• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II : STATUS HUKUM HAK ATAS TANAH ADAT DALAM

B. Sistem Hukum Pertanahan Nasional

4. Prinsip-prinsip Hukum Tanah Nasional

Prinsip hukum atau asas hukum yang dalam Bahasa Belanda disebut rechts beginsel dan dalam Bahasa Inggris disebut principle of law. Henry Campbell Black memberikan pengertian tentang prinsip adalah “a fundamental truth or doctrine, as of law; a comprehensive rule or doctrine which furnishes a basis or origin for others ".193 Bruggink J.J.H menyatakan bahwa asas / prinsip hukum adalah nilai-nilai yang melandasi norma hukum.194 Selanjutnya Bruggink J.J.H menyetir pendapat Paul Scholten yang menyatakan bahwa asas hukum merupakan pikiran-pikiran dasar, yang terdapat di dalam dan di belakang sistem hukum masing-masing dirumuskan dalam aturan perundang- undangan dan putusan-putusan hakim, yang berkenaan dengan ketentuan- ketentuan dan keputusan – keputusan individual. George Whitecross Paton menyatakan bahwa “A principle is the broad reason, which lies at the base of rule of law.”195

Ronald Zelfianus Titahelu menyatakan bahwa sebagai nilai dasar, prinsip

adalah Pemerintah. Domein verklaring ini menjadi landasan hukum bagi pemerintah sebagai pemilik tanah. Pemberian tanah dilakukan dangan cara pemindahan hak milik Negara kepada penerima hak.

192

Indonesia, Undang-Undang Pokok Agraria, Op.Cit., Penjelasan

193

Henry Campbell Black, Black’s Law Dictionary, A Bridged Sixt Edition, (Minn : West Publishing, 1991), hal.828.

194

Bruggink, , Refleksi Tentang Hukum, Op.Cit, hal.121.

195

hukum memiliki nilai dasar sebagai:196

a. Pokok yang menguasai isi dari setiap hubungan hukum; b. Pokok yang memberi makna bagi setiap figur hukum;

c. Pokok yang menjadi dasar system penentu nilai (waarde bepalende system) dan dasar system penentu pengertian.

Menurut Bruggink J.J.H., kaedah hukum dapat dibedakan dalam kedudukannya sebagai kaedah perilaku dan sebagai mata kaedah. Kaedah perilaku adalah kaedah yang ditunjukkan pada perbuatan warga suatu masyarakat tertentu, dalam artian kaedah tersebut memuat perintah perilaku (gedragsvoorschrift), sedangkan mata kaedah dipahami sebagai kaedah yang berkenaan dengan keberadaan dari kaedah perilaku.197 Hal yang senada juga dikemukakan oleh HLA Hart yang membedakan aturan hukum sebagai Primary rules (untuk kaedah perilaku) dan secondary rules (untuk mata kaedah).198 Sebagai kaedah perilaku, aturan hukum di dalamnya akan dapat berisi kaedah yang digolongan sebagai kaedah perintah (gebod), larangan (verbod), pembebasan (vrijstelling, dispensasi), dan izin (toestemming).199

Prinsip hukum merupakan ratio legis dari norma hukum. Satjipto Rahardjo menyatakan bahwa asas hukum merupakan jantungnya peraturan hukum dan ia merupakan landasan yang paling luas bagi lahirnya suatu peraturan hukum, yang berarti bahwa peraturan-peraturan hukum itu pada akhirnya bisa dikembalikan kepada asas-asas tersebut.200

196

Ronald Zelfianus Titahelu, Penetapan Asas-asas Hukum Umum dalam Penggunaan Tanah untuk Sebesar-Besar Kemakmuran Rakyat Op.Cit, hal. 12. Seperti dikutip Ronald Zelfianus Titahelu. “Penetapan Asas- asas Hukum Umum dalam Pengguanaan Tanah Untuk Sebesar-besarnya Kemakmuran Rakyat (Suatu Kajian Filosofi dan Teori Tentang Pengaturan dan Penggunaan Tanah di Indonesia”, disertasi (Surabaya: Pascasarjana Universitas Airlangga, 1993), hal. 92

selanjutnya Satjipto Rahardjo mengutip pendapat dari George Whitecross Paton, yaitu asas hukum ini tidak akan habis kekuatannya dengan melahirkan suatu peraturan hukum, melainkan akan tetap saja ada dan akan melahirkan peraturan-peraturan selanjutnya. Asas hukum ini pula yang membuat

197

Bruggink J.J.H, Rechts Reflecties, Grondbegrippen uit De Rechtstheorie, Op.Cit, hal. 121. 198

Hart HLA, The Concept Of Law, (Oxford : Clarendon Press, 1961), hal. 92.

