapat memberikan kesepatan kepada para peserta didik untuk dapat belajar seluas-luasnya, sehingga madrasah benar-benar berfungsi sebagai pusat pembelajaran. g. Terwujudnya peserta didik yang mendiri yang mampu melakukan team work

melalui berbagai aktivitas belajar baik intra maupun ekstrakurikuler.

Dari rumusan tujuan pendidikan agama Islam yang telah dikemukakan di

atas terlihat bahwa tujuan pendidikan agama Islam mempunyai cakupan yang lebi

luas, yang pada akhirnya bertumpu pada penyerahan diri secara total hanya

kepada Allah SWT dan terbentuknya kepribadian yang dilandasi oleh nilai-nilai

islam yang disebut kepribadian muslim atau terbentuknya insan kamil sebagi

tujuan akhir dari pendidikan Agama Islam.

25

(33)

5. Materi Agama Islam

Materi pendidikan agama Islam pada sekolah dasar, sekolah lanjutan

tingkat pertama, sekolah lanjutan atas, merupakan bagian integral dari program

pengajaran setiap jenjang pendidikan. Sesuai dengan tujuan pendidikan Nasional,

pendidikan Agama Isam diarahkan untuk membentuk manusia Indonesia

seutuhnya.

Adapun materi pokok pendidikan Agama Islam dapat diklasifikasikan

menjadi lima aspek kajian, yaitu:

a. Aspek Al-Quran dan Hadits

Dalam aspek ini menjelaskan beberapa ayat dalam Al-Quran dan sekaligus juga menjelaskan beberapa hukum bacaannya yang terkait dengan ilmu tajwid dan juga menjelaskan beberapa hadits Nabi Muhammad Saw.

b. Aspek keimanan atau aqidah Islam

Dalam aspek ini menjelaskan berbagai konsep keimanan yang meliputi enam rukun iman dalam Islam.

c. Aspek akhlak

Dalam aspek ini menjelaskan berbagai sifat-sifat terpuji (akhlak karimah) yang harus diikuti dan sifat-sifat tercela yang harus dijauhi.

d. Aspek hukum Islam atau Syari’ah Islam

Dalam aspek ini menjelaskan berbagai konsep keagamaan yang terkait dengan masalah ibadah dan mua’malah.

e. Aspek tarikh Islam

Dalam Aspek ini menjelaska sejarah perkembbangan (peradaban) Islam yang bisa diambil anfaatnya untuk diterapkan di masa sekarang.26

B. Komponen Pendidikan Karakter

1. Pengertian Pendidikan Karakter

Adapun kata karakter berasal dari Bahasa Latin “Karakter”, “Kharassein”, “Kharax”, dalam bahasa Inggris: character dan Indonesia “Karakter”, Yunani character, dari charassein yang berarti membuat tajam, membuat dalam. Dalam

kamus poerwadarminta, karakter diartikan sebagai tabiat, watak, sifat-sifat

kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain,

nama dari jumlah seluruh ciri pribadi yang meliputi hal-hal seperti perilaku,

26

(34)

kebiasaan, kesukaan, ketidaksukaan, kemampuan, kecenderungan, potensi,

nilai-nilai, dan pola-pola pemikiran.27

Menurut Suryanto28 karakter adalah cara berfikir dan berprilaku yang menjadi cirri khas tiap indifidu untuk hidup bekerjasama, baik dalam lingkungan

keluarga, masyarakat, bangsa dan Negara. Individu yang berkarakter baik adalah

indifidu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggung jawabkan tiap

akibat dari keputusan yang ia buat, hal ini sebagaimana dituturkan oleh Yaumi.29 Kualitas moral seseorang yang tercermin dari segala tingkah lakunya yang

mengandung unsur keberanian, ketabahan, kejujuran, dan kesetiaan, atau perilaku

dan kebiasaan yang baik. Karakter ini dapat berubah akibat pengaruh lingkungan,

oleh karena itu perlu usaha membangun karakter dan menjaganya agar tidak

terpengaruh oleh hal-hal yang menyesatkan dan menjerumuskan.

