• Tidak ada hasil yang ditemukan

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.4 Produk dan Atribut Produk

Menurut Griffin (2003) produk merupakan suatu barang, jasa, atau gagasan yang dipasarkan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan seorang pelanggan. Kotler (2005) produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke pasar untuk mendapatkan perhatian, dibeli, dipergunakan atau dikonsumsi, dan yang dapat memuaskan keinginan atau kebutuhan produk mencakup objek secara fisik, jasa, orang, tempat, organisasi, dan ide. Sifat-sifat produk yang nilainya rendah bagi pelanggan dalam hubungannya dengan biaya sebaiknya dibuang; sifat-sifat yang nilainya tinggi bagi pelanggan dalam hubungannya dengan biaya harus ditambahkan.

Kotler (2002), produk dapat berupa barang dan jasa yaitu segala sesuatu yang dapat ditawarkan untuk memuaskan suatu kebutuhan dan keinginan konsumen. Produk dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu:

1. Durable goods, yaitu barang berwujud, biasanya bertahan lebih dari satu tahun serta memiliki nilai ekonomis.

2. Nondurable goods, yaitu barang berwujud yang habis dikonsumsi dalam satu kali atau beberapa kali pemakaian (umur ekonomisnya kurang dari satu tahun).

3. Service, yaitu pelayanan atau jasa, manfaat dan kepuasan yang ditawarkan untuk dijual.

Suatu produk pada dasarnya adalah kumpulan atribut-atribut dari setiap produk dan jasa. Menurut Limbong dan Sitorus (1987) barang adalah suatu sifat yang kompleks baik dapat diraba maupun tidak dapat diraba (termasuk bungkus, warna, harga, prestis, perusahaan atau lembaga tataniaga, dan pelayanan perusahaan) yang diterima oleh pembeli untuk memuaskan keinginan atau kebutuhannya.

Keunikan suatu produk dapat dengan mudah menarik perhatian konsumen. Keunikan ini terlihat dari atribut yang dimiliki oleh suatu produk. Atribut produk terdiri dari mutu, ciri-ciri, dan model. Menurut Crawford (1991) atribut produk terdiri atas tiga tipe, yaitu ciri-ciri atau rupa (features), fungsi (fungtions), dan manfaat (benefit). Ciri-ciri dapat berupa ukuran, karakteristik estetis, komponen atau bagian-bagiannya, bahan dasar, proses manufaktur, servis atau jasa, penampilan, harga, susunan, tanda merek, dan lain-lain. Sementara manfaat dapat berupa kegunaan, kesenangan yang berhubungan dengan panca indra, manfaat non-material seperti kesehatan dan penghematan, misalnya waktu. Manfaat dapat juga berupa menfaat langsung, misal gigi bersih dan manfaat tidak langsung, misalnya percaya diri. Atribut fungsi jarang digunakan dan lebih sering diperlukan sebagai ciri-ciri atau manfaat. Beberapa cara yang bisa dipakai untuk mengetahui atribut produk (Simamora, 2001), yaitu:

1. Metode judgement, yaitu peneliti menyusun sendiri atribut produk. Akurasi atribut tergantung dari kredibilitas peneliti.

2. Metode focus group, yaitu peneliti mengumpulkan beberapa responden yang memahami produk.

3. Metode survey, yaitu dengan menggunakan metode analisis data apakah

brainstorming, metode presentase, atau metode iterasi.

Di dalam mengevaluasi atribut produk, ada dua sasaran pengukuran yang penting, yaitu (1) mengidentifikasi kriteria evaluasi yang mencolok dan (2) memperkirakan saliensi relatif dari masing-masing atribut produk (Engel, Blackwell dan Miniard, 1994). Kriteria evaluasi yang mencolok ditentukan dengan menentukan atribut yang menduduki peringkat tertinggi. Sedangkan saliensi biasanya diartikan sebagai kepentingan, yaitu konsumen diminta untuk menilai kepentingan dan pelbagai kriteria evaluasi. Ukuran evaluasi atribut yang dihasilkan menunjukkan kepentingan atribut sekaligus “keteringinan” atribut.