199

hukum itu hidup, tumbuh, dan berkembang dan ia juga menunjukkan bahwa hukum itu bukan sekedar kumpulan peraturan-peraturan belaka, karena asas mengandung nilai-nilai dan tuntunan-tuntunan etis.201

Brugging J.J.H. menyatakan bahwa prinsip hukum adalah kaedah yang memuat ukuran (kriteria) nilai. Prinsip hukum berfungsi sebagai mata kaedah terhadap kaedah perilaku, karena menentukan interpretasi terhadap aturan hukum dan wilayah penerapan aturan tersebut.202 Peranan prinsip hukum dalam kedudukannya sebagai dasar atau pedoman dalam pembentukan aturan hukum dikemukakan oleh van Eikema Hommes yang dikutip oleh Sudikno Mertokusumo, yaitu prinsip hukum tidak boleh dianggap sebagai norma hukum yang konkrit, tetapi dipandang sebagai dasar umum atau petunjuk bagi hukum yang berlaku.203 Suatu prinsip hukum berubah menjadi aturan hukum, bukan berarti prinsip hukum itu akan kehilangan kekuatannya. Prinsip hukum akan tetap hidup sebagai prinsip hukum walaupun telah melahirkan dan atau terumuskan dalam aturan hukum. Oleh karena itu, prinsip hukum akan dapat terus melahirkan aturan aturan hukum lainnya.204

Y.Sogar Simamora menyatakan bahwa prinsip-prinsip hukum diperlukan sebagai dasar dalam pembentukan aturan sekaligus sebagai dasar dalam memecahkan persoalan hukum yang timbul manakala aturan hukum yang tersedia

200

Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1991), hal. 45.

201 Ibid.

202

Bruggink J.J.H., Op.Cit, hal.123.

203

Sudikno Mertokusumo-II, Penemuan Hukum, Sebuah Pengantar, Op.Cit, hal. 5.

204

tidak memadai.205 Prinsip hukum atau asas hukum merupakan salah satu obyek terpenting dalam kajian ilmu hukum. Pembahasan tentang prinsip hukum lazimnya disandingkan dengan aturan hukum atau kaedah hukum untuk memperoleh gambaran yang jelas menyangkut perbedaannya.206

Menurut George Whitecross Paton yang dikutip oleh Satjipto Rahardjo,

Prinsip hukum dalam ilmu hukum mempunyai peran yang sangat penting, apalagi jika dikaitkan dengan aturan hukum. Prinsip hukum dan aturan hukum merupakan elemen dari sistem hukum. Oleh karenanya, antara prinsip hukum dan aturan hukum memiliki keterkaitan yang erat dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain.

207

ada keterkaitan antara prinsip hukum dan aturan hukum. Beliau menyampaikan ada 2 (dua) hal penting dalam memahami hubungan antara prinsip hukum dan aturan hukum yaitu pertama, prinsip hukum merupakan landasan yang luas bagi lahirnya suatu aturan hukum. Aturan-aturan hukum itu pada akhimya dapat dikembalikan pada prinsip-prinsip hukum tersebut. Ini berarti materi dari aturan hukum itu harus sesuai dan tidak boleh bertentangan dengan prinsip hukum yang menjadi dasar lahirnya atau sumber dari aturan hukum tersebut. Setiap konflik norma yang ada dalam setiap aturan hukum, penyelesaiannya harus dikembalikan pada prinsip ,

205

Yohanes Sogar Simamora, “Prinsip Hukum Kontrak Dalam Pengadaan Barang dan Jasa Oleh Pemerintah”, disertasi, (Surabaya : PPS Unair, 2001), hal. 22.

hukum. Kedua, prinsip hukum merupakan rario legis, alasan bagi lahirnya suatu aturan hukum. Prinsip hukum tidak hanya dapat melahirkan satu aturan hukum saja, tapi bisa lebih

206

Ibid, hal. 23.