Menurut Ki Hadjar Dewantara30 karakter itu terjadi karena perkembangan dasar yang telah terkena pengaruh ajar. Yang dinamakan „dasar’ yaitu bekal hidup atau bakat anak yang berasal dari alam sebelum mereka lahir, serta sudah menjadi satu dengan kodrat kehidupan anak (biologis). Sementara kata „ajar’ diartikan segala sifat pendidikan dan pengajaran mulai anak dalam kandungan ibu hingga

akil baligh, yang dapat mewujudkan intelligible, yakni tabiat yang dipengaruhi

oleh kematangan berpikir. Jiwa anak yang baru lahir diumpamakan sehelai kertas

yang sudah ditulis dengan tulisan yang agak suram. Padahal pendidikan itu wajib

dan harus cakap menebalkan dan menerangkan tulisan-tulisan yang suram

mengenai tabiat-tabiat yang baik, sehingga tabiat yang tidak baik dapat tertutup

dan tidak terlihat karena tidak tumbuh terus.

Adapun pendidikan karakter didefenisikan oleh Hornby dan Parnwell,

1972: 49) yang mengatakan karakter adalah kualitas mental atau moral, nama atau

reputasi. Hermawan Kertajaya (2010: 3) mendefenisikan karakter adalah “Ciri

27

Abdul Majid, Pendidikan Karakter Persfektif Islam, (Bandung, PT Remaja Rosdakarya Offest, 2011), h. 11

28

Suryanto, Urgensi Pendidikan Karakter, 201,(http://waskitamandiribk.wordpress.com). Diunduh pada 19 Sepetember 2012.

29

Muhammad Yaumi, Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa melalui Transdisiplinaritas, 2012, (http://www.bharatbhasha.com /education.php/208471). Diunduh 19 September 2012

30

(35)

khas” yang dimiliki oleh suatu benda atau indifidu. Ciri khas tersebut adalah “asli” dan mengakar pada kepribadian benda atau indifidu tersebut dan merupakan

„mesin’ pendorong bagaimana seorang bertindak, bersikap, berujar, dan

merespons sesuatu.31

Selain Hornby dan Parnwell Ratna Megawangi juga Pendapat yang dikutip oleh Dharma Kesuma dkk, bahwa Pendidikan karakter adalah “sebuah usaha untuk mendidik anak-anak agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan

mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka dapat memberikan kontribusi yang positif kepada lingkungannya.” Defenisi lainnya diekmukakan oleh Fakry Gaffar yang dikutip oleh Dharma Kesuma: “Sebuah proses transformasi nilai-nilai kehidupan untuk ditumbuh kembangkan dalam kepribadian seseoran sehingga menjadi satu dalam perilaku kehidupan orang itu.” Dalam defenisi tersebut, ada tiga ide pikiran penting, yaitu: 1) proses transformasi

nilai-nilai, 2) ditumbuh kembangkan dalam keribadian, dan 3) menjadi satu dalam

perilaku.32

Untuk melengkapi pengertian tentang karakter ini akan dikemukakan juga

pengertian akhlak, moral, dan etika. Kata akhlak berasal dari bahasa Arab “al

-akhlaq” yang merupakan bentuk jamak dari kata “al-khuluq” yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabiat.33Sedangkan secara terminologis, akhlak berarti keadaan gerak jiwa yang mendorong ke arah melakukan perbuatan

dengan tidak menghajatkan pikiran. Inilah pendapat yang dikemukakan oleh Ibnu

Maskawaih. Sedang al-Ghazali mendefinisikan akhlak sebagai suatu sifat yang

tetap pada jiwa yang daripadanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah,

dengan tidak membutuhkan kepada pikiran.34 (Rahmat Djatnika, 1996: 27).

Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa karakter identik dengan

akhlak, sehingga karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang universal

31

Abdul Majid, op.cit., h.11 32

Dharma Kesuma,dkk, Pendidikan Karakter Kajian Teori dan Praktik di Sekolah, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), h.5

33Hamzah Ya’qub.

Etika Islam: Pembinaan Akhlaqulkarimah (Suatu Pengantar). (Bandung: CV Diponegoro, 1998). Cet. IV, h. 11

34

(36)

yang meliputi seluruh aktivitas manusia, baik dalam rangka berhubungan dengan

Tuhannya, dengan dirinya, dengan sesama manusia, maupun dengan

lingkungannya, yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan

perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata karma, budaya, dan adat

istiadat.

2. Ruang Lingkup Pendidikan Karakter

Pengembangan pendidikan karakter harus memiliki peruntukkan yang

jelas dalam usaha membangun moral dan karakter anak bangsa melalui kegiatan

pendidikan. Ruang lingkup pendidikan karakter berupa nilai-nilaai dasar etika dan

bentuk-bentuk karakter yang positif, selanjutnya menuntut kejelasan identifikai

karakter sebagai perwujudan perilaku bermoral. Pendidikan karakter tanpa

identifikasi karakter hanya akan menjadi sebuah perjalanan tanpa akhir,

pertualangan tanpa peta.

