• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. KAJIAN PUSTAKA

A. Prinsip/ Teori Terkait

1. Minat

Minat merupakan salah satu aspek psikis yang dapat mendorong manusia mencapai tujuan. Seseorang yang memiliki minat terhadap suatu objek, cenderung memberikan perhatian atau merasa senang yang lebih besar kepada objek tersebut. Namun, apabila objek tersebut tidak menimbulkan rasa senang, maka orang itu tidak akan memiliki minat atas objek tersebut. Oleh karena itu, tinggi rendahnya perhatian atau rasa senang seseorang terhadap objek dipengaruhi oleh tinggi rendahnya minat seseorang tersebut. Indikator minat belajar antara lain adalah perasaan senang, ketertarikan siswa, dan keterlibatan siswa. Minat siswa dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor Internal adalah sesuatu yang membuat siswa berminat, yang berasal dari dalam diri sendiri. Faktor internal tersebut antara lain: pemusatan perhatian, keingintahuan, motivasi, dan kebutuhan. Faktor eksternal adalah sesuatu yang membuat siswa berminat yang datangnya dari luar diri, seperti: dorongan dari orang tua, dorongan dari guru, tersedianya prasarana dan sarana atau fasilitas, dan keadaan lingkungan (Purbantoro, 2012).

Minat merupakan faktor psikologis yang terdapat pada setiap orang. Sehingga minat terhadap sesuatu/ kegiatan tertentu dapat dimiliki setiap orang. Bila seseorang tertarik pada sesuatu maka minat akan muncul. Dapat dimengerti bahwa terjadinya minat itu karena dorongan dari perasaan senang

dan adanya perhatian terhadap sesuatu (Hera, 2012). Minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa ketertarikan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh. Minat pada dasarnya adalah suatu penerimaan akan suatu hubungan antara diri sendiri dengan sesuatu di luar diri. Semakin kuat atau dekat hubungn tersebut, semakin besar minat. Suatu minat dapat diekspresikan melalui suatu pernyataan yang menunjukkan bahwa siswa lebih menyukai suatu hal daripada hal lainnya, dapat pula dimanifestasikan melalui partisipasi dalam suatu aktivitas. Siswa yang memiliki minat terhadap subyek tertentu cenderung untuk memberikan perhatian yang lebih besar terhadap subyek tersebut (Slameto, 2010).

Menurut Getsel dalam Abdul (2014), minat adalah suatu disposisi yang terorganisir melalui pengalaman yang mendorong seseorang untuk memperoleh objek khusus, aktivitas, pemahaman, dan keterampilan untuk tujuan perhatian atau pencapaian. Minat atau keinginan adalah kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu. Hal penting pada minat adalah intensitasnya. Secara umum minat termasuk karakteristik afektif yang memiliki intensitas tinggi. Penilaian minat dapat digunakan untuk:

a. Mengetahui minat peserta didik sehingga mudah untuk pengarahan dalam pembelajaran,

b. Mengetahui bakat dan minat peserta didik yang sebenarnya, c. Pertimbangan penjurusan dan pelayanan individual peserta didik, d. Menggambarkan keadaan langsung di lapangan/ kelas,

e. Mengelompokkan peserta didik yang memiliki minat sama,

f. Acuan dalam menilai kemampuan peserta didik secara keseluruhan dan memilih metode yang tepat dalam penyampaian materi,

g. Mengetahui tingkat minat peserta didik terhadap pelajaran yang diberikan pendidik,

h. Bahan pertimbangan menetukan program sekolah, i. Meningkatkan motivasi belajar peserta didik.

Menurut Hansen dalam Susanto (2013), minat belajar siswa erat hubungannya dengan kepribadian, motivasi, ekspresi, dan konsep diri atau identifikasi, faktor keturunan dan pengaruh eksternal atau lingkungan. Seseorang cenderung untuk menyukai suatu kegiatan yang diyakininya telah dilakukan atau dapat dilakukannya dengan berhasil. Berangkat dari konsep bahwa minat merupakan motif yang dipelajari, yang mendorong dan mengarahkan individu untuk menemukan serta aktif dalam kegiatan-kegiatan tertentu, akan dapat diidentifikasi indikator-indikator minat dengan menganalisis kegiatan-kegiatan yang dilakukannya atau objek-objek yang dijadikan kesenangan. Analisis tersebut dapat dilakukan terhadap beberapa hal, yaitu ada 4; 1) keinginan untuk memiliki sesuatu; 2) objek atau kegiatan yang disenangi; 3) jenis kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh sesuatu yang disenangi; dan 4) upaya-upaya yang dilakukan untuk merealisasikan keinginan atau rasa terhadap objek atau kegiatan tertentu (Susanto, 2013).