207

dari satu.

Peter Mahmud Marzuki mengemukakan pendapatnya bahwa asas hukum atau prinsip hukum dapat saja timbul dari pandangan akan kepantasan dalam pergaulan sosial yang kemudian diadopsi oleh pembuat Undang-undang, sehingga menjadi aturan hukum, akan tetapi tidak semua asas atau prinsip hukum dapat dituangkan menjadi aturan hukum.208

Sudikno Mertokusumo menyatakan bahwa asas atau prinsip hukum bukanlah merupakan peraturan hukum konkret, melainkan merupakan pikiran dasar yang umum sifatnya atau merupakan latar belakang dari peraturan yang konkret yang terdapat dalam dan di belakang setiap sistem hukum yang terjelma dalam peraturan perundang-undangan dan putusan hakim yang merupakan hukum positif dan dapat diketemukan dengan mencari sifat-sifat umum dalam peraturan konkret tersebut.209 Untuk menemukan asas hukum dicarilah sifat-sifat umum dalam kaedah atau peraturan yang konkret. Ini berarti menunjuk kepada kesamaan-kesamaan yang terdapat dalam ketentuan- ketentuan konkret itu.210

Dalam kaitannya dengan peran dari prinsip hukum dalam menyelesaikan persoalan hukum, Yohanes Sogar Simamora menyatakan bahwa aturan hukum diperlukan untuk menjawab persoalan hukum. Realitas menunjukkan bahwa tidak setiap persoalan hukum dapat dipecahkan hanya mengandalkan aturan hukum, ada

208

Peter Mahmud Marzuki, “Batas-batas Kebebasan Berkontrak, Majalah YURIDIKA, Vol. 18 No. 3, (Surabaya : FH Unair, 2003), hal.193.

209

Sudikno Mertokusumo-I, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Op.Cit, hal. 34.

210

persoalan hukum yang harus ditemukan jawabannya melalui prinsip hukum.211

Dari uraian di atas menunjukkan bahwa betapa pentingnya prinsip hukum dalam kaitannya dengan aturan hukum. Pentingnya prinsip hukum tersebut dalam hal:

a. pembentukan peraturan perundang-undangan (legal drafting);

b. penyelesaian kasus atau perkara yang penyelesaiannya melalui pengadilan;

c. dalam penyelesaian suatu kasus atau perkara hukum, ternyata tidak dijumpai adanya aturan hukum. Dalam keadaan ini, prinsip hukum berperan mengisi kekosongan hukum dengan cara memberikan dasar hukum bagi hakim untuk memberikan putusan.

UUPA diundangkan pada tanggal 24 September 1960. UUPA mencabut peraturan dan keputusan yang berkaitan dengan agraria yang dibuat oleh Pemerintahan Hindia Belanda. Muchsin dkk menyatakan bahwa dicabutnya peraturan oleh UUPA dan dinyatakannya Hukum Adat sebagai dasar Hukum Agraria Nasional, adalah dalam rangka mewujudkan kesatuan dan kesederhanaan hukum tersebut.212

Hukum adat dimaksud UUPA adalah :

Sampai sekarang masih ada orang yang mempermasalahkan dan mempertanyakan hubungan Hukum Adat dengan UUPA, yakni Hukum Adat manakah yang dimaksud oleh UUPA tersebut?

1) Formal :

“…bagian dari hukum positif Indonesia yang berlaku sebagai hukum yang hidup dalam bentuk tidak tertulis di kalangan orang-orang Indonesia asli yang mengandung ciri-ciri nasional, yaitu…”

2) Materil :

“…sifat kemasyarakatan yang berasaskan keseimbangan dan diliputi suasana keagamaan.” 213

211

Yohannes Sogar Simamora, Prinsip Hukum Kontrak, Op.Cit, hal.23.

