• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II : STATUS HUKUM HAK ATAS TANAH ADAT DALAM

A. Deskripsi Tentang Kabupaten Simalungun

1. Tinjauan mengenai historis (sejarah) Simalungun

Stagnasi penulisan sejarah Simalungun109 disebabkan oleh beberapa hal110 yaitu: a) Minimnya sumber-sumber tertulis yang merupakan rangkaian peristiwa sejarah di Simalungun, sehingga mengalami kesulitan untuk membentangkan, mendeskripsikan, serta menjelaskan peristiwa yang pernah terjadi di masa lampau itu. b) Di antara sumber tertulis yang ada umumnya dibukukan setelah masuknya era perkebunan111 sehingga era praperkebunan tersebut tidak diketahui, jika pun ada dari segi tradisi tulis, umumnya dilakukan oleh datu atau guru bolon112 dan isinya merupakan mantera-mantera atau pengobatan tradisional. Lain daripada itu manuskrip113 (partikkian) yang ada tidak mengisahkan angka tarikh atau tahun yang jelas, dan pengarang yang anonimus. Sementara itu, sumber-sumber pengelana asing114

109

Nama dan penamaan Simalungun sesungguhnya masih relatif baru. Peta yang dibuat oleh D.B. Hagen (eincompassauf namen) tahun 1883, belum mencantumkan nama Simalungun meskipun wilayah dimaksud adalah Simalungun sekarang. Dalam tradisi Kesultanan Melayu disebut “Batak Dusun” untuk menyebut Simalungun. Demikian pula ketika RMG memulai penginjilannya (1903) disebut “Timor landen”. Pada waktu itu, dikenal Batak Timur yakni orang Batak yang terletak disebelah timur Danau Toba (Negeri Timur). Sebenarnya kurang tepat apabila nama Simalungun sekarang dikaitkan dengan kepribadian orang Simalungun sebagai “Simou-mou malungun” atau meratap, sunyi, sepi, dan tertutup.

, juga tidak menyebutkan nama “Simalungun” secara pasti, walaupun di

110

Asumsi ini tentu saja didasarkan pada minimnya buku-buku standard tentang Simalungun. Demikian pula bahwa, kebanyakan buku tersebut ditulis oleh bukan sejarahwan akademis tetapi oleh sejarahwan non akademis ataupun budayawan. Tulisan yang dihasilkan cenderung untuk konsumsi kerabat (kalangan tertentu) yang kurang dapat dijadikan rujukan dalam pembahasan ilmiah. Namun demikian, sejumlah Theolog sudah banyak mencoba mengurai sejarah masyarakat dan kebudayaan Simalungun dari perspektif theology khususnya Kristen.

111

Kebiasaan bagi orang Belanda adalah mengirimkan ilmuwan khususnya etnolog dan filolog ke daerah yang akan dikuasainya. Masuknya pengusaha perkebunan asing di Sumatera Timur (1862), Simalungun (Sejak 1875) meninggalkan sepenggal noktah tentang Simalungun. Umumnya tulisan tersebut adalah nota penjelasan para penguasa daerah dan pengembangan wilayah perkebunan. Laporan komprehensif tentang Simalungun diperoleh dari J. Tidemann (1922), yakni kontrolir afdeeling Simeoloengen, itupun ditulis dalam kerangka pengetahuan kolonial terhadap sejarah etnis, kebudayaan dan topografis untuk perluasan perkebunan. Dalam kata pengantarnya, Tidemann mengemukakan terimakasih penyambung lidahnya kepada masyarakat yakni Johannes Hutapea khususnya dalam pengumpulan informasi tentang masyarakat Simalungun pada saat itu.

112

Periksa, JE. Saragih, Pustaka Laklak Museum Simalungun No 252, (Jakarta: Proyek Pengembangan Media

Kebudayaan Departemen P dan K, 1981). Salinan terhadap naskah-naskah Pustaha Simalungun seperti yang dikerjakan

oleh Vorhooeve tahun 1938 belum dipublikasikan, demikian pula nota-nota penjelasan daerah Simalungun dalam catatan kolonial belum pernah diterbitkan, dan jikapun diterbitkan masih terlalu singkat, sehingga keadaan ini menambah sulit

historiografi Simalungun berdasarkan sumber tertulis.

113

Manuskrip yang ada seperti Parpadanan Na Bolag (PNB), Parmongmong Bandar Syahkuda (PBS),

Partikkian Bandar Hanopan (PBH), tidak terdapat klan dan tarikh peristiwa tersebut, demikian pula penulisnya yang

anonimus. Lain daripada itu, analisis teks terhadap manuskrip ini belum pernah dilakukan hingga saat ini.

