• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan Metode Produksi, Pengolahan dan Penyimpanan Benih Padi Hibrida

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengembangan Metode Produksi, Pengolahan dan Penyimpanan Benih Padi Hibrida"

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN METODE PRODUKSI,

PENGOLAHAN DAN PENYIMPANAN BENIH PADI HIBRIDA

PEPI NUR SUSILAWATI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Pengembangan Metode Produksi, Pengolahan dan Penyimpanan Benih Padi Hibrida adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2014

Pepi Nur Susilawati

(4)

dan Penyimpanan Benih Padi Hibrida. Dibimbing oleh MEMEN SURAHMAN (Ketua), BAMBANG SAPTA PURWOKO (Anggota), TATIEK KARTIKA SUHARSI (Anggota), SATOTO (Anggota).

Kebutuhan beras terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk. Upaya peningkatan produksi beras melalui pendekatan varietas unggul dapat dilakukan dengan penggunaan padi hibrida. Adanya fenomena heterosis memungkinkan padi hibrida memberikan kontribusi peningkatan produktivitas 10-25%.

Produksi benih padi hibrida di Indonesia selama ini menggunakan sistem tiga galur dengan melibatkan tetua betina (galur mandul jantan/CMS/A), galur pelestari (maintainer/B), dan galur pemulih kesuburan (restorer/R). Sistem tiga galur memiliki kelemahan salah satunya adalah sinkronisasi pembungaan antara tetua betina dengan tetua jantannya. Hambatan dalam proses serbuk silang juga berakibat pada pengisian benih yang kurang sempurna. Benih dapat terisi sangat penuh, penuh, dan setengah penuh. Benih-benih yang tidak terisi sempurna akan mudah terbuang saat pemisahan benih dari kotoran benih menggunakan blower saat pengolahan benih. Perlu ada upaya menekan tingkat kehilangan hasil selama pengolahan benih melalui pengaturan kecepatan blower yang sesuai.

Permasalahan lain pada padi hibrida adalah daya simpan benih yang relatif lebih singkat dibandingkan dengan padi inbrida. Hal ini karena pada umumnya secara fisik benih padi hibrida memiliki struktur lemma dan palea tidak tertutup rapat. Struktur benih seperti ini mengakibatkan butiran padi terbuka atau berongga yang rawan terhadap perubahan kondisi lingkungan serta serangan hama dan penyakit.

Tujuan penelitian ini adalah untuk : (1) mempelajari perbedaan karakter bunga dan morfologi tanaman tetua betina (CMS) dan tetua jantan (R) padi hibrida yang berhubungan dengan perubahan lingkungan, (2) mempelajari waktu berbunga beberapa tetua padi hibrida dengan pendekatan suhu efektif terakumulasi pada beberapa waktu tanam, (3) mengetahui konsentrasi dan frekuensi aplikasi GA3 yang tepat dalam mendukung proses penyerbukan antara tetua jantan dan betina, (4) mengetahui pengaruh kecepatan blower terhadap kehilangan hasil benih padi hibrida, (5) mengetahui pengaruh kondisi ruang simpan terhadap mutu fisiologis benih padi hibrida dan inbrida.

Penelitian dilakukan dalam 5 tahap percobaan : (1) karakterisasi bunga dan morfologi tanaman tetua padi hibrida selama 4 kali pertanaman, (2) identifikasi kebutuhan suhu efektif terakumulasi masing-masing pasangan tetua, (3) optimasi produksi benih padi hibrida menggunakan GA3, (4) pengujian efektifitas kecepatan

blower separator dalam pengolahan benih, (5) identifikasi daya simpan benih hibrida pada dua suhu AC dan suhu kamar.

(5)

teknis dengan kondisi iklim mirip dengan KP Singamerta adalah Kabupaten/Kota Cilegon, Tangerang, Bekasi, Subang, Karawang, Indramayu dan Cirebon. Daerah tersebut memiliki curah hujan terendah pada periode Juni sampai Oktober berdasarkan data curah hujan selama 10 tahun terakhir.

