• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.4. Strategi Pengembangan Usaha Sapi Potong di Kabupaten Lima

4.4.6. Prioritas Strategi Pengembangan Sapi Potong

Untuk merumuskan strategi pengembangan usaha sapi potong di kabupaten Lima Puluh Kota digunakan Analisis Hirarki Proses (AHP). Tingkat kelayakan stra- tegis diukur dengan nilai prioritas strategi yang diperoleh dari hasil penyebaran kuesioner pada 5 ekspert yang berkualifikasi sebagai pengambil kebijakan dijajaran pemerintah kabupaten Lima Puluh Kota.

Beberapa komponen yang diperlukan dalam menyusun hirarki, faktor-faktor yang sangat berpengaruh dalam analisis SWOT menggunakan IFE dan EFE menjadi faktor penentu dalam menyusun hirarki. Alternatif strategi peringkat 1 sampai

dengan peringkat 5 dalam matrik SWOT dijadikan altenatif strategi dalam menyusun hirarki. Hal ini dilakukan untuk menjaga kesatuan dari analisis dan fokus pada satu sasaran strategi.

Dalam menyelesaikan permasalahan menggunakan PHA dilakukan dengan teknik komparasi berpasangan terhadap elemen yang dibandingkan, sehingga mem- bentuk matrik n x n. Nilai yang diberikan berada pada skala pendapat atau skala dasar ranking. Terhadap hasil penilaian dilakukan analisis horizontal untuk melihat tingkat konsistensi pendapat individu, rasio konsistensi yang memenuhi adalah ≤ 0,1. Setelah dilakukan analisis seperti terlihat pada Lampiran 4, maka diperoleh hasil analisis seperti disajikan pada Gambar 17.

Hasil analisis memperlihatkan bahwa prioritas strategi pengembangan usaha sapi potong di kabupaten Lima Puluh Kota berturut-turut adalah : 1) peningkatan modal usaha (49,70%), 2) penerapan teknologi tepat guna berbasis petani (25,52%), 3) menciptakan kawasan sentra pembibitan sapi potong (12,72%), 4) peningkatan efisiensi usaha (6,20%), dan 5) optimalisasi fungsi kelompok (3,61%).

1. Peningkatan Modal Usaha

Peningkatan modal usaha menjadi prioritas pertama untuk pengembangan usaha sapi potong di kabupaten Lima Puluh Kota. Masih terbatasnya kemampuan peternak dalam mengakses modal usaha, terbatasnya bantuan pemerintah melalui penguatan modal kelompok, sementara itu sumberdaya yang dimiliki oleh petani- ternak masih memungkinkan untuk pengembangan usaha sapi potong. Oleh karena itu diperlukan tambahan modal usaha berupa bantuan modal dengan kredit lunak melalui penguatan modal kelompok seperti program Sarjana Membangun Desa (SMD), Bantuan Pinjaman Langsung Masyarakat (BPLM) dan sumberdana lain melalui kelompok-kelompok yang ada. Dengan ketersedia- an modal usaha yang murah dan mudah, akan memacu usaha pembibitan sapi potong dengan cara penambahan skala kepemilikan ternak dan jumlah peternak yang bergerak dibidang pembibitan sapi potong.

2. Penerapan teknologi tepat guna berbasis petani-ternak

Penerapan teknologi tepat guna berbasis petani-ternak berupa budidaya repro- duksi, teknologi pakan dan pengolahan limbah, menjadi prioritas ke dua untuk pengembangan usaha sapi potong. Sebagai pengelola petani-ternak dituntut untuk mampu menguasai dan memanfaatkan teknologi yang dibutuhkan untuk

I = Strategi Pengembangan Usaha Sapi Potong di kabupaten Lima Puluh kota (1,000)

4 3 1 2 5 II = Pakan Bibit Tatalaksana Penyakit Pemasaran (0,067) (0,134) (0,494) (0,268) (0,0368) III = 4 2 3 1 L-Keu P-Swt Peternak Instansi terkait (0,0317) (0,2515) (0,1198) (0,5997)

IV=

1 2 5 3 4 Perluasan Produksi dan Optimalisasi Peningkatan Perbaikan Usaha Produktivitas Sumberdaya Pendapatan kualitas bibit (0,4921) (0,2589) (0,0345) (0,1305) (0,0662) V= 1 4 2 3 5 Modal Efisiensi Penerapan Kawasan sentra Fungsi Usaha Usaha Teknologi Pembibitaan Kelompok (0,4970) (0,0620) (0,2552) (0,1272) (0,0361)

Gambar 17 Hirarki utama strategi pengembangan usaha sapi potong di kabupaten Lima Puluh Kota

Keterangan :

I = Fokus : Strategi Pengembangan Usaha Sapi Potong di kabupaten Lima Puluh Kota II = Kriteria : Pakan = Pemberian pakan

Bibit = Bibit yang digunakan Tatalaksana = Tatalaksana pemeliharaan Penyakit = Pengendalian penyakit Pemasaran = Pemasaran hasil III = Aktor/Pelaku: L-Keu = Lembaga keuangan L-Swt = Pengusaha swasta