114

Periksa William Marsden, History of Sumatera, (Kuala Lumpur: Oxford University of Press, 1966), John

Anderson, Mission to the East Cost of Sumatera, (Kuala Lumpur: Oxford in Asia, 1971). Ma Huan, Ying-YaiShen-Lan:

kemudian hari wilayah yang dimaksud adalah Simalungun, c) Kebanyakan buku- buku tentang Simalungun pada masa sekarang, baik yang diterbitkan (ber-ISBN) ataupun masih dalam bentuk laporan tesis atau disertasi adalah tinjauan theology (Kristen) sehingga analisis terhadap kesejarahannya masih terbatas pada aspek theologis115, d) Minimnya Sarjana-sarjana penulis sejarah dan sosial berpredikat (master dan doktor116) yang menggeluti dunia kesejarahan ini sehingga literatur sejarah menjadi jarang dijumpai di toko buku, e) Di antara buku-buku yang ada cenderung ditulis untuk keperluan pribadi atau keluarga117 yang dalam pembentangannya kurang menjelaskan kaitan antara satu peristiwa dengan peristiwa lainnya atau juga dari satu wilayah dengan wilayah lainnya, f) Kerancuan daripada sejarah Simalungun sekarang dengan sumber terbatas itu berdampak pada pola penulisan yang mengadopsi penulis awal118 tanpa adanya dialog sumber sehingga makin lama makin terasa biasnya, g) Tradisi menulis yang belum memasyarakat119, dan h) Minimnya penyelidikan lintas disiplin ilmu120

Tomme Pires: An account of the east from the Red Sea to Japan, Written in Malacca and India in 1512-1515, (Armando

Corteasao, ed) Germany: Lessing Druckerij, Edwin M. Loeb (ed), 1935. Sumatera: Its History and People Singapore:

Oxford University, atau juga Anthony Reid (ed) 1995. Witnessses to Sumatera: A Travelers Anthology. Kuala Lumpur:

Oxford University. Atau juga WP. Groeneveltd (ed). 1960. Historical Notes on Indonesia and Malay: Compiled from

Chinese Sources. Jakarta: Bharata. Kong Yuanzhi. 2007. Cheng Ho Muslim Tionghoa: Misteri Perjalanan Muhibah di Nusantara (Hembing W, Ed). Jakarta: Obor

115

Lihat misalnya.Martin Lukito Sinaga, Identitas Postkolonial Gereja Suku Indonesia: Studi Tentang JW.

Saragih, (Yogyakarta: LkiS, 2006), atau Martin Lukito Sinaga dan Juandaharaya Dasuha, Tole den Timorlanden das Evanggelium: Sejarah 100 Tahun Injil di Simalungun, ( Pematangsiantar: Kolportase GKPS, 2003) Satu buku yang

diterbitkan tentang Simalungun adalah buah karya Arlin Dietrich Jansen. Gonrang Simalungun: Struktur dan Fungsinya

dalam Masyarakat Simalungun, (Medan : Bina Media, 2003).

116

Kebanyakan tema-tema penelitian yang ditulis oleh penulis asing tentang Simalungun adalah ekonomi pertanian dan perkebunan serta politik. Masih jarang dijumpai penulis yang mengurai sejarah Simalungun. Lain daripada itu kebanyakan para intelektual (professor, doktor, maupun magister) adalah berlatar belakang ilmu Paedagogis (ilmu pendidikan), Pertanian, Hukum, dan Tehnik, Kesehatan dan Theologi. Sedang dalam bidang ilmu sejarah, anthropologi maupun sosiologi (rumpun ilmu sosial lainnya) terutama yang aktif menulis buku masih jarang. Bilapun ada penulis sejarah cenderung bukan dalam kerangka akademis.

117

Lihat dan periksa buku-buku yang ditulis tentang Simalungun masih terfokus pada riwayat Raja dan Kerajaan, seperti Sejarah Kerajaan Raya, Kerajaan Siantar Sang Na Ualuh Damanik, Kerajaan Purba Pakpak, Kerajaan Panei Purba Dasuha dst, yang ditulis untuk keperluan keluarga. Demikian pula buku biografi atau semacam memoir yang ditulis dengan penjelasan minim tentang Simalungun.

118

Bandingkan dengan pendapat Michael Faucault yang mengemukakan bahwa dalam masyarakat biasanya terdapat berbagai wacana yang berbeda, namun karena penguasa memilih wacana tertentu yang kemudian mendominasi wacana lainnya, maka wacana-wacana lainnya akan terpinggirkan dan termarginalkan. Lihat Michael Faucault, What is an author?. In: Josue Harari (ed), Textual Strategies: Perspectives in Post Structuralis Criticism, (London: Methuen 1979). Maksud daripada pernyataan ini adalah ada-nya semacam fenomena penulisan buku dengan merujuk pada penulis luar Simalungun di mana rujukan tersebut sebenarnya bertentangan dengan keadaan Simalungun dan apalagi dengan penjelasan yang sangat dangkal. Contoh, penulis Simalungun masih saja merujuk bahwa klan dan asal usul orang Simalungun berasal dari Pusuh Buhit, tradisi Raja dan Kerajaan khususnya Raja Maropat adalah bentukan Singamangaraja, Nama dan penamaan Simalungun adalah sebagai (orang) yang ‘Malungun’, ‘Sunyi’, ‘Sepi’, (Sima-sima, Simou dan Malungun) padahal tidak punya dasar sama sekali.

119

Walaupun dengan analisis dan rujukan yang terbatas, beberapa diantaranya telah mencoba menulis seperti Sortaman Saragih, Orang Simalungun,(Jakarta: Citama Vigora, 2007).

120

Berdasarkan diskusi tak resmi dengan Kepala Museum Negeri Sumatera Utara dan Balai Arkeologi Medan, demikian pula tinggalan (artifak) arkeologis yang banyak di temukan di Simalungun, namun penelitian untuk mendapatkan data yang akurat seperti ekskavasi, geomorphologis, carbodanting atas tinggalan tersebut belum pernah dilakukan. Contoh fort of Nagur, Catur Nagur, arca raja yang menunggang Gajah maupun tinggalan