Terdapat variasi waktu yang dibutuhkan untuk mencapai setiap fase pertumbuhan tertentu pada empat galur CMS dan tujuh galur restorer. Semua galur

restorer memerlukan waktu berbunga 50 % lebih lama 2 sampai 11 hari dibandingkan dengan galur CMS, kecuali untuk galur restorer BP51-1 yang waktu berbunganya lebih pendek 2-5 hari dari CMS A1. Terdapat variasi heat unit baik antar galur maupun antar waktu penanaman. Variasi antar waktu tanam disebabkan adanya variasi suhu, kelembaban, curah hujan dan lama penyinaran matahari, sedangkan variasi antar galur disebabkan faktor genetik. Heat unit pada fase pembungaan 50% dapat dijadikan acuan dalam menentukan selisih waktu semai antar pasangan tetua padi hibrida. Semua galur restorer membutuhkan akumulasi suhu efektif lebih tinggi dibanding galur CMS, kecuali untuk galur BP51-1 menghasilkan akumulasi suhu efektif lebih rendah (52.3°C) dibandingkan dengan CMS A1 pasangannya, sehingga CMS A1 harus ditanam lebih dulu dari pada BP51-1 agar terjadi sinkronisasi pada saat penyerbukan.

Aplikasi GA3 dilakukan dengan cara menyemprotkan larutan GA3 dari bagian buku dibawah daun bendera sampai dengan ujung daun pada saat 5-10% berbunga. Konsentrasi GA3 meningkatkan tinggi tanaman, eksersi malai, eksersi stigma, durasi membuka bunga, sudut membuka bunga dan panjang malai. Konsentrasi GA3 200 ppm menghasilkan produktivitas lebih tinggi pada varietas Hipa 6 (950 kg ha-1), Hipa Jatim 3 (1450 kg ha-1) dan Hipa 14 SBU (2120 kg ha-1). Produktivitas tertinggi pada varietas Hipa 8 dicapai pada konsentrasi 300 ppm (1550 kg ha-1) namun tidak berbeda nyata dengan konsentrasi GA3 200 ppm. Frekuensi aplikasi GA3 meningkatkan tinggi tanaman, eksersi malai, eksersi stigma dan durasi membuka bunga. Perlakuan dua kali aplikasi GA3 (10-15% heading dan 3 hari setelahnya) mampu menghasilkan produktivitas lebih tinggi pada semua varietas yang dihasilkan dibandingkan dengan frekuensi tiga kali aplikasi dan kontrol.

Kecepatan blower 220 rpm efektif untuk memilah benih pada semua varietas benih hibrida padi yang diuji kecuali varietas Hipa 14 SBU. Kecepatan blower 145 rpm paling sesuai untuk memilah benih padi hibrida Hipa 14 SBU pada semua variabel yang diuji. Penggunaan kecepatan blower yang tepat akan mengurangi kerugian finansial sebesar Rp 4 750 000,- per ton (pada tingkat kehilangan hasil 9.5% dan harga jual benih padi hibrida 50 000 per kg).

Penurunan viabilitas benih yang ditunjukkan oleh variabel daya berkecambah dan potensi tumbuh maksimum terjadi pada bulan ke-5 setelah disimpan pada kondisi suhu ruang. Penurunan vigor benih yang ditunjukkan oleh indeks vigor dan kecepatan tumbuh terjadi pada bulan ke-4 dan ke-5 setelah disimpan pada kondisi kamar. Benih padi varietas hibrida dan Inbrida masih memenuhi standar kelulusan sertifikasi benih sampai dengan akhir penyimpanan (6 bulan) pada kondisi kamar yang ditunjukkan dengan persentase daya berkecambah diatas 80%.

(6)

Production, Processing and Storage. Under direction of MEMEN SURAHMAN as Chairman, BAMBANG SAPTA PURWOKO, TATIEK KARTIKA SUHARSI and SATOTO as members of the advisory committee.

Demand on rice increases as population increases. Effort on enhancing rice productivity can be done by using high yielding variety. It is due to the heterotic phenomena, which contributes to the higher rice productivity of 10 – 25%.

