B. TINJAUAN PUSTAKA
5. Problematika Polysynchronous Learning
Problematika berasal dari kata problem yang dapat diartikan permasalahan atau masalah.
Adapun masalah itu sendiri adalah suatu Problematika atau persoalan yang harus dipecahkan dengan kata lain masalah merupakan kesenjangan antara kenyataan dengan suatu yang diharapkan dengan baik, agar tercapai hasil yang maksimal (Wahyuningsih, 2021). Perubahan sistem dan kegiatan pembelajaran dari luar jaringan (offline) menuju dalam jaringan (online) yang terjadi memunculkan berbagai permasalahan dari berbagai pihak yang tidak siap dengan adanya pembelajaran online hingga tidak meratanya sarana pendukung di berbagai daerah di Indonesia (Arifin, 2021). Pembelajaran daring adalah suatu proses pembelajaran yang memanfaatkan berbagai fitur teknologi digital berbasis jaringan internet, pada kondisi pandemi COVID-19 maka pembelajaran daring ini merupakan sebuah inovasi dan metode yang sangat tepat dalam menggantikan sementara pelaksanaan pembelajaran tatap muka sehingga guru dan siswa tetap dapat melakukan interaksi dalam proses pembelajaran dengan menggunakan berbagai fitur dalam teknologi digital (Juliya & Herlambang, 2021). Beberapa problem dalam kegiatan pembelajaran daring menurut (Juliya & Herlambang, 2021; Wahyuningsih, 2021) adalah kemampuan siswa dalam memahami materi pembelajaran tidak komprehensif, karena para siswa menafsirkan materi tersebut dari sudut pandang mereka sendiri. kemampuan guru terbatas dalam penguasaan IT untuk pembelajaran daring. Seiring dengan pengembangan teknologi dan dipernolehkannya kegiatan pembelajaran tatap muka pada daerah tertentu, upaya implementasi pembelajaran daring dan bauran dilakukan pasca pandemi Covid-19, pembelajaran bauran (Blended Learning) menghasilkan konsep polysynchronous learning (Synchronous, Asynchronous dan On-site) (Arifin, 2021)
a. Synchronous learning
Synchronous learning semakin dikembangkan secara luas pada bidang pendidikan pendidikan pada lingkup pendidikan e-learning, e-learning sinkron bersifat langsung, waktu
8
nyata (dan biasanya dijadwalkan), instruksi yang difasilitasi, dan interaksi yang berorientasi pada pembelajaran (Malik et al., 2017). Dalam pelaksanaan, synchronous mengharuskan pendidik dan peserta didik mengakses internet secara bersamaan. Pendidik memberikan materi pembelajaran dalam bentuk makalah atau slide presentasi dan peserta didik dapat mendengarkan presentasi secara langsung melalui internet. Peserta didik juga dapat mengajukan pertanyaan atau komentar secara langsung ataupun melalui chat window.
synchronous merupakan gambaran dari kelas nyata, namun bersifat maya (virtual) dan semua peserta didik terhubung melalui internet, synchronous learning sering juga disebut sebagai virtual classroom (Hartanto, 2016).
b. Asynchronous learning
Asynchronous learning mserupakan pembelajaran independen, sehingga peserta didik dapat berinteraksi satu sama lain dengan materi yang telah disediakan pada waktu yang mereka pilih, peserta didik dapat terlibat satu sama lain ketika dan pada proses belajar ini terdapat rekaman jejak diskusi pada platform tertentu karena dilaksanakan secara tidak langsung (Darmawan, 2018). Proses asynchronous peserta didik dapat mengambil waktu pembelajaran berbeda dengan pendidik memberikan materi, peserta didik dapat melaksanakan pembelajaran dan menyelesaikannya setiap saat sesuai rentang jadwal yang sudah ditentukan. Pembelajaran dapat berbentuk bacaan, animasi, simulasi, permainan edukatif, tes, kuis dan pengumpulan tugas (Hartanto, 2016).