Menurut Sunarto (2006), kualitas produk didefinisikan sebagai evaluasi menyeluruh konsumen atas kebaikan kinerja barang atau jasa. Isu utama dalam menilai kinerja produk adalah dimensi apa yang digunakan konsumen untuk melakukan evaluasinya. Dimensi kualitas jasa maupun produk dijelaskan sebagai berikut:

1. Dimensi Kualitas Jasa

a) Berwujud: termasuk fasilitas fisik, peralatan, dan penampilan perorangan b) Reliabilitas: kemampuan personil untuk melaksanakan secara bebas dan

akurat

d) Jaminan: pengetahuan dan etika pegawai, serta kemampuan mereka untuk membangkitkan kepercayaan dan keyakinan konsumen

e) Empati: kepedulian akan kemampuan pegawai dan perhatian individu 2. Dimensi Kualitas Produk

a) Kinerja: kinerja utama dari karakteristik pengoperasian

b) Fitur: jumlah panggilan dan tanda sebagai karakteristik utama tambahan c) Reliabilitas: profitabilitas kerusakan atau tidak berfungsi

d) Daya tahan: umur produk

e) Pelayanan: mudah dan cepat diperbaiki

f) Estetika: bagaimana mudah dilihat, dirasakan dan didengar

g) Sesuai dengan spesifikasi: setuju akan produk yang menunjukkan tanda produksi

h) Kualitas penerimaan: kategori tempat termasuk pengaruh citra merek dan faktor-faktor tidak berwujud lainnya yang dapat mempengaruhi persepsi konsumen atas kualitas

Dimensi-dimensi tersebut dapat dirangkum atau digabungkan dengan seperangkat dimensi kualitas lain yang digunakan oleh para konsumen untuk mengevaluasi toko-toko ritel. Gabungan tiga pendekatan tersebut menghasilkan tujuh dimensi dasar dari kualitas dan dapat diterapkan untuk menilai kualitas produk restoran, yaitu:

1. Kinerja, yaitu tingkat absolut kinerja barang atau jasa pada atribut kunci yang diidentifikasi para konsumen. Konsumen menyetujui makanan yang telah disiapkan karena sesuai dengan standar rasa dan suhu (panas/dingin). Staf mengetahui tugasnya, menu makanan tambahan utama disediakan, seperti

bunga segar di atas meja, roti spesial sebagai pembangkit selera, dan makanan penutup gratis.

2. Interaksi pegawai, yaitu mencakup keramahan, sikap hormat, dan empati yang ditunjukkan pemberi barang atau jasa. Kredibilitas menyeluruh para pegawai, termasuk kepercayaan konsumen kepada pegawai dan persepsi mereka tentang keahlian pegawai merupakan indikatornya.

3. Reliabilitas, yaitu konsistensi sebagai restoran yang berkualitas tinggi.

4. Daya tahan, yakni rentang kehidupan produk dan kekuatan umum misalnya setiap tahun masuk nominasi sebagai restoran yang sukses dan banyak dikunjungi konsumen.

5. Ketepatan waktu dan kenyamanan, meliputi kemampuan pegawai untuk menyediakan pelayanan dengan tepat waktu, kenyamanan pembelian dan proses jasa, termasuk penerimaan kartu kredit, jam kerja restoran, dan tempat parkir.

6. Estetika, mencakup suasana restoran, sajian enak dipandang mata, penampilan fisik dari pegawai menarik.

7. Kesadaran akan merek, yaitu sejauh mana merek restoran dianggap sebagai hasil kepercayaan konsumen bahwa merek tersebut rendah/tinggi kualitasnya.

Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengukur atribut produk yaitu Metode Importance Performance Analysis (IPA). Simamora (2001) mengungkapkan bahwa Metode Importance Performance Analysis (IPA) merupakan suatu teknik yang digunakan untuk mengukur atribut-atribut atau dimensi-dimensi dari tingkat kepentingan dengan tingkat kinerja yang diharapkan konsumen, dan sangat berguna bagi pengembangan program strategi pemasaran

yang efektif. Analisis Importance Performance Analysis atau Analisis Tingkat Kepentingan dan Tingkat Kinerja ini merupakan dasar bagi manajemen dalam pengambilan keputusan tentang tindakan apa yang harus dilakukan untuk memperbaiki kinerja suatu usaha demi meningkatkan kepuasan pelanggan.