In Indonesia, the hybrid rice seed production uses a three-line system, which involve female parental lines (Cytoplasmic Male Sterility/CMS/A), maintainer line (B), and restorer line (R). The three-line system has a disadvantage, i.e. the flowering synchronization between the female parent and male parent. This un-synchronized pollination might also lead to the imperfection of seed filling and varying results: very full filled, full filled, or half filled. As the consequence, the imperfect hybrid rice seeds might be easily lost away when they are separated using a blower. Therefore, a technique needs to be applied in order to reduce the losses during seed processing. One of them is through adjusting the suitable blower speed.

Another problem of hybrid rice is the short time storability compared to the non hybrid rice, mainly caused by the physical appearance of lemma and palea of the hybrid rice seeds, which are not fully covered. This seed characteristic leads to a vulnerable condition when the environment is not suitable or disease and pest attack.

The objectives this research were: (1) to study on differential flowering characteristics and morphology of the female parents (CMS) and the male parents (R) of the hybrid rice, at different planting time, (2) to identify of the required effective accumulated temperature on each parental lines , (3) to determine the concentration and frequency of GA3 application in term of supporting the

successful pollination between the female and male parents, (4) to investigate the influence of blower‟s speed on the losses of hybrid rice seeds‟ results, (5) to investigate the influence of storage room‟s temperature on the physiological quality of hybrid rice seeds.

The research was conducted in five experimental steps: (1) flower and morphological characterization of the parental lines (CMS and restorer) during four planting times, (2) identification of the required effective accumulated temperature on each parental lines, (3) optimization of hybrid seeds production using GA3, (4) analysis of effectiveness of the blower separator‟s speed for the

seed processing, (5) identification of the hybrid rice seed storage in two different temperatures.

(7)

flower‟s opening was highly influenced by temperature and sunlight duration. Parental lines Hipa 8, Hipa 5, Hipa 11 and Hipa 14 SBU showed suitability with its respective restorer lines.

Variations on the required growing time for four CMS lines and seven restorer lines occured. The restorer lines need longer time (2–11 more days) to reach the 50% flowering phase compared to the CMS lines. However, an exception was shown by the A1 CMS line which required 2 – 5 more days than the BP51-1 restorer line. There was also heat unit variation either in the lines or in the planting period. Different planting period caused variation in temperature, humidity, rainfall intensity, and sunlight duration, while variations among the lines was caused by genetic factors. An amount of 50% heat unit in the flowering phase can be used as a guidance to determine difference on the nursery time between each pair of hybrid rice parents. All of the restorer lines need higher accumulation of effective temperature than all the CMS lines, except the BP51-1 line, which was 36oC lower than its pair, the CMS A1 line. Therefore, the CMS A1 line has to be planted earlier than the BP51-1 line, so that the pollination can be synchronized.

The treatment of GA3 increased plant height, panicle exertion, stigma

exertion, duration of floret opening and angle of floret opening, and the panicle length. Concentration of 200 ppm GA3 resulted in higher productivity on the Hipa

6 variety (950 kg/ha), Hipa Jatim 3 (1,450 kg/ha), and Hipa 14 SBU (2,120 kg/ha). The highest productivity of Hipa 8 (1,550 kg/ha) was shown by the application of 300 ppm GA3. Nevertheless, it was not significantly different from

the application of 200 ppm GA3. Frequency of GA3 application increased the plant

height, panicle exertion, stigma exertion and duration of floret opening. Two times of GA3 treatment resulted in higher productivity for all varieties compared

to the three times of GA3 application and the control plants.

Speed of blower‟s 220 rpm effective for sorting seeds in all varieties of hybrid rice were tested except HIPA 14 SBU. Speed of blower‟s 145 rpm most appropriate sorting of Hipa 14 SBU on all variables tested.