Indikator minat ada empat, yaitu: perasaan senang, ketertarikan siswa, perhatian siswa, dan keterlibatan siswa (Safari, 2003). Masing-masing indikator tersebut adalah sebagai berikut:

a. Perasaan senang

Seorang siswa yang memiliki perasaan senang atau suka terhadap suatu mata pelajaran, maka siswa tersebut akan terus mempelajari ilmu yang disenanginya. Tidak ada perasaan terpaksa pada siswa untuk mempelajari bidang tersebut.

b. Ketertarikan siswa

Berhubungan dengan daya gerak yang mendorong untuk cenderung merasa tertarik pada orang, benda, kegiatan atau bisa berupa pengalaman afektif yang dirangsang oleh keinginan itu sendiri.

c. Perhatian siswa

Perhatian merupakan konsentrasi atau aktivitas jiwa terhadap pengamatan dan pengertian, dengan mengesampingkan yang lain. Siswa yang memiliki minat pada objek tertentu, dengan sendirinya akan memperhatikan objek tersebut.

d. Keterlibatan siswa

Ketertarikan seseorang akan suatu objek yang mengakibatkan orang tersebut senang dan tertarik untuk melakukan atau mengerjakan kegiatan dari objek tersebut.

Keller (1983) dalam Siregar dan Nara (2010) menyususn seperangkat prinsip-prinsip motivasi yang dapat diterapkan dalam proses pembelajaran,

yang disebut sebagai ARCS model yaitu Attention (Perhatian), Relevance (Relevansi), Confidence (Kepercayaan diri), dan Satisfaction (Kepuasan). Dalam proses pembelajaran keempat kondisi tersebut sangat penting untuk memelihara motivasi siswa selama proses belajar sehingga minat siswa tetap baik atau tidak menurun. Berikut adalah penjelasan dari ARCS;

a. Attention (Perhatian)

Dorongan rasa ingin tahu. Rasa ingin tahu seseorang ini muncul karena dirangsang melalui elemen-elemen baru, aneh, lain dengan yang sudah ada, dan kontradiktif / kompleks. Terdapat beberapa strategi untuk merangsang minat dan perhatian, yaitu sebagai berikut;

1) Menggunakan metode penyampaian yang bervariasi. 2) Menggunakan media untuk melengkapi pembelajaran. 3) Menggunakan humor dalam penyajian pembelajaran.

4) Menggunakan peristiwa nyata, anekdot dan contoh-contoh untuk memperjelas konsep yang disampaikan.

5) Menggunakan teknik bertanya untuk melibatkan siswa. b. Relevance (Relevansi)

Adanya hubungan yang ditunjukkan antara materi pembelajaran, kebutuhan dan kondisi siswa. Ada tiga strategi yang dapat digunakan untuk menunjukkan relevansi dalam pembelajaran, yaitu sebagai berikut; 1) Menyampaikan kepada siswa apa yang akan dapat mereka lakukan

setelah mempelajari materi pembelajaran.

3) Memberikan contoh, latihan/ tes yang langsung berhubungan dengan kondisi siswa atau profesi tertentu.

c. Confidence (Kepercayaan diri)

Merasa diri kompeten atau mampu merupakan potensi untuk dapat berinteraksi dengan lingkungan. Ada sejumlah strategi untuk meningkatkan kepercayaan diri, yaitu;

1) Meningkatkan harapan siswa untuk berhasil dengan memperbanyak pengalaman berhasil.

2) Meningkatkan harapan untuk berhasil dengan menggunakan persyaratan untuk berhasil.

