• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III : HASIL PENELITIAN DAN

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

E. Kajian Pustaka

7. Prinsip Penerapan pembelajaran Bahasa

Celce-Murcia mengasumsikan bahwa model revisi yang diusulkan di atas adalah komprehensif dan akurat, maka Ia menyarankan sejumlah prinsip untuk desain dan implementasi kelas bahasa yang bertujuan untuk memberikan peserta didik pengetahuan

69Merianne Celce-Murcia, Zoltán Dörnyei, dan Sarah Thurrel “Communicative Competence: A Pedagogically Motivated Model with Content Specifications,” 26-29, diakses 30 Oktober 2015, Issues in Applied Linguistics jurnal, Regents of the University of California, Vol. No.2 1995 5-35.

dan keterampilan yang mereka butuhkan “kompeten” menurut bahasa dan budaya dalam bahasa kedua atau asing. 70

Selanjutnya secara rinci, Celce-Murcia menjelaskan enam prinsip pembelajaran bahasa dalam CLT sebagai berikut:71

a. Pentingnya Budaya

Celce-Murcia juga menyoroti tentang pentingnya budaya, seperti yang ia sampaikan, jika tujuan pengajaran bahasa adalah kompetensi komunikatif, pengajaran bahasa harus terintegrasi dengan instruksi budaya dan lintas budaya. Pengetahuan umum literatur dan seni lainnya yang merupakan bagian integral budaya, sasaran harus menjadi bagian dari pengajaran bahasa sebagaimana seharusnya pengetahuan dasar tentang sejarah dan geografi yang terkait dengan komunitas bahasa sasaran.

Menurut Celce-Murcia struktur sosial budaya juga harus tercakup (misalnya; keluarga, hubungan kekerabatan, membesarkan anak, pacaran dan pernikahan, peran gender) terutama jika budaya sasaran berbeda dalam hal-hal penting dari budaya pembelajar. Selain itu, Sistem politik dan pendidikan harus diperkenalkan sebagaimana seharusnya seperti; perayaan besar agama dan hari libur, perayaan, dan adat istiadat yang penting.

Dalam pandangan Celce-Murcia, topik-topik itu semua dapat berfungsi sebagai konten untuk pembelajaran bahasa ‒ dengan fokus khusus pada bidang perbedaan budaya dan interaksional.72Untuk membuktikan kesamaan pandangan tentang pengajaran bahasa melalui konten, Celce-Murcia mengutip Brinton, diantara para pakar lainnya, telah menunjukkan bahwa pengajaran bahasa melalui konten adalah salah satu cara yang

70 Celce-Murcia, “Rethinking the Role of Communicative Competence”, 51.

71Ibid. 72Ibid.

paling efektif yang tersedia untuk mencapai kompetensi komunikatif dalam bahasa kedua atau asing.73

b. Pentingnya Wacana dan Konteks (The Importance of

Discourse and Context).

Banyak pengajaran bahasa asing masih dilakukan dengan daftar kata yang harus dihafal dan pola kalimat dipraktikkan menggunakan latihan dan drill yang kurang bermakna. Sebaliknya, dalam hal ini (Celce-Murcia dan Olshtain 2000) berpendapat dan menekankan bahwa instruktur bahasa harus menggunakan bahan yang kontekstual dengan baik dan bermakna untuk peserta didik. Selain itu, Celce-Murcia mengatakan bahwa tujuan pembelajaran harus didasarkan pada beberapa jenis wacana dunia nyata (realworld): cerita, dialog/ percakapan, strip kartun disertai bahasa, siaran radio, klip video/film, pesan e-mail, surat, resep, dll. Celce-Murcia menambahkan, Tujuannya harus untuk peserta didik untuk menafsirkan dan menghasilkan wacana yang bermakna, dan juga untuk berlatih fitur fonologi, kata-kata, rumus, dan struktur tata bahasa yang menonjol dalam wacana menyediakan konten.