The decrease in seed viability was shown by the variability in germination and maximum growth potential occured at month 5 after storage. The decline in seed vigor in “room temperature” shown by the vigor index and speed of germination occurred in the fourth and fifth month after storage. Hybrid and inbred rice seeds by the end of storage (after 6 months) still passed the certification standards as shown by the germination percentage of over 80%. Keywords : heat units, GA3 application, seed storability, optimization blowers‟s

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada

Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih

PENGEMBANGAN METODE PRODUKSI,

PENGOLAHAN DAN PENYIMPANAN BENIH PADI HIBRIDA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

(10)

Penguji pada Ujian Tertutup : 1. Dr Ir Hajrial Aswidinnoor, MSc

(Staf Pengajar Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor)

2. Dr Ir Abdul Qodir, MSi

(Staf Pengajar Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor)

Penguji pada Ujian Terbuka : 1. Prof Dr Ir Satriyas Ilyas, MS

(Kepala Bagian Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor) 2. Dr Ir Suwarno MS

(11)

NIM : A261100021

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Memen Surahman, MSc Agr Prof Dr Ir Bambang S Purwoko, MSc

Ketua Anggota

Dr Dra Tatiek Kartika Suharsi, MS Dr Ir Satoto, MS

Anggota Anggota

Diketahui oleh Ketua Mayor

Ilmu dan Teknologi Benih

Dr Ir Endah Retno Palupi, MSc

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

(12)
(13)

Syukur Alhamdulillah, penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulisan Disertasi ini dapat diselesaikan. Topik penelitian yang dipilih merupakan salah satu masalah pada produksi benih padi hibrida yang tingkat produksinya masih rendah dan memerlukan optimasi baik ketika produksi, pengolahan maupun penyimpanannya.

Selama rentang waktu perkuliahan sampai penyelesaian tugas akhir Disertasi ini, penulis banyak menerima bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Karenanya dengan ketulusan penulis menyampaikan ucapan terimakasih dan penghargaan kepada :

1. Prof Dr Ir Memen Surahman, MSc Agr selaku ketua komisi pembimbing, Prof Dr Ir Bambang S Purwoko, MSc, Dr Dra Tatiek Kartika S, MS dan Dr Ir Satoto selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberi bimbingan, koreksi, saran,motivasi, kesabaran kepada penulis sejak perencanaan penelitian hingga penyelesaian disertasi.

2. Dr Ir Hajrial Asiwidinnoor MSc dan Dr Ir Abdul Qodir MS, selaku penguji pada ujian tertutup, Prof Dr Satriyas Ilyas MS dan Dr Ir Suwarno, selaku penguji pada ujian terbuka serta Dr Ir Endah Retno Palupi, MSc selaku ketua Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih yang telah memberikan saran dan koreksi untuk perbaikan disertasi ini.

3. Badan Litbang Kementerian Pertanian, yang telah memberikan kesempatan dan beasiswa untuk mengikuti program S3 di IPB.

4. Dr Ir Eko Sri Mulyani, MS selaku Kepala BPTP Banten atas bantuan pemberian izin belajar, penggunaan fasilitas KP dan bantuan kegiatan lainnya yang diberikan kepada penulis. Ir Mewa Ariani, MS selaku Kepala BPTP Banten 2010 atas pemberian izin belajar ke IPB.

5. Prof Dr Ir Zulkifli dan Dr Ir Iman Sugema, yang telah memberikan rekomendasi kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan.

6. Tim kegiatan padi hibrida BPTP Banten bu Zuraida Yursak, SP MSi, Yuti Giamerti, SP, Pak Ahyani, Pak Adung, Pak H Sutirman, Pak Agus, serta keluarga besar BPTP Banten terimakasih atas persahabatan, bantuan dan dukungannya selama penelitian berlangsung.

7. Keluarga Benih 2010, Pak Tjipto, Candra, Reren, Ikrar, Cici, Pak Agus, Pak Dwi, Uni Noflinda, Anis, Pak Patasija atas kebersamaan dan kekeluargaannya. 8. Sahabat terbaik Bu Siti Maryam, Bu Haliaturahma, Pak Thamrin, Pak Ismail Maskromo, Pak Awaludin Hipi, Sri Kurniawati, Ratna Wulandari, Eka Yulisusanti, Noneng, Agus Widjaja, Firmansjah A, Agustiansyah, atas doa, persahabatan dan bantuannya kepada penulis.

9. Staf administrasi Pasca Sarjana, Pak Udin, Mbak Neng, Bu Mimin, Mas Anto dan Pak Yani, atas semua bantuan yang diberikan.