Tingkat kepentingan adalah seberapa penting suatu atribut restoran dan atribut produk bagi konsumen dan tingkat kinerja adalah bagaimana kinerja yang telah diberikan Restoran dbc & spageti terhadap harapan pelanggannya. Hasil analisis setiap atribut dijabarkan dalam diagram kartesius seperti yang terlihat pada Gambar 7.

Kepentingan

Kuadran I Kuadran II Prioritas Utama Pertahankan Prestasi

b

Kuadran III Kuadran IV Prioritas Rendah Berlebihan

Kinerja a

Gambar 7. Diagram Kartesius

Sumber: Rangkuti (2006)

Masing-masing kuadran pada Gambar menunjukkan keadaan yang berbeda:

1. Kuadran Pertama (prioritas utama), menggambarkan atribut-atribut yang dianggap sangat penting oleh konsumen, tetapi pihak restoran belum

melaksanakannya sesuai dengan keinginan konsumen, sehingga konsumen merasa tidak puas.

2. Kuadran Kedua (pertahankan prestasi), menunjukkan atribut-atribut yang dianggap penting oleh konsumen dan telah dilaksanakan dengan baik oleh pihak restoran, sehingga konsumen merasa puas. Oleh karena itu, pihak restoran harus mempertahankan kinerja terhadap atribut-atribut tersebut.

3. Kuadran Ketiga (prioritas rendah), menunjukkan bahwa atribut-atribut yang bersangkutan memang dianggap kurang penting, sehingga pelaksanaannya juga kurang diperhatikan oleh pihak restoran. Dalam arti lain, atribut-atribut yang termasuk ke dalam kuadran tersebut kurang berpengaruh terhadap kepuasan konsumen.

4. Kuadran Keempat (berlebihan), menggambarkan atribut-atribut yang dianggap kurang penting oleh konsumen tetapi pihak restoran telah menjalankannya dengan sangat baik atau sangat memuaskan, sehingga konsumen menilai kinerja restoran terlalu berlebihan.

3.1.5 Kepuasan Konsumen

Kotler (2000) mendefinisikan kepuasan sebagai perasaan senang dan kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan antara persepsi/kesannya terhadap kinerja (hasil suatu produk) dengan harapan-harapannya. Tingkat kepuasan keseluruhan (overall satisfaction) dari evaluasi keputusan pasca pembelian memiliki kelemahan dimana nilai yang akan diperoleh dari pernyataan tentang tingkat kepuasan secara keseluruhan tidaklah memperhitungkan tingkat kepentingan dari atribut. Padahal, atribut yang mempunyai tingkat kepentingan

yang lebih tinggi dari yang lain akan mempengaruhi tingkat kepuasan secara keseluruhan dibandingkan atribut lain yang dianggap kurang penting (Aritonang, 2005). Dengan demikian, perlu diukur suatu indeks yang menentukan tingkat kepuasan konsumen secara menyeluruh dengan pendekatan yang memperhitungkan tingkat kepentingan dari atribut-atribut yang diukur, sehingga perlu digunakan metode pengukuran Customer Satisfaction Index (Stratford, 2006).

Selanjutnya Engel, Blackwell dan Miniard, (1994) mengungkapkan bahwa kepuasan yang diperoleh merupakan hasil evaluasi pasca konsumsi, bahwa sesuatu yang dipilih memenuhi atau melebihi harapannya. Tingkat kepuasan konsumen dapat digambarkan seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 8.

