• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.4 Produk Hasil Pengeringan

4.4.1 Proses Penggilingan Cabai Merah Kering

Dari hasil pengeringan didapatkan cabai merah kering dengan kadar air sekitar 7 – 8 %bb. Cabai kering ini kemudian dikecilkan ukurannya menggunakan blender yang biasa digunakan untuk menghaluskan bumbu kering. Kadar air selama proses pengecilan ukuran berkurang. Pengurangan kadar air bubuk dapat dilihat pada Tabel 14. Pada Tabel 14, terlihat bahwa kadar air selama proses pengecilan ukuran berkurang sekitar 3 – 4% (diukur dengan metode oven). Hal ini terjadi akibat gesekan antara bahan dengan pisau pencacah, gesekan antara bahan dengan bahan dalam blender, lama proses pengecilan ukuran serta luas permukaan bahan meningkat sehingga air dari dalam bahan mudah menguap. Gesekan antar bahan dan pisau pencacah dapat menimbulkan panas yang dapat menguapkan air yang terkandung dalam bubuk. Setelah proses pengecilan ukuran, dilakukan pengayakan dengan ayakan Tyler berukuran 30 mesh (ukuran setara dengan 0.6 mm) untuk mempermudah proses analisis warna dan ekstraksi oleoresin.

Tabel 14. Kadar air cabai kering dan kadar air bubuk cabai

Perlakuan KA cabai kering KA bubuk (%bb) (%bb) Kontrol 8.46 ± 0.18 5.14 ± 0.66 blanching 3 menit 7.15 ± 0.15 4.21 ± 0.18 blanching 5 menit 7.93 ± 0.59 4.18 ± 0.06 blanching 7 menit 7.69 ± 0.25 4.48 ± 0.18 blanching 9 menit 7.74 ± 0.86 4.50 ± 0.38

4.4.2 Analisis Warna

Pengukuran warna bubuk cabai merah yang telah kering menggunakan Chromameter ditampilkan hasilnya pada Gambar 23 dan 24. Warna produk secara visual disajikan pada Lampiran 30.

Gambar 23. Grafik hubungan antara nilai L* dengan lama blanching.

Dari analisa sidik ragam berdasarkan nilai L* diketahui bahwa p value 0.008 < alpha 5% artinya lama blanching berpengaruh nyata terhadap kecerahan warna. Selanjutnya dilakukan uji Duncan yang menunjukkan bahwa perlakuan blanching dengan natrium bisulfit selama 9 menit memberikan tingkat kecerahan paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan lain. Sementara perlakuan kontrol memberikan tingkat kecerahan paling rendah. Tingkat kecerahan pada perlakuan blanching dengan natrium bisulfit selama 5 dan 7 menit tidak berbeda nyata, sedangkan perlakuan blanching dengan natrium bisulfit selama 3 menit sama dengan tingkat kecerahan perlakuan blanching dengan natrium bisulfit selama 5 dan 7 menit serta 9 menit.

Gambar 24. Grafik hubungan antara nilai a* dengan lama blanching.

Dari analisa sidik ragam berdasarkan nilai a* diketahui bahwa p-value 0.032 < alpha 5%, artinya lama blanching berpengaruh nyata terhadap warna merah. Selanjutnya dilakukan uji Duncan yang menunjukkan bahwa rata-rata warna merah yang paling tinggi yaitu pada perlakuan blanching dengan natrium bisulfit selama 7 menit sedangkan yang terendah pada perlakuan blanching dengan natrium bisulfit selama 9 menit. Perlakuan kontrol, blanching dengan natrium bisulfit selama 5 menit, dan perlakuan blanching dengan natrium bisulfit selama 7 menit tidak berbeda nyata, sedangkan perlakuan blanching dengan natrium bisulfit selama 3 menit sama dengan perlakuan kontrol, blanching dengan natrium bisulfit selama 5 menit, blanching dengan natrium bisulfit selama 7 menit dan blanching dengan natrium bisulfit selama 9 menit. Perlakuan blanching dengan natrium bisulfit selama 9 menit berbeda nyata dengan perlakuan yang lain.

Dari hasil analisis statistik didapatkan bahwa perlakuan 9 menit memiliki tingkat kecerahan paling tinggi namun memiliki intensitas warna merah yang paling rendah dibandingkan dengan perlakuan lain. Namun bila dilihat secara nominal perbedaan nilai warna merah pada perlakuan ini

dengan nilai warna merah tertinggi (perlakuan blanching 7 menit) hanya sebesar 0.64 dari range nilai warna merah 0 – 50. Sehingga perlakuan 9 menit ini dapat dikatakan perlakuan terbaik.