3) Memberikan umpan balik konstruktif selama pembelajaran, agar siswa mengetahui sejauh mana pemahaman dan prestasi belajar mereka. 4) Menyusun pembelajaran ke dalam bagian-bagian yang lebih kecil,

sehingga siswa tidak dituntut mempelajari banyak konsep sekaligus. d. Satisfaction (kepastian)

Merupakan keberhasilan dalam mencapai suatu tujuan akan menghasilkan kepuasan, siswa akan termotivasi untuk terus berusaha mencapai tujuan yang serupa. Sejumlah strategi untuk mencapai kepuasan, yaitu;

1) Menggunakan pujian secara verbal, umpan balik yang informatif, bukan ancaman atau sejenisnya.

2) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk segera menggunakan/ mempraktikkan pengetahuan yang baru dipelajari.

3) Meminta kepada siswa yang telah menguasai untuk membantu teman-temannya yang belum berhasil.

4) Membandingkan prestasi siswa dengan prestasinya sendiri di masa lalu dengan suatu standar tertentu, bukan dengan siswa lain (Siregar dan Nara, 2010).

Minat dapat diartikan sebagai perasaan senang atau tertarik pada suatu hal dan dapat membuat seseorang berpartisipasi dalam suatu aktivitas. Dalam dunia pendidikan di sekolah, minat memegang peranan penting dalam belajar. Karena minat ini merupakan suatu kekuatan motivasi yang menyebabkan seseorang memusatkan perhatian terhadap seseorang, suatu benda, atau kegiatan tertentu. Dengan demikian, minat merupakan unsur yang menggerakkan motivasi seseorang sehingga orang tersebut berkonsentrasi terhadap suatu benda atau kegiatan tertentu (Susanto, 2013). Pada proses pembelajaran perlu adanya suatu kegiatan atau media yang dapat membangkitkan minat siswa untuk mau belajar atau menerima pelajaran agar tujuan dari proses pembelajaran dapat tercapai. Jika siswa sudah mempunyai keinginan atau kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu maka akan mudah untuk menerima masukan atau materi yang diberikan.

2. Hasil Belajar

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas hasil belajar (prestasi belajar) diduga dipengaruhi pula oleh tinggi rendahnya motivasi berprestasi yang dapat dilihat dari nilai rapor. Untuk menunjukkan tinggi rendahnya atau baik buruknya hasil belajar yang dicapai siswa ada beberapa cara. Suatu cara yang sudah lazim digunakan adalah dengan memberikan skor terhadap kemampuan atau keterampilan yang dimiliki siswa setelah mengikuti proses belajar tersebut. Sesuai dengan taksonomi tujuan pembelajaran, hasil belajar dibedakan dalam tiga aspek, yaitu hasil belajar aspek kognitif, afektif dan psikomotorik (Jamil, 2012).

Hasil belajar dapat dijelaskan dengan memahami dua kata yang

membentuknya, yaitu “hasil” dan “belajar”. Pengertian hasil menunjukkan

pada suatu perolehan akibat dilakukannya suatu aktivitas atau proses yang mengakibatkan berubahnya input secara fungsional. Sedangkan belajar dilakukan untuk mengusahakan adanya perubahan perilaku pada individu yang menjadi hasil belajar, selain hasil belajar kognitif yang diperoleh peserta didik (Purwanto, 2011)

Benjamin Bloom mengelompokkan kemampuan manusia ke dalam dua ranah utama yaitu ranah kognitif dan ranah non-kognitif. Ranah non-kognitif dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu ranah afektif dan ranah psikomotor.

a. Ranah Kognitif

Pelaksanaan penilaian dan evaluasi hasil belajar ranah kognitif dilandasi oleh teori taksonomi Bloom. Kerangka pikir ini memudahkan

guru memahami, menata dan mengimplementasikan tujuan-tujuan pendidikan. Taksonomi Bloom ranah kognitif telah direvisi oleh Anderson dan Krathwohl, salah satu alasan untuk melakukan revisi karena adanya kebutuhan untuk memadukan pengetahuan dan pemikiran baru dalan sebuah kerangka tujuan pendidikan. Taksonomi Bloom yang telah direvisi yakni; mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi dan menciptakan. Kategori tersebut ialah sebagai berikut:

1) Mengingat (Remember)/ C 1

Mengingat merupakan dimensi yang berperan penting dalam proses pembelajaran yang bermakna (meaningful leraning) dan pemecahan masalah (problem solving). Mengingat meliputi mengenali (recognition) dan memanggil kembali (recalling). Mengenali berkaitan dengan mengetahui pengetahuan masa lampau yang berkaitan dengan hal-hal yang konkret, sedangkan memanggil kembali (recaling) adalah proses kognitif yang membutuhkan pengetahuan masa lampau secara cepat dan tepat.