c. On-site learning
On-site learning, pembelajaran ditempat atau tatap muka adalah pembelajaran kelas yang mengandalkan pada kehadiran pengajar untuk mengajar dikelas. Pada pembelajaran tatap muka mahasiswa terlibat dalam komunikasi verbal spontan pada lingkungan fisik permanen (Tang, 2013). Pada pembelajaran tatap muka terjadi interaksi yang bermakna dan nyata antara pembelajar dan pebelajar yang tidak dapat digantikan atau dijumpai pada pembelajaran daring, jenis aktivitas belajar yang dijumpai di pembelajaran tradisional tatap muka adalah: ceramah, latihan yang dikerjakan di kelas dan dikerjakan dirumah, diskusi, pembacaan teks pelajaran, tugas tim dan individu (Anggrawan, 2019). Pada pembelajaran tatap muka, lingkungan belajar mendukung kepuasan pembelajaran siswa atas model pembelajaran dengan demikian jika lingkungan belajar cocok bagi mahasiswa akan menimbulkan semangat (meningkatkan motivasi) belajar mahasiswa yang akhirnya akan berimbas pada hasil belajar yang lebih baik (Anggrawan, 2019).
9 6. Penelitian Relevan
Berikut penelitian yang relevan dengan analisis pembelajaran synchronous dan asynchronous learning disajikan pada tabel berikut.
Tabel 1. Tabel Penelitian Relevan
No. Judul Penelitian Metode Hasil
1 Problematika Pembelajaran Daring di Masa Pandemi Covid-19 dan Solusi Pemecahannya
Studi literatur atau penelitian
kepustakaan.
Pelaksanaan pembelajaran daring di masa pandemi Covid-19 memiliki beragam problematika yang dialami guru, peserta didik, dan orangtua.
2 E-Learning: Students' Perspectives about Asynchronous and Synchronous Resources at Higher Education Level
Kuantitatif deskriptif Terdapat perbedaan yang signifikan secara statistik dalam tanggapan siswa mengenai efektivitas kegiatan synchronous dan asynchronous e-learning.
3 Problematika Pembelajaran Daring di Masa Pandemi Covid-19 di SMA Dharma Praja Denpasar
Kualitatif Pelaksanaan pembelajaran daring di masa pandemi Covid-19 di SMA Dharma Praja Denpasar memiliki beragam problematika baik dari guru, peserta didik dan orang tua peserta didik.
Penelitian relevan dijadikan sebagai paramater dan acuan penelitian lebih lanjut oleh peneliti. Selain itu, penelitian relevan dapat menjadi bagian dari sumber kepustakaan dalam Tesis sehingga dapat dijadikan pembanding hasil penelitian yang didapatkan oleh penelitian terdahulu dan penelitian terbaru.
Berdasarkan uraian tinjauan pustaka tentang problematika polysynchronous, konsep kerangka berpikir penelitian di gambarkan sebagaimana berikut.