4.4.3 Uji Stabilitas Warna Produk

Warna merah hingga kuning pada cabai merah dikarenakan kandungan karotenoid. Karotenoid ini sebagian besar berupa hidrokarbon serta berikatan dengan senyawa yang strukturnya mirip dengan lemak. Karotenoid dapat larut dalam lemak, ethanol dan methanol tetapi sukar larut dalam air. Karotenoid mempunyai ikatan rangkap yang menyebabkan bahan ini mudah teroksidasi serta dapat mengalami auto oksidasi. Karotenoid dapat mengabsorbsi sinar UV dan sinar tampak yang kemudian ditransmisi atau diabsorbsi sehingga dapat mempengaruhi penampakan warnanya. Karotenoid juga dapat terdegradasi secara termal pada suhu 190 – 220 oC. Perubahan struktur pigmen karotenoid dari trans menjadi cis akibat suhu, pH, pengoksidasi dan cahaya dapat mengakibatkan warna menjadi lebih terang (Gross 1991).

Uji stabilitas warna yang dilakukan meliputi pengukuran perubahan warna akibat pengaruh suhu penyimpanan, pengaruh kondisi penyimpanan, pengaruh sinar matahari dan pengaruh sinar lampu. Hasil pengujian menunjukkan bahwa hanya nilai a*, yang menjadi indikasi warna merah, yang mengalami perubahan yang dapat ditarik kesimpulan pada tiap perlakuan uji stabilitas warna. Sedangkan nilai L* menunjukkan bahwa nilai perubahannya berbeda-beda pada tiap perlakuan uji stabilitas warna sehingga sulit untuk menarik kesimpulan. Data penurunan intensitas warna tersaji pada Lampiran 24 – 27.

Untuk mengetahui stabilitas warna pada suhu penyimpanan yang berbeda, bubuk cabai merah disimpan pada suhu ruang (25 – 27 oC) dan pada suhu dingin (8 – 10 oC). Penyimpanan ini berlangsung selama 2 hari. Hasil pengujian dapat dilihat pada gambar di bawah ini :

Gambar 25. Perubahan intensitas warna akibat suhu penyimpanan.

Grafik pada Gambar 25 menunjukkan bahwa penyimpanan pada suhu ruang menyebabkan penurunan intensitas warna yang lebih besar dibandingkan dengan penyimpanan pada suhu dingin.

Gambar 26. Perubahan intensitas warna akibat kondisi penyimpanan.

Pada Gambar 26, penurunan intensitas warna pada bubuk cabai merah yang disimpan dengan terbuka lebih besar dibandingkan dengan yang disimpan dalam kondisi tertutup. Pada kondisi bahan yang dibiarkan terbuka pada suhu ruang, maka yang terjadi adalah bubuk cabai merah mengalami oksidasi. Menurut Erawati (2006), pengaruh oksidasi lebih dominan jika dibandingkan dengan pengaruh suhu pada penurunan pigmen karotenoid. Hal ini terjadi karena ikatan rangkap yang dimiliki oleh pigmen karotenoid.

Untuk uji stabilitas warna akibat pengaruh sinar matahari, bubuk cabai merah diletakkan di bawah sinar matahari selama 6 jam pada saat intensitas cahaya matahari paling tinggi yaitu pada pukul 8 hingga pukul 2 siang. Perubahan intensitas warnanya diukur setiap 3 jam. Hasil pengukuran tersaji pada Gambar 27.

Sinar matahari ternyata dapat menurunkan intensitas warna dari bubuk cabai. Penurunan ini diakibatkan oleh pigmen karotenoid dapat mengabsorbsi sinar UV matahari dan mengubah struktur trans karotenoid menjadi cis karotenoid. Semakin banyak struktur cis maka warna merah akan semakin pudar (Erawati 2006).

Pada uji stabilitas warna akibat pengaruh sinar lampu, bubuk cabai merah diletakkan di bawah sinar lampu TL berdaya 20 Watt selama 2 hari. Perubahan intensitasnya diukur setiap 12 jam.

Gambar 28. Perubahan intensitas warna akibat sinar lampu.

Hasil pengukuran pada Gambar 28 menunjukkan bahwa semakin lama berada di bawah sinar lampu maka intensitas warna bubuk cabai merah akan semakin menurun. Hal ini dikarenakan pigmen karotenoid dapat mengalami photoxidasi, yaitu oksidasi akibat sinar lampu (Gross 1991).