(14)

12.Andhi Novayadi SP, MSi. suami tercinta yang luar biasa bersedia mendampingi dan bersabar menjadi teman, pembimbing, pelindung, pendukung, dan motivator yang tiada lelahnya. Malaikat kecilku tercinta Daffa Muhammad, Azcka Hamida, Hadiya Awaliyya Ramadhani atas doa dan pengertiannya.

Karya kecil ini semoga menjadi inspirasi dan motivasi buat anak-anakku, serta bermanfaat bagi kemajuan padi hibrida di Indonesia.

Bogor, Agustus 2014

(15)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xi

DAFTAR GAMBAR xii

DAFTAR LAMPIRAN xiii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan 3

Hipotesis 3

Manfaat Penelitian 4

TINJAUAN PUSTAKA 5

Pertumbuhan dan Fenologi Tanaman Padi 5

Produksi Benih Padi Hibrida 6

Perlakuan Pembungaan 8

Penyimpanan Benih 9

STUDI KARAKTER BUNGA DAN MORFOLOGI TANAMAN BEBERAPA VARIETAS TETUA PADI HIBRIDA PADA WAKTU

PENANAMAN BERBEDA 10

Pendahuluan 10

Bahan dan Metode 11

Hasil dan Pembahasan 14

Keragaman Karakter Galur CMS pada Empat Waktu Tanam 14 Keragaman Karakter Galur Restorer pada Empat Waktu Tanam 17 Kesesuaian Karakter Galur CMS dengan Galur Restorer 20

Kesimpulan 22

PENGARUH SUHU AKUMULASI EFEKTIF TERHADAP

SINKRONISASI PEMBUNGAAN DALAM PRODUKSI BENIH PADI

HIBRIDA 23

Pendahuluan 23

Bahan dan Metode 24

Hasil dan Pembahasan 26

Kesimpulan 30

OPTIMASI PRODUKSI BENIH PADI HIBRIDA INDONESIA MELALUI

APLIKASI GA3 31

Pendahuluan 31

(16)

Hasil dan Pembahasan 34 Pengaruh Konsentrasi GA3 terhadap Pertumbuhan dan Produksi

Benih Padi Hibrida 34

Pengaruh Frekuensi Aplikasi GA3 terhadap Peningkatan

Produksi Benih Padi Hibrida 38

Kesimpulan 43

PENGARUH KECEPATAN BLOWER TERHADAP KEHILANGAN

HASIL SELAMA PENGOLAHAN BENIH PADI HIBRIDA 44

Pendahuluan 44

Bahan dan Metode 45

Hasil dan Pembahasan 47

Kesimpulan 50

PENGARUH SUHU RUANG SIMPAN TERHADAP PERUBAHAN

FISIOLOGIS BENIH PADI HIBRIDA DAN INBRIDA 51

Pendahuluan 51

Bahan dan Metode 52

Hasil dan Pembahasan 54

Viabilitas dan Vigor Benih Padi Hibrida Selama Enam Bulan

Penyimpanan 54

Penurunan Viabilitas dan Vigor Benih Padi Hibrida dan Inbrida

Selama Enam Bulan Periode Simpan 60 Pengaruh Suhu AC dan Suhu Ruang terhadap Viabilitas dan Vigor Benih Padi Hibrida dan Inbrida selama Penyimpanan 62

Kesimpulan 63

PEMBAHASAN UMUM 65

KESIMPULAN UMUM 68

SARAN 69

DAFTAR PUSTAKA 70

LAMPIRAN 74

DAFTAR TABEL

1 Kisaran waktu primordia bunga pada beberapa umur kultivar 8 2 Durasi pada masing-masing fase perkembangan malai muda 9 3 Karakteristik morfologi galur CMS pada empat waktu tanam berbeda 15 4 Karakteristik pembungaan galur CMS pada beberapa waktu tanam

berbeda 16

(17)

6 Karakteristik morfologi galur restorer pada beberapa waktu tanam

berbeda 18

7 Karakteristik bunga galur restorer pada beberapa waktu tanam berbeda 19 8 Karakteristik hasil galur restorer pada beberapa waktu tanam berbeda 20 9 Kesesuaian karakteristik galur CMS dan galur restorer pada beberapa

karakter morfologi dan pembungaan 21

10 Jumlah hari yang dibutuhkan untuk mencapai fase perkembangan tanaman (semai, anakan maksimum, heading, berbunga 50%, panen) 28 11 Suhu efektif terakumulasi untuk mencapai fase perkembangan tanaman