Gambar 8. Tingkat Kepuasan Konsumen

Sumber: Engel, Blackwell, dan Miniard (1994)

Kotler (2002) mendefinisikan bahwa terdapat empat perangkat untuk melacak dan mengukur kepuasan pelanggan. Keempat perangkat tersebut adalah sebagai berikut:

Tujuan Perusahaan

Tingkat Kepuasan Konsumen Nilai Produk bagi Konsumen Produk Harapan Konsumen terhadap Produk Kebutuhan dan Keinginan Konsumen

a. Complaint and Sugesstion System (Sistem Keluhan dan Saran)

Perusahaan yang berfokus pada pelanggan mempermudah pelanggannya untuk memberikan saran dan keluhan. Adapun cara yang digunakan tiap perusahaan yang satu dapat berbeda dengan perusahaan yang lain. Beberapa perusahaan seperti rumah sakit lebih banyak memanfaatkan kotak saran sebagai sarana penampungan keluhan dan pemberian saran. Ada juga perusahaan yang membuat formulir yang diisi pelanggannya setelah mendapatkan pelayanan atau membeli produk perusahaan tersebut. Contoh lainnya dapat berupa kartu komentar, web pages, dan e-mail. Semua dilakukan untuk melaksanakan komunikasi dua arah. Bagi perusahaan informasi yang diperoleh merupakan sumber gagasan yang baik yang meyakinkan perusahaan bertindak cepat untuk menyelesaikan masalah.

b. Survey Kepuasan Pelanggan

Perusahaan-perusahaan yang responsif akan mengukur kepuasan pelanggan secara langsung dengan melakukan survey berkala jika perusahaan tidak dapat menggunakan banyaknya keluhan sebagai ukuran kepuasan pelanggan. Perusahaan akan mengirimkan daftar pertanyaan atau menelepon pelanggan-pelanggan terakhir mereka sebagai acak dan menanyakan apakah mereka sangat puas, puas, biasa saja, kurang puas atau sangat tidak puas terhadap berbagai aspek kinerja perusahaan. Perusahaan juga meminta pendapat pelanggan tentang kinerja para pesaing mereka.

Selain mengumpulkan informasi tentang kepuasan pelanggan, juga berguna untuk mengajukan pertanyaan tambahan untuk mengukur keinginan pelanggan untuk membeli ulang, pembelian ulang biasanya tinggi jika kepuasan

pelanggan tinggi. Juga bermanfaat untuk mengukur kemungkinan atau kesedihan pelanggan untuk merekomendasikan perusahaan dan merk ke orang lain. Informasi dari mulut ke mulut yang nilainya positif tinggi menunjukkan bahwa perusahaan menghasilkan kepuasaan pelanggan yang tinggi.

c. Belanja Siluman

Perusahaan-perusahaan dapat membayar orang-orang untuk bertindak sebagai pembeli potensial guna melaporkan hasil temuan mereke tentang kekuatan dan kelemahan yang merek alami ketika membeli produk perusahaan dan produk pesaing. Para pembelanja siliman itu bahkan dapat menyampaikan masalah tertentu untuk menguji apakah staf penjualan perusahaan menangani situasi tersebut dengan baik.

d. Analisis Pelanggan yang Hilang

Perusahaan harus menghubungi para pelanggan yang berhenti membeli atau berganti pemasok untuk mempelajari sebabnya. Bukan saja penting untuk melakukan wawancara keluar ketika pelanggan mulai berhenti membeli, tetapi juga harus memperhatikan tingkat kehilangan pelanggan. Dimana jika meningkat, jelas menunjukkan bahwa perusahaan gagal memuaskan pelangganya.

Terdapat beberapa upaya mempertahankan pelanggan menurut Engel, Blackwell, dan Miniard (1995) yaitu :

1. Membangun Harapan yang Realistis

Kepuasan didasarkan pada suatu penilaian bahwa harapan sebelum pembelian terpenuhi. Perusahaan sebaiknya menghindari tindakan melebih-lebihkan, karena konsumen mungkin sangat percaya dengan apa yang dikatakan perusahaan dan menuntut tanggung jawab dari perusahaan tersebut.

2. Memberikan Garansi yang Realistis

Perusahaan hendaknya memberikan jaminan yang benar-banar dapat dipertanggungjawabkan. Bila jaminan tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan, konsumen akan merasa kecewa.

3. Memastikan Kualitas Produk dan Jasa Memenuhi Harapan

Suara layanan konsumen menjadi alat yang penting untuk mengetahui apakah kualitas produk atau jasa telah memenuhi harapan konsumen.