Bagan 1. Kerangka berpikir
Inovasi Pembelajaran Abad 21
Synchronous learning (Pembelajaran e-learning dengan
interaksi langsung)
Standar, Model, metode, pendekatan, dan teknik pembelajaran berbasis e-learning
On-site Learning (Pembelajaran tatap muka)
Teknik Penyelesaian Capaian belajar maksimal
Problematika e-learning Perencanaan, Proses, Penilaian Asynchronous learning (Pembelajaran e-learning dengan interaksi tidak langsung)
10 C. METODE PENELITIAN
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pendekatan pada penelitian ini, menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif. Metode deskriptif bertujuan menggambarkan dan mendeskripsikan karakteristik dari fenomena. Salah satu ciri utama penelitian deskriptif adalah pemaparannya yang bersifat naratif, penelitian ini mendeskripsikan problematika polysynchronous learning dan penyelesaiannya Pada Mata Pelajaran Biologi di SMA Kabupaten Trenggalek. Metode deskriptif kualitatif merupakan prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan keadaan subyek atau obyek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat, dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya Miles et al. (2013). Melalui metode ini, peneliti mendeskripsikan dan menganalisis problematika pembelajaran yang terjadi dan penyelesaiannya di SMA Kabupaten Trenggalek 2. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian berada di SMAN 1 Trenggalek dan SMAS Islam Watulimo yang berada di Jl. Soekarno Hatta 13 Trenggalek dan di Jl. Bandung-Pantai Prigi, Gg. Masjid Jami’. Peneliti memilih kedua sekolah ini dikarenakan sekolah ini melaksanakan pembelajaran polysynchronous serta merepresentasikan pelaksanaan pembelajaran bauran di sekolah negeri dan swasta yang telah berhasil melaksanakan pembelajaran bauran pada masa post COVID-19 (Bulan Agustus – Desember 2021)
3. Instrumen Penelitian
Intrumen dalam penelitian kualitatif ini yaitu peneliti sebagai human instrumen. Peneliti melakukan pengumpulan data dengan cara turun langsung ke lapangan/lokasi penelitian melalui observasi kegiatan belajar. Peneliti dalam proses pengumpulan data dengan merekaman kegiatan, mencatat, panduan wawancara, dan panduan observasi. Peneliti dalam melakukan pengumpulan data dari membuat catatan-catatan yang merupakan kumpulan dari hasil, obsevasi, wawancara dan kutipan-kutipan dalam dokumen yang berasal dari lokasi penelitian. Indikator yang digunakan dalam instrumen penelitian adalah pengembangan perencanaan, proses dan penilaian pembelajaran berdasarkan (Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Nomor 22 Tahun 2016 Tentang Standar Proses Pendidikan Dasar Dan Menengah, 2016) dan Pedoman Pelaksanaan PTM Pada Masa Pandemi COVID-19 di SMA (Mustafa et al., 2021). Pedoman instrumen penelitian secara rinci termuat pada lampiran.
4. Data dan Sumber Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ada dua jenis yaitu data primer dan data sekunder.
Miles et al. (2013) menjelaskan data primer adalah data asal yang diperoleh dari
11
penginformasian secara langsung dari sumbernya atau sumber utama yang mengetahui secara rinci dari permasalahan yang akan diteliti. Lebih lanjut Miles et al. (2013) menjelaskan bahwa kata-kata atau ucapan lisan dan perilaku manusia merupakan data utama dalam penelitian kualitatif. Sedangkan data sekunder adalah informasi yang diperoleh yang telah dikelola oleh pihak lain seperti segala macam dokumen yang relevan dengan penelitian.
Data primer pada penelitian ini adalah hasil wawancara dan segala sesuatu yang diamati selama proses penelitian (hasil observasi) yang berkenaan dengan problematika polysynchronous. Data sekunder berupa dokumen, catatan tertulis, foto kegiatan dan file yang berhubungan dengan penelitian. Informan atau subjek penelitian pada penelitian ini adalah guru biologi kelas XI dan peserta didik di SMAN 1 Trenggalek dan SMAS Islam 1 Watulimo.
5. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian kualitatif ini menggunakan pengumpulan data berupa wawancara, observasi dan dokumentasi. Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah indepth interview (wawancara mendalam). Cara ini digunakan untuk menggali informasi yang mendalam tentang problematika pembelajaran polysynchronous pada mata pelajara biologi. Observasi atau pengamatan dilakukan secara langsung selama proses penelitian. Pengamatan dilakukan pada saat guru memberikan pembelajaran polysynchronous kepada siswa. Pengamatan yang dilakukan pada problematika polysynchronous learning ditinjau berdasarkan perencanaan kegiatan pembelajaran, proses atau kegiatan belajar dan penilaian baik dari guru dan siswa.
Selanjutnya, ditunjang dengan teknik dokumentasi yang dilakukan dengan cara mengumpulkan data berupa dokumen yang berisi informasi terkait dengan penelitian.