212

Muchsin, Imam Koeswahyono, Soimin, Hukum Agraria Dalam Prespektif Sejarah, (Bandung : Refika Aditama, 2007), hal. 50.

213

Dengan pengertian yang demikian, maka apa yang disebut Hukum Adat tidak harus diartikan semata-mata sebagai rangkaian norma-norma hukum saja, akan tetapi meliputi juga :

Hukum Tanah Nasional diatur dalam UUPA memuat prinsip hukum dan aturan hukum yang menjadi pedoman dalam melaksanakan kegiatan di bidang pertanahan dan memutuskan kasus atau perkara di bidang pertanahan.

UUPA sebagai peraturan dasar yang mengatur pokok-pokok keagrariaan dan merupakan landasan Hukum Tanah Nasional tidak memberikan pengertian yang tegas baik mengenai istilah “tanah” maupun istilah “agraria”.214 Untuk mengoperasionalkan konsep pembaruan agraria, diperlukan prinsip-prinsip yang menjadi landasan dan arahan yang mendasari pelaksanaannya. Prinsip-prinsip itu seyogianya bersifat holistik, komprehensif, dan mampu menampung hal-hal pokok yang menjadi tujuan pembaruan agraria. Untuk mengoperasionalkan konsep pembaharuan agraria, diperlukan prinsip-prinsip yang menjadi landasan dan arahan yang mendasari pelaksanaannya. Menurut Maria S.W. Sumardjono215

a. menjunjung tinggi hak asasi manusia, karena hak atas sumber-sumber agraria merupakan hak ekonomi setiap orang;

, prinsip- prinsip dasar pembaruan agraria tersebut adalah:

b. unifikasi hukum yang mampu mengakomodasi keanekaragaman hukum setempat (pluralisme);

c. keadilan dalam penguasaan dan pemanfaatan sumber-sumber agraria (keadilan gender, keadilan dalam satu generasi dan antargenerasi, serta pengakuan kepemilikan masyarakat adat terhadap sumber-sumber agraria yang menjadi ruang hidupnya);

d. fungsi sosial dan ekologi tanah dan sumber-sumber agraria lainnya; bahwa hak yang dipunyai seseorang menimbulkan kewajiban sosial bagi yang bersangkutan karena haknya dibatasi oleh hak orang lain dan hak masyarakat yang lebih luas;

e. penyelesaian sengketa pertanahan;

f. pembagian tanggung jawab kepada daerah berkenaan dengan alokasi dan manajemen sumber-sumber agraria;

g. transparansi dan partisipasi dalam pembuatan kebijakan;

h. landreform/restrukturisasi dalam pemilikan, penguasaan, pemanfaatan sumber-

a. Konsepsi (ajaran, teori)

b. Asas-asas (yang merupakan perwujudan dari konsepsi)

c. Lembaga –lembaga hukum

d. Sistem (tata susunan yang teratur), Arie Sukanti, Pembentukan UUPA dan Pembangunan Hukum

Tanah Nasional, hal.15).

214

Dari ketentuan-ketentuan Pasal 1 ayat (4), (5), dan (6) jo Pasal 2 ayat (1) UUPA dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian Agraria mengandung makna yang luas, yang meliputi bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.

215

Maria S.W Sumardjono, Transitional Justice atas Hak Sumber Daya Alam”, dalam Komisi Nasional Hak Asasi Manusia: Keadilan dalam Masa Transisi, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, (Jakarta: Komnas HAM, 2001), hal.4.

sumber agraria;

i. usaha-usaha produksi di lapangan agraria;

j. pembiayaan program-program pembaruan agraria.

