• Tidak ada hasil yang ditemukan

(The Effect of Effective Accumulated Temperature (EAT) on Flowering Synchronization of Hybrid Rice Seed Production)

PENDAHULUAN

Produksi benih padi hibrida di Indonesia selama ini menggunakan sistem tiga galur dengan melibatkan tetua betina (galur mandul jantan/GMJ), galur pelestari GMJ (B), dan galur pemulih kesuburan (R). Yuan et al. (2003) pada sistem tiga galur benih padi hibrida merupakan generasi F1 yang merupakan hasil persilangan antara GMJ sebagai tetua betina dengan R sebagai tetua jantan, sehingga sifat-sifat pada F1 sangat ditentukan oleh sifat kedua tetuanya. Salah satu kelemahan sistem tiga galur adalah sinkronisasi pembungaan antara tetua betina dengan tetua jantannya. Virmani dan Sharma (1993) menyebutkan bahwa faktor yang sangat mempengaruhi produksi benih padi hibrida sistem tiga galur adalah sinkronisasi pembungaan antara tetua jantan dan betina yang dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan seperti lokasi, musim dan teknis budidaya yang semuanya akan mempengaruhi hasil produksi benih.

Pembungaan tanaman merupakan salah satu proses pertumbuhan yang dipengaruhi oleh agroklimat. Menurut Qadir (2012), komponen agroklimat yang mempengaruhi pertumbuhan terutama adalah radiasi sinar matahari, disamping komponen lain seperti suhu udara, kelembaban udara, angin dan hujan.

Pertumbuhan tanaman padi terutama dalam proses pembungaan sangat ditentukan oleh suhu udara. Konsep yang umum digunakan untuk menjelaskan pengaruh suhu terhadap perkembangan tanaman (fenologi) adalah thermal unit

atau disebut juga degree days atau heat unit. Konsep ini hanya berlaku untuk tanaman netral (tidak responsif terhadap panjang hari) seperti tanaman padi. Dalam konsep ini, faktor lain seperti panjang hari tidak berpengaruh, laju perkembangan tanaman berbanding lurus dengan suhu (T) di atas suhu dasar (T0) (Handoko 1994).

Satuan panas dikembangkan atas dasar pendekatan klimatologi dan agronomi untuk menduga laju pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang berhubungan dengan suhu lingkungan. Hal ini karena kebutuhan radiasi surya tiap fase pertumbuhan dan perkembangan tanaman padi berbeda-beda. Pada fase vegetatif, intensitas radiasi surya tidak terlalu besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman sedangkan pada fase reproduktif dan pematangan biji sangat berpengaruh. Produksi benih padi yang tinggi dapat diperoleh apabila pada fase pembungaan kelembaban udara relatif berkisar 50-60%, suhu maksimum antara 28-30°C dan suhu minimum 21-22°C serta kecepatan angin di atas 2.5 m/s (Mao & Virmani, 2003).

Informasi mengenai suhu efektif terakumulasi sangat penting dilakukan dalam produksi benih padi hibrida, hal ini berhubungan dengan keberhasilan penyerbukan kedua tetua (CMS dan restorer). Penelitian bertujuan untuk mempelajari waktu berbunga beberapa tetua padi hibrida dengan pendekatan suhu akumulasi efektif pada beberapa waktu tanam.

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan (KP) Singamerta, BPTP Banten. Penelitian dilakukan dalam empat kali pertanaman yaitu 1) November 2012 sampai Maret 2013, 2) Januari sampai Mei 2013, 3) April sampai Agustus 2013 dan 4) Juni sampai Oktober 2013.

Bahan Tanaman

Bahan tanaman yang digunakan adalah empat genotipe tetua betina (CMS) dan tujuh genotipe tetua jantan (restorer). Tetua betina terdiri atas A1 (tetua Hipa 5 Ceva dan Hipa 8), A2 (tetua Hipa 6 Jete), A6 (tetua Hipa Jatim 3, Hipa 10 dan Hipa 11) serta A7 (tetua Hipa 14 SBU). Tetua jantan adalah BR168 (Hipa 5), B8049f (Hipa 6), BP51-1 (Hipa 8), PK 88 (Hipa Jatim 3), Bio-9 (Hipa 10), IR40750 (Hipa 11) dan BH33d-Mr-57-1-2-2 (Hipa 14 SBU). Bahan tanaman berasal dari Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Sukamandi.