4. Memberikan Informasi tentang Pemakaian Produk

Perusahaan harus menyadari apakah konsumen dapat menggunakan suatu produk dengan benar. Produk harus dirancang dan dipromosikan sedemikian rupa sehingga kinerja akan memadai dalam kondisi yang benar-benar dialami di rumah

5. Mengukuhkan Loyalitas Pelanggan

Salah satu cara untuk mengukuhkan loyalitas pelanggan adalah dengan meyakinkan konsumen bahwa perusahaan sangat membutuhkan konsumen dan ingin tetap menjalin hubungan baik dengan konsumen.

6. Menanggapi Keluhan secara Serius dan Bertindak dengan Tanggung Jawab

Perusahaan hendaknya menanggapi setiap keluhan konsumen secara serius dan melaksanakan tindakan yang bertanggung jawab untuk memulihkan kepercayaan konsumen.

Untuk menilai tingkat kepuasan konsumen, Oliver dalam Engel, Blackwell, dan Miniard (1995) membagi bentuk penilaian yang berbeda, yaitu:

1. Pengakuan Positif

Pengakuan positif menggambarkan prestasi yang telah dijalankan oleh perusahaan lebih baik dari apa yang diharapkan konsumen. Pengakuan positif dapat memberikan kepuasan kepada konsumen.

2. Pengakuan Sederhana

Situasi ini menunjukkan bahwa prestasi perusahaan sama dengan apa yang diharapkan oleh konsumen. Pengakuan sederhana akan memberikan kepuasan kepada konsumen dan memungkinkan terjadinya pembelian ulang.

3. Pengakuan Negatif

Pengakuan negatif menunjukkan bahwa prestasi perusahaan lebih buruk dari apa yang diharapkan oleh konsumen. Hal ini mengakibatkan ketidakpuasan konsumen terhadap toko.

Menurut Kotler (2005) kinerja dan harapan bila dijabarkan sebagai berikut:

1. Jika kinerja berada di bawah harapannya maka konsumen menjadi tidak puas 2. Jika kinerja sama dengan harapannya maka konsumen akan puas

3. Jika kinerja melampaui harapannya maka konsumen akan sangat puas atau sangat senang

Ada hubungan kausalitas antara jasa dengan kepuasan konsumen. Kepuasan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja yang dirasakan dengan harapannya. Jadi apabila kinerja di bawah harapan konsumen maka kepuasan dikatakan rendah, jika tingkat kinerja sama dengan harapannya dikatakan konsumen merasa puas dan tingkat kinerja lebih tinggi dari harapannya dikatakan kepuasan konsumen tinggi.

3.1.6 Pemasaran

Menurut Kotler (1997) pemasaran adalah suatu proses sosial yang di dalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain. Konsep utama pemasaran adalah dapat memenuhi kebutuhan dengan mengetahui kebutuhan pelanggan.

Konsep pemasaran itu sendiri menurut Kotler (1997) merupakan falsafah bisnis yang menyatakan bahwa kunci untuk meraih tujuan organisasi menjadi lebih efisien dan efektif dibanding dengan para pesaing bergantung pada penentuan kebutuhan dan keinginan pasar sasaran. Berdasarkan uraian di atas tergambar bahwa kebutuhan pasar sasaran yang mencerminkan kebutuhan pelanggan merupakan hal yang harus diperhatikan oleh perusahaan untuk mencapai tujuan organisasi.

Untuk mencapai kebijakan jangka panjang, Rangkuti (2002) mengembangkan konsep 4R yang merupakan faktor penting untuk mendukung suksesnya suatu program pemasaran, terdiri atas:

1. Membangun costumer relationship

Hubungan akan muncul pada saat pelanggan berhubungan dengan perusahaan dalam periode waktu tertentu dan akan menciptakan kedekatan perusahaan (restoran) dengan pelanggannya, sehingga dibutuhkan kejujuran, komitmen, komunikasi, dan saling pengertian.