Indonesia Heritage Foundation35 merumuskan Sembilan karakter dasar yang menjadi tujuan pendidikan dalam pembentukan karakter, yaitu: 1) cinta

kepada Allah dan semesta beserta isinya, 2) tanggung jawab, disiplin, dan

mandiri, 3) jujur, 4) hormat dan santun, 5) kasing sayang, peduli, kerjasama, 6)

percaya diri, kreatif, kerja keras, pantang menyerah, 7) keadilan dan

kepemimpinan, 8) baik dan rendah hati, 9) toleransi, cinta damai dan persatuan.

Sementara Character Counts mengidentifikasi bahwa karakter-karakter

yang menjadi pilar pengembangannya dalam pendidikan adalah: 1) dapat

dipercaya (trustwortthiness), 2) rasa hormat dan perhatian (respecftable), 3) tanggung jawab (responsibility), 4) jujur (fairness), 5) peduli (caring), 6) kewarganegaraan (citizenship), 7) ketulusan (honesty), 8) berani (courage), 9) tekun (dilegence), 10) integritas (integrity).

Sedangkan 30 pakar pendidikan karakter dunia melalui deklarai Alpen

merekomendasikan enam karakter utama, yaitu yang dapat dipercaya

35

(37)

(trustworthy), yang meliputi sifat jujur (honest) dan integritas (integriti), memperlakukan orang lain dengan hormat (resfect), bertanggung jawab (responsibility), adil (fair), kasih sayang (caring), dan warga Negara yang baik (good citizen).36

3. Tujuan Pendidikan Karakter

Tujuan yang paling mendasar dari pendidikan adalah untuk membuat

seseorang menjadi good and smart. Dalam sejarah Islam, Rasulullah Muhammad Saw, sang Nabi terakhir dalam ajaran Islam, juga mengaskan bahwa misi

utamanya dalam mendidik manusia adalah untuk mengupayakan pembentukkan

karakter yang baik (good character).37

Adapun tujuan pendidikan karakter adalah untuk meningkatkan mutu

proses dan hasil pendidikan yang mengarah pada pembentukkan karakter dan

akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai dengan

standar kompetensi lulusan pada setiap satuan pendidikan. Melalui pendidikan

karakter peserta didik diharapkan mampu secara mandiri meningkatkan dan

menggunakan pengetahuannnya, mengkaji dan menginternalisasikan serta

mempersonalisasikan nilai-nilai karakter dan akhak mulia sehingga terwujud

dalam perilaku sehari-hari.

Pendidikan karakter pada tingkat satuan pendidikan mengarah pada

pembentukan budaya sekolah/madrasah, yaitu nilai-nilai yang melandasi perilaku,

tradisi, kebiasaan sehari-hari, serta simbol-simbol yag dipraktikkan oleh semua

warga sekolah/madrasah, dan masyarakat sekitarnya. Budaya sekolah/madrasah

tersebut di mata masyarakat luas.38

Kemudian Ary Ginanjar Agustian dengan teori ESQ menyodorkan

pemikiran bahwa setiap karakter positif sesungguhnya akan merujuk kepada

sifat-sifat mulia Allah, yaitu alAsma al-Husna. Sifat-sifat da nama-nama mulia Tuhan inilah sumber inspirasi setiap karakter posisitif yang dapat di teladani dari

36

Chararter Counts, Six Pillars dalam http://charactercounts.org/sixpillar.html diakses pada 03 juli 2012

37

Abdul dan Dian, op.cit., h. 30 38

(38)

nama Allah itu beliau merangkum 7 karakter dasar yaitu: jujur, tanggung jawab,

disiplin, visioner, adil, peduli dan kerjasama.39

4. Prinsip Pendidikan Karakter

Pada prinsipnya, pengembangan budaya dan karakter bangsa tidak

dimasukkan sebagai pokok bahasan tetapi terintegrasi ke dalam mata pelajaran,

pengembangan diri, dan budaya sekolah. Oleh karena itu, guru dan sekolah perlu

mengintegrasikan nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan budaya dan

karakter bangsa ke dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP),Silabus

dan Rencana Program Pembelajaran (RPP) yang sudah ada.