6. Teknik Analisis Data
Penelitian ini menggunakan teknik analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas sehingga datanya sudah jenuh. Analisis data yang dilakukan adalah pengumpulan data, reduksi data, menyajikan data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi data (Miles et al., 2013), reduksi data dilakukan dengan merangkum informasi terkait implementasi polysynchronous learning serta teknik penyelesaiannya, dengan menggunakan handphone sebagai alat batu rekam suara, dan juga mengambil gambar kejadian di lapangan. Penyajian data dilakukan dengan cara mentranskripkan hasil wawancara ke dalam bentuk verbatim wawancara. Pada penelitian ini dilakukan dalam bentuk deskripsi, kesimpulan/verifikasi merupakan data dari hasil wawancara yang ditranskripkan kemudian dicari inti pokok pikiran dan dikaitkan dengan hasil wawancara lain kemudian dicocokkan dengan hasil dokumentasi di lapangan. Kesimpulan yang diambil dapat berubah
sewaktu-12
waktu sesuai dengan temuan dilapangan hingga sampai pada kesimpulan akhir (berakhirnya penelitian).
7. Uji Keabsahan Data
Pengujian keabsahan data pada penelitian kualitatif menggunakan teknik triangulasi yang digunakan untuk memeriksa sah atau tidaknya dengan memanfaatkan sesuatu yang lain itu untuk keperluan pengecekan atau pembanding terhadap data tersebut (Moleong, 2018). Teknik triangulasi yang digunakan adalah studi dari sumber lain. Keabsahan data dalam tulisan ini diperiksa dengan menggunakan triangulasi metode dan triangulasi subjek, yaitu dengan membandingkan dan memeriksa keandalan informasi yang diperoleh.
D. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Penelitian
Hasil penelitian secara umum menunjukkan bahwa kegiatan pembelajaran polysynchronous meliputi pembelajaran synchronous, asynschronous, dan on-site (pembelajaran pada waktu post-pandemi) di SMA kabupaten Trenggalek terlaksana. Pihak sekolah dan guru sudah mengupayakan penyelenggaraan pendidikan sesuai standar yang telah ditetapkan oleh pemerintah, namun dalam pelaksanaannya terdapat problematika yang memerlukan penyelesaian secara tepat. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh data terkait problematika polysynchronous learning di SMA Kabupaten Trenggalek sebagai berikut.
A. Analisis Problematika Polysynchronous Learning Ditinjau Dari Perencanaan Dan Penyelesaianya Pada Mata Pelajaran Biologi Di SMA Kabupaten Trenggalek
Hasil observasi kegiatan belajar di sekolah menunjukkan, guru dan siswa mampu dalam menggunakan telepon genggam, komputer dan internet untuk mendukung proses belajar secara syncronous dan aynschronous. Guru mendapatkan bantuan kuota dari pemerintah sebanyak 12 GB/bulan dan siswa mendapatkan bantuan 10 GB. Akses internet dari tempat tinggal guru cukup mudah, dan akses internet dari tempat tinggal siswa beberapa masih mengalami Problematika jaringan (O.PPLP/4/10/21 dan O.PPLP 5/10/21).
Berdasarkan indikator petunjuk pelaksanaan pembelajaran Blended learning di masa pandemi, didapatkan hasil observasi tentang indikator petunjuk pelaksanaa pembelajaran di masa pandemi tentang Penyusunan jadwal pembelajaran, pembagian peserta didik, surat persetujuan orang tua untuk yang mengikuti Pertemuan Tatap Muka, ruang belajar, tempat peserta didik dengan jarak 1,5 m, alat atau media untuk melaksanakan siaran langsung dari pada ruang kelas untuk pelaksanaan Pertemuan Tatap Muka, dan Menyiapkan LMS untuk digunakan secara pembelajaran asynchronous di SMAN 1 Trenggalek didapatkan Informasi sebagaimana berikut.
13
Sekolah menyusun jadwal pertemuan 2x tatap muka dengan waktu 2 x 30 Jam Pelajaran.