(semai, anakan maksimum, heading, berbunga 50%, panen) 29

12 Keragaan kondisi iklim selama penelitian 30

13 Karakter agronomi empat galur mandul jantan pada beberapa aplikasi

konsentrasi GA3 yang berbeda 35

14 Eksersi stigma, durasi membuka bunga, sudut membuka bunga dan

seed set pada beberapa aplikasi konsentrasi GA3 yang berbeda 36

15 Karakter agronomi empat galur mandul jantan pada frekuensi aplikasi

GA3 yang berbeda 39

16 Eksersi stigma dan durasi membuka bunga empat galur mandul jantan

pada frekuensi aplikasi GA3 yang berbeda 40

17 Pengaruh kecepatan blower terhadap variabel bobot benih, daya berkecambah dan potensi tumbuh maksimum pada L3 dan L4 48 18 Pengaruh kecepatan blower terhadap bobot kering kecambah, indeks

vigor dan kecepatan tumbuh 49

19 Mutu fisiologis benih sebelum disimpan 54

20 Pengaruh suhu ruang simpan (kamar dan AC) dan varietas terhadap potensi tumbuh maksimum (PTM), daya berkecambah (DB), bobot kering kecambah normal (BKKN), indeks vigor (IV), kecepatan

tumbuh (KCT) pada bulan ketiga penyimpanan 56

21 Pengaruh suhu ruang simpan (kamar dan AC) dan varietas terhadap potensi tumbuh maksimum (PTM), daya berkecambah (DB), bobot kering kecambah normal (BKKN), indeks vigor (IV), kecepatan

tumbuh (KCT) pada bulan keempat penyimpanan 56

22 Pengaruh suhu ruang simpan (kamar dan AC) dan varietas terhadap potensi tumbuh maksimum (PTM), daya berkecambah (DB), bobot kering kecambah normal (BKKN), indeks vigor (IV), kecepatan

tumbuh (KCT) pada bulan kelima penyimpanan 57

23 Pengaruh suhu ruang simpan (kamar dan AC) dan varietas terhadap potensi tumbuh maksimum (PTM), daya berkecambah (DB), bobot kering kecambah normal (BKKN), indeks vigor (IV), kecepatan

tumbuh (KCT) pada bulan keenam penyimpanan 57

(18)

DAFTAR GAMBAR

1 Bagan alir penelitian 4

2 Skema sistim mandul jantan sitoplasma, tiga galur yang merupakan komponen utama dalam pembentukan padi hibrida sistem tiga galur (Galur A: galur mandul jantan/CMS; Galur B: galur maintainer; Galur R: galur restorer; S: sitoplasma steril; F: sitoplasma fertil; RFRF: gen

di inti fertil; rfrf : gen di inti steril) 7

3 Karakteristik bunga galur CMS, (A) sudut membuka bunga, (B) eksersi

stigma dan (C) durasi membuka bunga 12

4 Pewarnaan polen dengan IKI 1% (A) polen steril/ tidak terwarnai dan

(B) polen fertile/erwarnai 13

5 Unit pengamatan iklim BMKG di KP singamerta (A) alat pengukur suhu, (B) panci evaporasi dan kecepatan angin dan (C) pengukur lama

penyinaran matahari 25

6 Pengaruh konsentrasi GA3 pada tetua Hipa Jatim 3 (A) perbedaan

tinggi kontrol dan 300 ppm pada CMS A6(B) perbedaan tinggi restorer PK 88 dan CMS A6 pada konsentrasi GA3 200 ppm (C) kecepatan

tumbuh, (D) eksersi malai CMS A6 pada konsentrasi 100, 200 dan 300

ppm 38

7 Produktivitas empat varietas padi hibrida pada perlakuan frekuensi

aplikasi GA3 41

8 Petak percobaan perlakuan frekuensi aplikasi GA3 42

9 Alat pemilah benih tipe blower separator 45

10 Pemilahan benih Hipa 8 dengan blower separator, (A) benih Hipa 8 pada bagian L1, (B) benih Hipa 8 pada bagian L2, (C) benih Hipa 8 pada bagian L3 dan (D) benih 8 pada bagian L4 pada kecepatan 220

rpm 50

11 Keragaan benih dan kecambah varietas Hipa 8 (A) benih padi Hipa 8, (B) kecambah pada 7 normal HST, (C) kecambah abnormal pada 7