2. Menciptakan costumer retention

Retensi pelanggan (mempertahankan pelanggan yang sudah ada) jauh lebih murah dibandingkan dengan mencari pelanggan yang baru. Retensi ini dapat

tercipta dengan cara memberikan pelayanan yang lebih besar dibandingkan kebutuhan pelanggan.

3. Menghasilkan costumer refferal

Reffeal yang merupakan pengaruh promosi dari mulut ke mulut akan terjadi apabila pelanggan puas. Sifat dasar manusia adalah ingin mencoba sesuatu yang baru, apalagi jika hal baru ini mendapat rekomendasi dari orang terdekat, seperti teman atau keluarga. Pada saat pelanggan puas, mereka akan dengan senang hati menyampaikannya kepada orang lain, sehingga mereka akan datang lagi dan bahkan akan membawa teman atau keluarga mereka.

4. Mudah memperoleh costumer recovery

Pemulihan akibat pelayanan kepada pelanggan yang tidak baik merupakan komponen yang paling penting dalam mengelola costumer reliationship. Tidak selamanya kegiatan bisnis berjalan dengan baik. Seringkali terdapat kesalahan, namun kesalahan harus dapat diubah menjadi peluang bisnis. Merubah kesalahan dengan segera dapat menimbulkan komitmen kepada pelanggan, sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan loyalitas.

3.1.7 Bauran Pemasaran

Bauran pemasaran menurut Kotler (1997) adalah seperangkat alat pemasaran yang digunakan perusahaan untuk terus-menerus mencapai tujuan pemasarannya di pasar sasaran. Strategi pemasaran yang termasuk ke dalam bauran pemasaran adalah produk (product), harga (price), saluran distribusi

(place), dan komunikasi pemasaran (promotion) yang semuanya harus saling mendukung satu sama lain. Boom dan Bitner dalam Kotler (2000) menyarankan

tambahan 3P yaitu: orang (people), bukti fisik (physical evidence), dan proses

(process). Alat-alat bauran pemasaran tersebut adalah:

1. Produk (product)

Produk adalah elemen kunci dalam tawaran pasar (marketing offering), oleh karena itu menurut Kotler (1997) dalam merencanakan tawaran pasar, pemasar perlu berpikir melalui lima level produk di mana tiap levelnya akan menambah lebih banyak nilai pelanggan, dan kelimanya membentuk hierarki nilai pelanggan.

Level paling dasar adalah manfaat inti (core benefit), yaitu jasa atau manfaat dasar yang sesungguhnya dibeli oleh pelanggan. Pada level kedua, pemasar harus merubah manfaat inti tersebut menjadi produk dasar (basic product). Pada level ketiga, pemasar menyiapkan produk yang diharapkan

(expected product), yaitu serangkaian atribut dan kondisi yang biasanya diharapkan oleh para pembeli ketika mereka membeli produk tersebut. Pada level keempat, pemasar menyiapkan produk yang ditingkatkan (augmented product)

yang melampaui harapan pelanggan. Pada level terakhir terdapat produk potensial

(potencial product), yang mencakup semua peningkatan dan transformasi yang pada akhirnya akan dialami produk tersebut di masa yang akan datang.

2. Harga (price)

Harga secara tradisional berperan sebagai penentu utama dari pilihan pembeli. Walaupun faktor-faktor non-harga telah menjadi semakin penting dalam perilaku pembeli selama beberapa dasawarsa ini, harga masih tetap merupakan salah satu unsur terpenting yang menentukan pangsa pasar dan profitabilitas perusahaan. Selain itu, harga juga merupakan satu-satunya elemen bauran

pemasaran yang menghasilkan pendapatan, elemen-elemen lainnya menimbulkan biaya. Harga juga merupakan salah satu elemen bauran pemasaran yang paling fleksibel dimana harga dapat berubah dengan cepat, tidak seperti ciri khas

(feature) produk dan perjanjian distribusi. Pada saat yang sama, penetapan dan persaingan harga juga merupakan masalah nomor satu yang dihadapi perusahaan. Terdapat enam langkah penetapan harga menurut Kotler (1997) yang sebaiknya dijalankan oleh perusahaan, yaitu: (1) memilih tujuan penetapan harga, (2) menentukan permintaan, (3) memperkirakan biaya, (4) menganalisis biaya, harga, dan tawaran, (5) memilih metode penetapan harga, dan (6) memilih harga terakhir.