Pelaksanaan Penelitian

Percobaan menggunakan ember plastik di lapangan, setiap perlakuan disusun dalam rancangan Rancangan Kelompok Teracak Lengkap (RKTL) diulang tiga kali dan setiap ulangan terdiri atas lima ember. Bahan tanaman terdiri atas empat genotipe tetua betina dan tujuh genotipe tetua jantan sehingga jumlah satuan percobaan adalah 165 ember dalam satu kali pertanaman. Pertanaman dilakukan sebanyak empat kali tanam.

Benih disemai dalam tray plastik hingga berumur 21 hari, setelah itu bibit dipindahkan ke dalam ember satu bibit/ember. Setiap ember berisi campuran tanah sawah dan pupuk kandang dengan perbandingan 3:1 (v/v), bobot media sekitar 12 kg/ember. Pemupukan diberikan dengan dosis 5 g urea, 2 g SP36 dan 2 g KCl per ember. Setengah dosis urea dan seluruh dosis SP36 dan KCl diberikan sehari sebelum tanam, sisa urea diaplikasikan pada umur 40 hari setelah tanam (HST). Pengendalian hama dan penyakit dilakukan saat munculnya gejala serangan hama dan penyakit.

Pengamatan

Pengamatan dilakukan terhadap lamanya beberapa fase tanaman meliputi fase anakan maksimum, pembungaan awal (heading), berbunga 50% dan panen. Adapun unsur iklim yang diamati meliputi suhu harian (°C), kelembaban relatif harian (%), curah hujan (mm), jumlah hari hujan, dan lama penyinaran matahari harian (%).

Analisis data

Satuan panas dapat dihitung berdasarkan suhu efektif terakumulasi (effective accumulated temperature) atau metode EAT. Suhu efektif terakumulasi dari persemaian sampai dengan pembungaan relatif stabil. Secara botani,

umumnya padi akan berbunga pada limit suhu bawah 12°C dan limit suhu atas 27°C, sehingga EAT dapat diformulasikan sebagai berikut (Yuan et al 2003). EAT = ∑ T – H – L

dimana :

EAT = Suhu efektif terakumulasi T = Rata-rata suhu harian (°C)

H = Suhu harian di atas 27°C, hanya diperhitungkan jika rata-rata suhu lebih dari 27°C.

L = Batas bawah suhu (12°C). EAT hanya dapat dihitung jika rata-rata suhu harian lebih dari 12°C.

Pengamatan terhadap komponen iklim didukung dengan perlengkapan alat seperti thermometer minimum yang digunakan untuk mengukur suhu udara ekstrim rendah. Panci evaporasi untuk mengukur kesetimbangan air antara yang hilang karena penguapan (evaporasi) dengan yang didapat dari curah hujan (Gambar 5).

A B C

Gambar 5 Unit pengamatan iklim BMKG di KP Singamerta (A) termometer minimum, (B) panci evaporasi dan kecepatan angin dan (C) pengukur lama penyinaran matahari

Pengamatan terhadap komponen iklim selama penelitian dilakukan secara langsung di unit pengamat iklim BMKG yang ada di KP Singamerta serta dari AWS Balitklimat yang ada di BPTP Banten. Pengamatan secara manual dilakukan tiga kali dalam sehari yaitu pada pukul 6.00 WIB, pukul 12.00 WIB, dan pukul 18.00 WIB. Pengamatan secara komputerisasi dilakukan melalui pengukuran AWS.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pertumbuhan dan perkembangan tanaman merupakan proses yang dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Padi merupakan tanaman netral yang pertumbuhan dan perkembangannya lebih dipengaruhi oleh suhu. Pertumbuhan dan perkembangan padi pada fase tertentu akan membutuhkan akumulasi suhu efektif yang spesifik pada setiap galur. Menurut Fraisse et al

(2007) pengaturan pertumbuhan tanaman netral seperti padi adalah oleh suhu, dan setiap tanaman memiliki suhu akumulasi yang spesifik untuk setiap fase pertumbuhannya.

Hasil penelitian menunjukkan terdapat keragaman waktu yang dibutuhkan untuk mencapai setiap fase pertumbuhan tertentu pada empat galur CMS dan tujuh galur restorer yang diuji. Fase pertumbuhan yang diamati dimulai dari bibit di persemaian, anakan maksimum, pembungaan awal (heading), berbunga 50% dan panen.