Jumlah siswa rombel diambil 50% untuk tiap pertemuan dan saling bergantian dalam proses belajar secara on-site maupun synchronous/asynchronous. Kelas XI rata-rata terdiri dari total 30 siswa, jadi di dalam kelas terdapat 15 orang siswa. Siswa dapat mengikuti pertemuan tatap muka jika diizinkan oleh wali, penggunaan ruang kelas seperti pada kegiatan pembelajaran biasanya, hanya saja terdapat perbedaan posisi tempat duduk. Siswa diatur untuk duduk berjarak dan meja kursi diatur dengan jarak 1,5 m. Guru menyiapkan media berupa LCD dan proyektor, laptop dan PPT untuk penjelasan materin dan Guru menyiapkan materi yang dapat diakses pada aplikasi moodle. (O.PPLP/4/10/21 dan O. PPLP 5/10/21).
Sedangkan di SMA Islam Watulimo hasil observasi yang di dapatkan adalah Sekolah menyusun jadwal pertemuan 2x tatap muka dengan waktu 2 x 30 jam pelajaran. Jumlah siswa rombel diambil 50% untuk tiap pertemuan dan saling bergantian dalam proses belajar secara on-site maupun synchronous/asynchronous. Kelas XI rata-rata terdiri dari total 20 siswa, jadi di dalam kelas terdapat 10 orang siswa, siswa dapat mengikuti pertemuan tatap muka jika diizinkan oleh wali. Penggunaan ruang kelas seperti pada kegiatan pembelajaran biasanya, hanya saja terdapat perbedaan posisi tempat duduk. Siswa diatur untuk duduk berjarak dan meja kursi diatur dengan jarak 1,5. Guru menyiapkan media berupa laptop dan LK untuk kegiatan pembelajaranGuru menyiapkan materi yang dapat diakses pada aplikasi google classroom. (O.PPLP/4/10/21 dan O.PPLP 5/10/21).
Perencanaan pembelajaran merupakan komponen penting dalam mendukung proses belajar.
Berdasarkan studi dokumen perencanaan pembelajaran, guru menyiapkan perencanaan pembelajaran yang selaras dengan materi dan silabus, RPP mencerminkan pembelajaran aktif yang mencakup tujuan pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran dan assessment (peniliaian) sesuai dengan arahan RPP 3 komponen oleh Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi. Pengamatan perencanaan pembelajaran polysynchronous disusun oleh guru sesuai dengan silabus dan RPP yang mencerminkan pembelajaran aktif yang berpusat pada siswa baik pada pembelajaran synchronous, asynchronous maupun on-site dan perencanaan pembelajaran yang berdasar pada KI, KD. (D.PPLP/4/10/21)
Problematika polysynchronous learning meliputi persiapan RPP, jaringan internet dan penggunaan aplikasi learning management system (LMS) sebagaimana yang disampaikan oleh guru biologi kelas XI sebagai berikut.
Guru membuat perencaaan pembelajaran meliputi silabus, perangkat pembelajaran yang sudah dibuat sejak awal semester akan dimulai. Problematika dengan penggunaan kurikulum darurat sedikit berpengaruh pada RPP yang digunakan. Maka dari itu, mencari informasi lebih lanjut terakit hal tersebut dan dari pihak sekolah juga diberikan sosialiasi jadi saya rasa bukan problematika yang berat. (W.G1.PPLP/10/10/21)
14
Perencaaan pembelajaran dirancang awal semester, karena memang sudah di susun dengan rapat bersama guru lain dan kepala sekolah. Hal yang mungkin berbeda akan di samakan persepsinya pada saat rapat. (W.G2.PPLP/11/10/21)
Penyusunan perencanaan pembelajaran polysynchrnonous secara umum tidak terdapat problematika yang krusial, karena dalam prosesnya semua pihak sekolah saling berkolaborasi dalam pembuatan perencanaan pembelajaran sesuai peran pada bidangnya masing-masing guna memenuhi tujuan dan capaian belajar siswa di sekolah. Namun, terdapat hal berbeda pada perencanaan pembelajaran polysynchronous learning dengan pembelajaran tatap muka secara penuh pada mata pelajaran biologi.