2) Memahami (Understand)/ C 2

Memahami/ mengerti berkaitan dengan membangun sebuah pengertian dari berbagai sumber seperti pesan, bacaan dan komunikasi. Memahami/ mengerti berkaitan dengan aktivitas mengklasifikasikan (classification) dan membandingkan (comparing). Mengklasifikasikan akan muncul ketika seorang siswa berusaha

mengenali pengetahuan yang merupakan anggota dari kategori pengetahuan tertentu.

3) Menerapkan (Apply)/ C 3

Menerapkan menunjuk pada proses kognitif memanfaatkan atau mempergunakan suatu prosedur untuk melaksanakan percobaan atau menyelesaikan permasalahan. Menerapkan berkaitan dengn dimensi pengetahuan prosedural (procedural knowledge). Menerapkan meliputi kegiatan menjalankan prosedur (executing) dan mengimplementasikan (implementing). Menerapkan merupakan proses kontinu, dimulai dari siswa menyelesaikan suatu permasalahan menggunakan prosedur baku/ standar yang sudah diketahui.

4) Menganalisa (Analyze)/ C 4

Menganalisis merupakan memecahkan suatu permasalahan dengan memisahkan tiap-tiap bagian dari permasalahan dan mencari keterkaitan dari tiap-tiap bagian tersebut dan mencari tahu bagaimana keterkaitan tersebut dapat menimbulkan permasalahan. Menganalisa berkaitan dengan proses kognitif memberi atribut (attributing) dan mengorganisasikan (organizing). Memberi atribut akan muncul apabila siswa menemukan permasalahan dan kemudian memerlukan kegiatan membangun ulang hal yang menjadi permasalahan. Mengorganisasikan menunjukkan identifikasi unsur-unsur hasil komunikasi atau situasi dan mencoba mengenali bagaimana unsur-unsur ini dapat menghasilkan hubungan yang baik.

5) Evaluasi (Evaluation)/ C 5

Evaluasi berkaitan dengan proses kognitif memberikan penilaian berdasarkan kriteria dan standar yang sudah ada. Ktiteria yang biasanya digunakan adalah kualitas, efektivitas, efisiensi, dan konsistensi. Kriteria atau standar ini dapat pula ditentukan sendiri oleh siswa. Standar ini dapat berupa kuantitatif maupun kualitatif serta dapat ditentukan sendiri oleh siswa. Perbedaan antara penilaian yang dilakukan siswa dengan penilaian yang merupakan evaluasi adalah pada standar dan kriteria yang dibuat oleh siswa. Jika standar atau kriteria yang dibuat mengarah pada pada keefektifan hasil yang didapatkan dibandingkan dengan perencanaan dan keefektitifan prosedur yang digunakan maka apa yang dilakukan siswa merupakan kegiatan evaluasi.

6) Mencipta (Create)/ C 6

Menciptakan mengarah pada proses kognitif meletakkan unsur-unsur secara bersama-sama untuk membentuk kesatuan yang koheren dan mengarahkan siswa untuk menghasilkan suatu produk baru dengan mengorganisasikan beberapa unsur menjadi suatu bentuk atau pola yang berbeda dengan yang sebelumnya. Menciptakan di sini mengarahkan siswa untuk dapat melaksanakan dan menghasilkan karya yang dapat dibuat oleh semua siswa. Perbedaan menciptakan ini dengan dimensi berpikir kognitif lainnya adalah pada dimensi yang lain seperti mengerti, menerapkan, dan menganalisis siswa bekerja

dengan informasi yang sudah dikenal sebelumnya, sedangkan pada menciptakan siswa bekerja dan menghasilkan sesuatu yang baru (Abdul, 2014).