Tidak jauh berbeda dari prinsip-prinsip di atas, ketentuan Pasal 4 Ketetapan MPR No. IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam menetapkan duabelas prinsip pembaruan agraria dan pengelolaan sumber daya alam, sebagai berikut:

a. memelihara dan mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; b. menghormati dan menjunjung tinggi hak asasi manusia;

c. menghormati supremasi hukum dengan mengakomodasikan keanekaragaman dalam unifikasi hukum;

d. menyejahterakan rakyat, terutama melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia;

e. mengembangkan demokrasi, kepatuhan hukum, transparansi, dan optimalisasi partisipasi rakyat;

f. mewujudkan keadilan termasuk kesetaraan gender dalam penguasaan, pemilikan, penggunaan, pernanfaatan, dan pemeliharaan sumber daya agraria/sumber daya alam;

g. memelihara keberlanjutan yang dapat memberi manfaat yang optimal, baik untuk generasi sekarang maupun generasi mendatang, dengan tetap memperhatikan daya tampung dan, daya dukung lingkungan;

h. melaksanakan fungsi sosial, kelestarian, dan fungsi ekologis sesuai dengan kondisi sosial budaya setempat;

i. meningkatkan keterpaduan dan koordinasi antar sektor pembangunan dan antardaerah dalam pelaksanaan pembaruan agraria dan pengelolaan sumber daya alam;

j. mengakui, menghormati, dan melindungi hak masyarakat hukum adat dan keragaman budaya bangsa atas sumber daya agraria/sumber daya alam;

k. mengupayakan keseimbangan hak dan kewajiban negara, pemerintah (pusat, daerah provinsi, Kabupaten/kota dan desa atau yang setingkat), masyarakat dan individu;

l. melaksanakan desentralisasi berupa pembagian kewenangan di tingkat nasional, daerah provinsi, Kabupaten/kota, dan desa atau yang setingkat, berkaitan dengan alokasi dan pengelolaan sumber daya agraria/sumber daya alam.

Dimuatnya keduabelas prinsip pembaruan agraria tersebut dalam Ketetapan MPR mengharuskan prinsip-prinsip itu dijadikan acuan dalam penyusunan berbagai peraturan perundang-undangan agraria dan pengelolaan sumber daya alam. Hal ini membawa konsekuensi terhadap perlunya upaya pengkajian ulang dan harmonisasi terhadap berbagai peraturan perundang-undangan sektoral, yaitu melakukan upaya pencabutan, penggantian, atau penyempurnaan undang-undang

sektoral di bidang keagrariaan.216

Dalam kaitannya dengan perundang-undangan di bidang agraria, khususnya dalam hal penyusunan RUU Penyempurnaan UUPA, maka seyogianya undang- undang itu mengacu pada prinsip-prinsip217

a. prinsip kebangsaan;

:

b. hubungan hukum antara negara, pemerintah, masyarakat, dan individu dalam kaitannya dengan sumber daya agraria;

c. pengakuan, penghormatan, dan perlindungan terhadap hak-hak masyarakat hukum adat, baik dalam dimensi global, dimensi nasional, maupun dimensi regional;

d. prinsip landreform;

e. prinsip perencanaan dalam penggunaan tanah;

f. akomodasi hukum adat (pluralisme dalam unifikasi hukum); g. fungsi sosial dan fungsi ekologis atas sumber daya agraria;

h. prinsip keadilan, baik keadilan antargenerasi maupun keadilan gender dalam perolehan dan pemanfaatan sumber daya agraria;

i. pemberlakuan prinsip-prinsip good governance dalam pengelolaan sumber daya agraria.

Prinsip-prinsip di atas merupakan reorientasi atas prinsip-prinsip yang terdapat dalam UUPA selama ini, dan diselaraskan dengan prinsip-prinsip yang terdapat dalam Tap MPR tentang pembaruan agraria dan pengelolaan sumber daya alam. Dengan mengacu pada falsafah bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya harus dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, maka sinergi yang baik antara prinsip-prinsip UUPA yang ada selama ini dengan prinsip-prinsip pembaruan agraria, diharapkan dapat mencapai tujuan penyempurnaan UUPA, yaitu keadilan, efisiensi, serta pelestarian lingkungan dan pola penggunaan tanah yang berkelanjutan.