Fase anakan maksimum diukur pada saat anakan yang terbentuk dalam satu rumpun sudah maksimal dan tanaman sudah memasuki fase primordia. Pengukuran terhadap fase anakan maksimum bervariasi antar galur. Rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk mencapai fase anakan maksimum pada empat kali pertanaman berkisar antara 55.5 hari (IR40750) sampai 59.5 hari (A1 dan BH33dMr) (Tabel 10).

Fase heading diukur pada saat pertama kali malai keluar dari daun bendera (berbunga awal). Pengukuran fase heading sangat penting dilakukan untuk memperkirakan waktu berbunga 50%. Tanaman padi yang sudah memasuki fase

heading pada umumnya sudah akan mendekati fase berbunga 50%. Selisih hari antara fase heading dengan berbunga 50% pada semua tetua yang diuji berkisar antara 2.5 hari (BP51-1 dan A7 ) sampai 8.3 hari (PK 88) (Tabel 10).

Waktu berbunga 50 % merupakan variabel penting yang berhubungan langsung dengan keberhasilan penyerbukan. Sinkronisasi antara tetua betina (CMS) dan tetua jantan (restorer) menghasilkan waktu berbunga 50% yang berbeda. Perbedaan waktu ini biasanya digunakan untuk menentukan berapa hari selisih penyemaian antara dua tetua. Hasil penelitian menunjukkan semua galur

restorer memerlukan waktu berbunga 50% lebih lama 1.5 sampai 11.3 hari dibandingkan dengan galur CMS untuk semua pasangan tetua yang diuji kecuali untuk pasangan tetua Hipa 8.

Pasangan Hipa 8 menunjukkan galur restorer BP51-1 lebih cepat berbunga 1-2 hari dibanding CMS A1 (Tabel 10). Perbedaan waktu berbunga 50% umumnya dipakai untuk menghitung selisih hari semai/tanam antara CMS dengan

restorer ke-2 (R2). Contohnya untuk penanaman produksi benih Hipa 8 hari pertama adalah menanam CMS A1 dengan restorer BP51-1 (R1), pada hari ke-3 menanam R2 dan hari ke-5 menanam R3.

Virmani dan Sharma (1993) menyebutkan bahwa faktor yang sangat mempengaruhi produksi benih padi hibrida sistem tiga galur adalah sinkronisasi pembungaan antara tetua jantan dan betina yang dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan seperti lokasi, musim dan teknis budidaya yang semuanya akan mempengaruhi tingkat/volume produksi benih padi hibrida. Salah satu yang menghambat sinkronisasi pembungaan antara galur CMS dan restorer adalah ketidaksesuaian waktu berbunga antar keduanya.

Suhu efektif terakumulasi dapat digunakan sebagai acuan menyesuaikan waktu pembungaan antara galur CMS dan restorer. Hal ini karena pada umumnya akumulasi suhu efektif pada suatu galur bersifat stabil walaupun waktu persemaian berbeda (Yuan et al. 2007).

Produksi benih padi hibrida memerlukan estimasi dalam waktu persemaian yang akurat agar antar tetua betina (CMS) dan tetua jantan (restorer) dapat terjadi kesesuaian waktu pembungaan. Sinkronisasi pembungaan merupakan kunci utama dalam keberhasilan penyerbukan padi hibrida. Perbedaan akumulasi suhu efektif setiap galur tetua padi hibrida dapat dijadikan acuan dalam penyesuaian waktu persemaian. Penyesuaian antara musim dan lokasi yang berbeda dapat diketahui berdasarkan data suhu dari setiap stasiun meteorologi setempat.

Tabel 11 menyajikan keragaan suhu akumulasi efektif setiap galur CMS dengan pasangannya pada empat waktu tanam berbeda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa akumulasi suhu efektif bervariasi antar galur maupun antar waktu tanam. Suhu akumulasi efektif yang bervariasi antar musim disebabkan adanya variasi suhu, kelembaban, curah hujan dan lama penyinaran matahari. Sedangkan variasi antar galur disebabkan faktor genetik.

Suhu efektif terakumulasi untuk mencapai fase anakan maksimum berkisar antara 818°C (A2) sampai 935°C (Bio-9), sedangkan akumulasi suhu yang dibutuhkan dari anakan maksimum untuk mencapai pembungaan awal (heading) berkisar antara 205°C (BH33d-Mr dan A6) sampai 317.3°C (Tabel 11).