b. Ranah Afektif

Secara umum ranah afektif diartikan sebagai internalisasi sikap yang menunjuk ke arah pertumbuhan batiniah yang terjadi bila individu menjadi sadar tentang nilai yang diterima dan kemudian mengambil sikap sehingga kemudian menjadi bagian dari dirinya dalam membentuk nilai dan menentukan tingkah lakunya. Jenjang kemampuan dalam ranah afektif yaitu: menerima,diharapkan siswa peka terhadap eksistensi fenomena atau rangsangan tertentu; menjawab, siswa peka pada suatu fenomena dan bereaksi terhadap suatu cara; menilai, diharapkan siswa dapat menilai suatu objek atau fenomena dengan cukup konsisten; organisasi, tingkatan ini untuk menyatukan nilai-nilai yang berbeda. Ada lima tipe karakteristik afektif yang penting, yaitu sikap, minat, konsep diri, nilai, dan moral. c. Ranah Psikomotor

Aspek psikomotor lebih mengorientasikan pada proses tingkah laku atau pelaksanaan, sebagai tindak lanjut dari nilai yang didapat melalui aspek kognitif dan diinternalisasikan melalui aspek afektif sehingga mengorganisasi dan diaplikasikan dalam bentuk nyata melalui aspek psikomotor. Seseorang yang memiliki minat tinggi terhadap suatu hal akan berusaha mewujudkannya sebagai pengungkapan ekspresi atau tindakan nyata dari keinginannya.

Hasil belajar merupakan suatu pencapaian dari proses pembelajaran yang telah dilakukan, hasil belajar juga dapat menjadi indikator tercapainya suatu tujuan pembelajaran. Hasil belajar juga erat kaitannya dengan motivasi atau minat belajar siswa, semakin tinggi motivasi atau minat yang dimilki siswa maka hasil belajar juga akan meningkat. Hasil belajar tidak hanya memperhatikan kemampuan kognitif saja tetapi kemampuan dalam ranah afektif dan psikomotor juga perlu diseimbangkan.

3. Media Belajar

Media sebagai alat bantu dalam proses belajar mengajar adalah suatu kenyataan yang tidak dapat dipungkiri. Setiap materi pelajaran tetentu memiliki tingkat kesukaran yang bervariasi. Anak didik atau siswa cepat merasa bosan dan kelelahan tentu tidak dapat mereka hindari, disebabkan penjelasan guru yang sukar dicerna dan dipahami. Walaupun begitu, penggunaan media sebagai alat bantu tidak bisa sembarangan menurut sekehendak hati guru, tetapi harus memperhatikan dan mempertimbangkan tujuan (Djamarah dan Zain, 2010)

Media pembelajaran dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang dapat menyampaikan dan menyalurkan pesan dari sumber secara terencana sehingga tercipta lingkungan belajar yang kondusif di mana penerimanya dapat melakukan proses belajar secara efisien dan efektif (Munandi, 2010). Pengertian media dalam proses belajar mengajar cenderung diartikan sebagai alat-alat grafis, photografis, atau elektronis untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual atau verbal. Dengan demikian, dapat

disimpulkan bahwa media adalah bagian yang tidak terpisahkan dari proses belajar mengajar demi tercapainya tujuan pendidikan pada umumnya dan tujuan pembelajaran di sekolah pada khususnya (Azhar, 2014). Media yang telah dikenal dewasa ini tidak hanya terdiri dari dua jenis, tetapi lebih dari satu salah satunya yaitu media visual. Media visula adalah media yang hanya mengandalkan indra penglihatan. Media visual ini ada yang menampilkan gambar diam seperti film strip, slide, gambar atau lukisan, dan cetakan (Djamarah dan Zain, 2010).

Permainan biasanya dilakukan secara sukarela dan tidak ada paksaan atau tekanan dari luar atau kewajiban. Menurut Piaget dalam jurnal Psiko-Edukasi Unika Atma Jaya (2006), bermain terdiri atas tanggapan yang diulang sekedar untuk kesenangan fungsional. Jadi permainan adalah media yang digunakan untuk memperoleh kesenangan sekaligus pengetahuan. Para siswa akan memberi makna sendiri pada permainannya dan melakukan pengontrolan sendiri terhadap kegiatan yang dilakukannya. Salah satu jenis permainan yaitu permainan menguji, yakni permainan yang dapat menguji pesertanya dengan cara-cara yang menyenangkan, misalnya mengenai kemampuan mendengar, melihat, mengamati, berimajinasi, berpikir kreatif, menginagt, berkonsentrasi, berhitung, berbahasa, bersosialisasi, kemampuan motorik, dan lain, lain (Silberg, 2002).