Sementara itu, Celce-Murcia mengungkapkan, jika wacana dan konten yang dipilih untuk pembelajaran bahasa akurat dan otentik sehubungan dengan bahasa sasaran dan budaya, maka kritik kesemuan dapat dihindari dan pembelajaran bahasa memiliki potensi untuk menjadi latihan yang tulus dalam komunikasi. Tentu saja, konteks sosial yang disimulasikan dalam kegiatan pembelajaran juga harus realistis, dan kegiatan belajar harus mencakup tugas-tugas otentik.

73Merianne Celce-Murcia, “Rethinking the Role of Communicative Competence”..., 51. D Brinton, et,al., Conten-based Second language Instruction.

c. Kebutuhan untuk menyeimbangkan Bahasa sebagai Sistem dan Formula

Menurut Celce-Murcia, secara tradisional, pengajaran bahasa telah difokuskan pada bahasa sebagai sistem dan peserta didik telah mencoba untuk menguasai tata bahasa dan pengucapan bahasa sasaran. Namun, fokus komunikatif, yang mencakup penguasaan sistem seperti percakapan bergantian (turn-taking) dan pengaturan tindak tutur (speech-act) itu dapat dimaknai bahwa banyak pengaturan phrasa dan unsur pemakain bahasa diformulasi lainnya juga perlu diperhatikan. Umumnya, untuk masing-masing gerakan sosial atau fungsi, ada cadangan dari ucapan-ucapan yang potensial; pengujar (penutur) harus cukup tahu tentang lawan bicara mereka untuk memilih secara tepat dari antara cadangan ucapan-ucapan tersebut. Banyak dari silabus bahasa nosional-fungsional (misalnya van Ek dan Trim 1991) telah berusaha untuk menyediakan persediaan ungkapan cadangan tersebut; Tugas pelajar adalah untuk memilih dari cadangan seperti kata-kata/phrasa yang paling tepat untuk situasi tertentu.74 Tantangan pedagogis adalah untuk menjaga keseimbangan: menguasai kosakata saja dan cadangan phrasa untuk tindak tutur tanpa pengetahuan yang tepat dari dan fokus pada tata bahasa dan pengucapan akan menghasilkan kompetensi lisan fasih tapi tidak akurat dan karena itu terbatas. Menguasai hanya tata bahasa dan fonologi hasil dalam komunikasi lisan bahasa akurat tetapi secara sosial disfungsional. Dengan demikian aspek sistematis, rumusan, dan interaksional bahasa semua harus dibahas dalam pengajaran bahasa yang efektif.

d. Kebutuhan untuk Fokus pada Aspek Interaksi yang Dinamis

Menurut Celce-Murcia, tidak ada cara agar supaya guru kelas bahasa dapat membantu peserta didik berlatih dalam suasana dinamis dari pembelajaran sesungguhnya dalam bahasa sasaran

mereka. Ritme dan intonasi, gerakan tubuh dan mata, dan aspek lain dari komunikasi tatap muka harus dipraktikkan berpasangan dan kelompok-kelompok kecil. Selanjutnya, Celce-Murcia menambahkan bahwa guru dan peserta didik perlu memiliki akses ke rekaman video atau klip-klip film yang menunjukkan secara realistis perilaku lawan bicara (bukan hanya tutur) selama komunikasi lisan.75

Celce-Murcia memberikan contoh langkah-langkah untuk menyadarkan peserta didik untuk penggunaan bahasa sasaran menggunakan kaset video atau klip-klip film dalam berbagai cara seperti dijelaskan berikut:76

• Menonton segmen tanpa suara untuk mengamati, menjelaskan, dan meniru perilaku non-verbal;

• Mendengarkan segmen (suara saja) untuk fokus pada bahasa: ritme, intonasi, pitch, waktu, dan volume serta tata bahasa dan kosa kata;

• Menonton dan mendengarkan segmen utuh beberapa kali untuk bermain peran (roleplay) segmen tersebut atau untuk melakukan interaksi yang sama.