Uji stabilitas warna akibat pengaruh sinar matahari dan sinar lampu ini penting untuk bubuk cabai yang telah digunakan untuk pewarna kosmetik dan telah diaplikasikan ke kulit pemakai. Hal ini bertujuan untuk mengetahui degradasi warna pada saat pemakai berada di luar ruangan atau di dalam ruangan yang diberi penerangan lampu. Namun hasil ini juga bergantung kepada faktor internal pemakai seperti jenis dan kondisi kulit pemakai yang dapat pula mempengaruhi kestabilan warna kosmetik tersebut.

Dari semua uji stabilitas warna yang dilakukan, perlakuan blanching selama 9 menit menunjukkan kestabilan warna bubuk cabai merah yang baik. Hal ini dibuktikan dari persentase penurunan intensitas warna merah pada tabel berikut :

Tabel 15. Persentase penurunan intensitas warna merah pada uji stabilitas warna.

Lama Kontrol Suhu penyimpanan (%) Kondisi penyimpanan (%) Sinar matahari (%) Sinar lampu (%)

blanching (%) 25 - 27 oC 8 - 10 oC terbuka tertutup 3 jam 6 jam 12 jam 24 jam 36 jam 48 jam 0 100 -8.54 -3.28 -8.52 -5.19 -6.64 -8.45 -1.94 -2.95 -4.25 -4.61 3 100 -5.14 -4.24 -6.27 -1.71 -1.09 -3.05 -2.47 -3.53 -3.68 -5.81 5 100 -6.12 -3.23 -5.31 -3.89 -2.01 -3.58 -1.14 -1.23 -1.72 -3.26 7 100 -3.52 -1.38 -3.62 -2.11 -1.46 -4.53 -1.40 -2.67 -4.68 -6.04 9 100 -1.17 -0.56 -3.13 -1.06 -0.29 -0.89 -0.20 -0.74 -1.53 -3.06

Pada Tabel 15 menunjukkan bahwa dari semua perlakuan uji kestabilan warna yang diberikan pada bubuk cabai dengan perlakuan pendahuluan blanching selama 9 menit memiliki penurunan intensitas warna merah paling kecil dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Hal ini terjadi akibat pengaruh natrium bisulfit yang ditambahkan pada air sebagai medium blanching dan lama perendaman dalam larutan blanching tersebut. Iswari et al (2004) menyatakan bahwa penambahan natrium bisulfit 0.2% pada saaat blanching dapat mempertahankan warna merah pada bubuk cabai selama penyimpanan 6 bulan. Hal ini menunjukkan bahwa natrium bisulfit mampu memberikan lingkungan yang cukup alkalis untuk mempertahankan warna, aroma dan kecerahan. Menurut Desrosier (1988), lingkungan alkalis saat blanching sayuran sebelum dikeringkan dapat mempertahankan pigmen sayuran. Lama blanching juga berpengaruh terhadap perubahan warna pada bubuk cabai merah. Hal ini dikarenakan pada bubuk cabai merah dengan perlakuan pendahuluan blanching yang lebih lama dapat menonaktifkan enzim-enzim yang dapat menyebabkan browning pada bubuk cabai merah dengan optimal.

4.4.4 Analisis Warna Setelah Ekstraksi Oleoresin

Tahap selanjutnya adalah ekstraksi oleoresin bubuk cabai untuk menghilangkan kepedasan bubuk cabai. Jika bahan masih memiliki tingkat kepedasan yang tinggi maka akan menimbulkan iritasi kulit dan kulit akan terasa panas. Bubuk yang telah diekstrak oleoresinnya kemudian dilakukan analisis warna untuk mengetahui apakah ekstraksi oleoresin berpengaruh terhadap warna produk.

Gambar 30. Perubahan a* setelah ekstraksi oleoresin.

Hasil yang tersaji pada Gambar 29 dan 30 menunjukkan bahwa ekstraksi oleoresin dapat menurunkan intensitas warna bubuk cabai merah. Nilai a* dari grafik pada Gambar 30 di atas terlihat menurun pada kondisi setelah ekstraksi. Hal ini terjadi karena sebagian warna merah ikut larut bersama oleoresin. Pelarutan ini juga mengakibatkan perubahan pada nilai L*. Nilai L* meningkat setelah ekstraksi pada perlakuan kontrol, dan perlakuan blanching 5 menit. Untuk perlakuan blanching 3 menit, perlakuan blanching 7 menit dan perlakuan blanching 9 menit nilai L* menurun.

Tabel 16. Persentase penurunan intensitas warna merah Setelah ekstraksi oleoresin

lama blanching Sebelum (%) Setelah (%)

0 100 -9.90

3 100 -10.51

5 100 -3.60

7 100 -9.28

9 100 -3.51

Untuk bubuk cabai merah dengan perlakuan blanching 9 menit dapat mempertahankan warna merah dengan baik. Hal ini terlihat pada Tabel 16 dimana penurunan intensitas warna merah paling kecil dibandingkan perlakuan lain.