Berikut prinsip-prinsip yang digunakan dalam pengembangan pendidikan

budaya dan karakter bangsa.

a. Berkelanjutan; mengandung makna bahwa proses pengembangan nilai

nilaibudaya dan karakter bangsa merupakan sebuah proses panjang, dimulai dari

awal peserta didik masuk sampai selesai dari suatu satuan pendidikan. Sejatinya,

proses tersebut dimulai dari kelas 1 SD atau tahun pertama dan berlangsung

paling tidak sampai kelas 9 atau kelas akhir SMP. Pendidikanbudaya dan karakter

bangsa di SMA adalah kelanjutan dari proses yang telah terjadi selama 9 tahun.40

b. Melalui semua mata pelajaran, pengembangan diri, dan budaya

sekolah;

mensyaratkan bahwa proses pengembangan nilai-nilai budaya dan karakter

bangsadilakukan melalui setiap mata pelajaran, dan dalam setiap kegiatan

kurikuler dan ekstrakurikuler. Gambar 1 berikut ini memperlihatkan

pengembangan nilai-nilai melalui jalur-jalur itu:

39

Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spritual, (Jakarta: Arga, 2007), h. 90

40

(39)

Gambar 1. Pengembangan Nilai-nilai Pendidikan Budaya dan Karakter

Bangs

Pengembangan nilai budaya dan karakter bangsa melalui berbagai mata

pelajaran yang telah ditetapkan dalam Standar Isi (SI), digambarkan sebagai

berikut ini.

Gambar 2. Pengembangan Nilai Budaya dan Karakter Bangsa melalui

Setiap Mata Pelajaran.

c .Nilai tidak diajarkan tapi dikembangkan; mengandung makna bahwa

materinilai budaya dan karakter bangsa bukanlah bahan ajar biasa; artinya, nilai-

nilai itu tidak dijadikan pokok bahasan yang dikemukakan seperti halnya ketika

mengajarkan suatu konsep, teori, prosedur, ataupun fakta seperti dalam mata

pelajaran agama, bahasa Indonesia, PKn, IPA, IPS, matematika, pendidikan

Nilai

Mata Pelajaran

Pengembangan Diri

Budaya Sekolah

NIlai

MP 1

MP 2

MP 3

MP 5 MP 4

MP 6

[image:39.595.116.510.140.598.2]
(40)

jasmani dan kesehatan, seni, dan ketrampilan. Materipelajaran biasa digunakan

sebagai bahan atau media untukmengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter

bangsa.

Oleh karena itu, guru tidak perlu mengubah pokok bahasan yang sudah ada,

tetapi menggunakan materi pokok bahasan itu untuk mengembangkan nilai-nilai

budaya dan karakter bangsa. Juga, guru tidak harus mengembangkan proses

belajar khusus untuk mengembangkan nilai. Suatu hal yang selalu harus diingat

bahwa satu aktivitas belajar dapat digunakan untuk mengembangkan kemampuan

dalam ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.41

d. Proses pendidikan dilakukan peserta didik secara aktif dan

menyenangkan; prinsip ini menyatakan bahwa proses pendidikan nilai

budaya dan karakterbangsa dilakukan oleh peserta didik bukan oleh guru. Guru menerapkanprinsip ”tut wuri handayani” dalam setiap perilaku yang ditunjukkan pesertadidik. Prinsip ini juga menyatakan bahwa proses

pendidikan dilakukan dalamsuasana belajar yang menimbulkan rasa

senang dan tidak indoktrinatif.

Diawali dengan perkenalan terhadap pengertian nilai yang

dikembangkanmaka guru menuntun peserta didik agar secara aktif. Hal

ini dilakukan tanpa guru mengatakan kepada peserta didik bahwa mereka

harus aktif, tapi guru merencanakan kegiatan belajar yang menyebabkan

peserta didik aktif merumuskan pertanyaan, mencari sumber informasi,

dan mengumpulkan informasi dari sumber, mengolah informasi yang

sudah dimiliki, merekonstruksi data, fakta, atau nilai, menyajikan hasil

rekonstruksi atau proses pengembangan nilai, menumbuhkan nilai-nilai

budaya dan karakter pada diri mereka melalui berbagai kegiatan belajar

yang terjadi di kelas, sekolah, dan tugas-tugas di luar sekolah.

Karakter itu tidak dapat dikembangkan secara cepat dan segera (instant),

tetapi harus melewati suatu proses yang panjang, cermat, dan sistematis.