Suhu efektif terakumulasi pada saat pembungaan 50% merupakan nilai yang penting karena dapat digunakan dalam memperkirakan selisih waktu persemaian antara pasangan tetua hibrida. Semua galur restorer menghasilkan akumulasi suhu efektif pada pembungaan 50% lebih tinggi dari pada galur CMS, kecuali untuk galur BP51-1 menghasilkan suhu akumulasi efektif lebih rendah 52.3°C dibandingkan dengan CMS A1 pasangannya, sehingga galur CMS A1 harus ditanam lebih dulu dibandingkan galur restorer BP51-1 sesuai dengan selisih akumulasi suhu efektif yang dihasilkan. Hasil ini sama dengan yang dilakukan oleh Mulsanti et al (2013) bahwa galur BP51-1 menghasilkan suhu efektif terakumulasi lebih rendah dibandingkan dengan CMS A1 sebesar 42°C yang dilakukan di Sukamandi.

Tabel 10 Jumlah hari yang dibutuhkan untuk mencapai fase perkembangan tanaman (semai, anakan maksimum, heading, berbunga 50%, panen)

Galur tetua

Jumlah hari setiap fase pertumbuhan (hari) Semai-Anakan Maksimum Waktu penanaman Semai-Heading Waktu penanaman Semai-bunga 50% Waktu penanaman Semai-panen Waktu penanaman

Nov Jan April Juni Rataan Nov Jan April Juni Rataan Nov Jan April Juni Rataan Nov Jan April Juni Rataan

Tetua : Hipa 5 (A1 vs BR168) dan Hipa 8 (A1 vs BP51-1)

A1 57 57 57 56 56.8 75 76 75 74 75.0 80 81 81 80 80.5 114 113 113 113 113.3

BR168 59 59 60 60 59.5 77 77 77 72 75.8 81 83 84 80 82.0 114 116 113 111 113.5

BP51-1 61 60 62 63 61.5 77 75 78 76 76.5 78 80 80 78 79.0 109 113 110 107 109.8 Tetua Hipa 6 (A2 vs B8049f)

A2 56 55 55 54 55.0 71 72 71 69 70.8 76 75 76 73 75.0 113 114 112 110 112.3

B8049f 56 56 56 56 56.0 75 79 77 77 77.0 85 84 83 81 83.3 107 113 109 110 109.8 Tetua : Hipa Jatim 3 (A6 vs PK88), Hipa 10 (A6 vs Bio-9) dan Hipa 11 (A6 vs IR40750)

A6 58 56 57 56 56.8 69 70 71 71 70.3 76 76 73 73 74.5 114 113 113 113 113.3

PK88 58 58 58 58 58.0 77 78 77 78 77.5 86 86 86 85 85.8 109 113 113 109 111.0

Bio-9 62 63 63 62 62.5 77 78 77 79 77.8 80 83 80 81 81.0 119 121 115 115 117.5

IR40750 56 56 56 54 55.5 74 76 75 73 74.5 79 81 79 77 79.0 111 111 111 109 110.5

Tetua : Hipa 14 SBU (A7 vs BH33d-Mr-57-1-2-2)

A7 56 56 56 56 56.0 75 74 74 71 73.5 75 78 76 75 76.0 109 108 109 108 108.5

Tabel 11 Suhu efektif terakumulasi untuk mencapai fase perkembangan tanaman (semai, anakan maksimum, heading, berbunga 50%, panen)

Galur Tetua

Suhu akumulasi suhu efektif (°C) Semai-Anakan Maksimum Waktu penanaman Anakan maskimum-heading Waktu penanaman Semai-berbunga 50% Waktu penanaman Semai-panen Waktu penanaman

Nov Jan April Juni Rataan Nov Jan April Juni Rataan Nov Jan April Juni Rataan Nov Jan April Juni Rataan

Tetua : Hipa 5 (A1 vs BR168) dan Hipa 8 (A1 vs BP51-1)

A1 845 837 874 809 841.3 265 268 254 251 259.5 1198 1188 1219 1178 1195.5 1722 1709 1690 1662 1695.8

BR168 888 883 920 870 890.3 267 273 255 175 242.5 1225 1249 1264 1178 1218.4 1722 1758 1677 1633 1697.5

BP51-1 903 897 949 899 912.0 252 290 238 234 253.5 1163 1179 1162 1134 1159.5 1646 1709 1648 1571 1643.5

Tetua Hipa 6 (A2 vs B8049f)