Peternak= Peternak

Instansi = Instansi teknis terkait

IV = Sasaran : Perluasan usaha = Perluasan usaha sapi potong

Produksi dan produktivitas = Peningkatan produksi dan produktifitas Optimalisasi sumberdaya = Optimalisasi penggunaan sumberdaya Peningkatan pendapatan = Peningkatan pendapatan peternak Perbaikan kualitas bibit = Perbaikan kualitas bibit sapi potong V = Alternatif : Modal usaha = Peningkatan modal usaha

Strategi Efisiensi usaha = Meningkatkan efisiensi usaha

Penerapan teknologi = Penerapan teknologi tepat guna Kawasan sentra pembibitan = Membuat kawasan sentra pembibitan

Fungsi kelompok = Mengoptimalkan fungsi kelompok

pengembangan usaha, mengendalikan usaha dengan baik, memanfaatkan sum- berdaya yang ada secara optimal untuk mendapatkan keuntungan maksimal, serta mampu memanfaatkan peluang-peluang yang ada. Strategi ini akan di imple- mentasikan melalui program peningkatan kualitas sumberdaya manusia, berupa ; 1) inventarisasi sumberdaya petani-ternak yang ada dan teknologi yang dibutuh- kan, 2) penyusunan program pendidikan dan pelatihan, dan 3) pembinaan petani- ternak dan petugas teknis.

3. Pengembangan kawasan sentra pembibitan sapi potong

Pengembangan kawasan sentra pembibitan sapi potong melalui pengembangan sistem kelembagaan kelompok, pengembangan kawasan sentra pembibitan dapat dilakukan di kecamatan Luhak, Situjuah Limo Nagari, Lareh Sago Halaban, dan kecamatan Bukit Barisan. Pengembangan kawasan sentra pembibitan yang dilakukan baik ditingkat provinsi maupun kabupaten berpotensi untuk menambah jumlah ternak yang ada sehingga akan mempercepat pencapaian swasembada daging sapi. Pemerintah telah menetapkan bahwa Sumatera Barat sebagai pusat pembibitan Simental melalui Village Breeding Center (VBC) prioritas di daerah Agam Timur (Tilatang Kamang, Ampek Angkek dan Baso), selanjutnya akan dikembangkan di kabupaten Lima Puluh Kota, Tanah Datar, dan Padang Panjang (Dinas Peternakan Tk I Sumatera Barat 2007b). Faktor pendukung lain adalah keberadaan BIB-Daerah Tuah Sakato yang berada di Limbukan kabupaten Lima Puluh Kota, yang dapat memproduksi sumber bibit untuk IB sehingga dapat dimanfaatkan oleh peternak yang ada disekitarnya dan daerah atau provinsi lain yang berdekatan.

4. Peningkatan efisiensi usaha melalui peningkatan skala usaha

Efisiensi usaha dapat ditingkatkan melalui peningkatan skala usaha dari rata-rata kepemilikan ternak 5 ekor per peternak menjadi 10 ekor per peternak, optimalisasi penggunaan sumberdaya yang ada melalui penerapan teknologi tepat guna, yang didukung oleh manajemen pemeliharaan yang baik. Teknologi yang diperlukan berupa teknologi pakan, inseminasi buatan, dan teknologi pengelohan limbah usahatani tanaman-ternak. Optimalisasi penggunaan sumberdaya lahan dilaku- kan dengan cara meningkatkan jumlah ternak sapi bibit yang dipelihara, dan mengoptimalkan integrasi tanaman-ternak, serta mengoptimalkan fungsi kelom- pok dalam penyediaan sarana produksi dan pemasaran produk.

5. Optimalisasi fungsi kelompok tani-ternak

Optimalisasi fungsi kelompok tani-ternak melalui penguatan fungsi koperasi kelompok, manajemen yang transparan, dan pendampingan yang intensif, serta adanya dukungan dari pemerintah, swasta dan anggota melalui pelatihan- pelatihan teknis dan kewirausahaan. Dukungan dari pemerintah ditujukan untuk memberi pelayanan seperti pelayanan IB, Poskeswan, RPH, Penyuluh, UPT Pusat dan Daerah. Dukungan swasta berupa upaya mendorong tumbuh dan berkem- bangnya berbagai asosiasi, koperasi dan kemitraan yang saling menguntungkan. Dukungan dari peternak/anggota berupa partisipasi anggota, kerjasama di antara anggota dan pengurus dalam melayani kebutuhan anggota (penyediaan sarana produksi, permodalan dan kemitraan dengan pihak lain), menuju kemandirian kelompok. Berkembangnya suatu lembaga kelompok erat kaitannya dengan kualitas sumberdaya manusia (SDM) yang ada di kelompok tersebut, terutama pengurus. Kelompok dengan SDM yang baik akan tetap berkembang meskipun memiliki fasilitas yang relatif terbatas.

4.4.7 Program dan Kegiatan Pengembangan Sapi Potong di Kabupaten Lima