Pada proses perencanaan di kedua sekolah, guru melakukan pengurangan kegiatan praktikum dengan penggunaan bahan laboratorium yang tidak bisa dilakukan pada pembelajaran synchronous dan asynchronous. Kegiatan praktikum yang rumit dan memerlukan perlakuan pada laboratorium tidak dilakukan, dan merencanakan praktikum yang menggunakan alat bahan yang mudah dan dapat dilakukan dirumah oleh siswa.
(O.PPLP/4/10/21).
Perencanaan pada pembelajaran polysynchrnous perlu memperhatikan kemampuan dalam penggunaan teknologi dan internet. Secara umum, guru menggunakan aplikasi pembelajaran dan internet secara mandiri meskipun pada awal penggunaan tedapat Problematika karena belum familiar dengan penggunaan LMS dan internet dalam kegiatan pembelajaran. Kegiatan short course LMS, belajar dari youtube tentang tutorial menggunakan aplikasi dan tutor dari rekan kerja sangat membantu guru pada Problematika ini. LMS yang digunakan oleh kedua sekolah berbeda, diantaranya di SMAN 1 Trenggalek menggunakan moodle, g-meet, whatssapp group. Sedangkan di SMAS Islam Watulimo menggunakan Google Classroom, zoom dan whatssapp group. Problematika lain adalah jaringan internet karena memang pada daerah kabupaten yang terkadang terjadi cuaca yang kurang baik dan mati listrik serta partisipasi aktif siswa pada pembelajaran synchronous dan asynchronous. Pada Problematika ini guru dituntut mampu mendesain pembelajaran yang menarik, guru juga harus bisa menjadi fasilitator pembelajaran yang profesional, dan mampu mentoleransi siswa jika terdapat problematika secara teknis.
Mahir menggunakan internet. Saya menggunakan aplikasi pembelajaran dan mengoperasikan sendiri. Sejauh ini Problematika hanya terjadi diawal penggunaan. Tetapi saya belajar dan terbiasa hingga akhirnya bisa, di sekolah saya merupakan Tim tutor LMS untuk guru. LMS yang digunakan LMS Moodle yang bisa di koneksikan dengan G-meet, quiziz, WAG, goole docs maupun google slides. Problematika lain, pada jaringan. Kemudian
15
pada siswa karena terkadang tidak semua siswa yang mengikuti kegiatan belajar itu bisa aktif, dan terkadang ada siswa yang double kegiatan pada saat mengikuti pembelajaran, terjadi pada belajar synchron dan asynchron. Pada pembelajaran luring keaktifan siswa sudah cukup baik. Penyelesaiannya sebagai guru ya harus mendesain pembelajaran yang terpusat pada siswa, menjadi fasilitator yang baik dan bisa mentolerir kondisi siswa ketika mungkin terjadi gangguan jaringan. (W.G1.PPLP/10/10/21)
Mahir dan bisa menggunakan aplikasi pembelajaran untuk mendukung proses belajar siswa.
problematika di awal pengenalan aplikasi, tetapi secara keseluruhan bisa karena sudah terbiasa. Mungkin kalau ada problematika saya bertanya ke operator sekolah atau teman yang lebih memahami cara penggunaan aplikasi. Aplikasi pembelajaran di sekolah LMS Google Classroom, Whatsapp group. Problematikanya pada jaringan, pertama. Kedua, minat dan motivasi siswa karena masih banyak siswa yang lebih mementingkan kegiatan membantu orang tua dirumah, selain itu banyak siswa yang tidak bisa aktif ketika mengikuti pembelajaran. Tetapi berbeda dengan pembelajaran on-site, siswa sudah cukup aktif dan bisa mengikuti pembelajaran dengan baik. Penyelesaiannya sebagai guru mendesain pembelajaran yang menarik minat siswa dan student centered, menjadi pendamping siswa pada pembelajaran, menyiapkan media belajar yang mendukung baik pembelajaran daring maupun luring. (W.G2.PPLP/11/10/21)
Problematika pembelajaran polysynchrnous pada siswa ditinjau berdasarkan perencanaan pembelajaran adalah sebagian besar siswa belum melakukan persiapan penerimaan materi pembelajaran secara optimal. Hal ini dikarenakan kurangnya antuasiasnya siswa dalam membaca karena materi biologi banyak berupa teori yang perlu dipahami lebih mendalam dan adanya gangguan kegiatan lain, dan problematika jaringan yang terkadang kurang stabil dalam pelaksanaan pembelajaran syncron. yang dilakukan adalah mencari video penjelasan materi, mengakses learning management system (LMS) yang telah menyediakan materi pertemuan.