A2 831 802 845 794 818.0 234 261 242 207 236.0 1140 1110 1159 1060 1117.1 1707 1725 1677 1618 1681.8

B8049f 831 837 860 809 834.3 294 351 314 310 317.3 1212 1249 1264 1209 1233.5 1616 1709 1633 1618 1644.0

Tetua : Hipa Jatim 3 (A6 vs PK88), Hipa 10 (A6 vs Bio-9) dan Hipa 11 (A6 vs IR40750)

A6 860 837 874 809 845.0 174 213 213 221 205.3 1140 1141 1116 1060 1114.1 1707 1709 1690 1662 1692.0

PK88 860 869 889 839 864.3 295 303 285 294 294.3 1273 1298 1311 1239 1280.2 1646 1694 1690 1602 1658.0

Bio-9 933 943 965 899 935.0 223 229 194 249 223.8 1198 1249 1204 1178 1207.2 1801 1837 1719 1694 1762.8

IR40750 845 837 860 780 830.5 265 304 256 280 276.3 1155 1219 1204 1162 1185.0 1676 1837 1664 1618 1698.8

Tetua Hipa 14 SBU (A7 vs BH33d-Mr

A7 845 837 860 809 837.8 220 273 268 281 260.5 1110 1172 1159 1015 1132.6 1646 1634 1619 1586 1621.3

BH33d-Mr 933 883 905 824 886.3 192 227 211 192 205.5 1183 1172 1188 1190 1161.7 1707 1725 1705 1647 1696.0

Hasil pengamatan kondisi iklim selama penelitian tercantum pada Tabel 12. Suhu berkisar 26.57oC - 27.75 oC, kelembaban relatif (RH) berkisar 79.43- 86.60, curah hujan tertinggi sebesar 253 mm dan terendah sebesar 35 mm per bulan, sedangkan lama penyinaran matahari berkisar 29.23-89.65%.

Tabel 12 Keragaan kondisi iklim selama penelitian Bulan pengamatan Pengamatan iklim* Suhu (°C) Kelembaban relatif (%) Curah hujan (mm) Lama penyinaran matahari/hari (%) November 2012 27.24 82.53 50 48.20 Desember 2012 27.28 82.84 95 43.84 Januari 2013 26.78 85.23 424 29.23 Februari 2013 27.12 82.93 212 54.43 Maret 2013 27.43 81.84 229 65.45 April 2013 27.33 84.83 104 56.03 Mei 2013 27.29 84.60 261 62.07 Juni 2013 26.57 83.66 60 59.14 Juli 2013 26.96 86.60 243 44.72 Agustus 2013 27.75 80.52 122 58.29 September 2013 27.43 79.43 35 89.65 Oktober 2013 27.26 79.38 83 70.81

*Sumber data : Unit Stasiun Pengamatan Iklim BMKG di KP Singamerta BPTP Banten

Adanya anomali iklim serta variasi suhu harian akan mengakibatkan variasi pada lamanya waktu pembungaan 50% serta kebutuhan akumulasi suhu efektif. Untuk mendapatkan sinkronisasi waktu pembungaan antara tetua padi hibrida diperlukan penggabungan beberapa metode pendugaan pembungaan seperti metode jumlah daun dan dan metode durasi pertumbuhan. Hasil penelitian Mulsanti et al (2013) dan Yuan (2007) menunjukkan bahwa metode jumlah daun dan akumulasi suhu efektif dapat digunakan secara bersama-sama untuk meningkatkan sinkronisasi waktu pembungaan antar galur CMS dan restorer.

KESIMPULAN

1. Masing-masing galur menghasilkan suhu akumulasi efektif yang bervariasi antar waktu penanaman untuk mencapai setiap fase pertumbuhannya. Semua galur restorer memerlukan waktu berbunga 50 % lebih lama 1.5 sampai 11.3 hari dibandingkan dengan galur CMS, kecuali untuk galur restorer BP51-1 yang waktu berbunganya lebih cepat 1-2 hari dari CMS A1.

2. Semua galur restorer membutuhkan suhu akumulasi efektif lebih tinggi (22.9- 166.4°C) dibandingkan galur CMS pada semua waktu penanaman, kecuali untuk galur BP51-1. Galur BP51-1 (restorer Hipa 8) membutuhkan suhu akumulasi efektif lebih rendah (35-57°C) dibandingkan dengan CMS A1 pasangannya untuk mencapai berbunga 50%.

Dokumen terkait