Atas dasar prinsip-prinsip pembaruan agraria di atas, maka Pasal 5 Tap MPR No. IX/MPR/2001 menetapkan arah kebijakan pembaruan agraria sebagai berikut. a. melakukan pengkajian ulang terhadap berbagai peraturan perundang-undangan

yang berkaitan dengan agraria dalam rangka sinkronisasi kebijakan antarsektor demi terwujudnya peraturan perundang-undangan yang didasarkan pada prinsip-prinsip pembaruan agraria dan pengelolaan sumber daya alam;

b. menyelesaikan konflik-konflik yang berkenaan dengan sumber daya agraria yang timbul selama ini sekaligus dapat mengantisipasi potensi konflik di masa mendatang guna menjamin terlaksananya penegakan hukum dengan didasarkan atas prinsip-prinsip pembaruan agraria dan pengelolaan sumber daya alam;

c. melaksanakan penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan 216

Maria S.W Sumardjono, Penyempurnaan UUPA dan Sinkronisasi Kebijakan, Surat Kabar harian Kompas, Jakarta, 24 September 2001, hal. 2.

217

Maria S.W Sumardjono, Menggagas ulang Penyempurnaan UUPA sebagai Pelaksanaan TAP MPR-RI NO. IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam, Yogyakarta, 21 September.

pemanfaatan tanah (landreform) yang berkeadilan dengan memperhatikan kepemilikan tanah untuk rakyat;

d. menyelenggarakan pendataan pertanahan melalui inventarisasi dan registrasi penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah secara komprehensif dan sistematis dalam rangka pelaksanaan landreform;

e. memperkuat kelembagaan dan kewenangannya dalam rangka mengemban pelaksanaan pembaruan agraria dan menyelesaikan konflik-konflik sumber daya agraria yang terjadi;

f. mengupayakan dengan sungguh-sungguh pembiayaan dalam melaksanakan program pembaruan agraria dan penyelesaian konflik-konflik sumber daya agraria yang terjadi.

Selanjutnya, menurut Maria S.W. Sumardjono218, apabila arah kebijakan pembangunan dipandang sebagai "raga," maka prinsip-prinsip pembaruan agraria perlu diakomodasi sebagai landasan yang akan berfungsi sebagai "jiwa" yang akan menjadi dasar untuk mencapai kesejahteraan rakyat. Pembangunan yang berlandaskan pada konsep pembaruan agraria harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut219

a. Cara pandang dan tindakan berkenaan dengan tanah. Tanah tidak boleh diperlakukan secara eksklusif, tetapi harus dilihat sebagai satu subsistem dari keseluruhan sistem berkenaan dengan penguasaan/pemanfaatan sumber daya agraria/sumber daya alam dan dikelola sesuai dengan prinsip-prinsip pembaruan agraria tersebut di atas. Dengan demikian, dapat dihindarkan tumpang tindih dan inkonsistensi antar peraturan perundang-undangan sektoral. Pembaruan agraria memerlukan reformasi di bidang hukum yang terkait dengan sumber daya agraria/sumber daya alam.

:

b. Karena di masa yang akan datang kesempatan untuk menggantungkan hidup dari sumber-sumber pertanian akan semakin berkurang, maka untuk mendukung pembaruan agraria, pelaksanaan program pembaruan agraria perlu dilengkapi dengan penciptaan sumber pendapatan dan peluang kerja, di samping program pendukung lainnya.

c. Berbagai konflik untuk memperebutkan sumber daya alam antarberbagai kelompok kepentingan akan semakin meningkat, baik dalam skala lokal maupun regional. Perlu diupayakan cara-cara penanggulangannya.

d. Dengan semangat otonomi, perlu meningkatkan tanggung jawab daerah dalam merancang bersama alokasi dan penatagunaan tanah.

e. Untuk mendorong pelaksanaan pembaruan agraria, diperlukan keberadaan suatu lembaga yang berkomitmen dan bertanggung jawab penuh terhadap pelaksanaannya, dengan dukungan pembiayaan yang memadai.

f. Pendekatan, sikap, dan perlakukan terhadap hukum adat dan masyarakat 218

Maria S.W Sumardjono, Arti Strategis Pembaruan Agraria, sebagai landasan pembangunan, makalah pada seminar dan lokakarya nasional Pengelolaan SDA berkelanjutan yang ramah lingkungan dan Pembaruan Agraria untuk keadilan dan kemakmuran rakyat, (Bandung: ITB-UNPAD, 2001), 14-16 September, hal.9.