Setelah dilakukan analisis warna tidak dilakukan kembali uji stabilitas warna. Hal ini terjadi karena hanya pada bubuk cabai merah dengan perlakuan pendahuluan blanching 9 menit saja yang masih berwarna merah sedangkan pada bubuk cabai dengan perlakuan lain berwarna kuning pucat.

4.4.5 Analisis Tingkat Kepedasan

Ekstraksi oleoresin bertujuan untuk menghilangkan kepedasan pada bubuk cabai. Oleh karena itu dilakukan analisis tingkat kepedasan untuk mengetahui apakah ekstraksi berlangsung secara sempurna atau tidak. Analisis ini dilakukan dengan uji organoleptik pada panelis terlatih sebanyak 5

orang. Awalnya analisis ini dilakukan dengan mengoleskan bahan yang telah dilakukan proses pengenceran seperti pada prosedur penelitian (Bagian 3.3.8) ke kulit panelis selama 5 menit. Namun semua panelis tidak merasakan efek apapun pada kulit mereka. Kemudian pengujian ini dilakukan dengan merasakan pedas bubuk cabai yang telah diencerkan pada rongga mulut. Pengujian ini akan valid bila 3 dari 5 panelis dapat mengenali rangsangan pada satu tingkat kepedasan tertentu. Kepedasan di sini dianalogikan dengan rasa panas di rongga mulut. Namun setelah dilakukan uji kepedasan, panelis mengatakan bahwa rasa panas tersebut terasa pada sudut bibir saja sedangkan pada rongga mulut terasa seperti ada sensasi menusuk.

Pada sampel pertama dengan perlakuan kontrol, semua panelis setuju bahwa bubuk cabai sudah tidak terasa panas dimulut. Sampel kedua yaitu ulangan dari sampel pertama, semua panelis menyetujui bahwa bubuk cabai tersebut masih memiliki tingkat kepedasan sebesar 117,000 SHU. Sampel ketiga dengan perlakuan blanching selama 3 menit, 4 dari 5 panelis setuju bahwa bubuk cabai tersebut masih memiliki tingkat kepedasan sebesar 170,000 SHU. Pada sampel keempat yaitu ulangan dari sampel ketiga, 4 dari 5 panelis setuju bahwa bubuk cabai masih sudah tidak pedas lagi. Pada sampel kelima yaitu perlakuan blanching selama 5 menit, semua panelis setuju bubuk cabai memiliki tingkat kepedasan sebesar 117,000 SHU. Sempel keenam yaitu sampel ulangan dari sampel 5, semua panelis setuju bahwa tingkat kepedasan bubuk cabai sama dengan sampel 5. Pada sampel ketujuh yaitu perlakuan blanching selama 7 menit, semua panelis setuju bahwa tingkat kepedasan bubuk cabai ini adalah 100,000 SHU. Begitu pula dengan sampel kedelapan yang merupakan ulangan dari sampel ketujuh. Pada sampel kesembilan yaitu perlakuan blanching selama 9 menit, semua panelis menyetujui tingkat kepedasan bubuk cabai merah ini sebesar 100,000 SHU. Begitu pula pada sampel kesepuluh yang merupakan ulangan dari sampel kesembilan. Tabel 17 menunjukkan tingkat kepedasan pada tiap perlakuan blanching.

Tabel 17. Tingkat kepedasan bubuk cabai merah Kode sampel Tingkat kepedasan (SHU) N0U1 0 N0U2 117,000 N1U1 170,000 N1U2 0 N2U1 117,000 N2U2 117,000 N3U1 100,000 N3U2 100,000 N4U1 100,000 N4U2 100,000

Nilai SHU pada Tabel 17 di atas menunjukkan bahwa bubuk cabai merah masih pedas. Tingkat kepedasan bubuk cabai merah ini tidak seragam. Bubuk cabai merah dengan tingkat kepedasan 170,000 SHU lebih terasa panas bila dibandingkan dengan bubuk cabai merah dengan tingkat kepedasan 117,000 SHU dan 100,000 SHU. Bubuk cabai merah yang masih tinggi tingkat kepedasannya tidak aman jika digunakan untuk pewarna kosmetik karena kulit akan terasa panas dan mungkin dapat terjadi iritasi atau ruam pada kulit. Perbedaan tingkat kepedasan pada masing – masing ulangan mungkin diakibatkan oleh tingkat kepedasan awal dari bubuk cabai merah yang berbeda.

Dokumen terkait