• Tidak ada hasil yang ditemukan

PRODUK OLAHAN IKAN TRADISIONAL 1 Ikan Fermentas

Dalam dokumen Diktat Pengetahuan Bahan Pangan (Halaman 81-84)

Fermentasi ikan merupakan cara pengawetan tradisional di Indonesia dan negara- negara Asia Tenggara. Ikan yang difermentasi pada umumnya ikan-ikan kecil, murah dan campuran berbagai jenis ikan hasil samping tangkapan ikan (ikan rucah). Fermentasi ikan dapat dilakukan dengan teknologi sederhana oleh nelayan, industri rumah tangga dan industri kecil. Reaksi yang terjadi selama fermentasi ikan adalah reaksi penguraian senyawa-senyawa bermolekul besar, terutama protein menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana. Protein

ikan akan terurai menjadi asam amino dan peptida, yang selanjutnya akan terurai lebih lanjut menjadi senyawa-senyawa yang berperan dalam pembentukan cita rasa. Jika pada ikan yang difermentasi ditambah senyawa lain, misalnya pati atau nasi maka senyawa tersebut akan diuraikan menjadi senyawa yang lebih sederhana seperti asam, alkohol, dan lain-lain. produk akhir hasil fermentasi ikan dapat berupa ikan utuh, pasta atau saus.

Metode fermentasi ikan di Indonesia dapat digolongkan menjadi 2 macam. Pertama, fermentasi menggunakan kadar garam tinggi, misalnya pembuatan peda, kecap ikan dan bekasang. Kedua, fermentasi menggunakan bakteri asam laktat, misalnya dalam pembuatan bekasam dan chaoteri. Pada fermentasi asam laktat sering ditambahakan garam untuk merangsang pertumbuhan asam laktat. Dengan demikian fermentasi ikan umumnya merupakan gabungan fermentasi garam dan fermentasi asam laktat.

Produk hasil fermentasi ikan bersifat awet. Hal ini disebabkan antara lain oleh :

1. Penurunan aktivitas air, yaitu air bebas yang dapat digunakan oleh mikroba untuk pertumbuhannya. Penurunan aktivitas air ini disebabkan karena penambahan garam, gula dan pengeringan.

2. Penurunan pH daging ikan karena terbentuknya asam (terutama asam laktat) hasil fermentasi.

Karena kadar garamnya umumnya tinggi, produk fermentasi ikan tidak dapat dimakan banyak. Produk ini biasanya digunakan sebagai bahan perangsang makan atau bumbu. Produk-produk fermentasi ikan yang umum dikenal antara lain peda, kecap ikan, terasi, bekasang, bekasam (bekasem) dan chaoteri.

Peda adalah produk fermentasi ikan menggunakan kadar garam tinggi (25 - 30 %). Hasil akhirnya berupa ikan utuh dengan kadar garam 15 - 20 % dan berwarna agak merah kecoklatan. Ikan yang biasa dibuat peda adalah ikan kembung jantan dan betina.

Jenis ikan yang biasa diolah menjadi kecap ikan adalah ikan kecil (misalnya teri) ikan rucah dan limbah ikan (isi perut, kepala dan insang). Perbandingan ikan dan garam umumnya 6 : 4 - 5 dan fermentasi dilakukan selama 2 - 12 bulan kadang-kadang bisa lebih lama. Produk akhir kecap ikan berupa cairan kental dengan kadar garam 25 - 30 %.

Terasi merupakan produk fermentasi ikan berbentuk pasta padat. Bahan baku yang digunakan berupa ikan kecil, udang rebon, udang kecil, teri dan limbah ikan yang ditambah garam dan kadang-kadang bahan lain seperti tepung tapioka. Adanya penambahan tapioka menyebabkan terjadi fermentasi laktat dalam pembuatan terasi.

Bekasang merupakan produk khas Sulawesi Utara, dibuat dari jeroan ikan cakalang yang ditambah garam hingga 20 %. Fermentasi dilakukan dalam botol selama beberapa bulan. Bentuknya mirip terasi tetapi berbentuk pasta kental.

Bekasam atau bekasem merupakan produk fermentasi ikan yang berasal dari Jawa Tengah, Sulawesi Selatan dan Kalimantan Tengah (disebut wadi). Ikan yang

digunakan umumnya ikan air tawar. Ikan dibersihkan, kemudian ke dalam rongga perutnya dimasukkan campuran nasi dan garam dan ditaruh dalam guci tanah (kuali) lalu difermentasi. Nasi akan merangsang pertumbuhan bakteri asam laktat yang akan menguraikan pati menjadi asam laktat, asetat, propionat dan etil alkohol. Senyawa-senyawa tersebut menghasilkan rasa asam bekasam dan juga berfungsi sebagai pengawet.

Chaoteri adalah produk fermentasi ikan-ikan kecil yang dicampur dengan tape atau tape ketan. Produk ini merupakan makanan tradisional Sulawesi Selatan. Disamping asam laktat, pada . Penurunan aktivitas air, yaitu air bebas yang dapat digunakan oleh mikroba untuk pertumbuhannya. Penurunan aktivitas air ini disebabkan karena penambahan garam, gula dan pengeringan. Penurunan pH daging ikan karena terbentuknya asam (terutama asam laktat) hasil fermentasi. Karena kadar garamnya umumnya tinggi, produk fermentasi ikan tidak dapat dimakan banyak. Produk ini biasanya digunakan sebagai bahan perangsang makan atau bumbu. Produk-produk fermentasi ikan yang umum dikenal antara lain peda, kecap ikan, terasi, bekasang,

bekasam (bekasem) dan chaoteri.