219

hukum adat. Perlu pendekatan baru dalam menyikapi hukum adat pada saat kini dengan memperhatikan kecenderungan global, nasional, dan lokal dalam upaya mengakomodasi prinsip-prinsip hukum adat ke dalam tatanan hukum positif. Hak masyarakat hukum adat atas tanah milik bersama, hak cipta serta hak-hak lain yang terkait dengan pengetahuan tradisional masyarakat hukum adat yang bersangkutan, harus dihormati dan dilindungi oleh hukum positif.

Pada intinya, keduabelas prinsip pembaruan agraria yang terdapat dalam Tap MPR No. IX/MPR/2001 itu, jika diringkas akan berpangkal pada tiga prinsip utama220

a. prinsip demokratis, dalam dimensi kesetaraan antara pemerintah dengan rakyat, pemberdayaan masyarakat dan pengembangan good governance dalam penguasaan dan pemanfaatan sumber daya agraria;

:

b. prinsip keadilan, dalam dimensi filosofis baik keadilan intergenerasi maupun keadilan antargenerasi dalam upaya mengakses sumber daya agraria;

c. prinsip keberlanjutan, dalam dimensi kelestarian fungsi dan manfaat yang berdaya guna dan berhasil guna.

Ketiga prinsip utama sebagai rangkuman dari dua belas prinsip pembaruan agraria di atas, saling terkait, tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Manakala berbicara prinsip demokrasi, maka terkandung di dalamnya makna prinsip keadilan. Manakala berbicara prinsip keadilan, terkandung di dalamnya makna prinsip keberlanjutan.

Dalam pemahaman normatif, demokrasi merupakan sesuatu yang secara ideal hendak dilakukan oleh suatu negara. Sementara itu, dalam pemahaman empiris (procedural democracy), merupakan demokrasi dalam perwujudannya dalam kehidupan politik praktis. Keadilan adalah ukuran yang dipakai dalam memperlakukan objek (manusia) di luar diri seseorang. Ukuran tersebut tidak dapat dilepaskan dari arti yang diberikan pada manusia.221 Sementara itu, memahami keberlanjutan dalam kaitannya dengan lingkungan alam akan selalu berkaitan dengan kegiatan ekonomi. Dalam hal ini ada syarat keharusan (necessary condition) bagi keberlanjutan ekonomi yang harus dipenuhi, yaitu bahwa lingkungan alam tempat perekonomian itu berkembang harus dijaga agar terus menerus memberikan manfaatnya.222

Menurut H.S. Dillon

Dengan kegiatan perekonomian yang berkelanjutan dan dilakukan dengan mengacu pada norma-norma yang demokratis, maka keadilan dalam kegiatan ekonomi pun dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat.

223

220

Maria S.W Sumardjono, Transisional, Op Cit, hal. 7.

, berbicara mengenai demokrasi berarti berbicara mengenai kemerdekaan dan kesetaraan, karena kemerdekaan dan kesetaraan

221

Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Op Cit, hal.165.

222

Azis Khan, Pengelolaan Sumber Daya Alam: Ruang Kompromi dan Harmonisasi Kepentingan Ekonomi, Sosial dan Lingkungan: dalam Harijadi Kartidihardjo. dkk., Dibawah satu Payung Pengelolaan Sumber Daya Alam, (Jakarta: Suara Bebas, cet.I edisi revisi, 2005), hal. 83.

223

H.S. Dillon, Pembaruan Agraria sebagai alat demokrasi HAM, keadilan di Indonesia, makalah pada semiloka Pelaksanaan Pembaruan Agraria dan pengelolaan SDA yang adil dan berkelanjutan, (Bandung, 2001), hal. 4. 14-16 September.

adalah prinsip dasar demokrasi. Kemerdekaan berarti bebas dari hegemoni politik dan (ketergantungan) ekonomi. Kesetaraan berarti bebas dari diskriminasi atas kesetaraan hak dan peluang, artinya demokrasi bertujuan untuk menegakkan keadilan, yang bermakna diakhirinya segala bentuk diskriminasi terhadap manusia dan alam semesta. Dalam hal ini pengertian demokrasi bukan lagi sekadar berbicara