3. Saluran distribusi (place)

Saluran pemasaran adalah serangkaian organisasi yang saling tergantung yang terlibat dalam proses untuk menjadikan produk atau jasa siap untuk digunakan atau dikonsumsi (Kotler, 2000). Keputusan saluran pemasaran merupakan salah satu keputusan yang paling kritis yang dihadapi manajemen. Saluran yang dipilih perusahaan sangat mempengaruhi semua keputusan pemasaran lain, hal ini disebabkan oleh saluran distribusi yang akan menjamin ketersediaan produk di pasaran. Menurut Kotler (1997) terdapat empat level saluran pemasaran untuk barang konsumen, yaitu: (1) saluran level nol (saluran pemasaran langsung) terdiri dari perusahaan manufaktur yang langsung menjual kepada pelanggan, (2) saluran satu level berisi satu perantara penjualan seperti pengecer, (3) saluran dua level berisi dua perantara, umumnya adalah pedagang besar, dan pengecer, dan (4) saluran tiga level berisi tiga perantara, umumnya adalah pedagang besar, pemborong, dan pengecer. Terdapat juga saluran

pemasaran yang lebih panjang. Dari sudut pandang konsumen, semakin banyak jumlah level pemasaran, semakin sulit untuk memperoleh informasi tentang pelanggan akhir dan untuk melakukan pengendalian.

4. Promosi (promotion)

Komunikasi pemasaran sangat diperlukan karena dalam pemasaran modern konsumen memerlukan lebih dari pengembangan produk yang baik, penawaran dengan harga yang menarik dan kemudahan untuk dijangkau. Menurut Kotler (1997) bauran komunikasi pemasaran terdiri atas lima cara komunikasi utama, yaitu: (1) periklanan, semua bentuk penyajian dan promosi non-personal atas ide, barang, atau jasa yang dilakukan oleh perusahaan sponsor tertentu, (2) promosi penjualan, berbagai insentif jangka pendek yang mendorong keinginan untuk mencoba atau membeli suatu produk/jasa, (3) hubungan masyarakat dan publisitas, berbagai program untuk mempromosikan dan atau melindungi citra perusahaan atau masing-masing produknya, (4) penjualan pribadi, interaksi langsung dengan interaksi pembeli atau lebih guna melakukan presentasi, menjawab pertanyaan dan menerima pesanan, dan (5) pemasaran langsung, penghubung non-personal lain untuk berkomunikasi secara langsung dengan atau mendapatkan tanggapan langsung dari pelanggan dan calon pelanggan tertentu.

5. Orang (people)

Umar (2003) mendefinisikan orang (people) adalah semua pelaku yang memainkan peranan dalam penyajian jasa sehingga dapat mempengaruhi persepsi pembeli. Elemen-elemen dari people adalah pegawai perusahaan, konsumen, dan konsumen lain dalam lingkungan jasa. Pelatihan tentang keterampilan interaksi dan resolusi masalah pelanggan, sistem dari prosedur balas jasa karyawan,

personal selling, prosedur partisipasi kelompok pelayan atau pribadi dan norma- norma pelaku eksekusi simultan dari keterampilan interaksi pribadi dan teknis pada titik kontak dengan pelanggan.

6. Bukti/Sarana fisik (physical evidence)

Sarana fisik adalah suatu lingkungan fisik dimana jasa disampaikan dan dimana perusahaan dan konsumennya berinteraksi, dan setiap komponen tangibel memfasilitasi penampilan atau komunikasi jasa tersebut. Unsur-unsur yang termasuk ke dalam bukti/sarana fisik adalah tata letak fasilitas (interior dan eksterior), tema, dekorasi, penerangan, service counters, kebersihan, penampilan dan kesehatan karyawan, kenyamanan peralatan, reliabilitas, ketertarikan, kemudahan penggunaan, kecocokan, kapasitas eksterior (Umar, 2003). Bukti fisik

Dokumen terkait