Dalam hal ini Celce-Murcia menyarankan, pada akhirnya, guru harus memvideokan pertunjukan peserta didik sehingga peserta didik dapat mengamati sendiri dan melihat di mana mereka harus meningkatkan (dalam hal ini, umpan balik dari guru dan teman sebaya sangat berguna).

e. Kebutuhan untuk fokus pada strategi dari waktu ke waktu

Oxford (2001) mengutip berbagai macam penelitian menunjukkan bahwa peserta didik yang menggunakan efektif penggunaan dari berbagai strategi bahasa belajar lebih baik dan belajar lebih cepat dibanding dari peserta didik yang tidak menggunakan berbagai strategi pembelajaran bahasa.77Dengan demikian guru harus secara teratur mengintegrasikan beberapa

75Ibid, 52. 76Ibid, 53. 77Ibid, 53.

pelatihan strategi dan beberapa diskusi strategi ke dalam kelas bahasa mereka.

Ketika mengajar kosakata, cara menghafal kata-kata dan phrasa dapat diatasi. Ketika bekerja dengan bacaan, cara menebak arti kata-kata dalam konteks dapat dibahas. Para siswa terbaik dapat menjelaskan kepada orang lain apa yang mereka lakukan untuk menguasai bahasa. Sekarang ada banyak artikel yang diterbitkan dan buku pegangan untuk guru bahasa tentang bagaimana mengintegrasikan strategi pembelajaran dalam pengajaran mereka (misalnya Rubin 1975; Oxford 1990; dan Cohen 1998; dan sebagainya).

f. Sebuah Contoh Garis Besar Pelajaran

Celce-Murcia menjelaskan contoh garis besar pelajaran sebagai berikut:78

• Topik Umum: meningkatkan kesadaran masalah lintas-budaya dengan isyarat.

• Konten fokus: Amerika "OK" tanda [yaitu ibu jari dan jari telunjuk membentuk lingkaran dengan 3 jari lainnya dan telapak tangan terbuka ke arah lawan (s)].

Gramatikal fokus: penggunaan harus (should)/tidak harus

(shouldn’t) dalam memberikan dan mendapatkan saran

(misalnya, pernyataan dan pertanyaan).

• Leksikal fokus: setiap kosakata baru dalam wacana/teks direkam; ini tergantung pada peserta didik, tetapi calon mungkin di sini adalah obscene (kata yang kurang baik/kasar); juga setiap phrasa baru peserta didik mungkin perlu melakukan kegiatan-kegiatan harus dibahas dan dipraktikkan.

Bahan/teks: "Gestures di seluruh dunia" (teks diadaptasi dari Jill Korey O'Sullivan (menampilkan) idealnya rekaman video dengan pembicara menunjukkan gerak tubuh). Gestures (gerak tubuh) memiliki arti yang berbeda pada negara-negara berbeda.

78 Celce-Murcia, “Rethinking the Role of Communicative Competence”, 53.

Sebagai contoh, Amerika 'OK' tanda adalah gesture (gerak tubuh) sudah berlaku umum di Amerika Serikat; itu sinyal bahwa hal-hal yang baik-baik saja atau yang sesuatu yang spesifik baik-baik saja. Tapi Anda tidak harus menggunakannya di sebagian besar nagara lainnya. Isyarat kasar atau obscene di Rusia, di banyak negara-negara Amerika Latin, dan di sebagian besar Timur Tengah. Di Jepang itu berarti 'uang'. Di Prancis itu berarti 'nol'.

• Kegiatan-kegiatan: cek pemahaman: siswa sesuai arti dari isyarat dengan negara/daerah.

• Presentasi: rekaman tayangan ulang dan berlatih setiap kosakata baru; ulasan cara meminta dan memberikan saran menggunakan Should/Shouldn’t dalam bentuk pertanyaan dan jawaban.

Bermain-Peran (Role-Play) 1: siswa bekerja berpasangan seolah-olah mereka adalah orang Amerika; Tujuannya adalah dengan menggunakan gerakan (gesture) 'OK' secara tepat dalam percakapan singkat-bergantian, misalnya:

A: Can you come to dinner party at our place on

Saturday?(Bisakah anda memenuhi undangan makan malam di tempat kami hari Sabtu?)

B: Yes, great! (making ‘OK’ sign). What should/can I bring?

(Tentu, Luar biasa! (memberikan tanda ‘setuju’). Apa yang harus/dapat saya bawa?)