Berdasarkan persfektif yang berkembang dalam sejarah pemikiran manusia,

41

(41)

pendidikan karakter harus dilakukan berdasarkan tahap-tahap perkembangan sejak

usia dini sampai dewasa. Setidaknya, berdasarkan peimikiran psikolog kohlberg

(1992) dan ahli pendidikan dasar Marlene Lockheed (1990), terdapat empat tahap

pendidikan karakter yang perlu dilakukan, yaitu:

a. Tahap pembiasaan sebagai awal perkembangan karakter anak.

b. Tahap pemahaman dan penelaran terhadap nilai, sikap, perilaku, karakter siswa.

c. Tahap penerapan berbagai perilaku dan tindakkan siswa dalam kenyataan sehari-hari.

d. Tahap pemakmanaan suatu tahap refleksi dari para siswa melalui penilaian terhadap seluruh sikap dan perilaku yang telah mereka fahami dan lakukan dan bagaimana dampak dan kemanfaatannya dalam kehidupan baik bagi dirinya maupun orang lain.42

Character Education Quality Standards, merekomendasikan 11 prisnsip untuk mewujudkan pendidikan karakter yang efektif, sebegai berikut:

a. Mempromosikan nilai-nilai dasar dan etika sebagai basis karakter

b. Mengidentifikasi karakter secara komperhensip supaya mencakup pemikiran, perasaan, dan perilaku.

c. Menggunakan pendekatan yang tajam, proaktif, dan efektif, untuk membangun karakter.

d. Menciptakan komunitas sekolah yang memiliki kepedulian.

e. Memberi kesempatan kepada siswa untuk menunjukkan perilaku yang baik. f. Memiliki cakupan terhadap kurikulum yang bermakna dan menantang yang

menghargai semua siswa, membangun karakter mereka, dan membantu mereka untuk sukses.

g. Mengusahakan tumbuhnya motivasi diri dari para siswa.

h. Memfungsikan seluruh staf sekolah sebagai komunitas moral yang berbagi tanggung jawab untuk pendidikan karakter dan setia kepada nilai dasar yang sama.

i. Adanya pembagian kepemimpinan moral dan dukungan luas dalam membangun inisiatif penididikan karakter.

j. Memfungsikan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra dalam usaha membangun karakter.

k. Mengevaluasi karakter sekolah, fungsi staf sekolah sebagai guru guru karakter, dan manifestasi karakter positif dalam kehidupan siswa.43

Dalam pandangan Islam Rasulullah adalah figur keteladanan yang dapat

dijadikan pelajaran oleh tenaga pengajar dalam menanamkan rasa keimanan dan

akhlak terhadap anak, yaitu:

42

Abduldan Dian, op.cit., h. 108 43

(42)

a. Fokus: ucapannya ringkas, langsung pada inti pmebicaraan tanpa ada kata yang memalingkan dari ucapannya, sehingga mudah dipahami.

b. Pembicaraanya tidak terlalu cepat sehingga dapat memberikan waktu cukup kepada anak untuk menguasainya.

c. Repetisi senantiasa melakukan tiga kai pengulangan pada kaimat-kalimay supaya dapat diingat dan dihafal.

d. Analogi langsu

Gambar

Gambar 1. Pengembangan Nilai-nilai Pendidikan Budaya dan Karakter
Tabel 3.1 Waktu dan Kegiatan
Gambar 3.1
No Table 3.8 Aspek Penilaian
+6

Referensi

Dokumen terkait

Atau bisa juga dengan mencoba mengupload fullpaper seperti dibawah ini: Jika muncul seperti gambar dibawah ini berarti payment anda belum di verifikasi... Payment yang

TAHUN ANGGARAN 2020 Urusan Pemerintahan Organisasi 3.05 3.05.18 PEMERINTAHAN UMUM KECAMATAN CANDIPURO NOMOR DPA SKPD 3.05 3.05.18 39 004 5

Pembentukan PPID di Lingkungan Pemerintah Kota Bandung merupakan komitmen dalam pelaksanaan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik

Pengembangan media pembelajaran komik manga digital berbasis android pada materi sistem hormon untuk kelas XI di MAN 2 BandarLampung yang memudahkan pemahaman

ONU* : Optical Network Unit , Perangkat aktif yang merupakan subsistem perangkat PON yang berfungsi sebagai antar muka disisi pelanggan (UNI) dengan jaringan PON yang masih

Pendapatan total keluarga petani adalah pendapatan yang diperoleh dari hasil usahatani, hasil usaha penggemukan sapi potong, dan hasil usaha lain dalam satu tahun

Kemudian pada saat pesan tersebut dikirim pesan tersebut terlebih dahulu dilakukan proses encription (encipherment) yaitu proses menyandikan pesan plaintext kedalam chipertext

Pengendalian Terpadu Vektor Virus Demam Berdarah Dengue, Aedes aegypti (Linn.) dan Aedes albopictus