Ikan Asin

Pada pembuatan ikan asin, ikan diawetkan dengan kombinasi penggaraman dan pengeringan. Pada konsentrasi tinggi, garam dapat mencegah kerusakan ikan oleh enzim- enzim dalam daging ikan (kerusakan akibat autolisis), dan pembusukan oleh mikroorganisme. garam mempunyai tekanan osmotik yang tinggi, sehingga akan menarik air dari daging ikan dan cairan dari sel mikroba. Akibatnya mikroba akan mengalami plasmolisis dan mati. Penambahan garam menyebab-kan protein ikan terdenaturasi sehingga daging ikan mengkerut dan air akan terperas keluar. Pengeringan akan mengurangi kandungan air dalam daging ikan sehingga mikroba tidak dapat tumbuh dengan baik dan pembusukan dapat dicegah. Pada umumnya pengeringan dilakukan secara tradisional dengan penjemuran.

Proses pembuatan ikan asin bervariasi, tergantung jenis dan ukuran ikan, hasil yang diinginkan dan daerah produksinya. Ikan besar lebih dulu dipotong-potong sebelum diasin, sedangkan ikan kecil, misalnya teri, selar, layang dan petek diasin dalam keadaan utuh. Penggaraman dalam pembuatan ikan asin dilakukan dengan penggaraman kering, penggaraman basah dan kombi-nasinya. Pada penggaraman kering, kristal garam dilumurkan pada seluruh bagian ikan dan rongga perut. garam akan menarik air dari daging ikan karena sifatnya yang higroskopis dan mempunyai tekanan osmotik tinggi. Air yang tertarik keluar akan membentuk larutan garam pekat, yang akan merendam ikan. Cara ini biasanya dilakukan pada pengasinan ikan besar yang disiangi dan dibelah, misalnya ikan gabus, tenggiri, tongkol, pari, jambal dan cucut. Penggaraman basah digunakan untuk mengasin ikan-ikan kecil. Ikan

direndam dalam larutan garam jenuh, ditiriskan dan dijemur. Nelayan umumnya membuat ikan asin dengan kombinasi penggaraman kering dan basah.

Mula-mula ikan dicampur dengan garam dengan perbandingan 3 : 1 sampai 4 : 1 atau kadar garam 25 - 35 % dalam bak semen. Campuran kemudian disiram dengan larutan garam jenuh sebanyak 1/4 - 1/5 berat ikan, diaduk rata, lalu ditutup dan dibiarkan 1 - 3 malam. Kemudian ikan diangkat an dibilas dan dijemur 1 - 4 hari tergantung ukuran ikan dan cuaca.

Ikan Asap

Pengasapan ikan adalah salah satu cara mengolah dan sekaligus mengawet ikan menggunakan kombinasi pemanasan dan penambahan senyawa kimia alami yang berasal dari asap kayu. Senyawa dalam asap akan menempel pada ikan dan terlarut dalam tubuh ikan dan menghasilkan aroma dan rasa khas, serta warna kecoklatan atau keemasan. Pengasapan ikan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pengasapan panas pada suhu 65

- 80 C, dan pengasapan dingin 30 - 40 C. Pengasapan panas hanya dilakukan selama beberapa jam (1 - 5 jam) sehingga walaupun rasanya lebih enak, tetapi kadar air dalam ikan masih tinggi. Keawetannya hanya beberapa hari, biasanya 2 - 7 hari. sedangkan pengasapan dengan suhu rendah dilakukan selama 1 - 2 minggu, sehingga ikan lebih kering dan lebih awet. Disamping kedua cara pengasapan di atas, telah berkembang pula pengasapan dengan menggunakan asap cair (liquid smoke). Asap cair diperoleh dari destilasi asap kering dengan proses yang disebut pirolisa. Caranya, ikan direndam dalam asap cair, atas dilakukan dengan cara menyemprot ikan dengan asap cair tersebut. Biasanya asap cair diencerkan, ditambah garam, dan ikan direndam di dalamnya selama beberapa jam. setelah itu ikan dikeringkan. Ikan yang diolah dengan pengasapan dapat menjadi awet, yang disebabkan karena :

1. Kadar air ikan berkurang sampai di bawah 40 %.

2. Senyawa-senyawa dalam asam kayu seperti berbagai macam aldehida, fenol, alkohol, keton, asam dan lain-lain dapat menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk.

3. Terjadinya koagulasi protein dalam permukaan daging ikan yang menyebabkan jaringan ikat menjadi lebih kompak dan kuat sehingga tahan terhadap serangan mikroorganisme. Disamping menjadi awet, keuntungan lain dari pengasapan ikan adalah penampakannya menjadi lebih baik karena mengkilat. Tetapi ikan asap mempunyai kelemahan, terutama teksturnya yang keras. Juga untuk memperoleh hasil yang sempurna diperlukan waktu pengasapan yang lama. Ikan yang menjadi sangat keras karena diasap, sebelum dikonsumsi harus dibasahkan dulu. Ikan asap harus disimpan pada tempat kering dan ditutup rapat. Kerusakan ikan asap yangbiasa terjadi adalah pertumbuhan kapang yang menyebabkan timbulnya bau tengik dan perubahan tekstur.

Dalam dokumen Diktat Pengetahuan Bahan Pangan (Halaman 81-84)