Bermain-Peran (Role-Play) 2: siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk mempersiapkan bermain-peran

(role-play) konflik di mana orang Amerika menggunakan gerakan

‘OK’ (setuju) tidak cocok di negara X, dan beberapa teman-teman disana merespon dengan should…/You shouldn’t.... (harus/anda tidak harus) orang Amerika meminta saran setidaknya sekali menggunakan Should I ...? (Jika memungkinkan, kedua permainan peran harus direkam dan bermain kembali untuk sesi umpan balik.)

• Diskusi: Guru memimpin kelas dalam diskusi tentang gerakan lain yang dapat berbeda dari budaya ke budaya, misalnya

menunjuk, menunjukkan 'ya' atau 'tidak' dengan gerakan kepala, dan lain-lain.

Berdasarkan uraian mengenai teori pembelajaran Communicative

Competence Celce-Murcia di atas, dapat disimpulkan bahwa Model

dan sampel garis besar pelajaran yang disajikan tersebut menunjukkan bahwa isi kursus bahasa dengan kompetensi komunikatif sebagai sasaran tujuannya harus diambil dari linguistik, antropologi budaya, sosiolinguistik, dan daerah lain yang relevan dari ilmu-ilmu sosial dan sastra. Semua tujuan pembelajaran diskrit seperti suara, kata, atau struktur gramatikal harus disajikan melalui wacana kontekstual yang kaya, membahas tujuan konten dalam konteks yang berarti bagi peserta didik. Bahan ajar harus berpusat pada peserta didik dan memberikan kesempatan untuk melakukan komunikasi saat tugas-tugas belajar butuh interaktif bila memungkinkan (kerja berpasangan, kerja kelompok, dan bermain peran,).

Beberapa contoh tugas dan kegiatan yang dirancang untuk mendorong interaksi adalah sebagai berikut:

• Memunculkan informasi atau pendapat melalui kontak telepon (panggilan pura-pura jika diperlukan) atau pesan e-mail dalam bahasa sasaran;

• Mendapatkan informasi dengan mewawancarai seseorang atau survei sekelompok orang dalam bahasa sasaran (menggunakan teman sekelas dan guru, jika perlu);

• Meringkas intisari dari segmen wacana dengan pasangan;

• Bermain peran satu rancangan tindak tutur (misalnya meminta maaf untuk kehilangan sebuah buku yang teman Anda pinjamkan kepada Anda), barangkali mengembangkan naskah untuk melakonkan suasana di dalam kelas.

• Mengembangkan/menulis sebuah iklan (sebagai tugas kelompok) untuk menjual produk tertentu dalam bahasa sasaran; ini harus dilakukan setelah sampel iklan-bahasa sasaran yang otentik telah diperiksa dan dibahas.

Menulis dan menerbitkan ‘newsletter’ kelas pada perbedaan budaya antara masyarakat bahasa sasaran dan masyarakat bahasa pertama; Penelitian akan dilakukan dengan presentasi lisan dan draft tertulis dari laporan/esai diikuti oleh umpan balik dan revisi sebelum diterbitkan.

Model yang diusulkan jelas memiliki keterbatasan. Model harus dinamis, namun dalam bentuk yang terkini, terlihat statis. Celce-Murcia meminta dan menyarankan untuk membayangkan versi organik dari model mana masing-masing komponen dapat memperluas atau kontrak tergantung pada tujuan pedagogis dan kebutuhan pelajar. Ini berarti bahwa penerapan model ini relatif daripada mutlak. McGroarty (1984) benar menunjukkan bahwa 'komunikatif kompetensi' bisa memiliki arti yang berbeda tergantung pada sasaran peserta didik dan pada tujuan pedagogis dalam konteks tertentu. Dalam perjalanan dari analisis kebutuhan menyeluruh dan proses pengembangan kurikulum, model seperti yang diusulkan harus disesuaikan dengan kebutuhan komunikatif peserta didik.

Celce-Murcia berharap bahwa model terkini dari 'komunikatif kompetensi’ yang disajikan ini dapat melayani tujuan yang sama untuk guru yang sedang mengembangkan kursus bahasa untuk pembicara (speaker) antar budaya.

G. Metode Penelitian

Dokumen terkait