Media belajar dapat diartikan sebagai alat atau perantara untuk menjelaskan atau menceritakan sesuatu pada proses pembelajaran. Salah satu media belajar yang dapat mengaktifkan siswa dikemas dalam bentuk

permainan, selain proses belajar menjadi menyenangkan siswa juga dituntut untuk berfikir kreatif menyelesaikan permainan tersebut.

4. Kartu Kwartet

Kartu kwartet adalah sejenis permainan yang terdiri atas beberapa jumlah kartu bergambar yang dari kartu tersebut tertera keterangan berupa tulisan yang menerangkan gambar tersebut. Biasanya tulisan judul ditulis paling atas dari kartu dan tulisannya lebih diperbesar atau dipertebal. Sedangkan tulisan sub judul, ditulis dua atau empat baris secara vertikal di tengah-tengah antara kategori dan gambar. Tulisan yang menerangkan gambar itu biasanya ditulis dengan tinta berwarna. Ukuran dari kartu kwartet biasanya beragam, ada yang berukuran kecil dan sedang. Jumlah kartu dalam kartu kwartet ada 32 buah kartu, berarti memiliki 8 kategori, yang masing-masing memiliki 4 buah kartu (Suryani, 2014).

Langkah-langkah pada permainan kartu kwartet adalah: a. membentuk kelompok yang terdiri dari 2-4 orang,

b. menentukan giliran bermain, seperti siapa yang pertama, kedua dan seterusnya,

c. kartu dikocok dan dibagikan kepada setiap pemain sebanyak 4 kartu (bisa lebih), meletakkan sisa kartu di tengah,

d. orang pertama meminta kartu ke orang lain , mencoba melengkapi kartu yang dimilikinya seperti contoh :

e. A harus menebak sub judul manakah yang dipegang oleh B dengan cara melihat 3 sub judul lain pada kartu yang dipegangnya, yang tidak dicetak miring atau diberi warna berbeda,

f. jika tebakan A benar, maka B harus memberikan kartu kepada A, dan A boleh meminta sub judul lain kepada B bila B masih mempunyai kartu dengan judul tersebut, atau meminta judul kartu yang lain yang sama kepada anggota lain,

g. jika yang diminta A tidak dipunyai oleh pemain lain atau A salah menebak, maka giliran berpindah kepada pemain lain, dan A mengambil satu kartu ditengah,

h. bila ada pemain yang sudah mengumpulkan lengkap 4 kartu dengan satu judul, maka dia harus meletakkan kartu tersebut di bawah, dan memperoleh poin 1,

i. pemenangnya adalah orang yang berhasil mengumpulkan judul/ poin terbanyak. Selama permainan berlangsung siswa diberi kesempatan untuk bertanya jika ditemukan konsep yang kurang dipahami dapat bertanya pada guru atau membuka buku paket (Saptawulan, 2012).

Permainan kartu kwartet ini juga memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya antara lain; bersifat praktis, dapat diguankan kapan saja dan dimana saja, bisa menjadi koleksi pribadi, dapat digunakan sebagai media pembelajaran di sekolah. Kelemahan penggunaan kartu kwartet ini hanya dapat dimainkan 4 orang setiap kelompoknya, harus memperbanyak kartu kwartet jika untuk banyak peserta, dan mengeluarkan banyak biaya (Fauzi, 2012).

Berikut adalah contoh kartu kwartet yang digunakan dalam penelitian ini.

5. Invertebrata

Invertebrata merupakan istilah untuk hewan yang tidak bertulang belakang. Terdiri atas 9 filum yaitu Porifera, Cnidaria, Ctenophora, Plathyhelminthes, Nematoda, Annelida, Mollusca, Arthropoda, dan Echinodermata. Materi Invertebrata mencakup beberapa pembahasan yang harus dipelajari oleh siswa yaitu tentang ciri morfologi, ciri anatomi, sistem organ, klasifikasi, peran dalam kehidupan manusia. Materi Invertebrata diajarkan pada kelas X semester 2, terdapat pada standar kompetensi Memahami manfaat keanekaragaman hayati dan kompetensi dasar 3.4 Mendeskripsikan ciri-ciri filum dalam dunia hewan dan peranannya bagi kehidupan.

Dokumen terkait