Terkadang membaca materi, tetapi lebih sering mencari video dan memepelajarinya.
Problematikanya kurang memahami materi teks, sehingga mencari video agar lebih cepat paham. (W.S1.PPLP/1/10/21)
Jarang-jarang, kurang berminat dan ada kegiatan lain yang lebih diminati, lebih suka kegiatan kurikuler olahraga. (W.S2.PPLP/1/10/21)
Jarang-jarang mempersiapkan kegiatan pembelajaran, kurang suka membaca, sehingga ketika ingin belajar saya membuat point-point materi belajar. Selain itu kegiatan di organisasi juga mempengaruhi keinginan belajar. (W. S3.PPLP/1/10/21)
Iya, tetapi yang saya lakukan hanya sekilas membaca materi yang diberikan guru di LMS, atau melihat video dan LKS. Problematikanya terkadang terdapat kesulitan jaringan saat membuka LMS, jadi saya beralih belajar menggunakan LKS. (W. S4.PPLP/4/10/21)
Jarang-jarang, terkadang membaca LKS atau membuka LMS. Terkadang guru terlalu mendadak menyampaikan materi pembelajaran pada WAG atau LMS yang diajarkan sehingga belajar dengan LKS. (W.S5.PPLP/4/10/21)
16
Jarang-jarang, karena banyak hal yang harus dipelajari. Kurang suka membaca, dan hal yang kadang saya lakukan adalah mencari penjelasan materi di youtube. (W.S6.PPLP/4/10/21) Sebagian siswa melakukan kegiatan persiapan materi belajar dengan mencatat poin-poin penting (mindmap) pada buku catatan dengan bentuk singkat yang mempermudah siswa memahami poin utama materi biologi. (D.PPLP/1/10/21-1)
Selanjutnya, perencanaan dalam mendukung kegiatan pembelajaran adalah pemahaman penggunaan teknologi dan koneksi internet. Semua bisa dan mahir dalam penggunaan telepon genggam dan komputer. Problematika umum yang dialami terjadi pada awal semester kegiatan pembelajaran saja karena belum terbiasa dengan penggunaan learning management system (LMS), dan aplikasi belajar online yang lain. Penyelesaian yang dilakukan adalah bertanya kepada guru, tutor sebaya dan mencari informasi penggunaan aplikasi di internet.
Bisa, problematika yang terjadi di awal kegiatan pembelajaran belum terbiasa dengan Moodle, gmeet. Awalnya saya mencari tutorial penggunaan LMS di youtube dan ketika sudah paham pengunaanya dan selalu digunakan dalam kegiatan pembelajaran jadi lebih paham(W.S1.PPLP/1/10/21)
Problematika yang terjadi hanya pada awal kegiatan pembelajaran, saat belum paham dalam penggunaan saya bertanya kepada teman. (W.S2.PPLP/1/10/21 dan W. S5.PPLP/4/10/21) Bisa, problematika yang terjadi di awal kegiatan pembelajaran seperti belum terbiasa dengan moodle, gmeet. Ketika belum paham dalam penggunaan saya bertanya kepada teman, tetapi lama-lama terbiasa karena sering menggunakan pada kegiatan pembelajaran.
(W.S3.PPLP/1/10/21)
Bisa, problematika yang terjadi di awal kegiatan pembelajaran seperti belum terbiasa dengan g- class, gmeet. Awalnya saya bertanya pada guru mapel dalam pengunaanya. (W.
S4.PPLP/4/10/21)
S4.PPLP/4/10/21)