HST 59

12 Viabilitas dan vigor benih padi hibrida dan inbrida pada beberapa periode simpan (A) potensi tumbuh maksimum, (B) daya berkecambah,

(C) indeks vigor, dan (D) kecepatan tumbuh 61

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Deskripsi Padi Varietas Hipa 6 74

2 Deskripsi Padi Varietas Hipa 8 75

3 Deskripsi Padi Varietas Hipa Jatim 3 76

4 Deskripsi CMS A2 77

5 Deskripsi CMS A1 78

6 Deskripsi CMS A6 79

7 Deskripsi Restorer R17 80

8 Deskripsi Restorer PK21 81

(20)
(21)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Padi merupakan komoditas yang strategis baik secara ekonomi maupun politik di Indonesia, karena merupakan bahan pangan pokok masyarakat. Peningkatan jumlah penduduk akan meningkatkan kebutuhan terhadap pangan terutama beras. Jumlah penduduk Indonesia tahun 2011 mencapai 237 641 326 jiwa dengan kebutuhan beras sebesar 33 juta ton/tahun (BPS 2012). Jika laju pertumbuhan penduduk diasumsikan 1.5% per tahun dan konsumsi beras per orang 139 kg/tahun, maka jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2025 diperkirakan 291 110 624 jiwa dengan kebutuhan beras mencapai 40.46 juta ton. Setiap tahun akan terjadi peningkatan kebutuhan beras.

Peningkatan produksi padi melalui pendekatan varietas unggul salah satunya dilakukan dengan penanaman padi hibrida. Padi hibrida diyakini dapat memberikan peningkatan produktivitas (10-25%) dengan adanya fenomena heterosis. Fenomena ini terjadi karena benih varietas hibrida yang digunakan untuk pertanaman produksi adalah benih generasi pertama (F1) yang berasal dari persilangan dua tetua yang berbeda. Perbedaan dua tetua yang cukup jauh akan menghasilkan heterosis akibat terkumpulnya gen-gen dominan yang baik (favourable dominant genes) dalam suatu genotipe (Davenport, 1908 dalam Satoto et al. 2010).

Keberhasilan peningkatan produksi padi melalui penanaman padi hibrida telah terbukti di China. Menurut You et al. (2006) peningkatan produktivitas padi hibrida di China mencapai 15-20% lebih tinggi dibandingkan dengan padi inbrida komersial terbaik, dengan luas tanam mencapai lebih dari 50% total luas areal.

Di Indonesia penelitian padi hibrida sudah dimulai sejak tahun 1983 dengan adanya kerjasama Kementerian Pertanian RI dengan International Rice Research Institute (IRRI). Perkembangan padi hibrida tidak secepat padi inbrida. Hal ini disebabkan beberapa faktor yaitu : (1) masih terbatasnya jumlah varietas padi hibrida yang telah dilepas; (2) sistem dan teknologi perbenihan yang belum berkembang; (3) hasil benih belum stabil dan harga benih mahal; (4) kebanyakan padi hibrida yang sudah dilepas masih rentan terhadap hama dan penyakit; (5) harapan petani yang sangat tinggi terhadap peningkatan hasil; (6) beberapa varietas memiliki mutu beras yang kurang baik jika dibandingkan dengan beras premium; (7) keragaan yang tidak stabil disebabkan oleh manajemen budidaya yang kurang sesuai; (8) ketersediaan benih murni tetua atau F1 hibrida kurang memadai; (9) hasil penanaman F1 tidak dapat dibenihkan sedangkan umumnya petani menangkarkan benih sendiri dan (10) perencanaan luas pertanaman dan produksi benih kurang matang sesuai dengan luas yang ditargetkan (Satoto et al. 2010).

Sejak tahun 2007 melalui program Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN) secara serius Kementerian Pertanian (Kementan) mencanangkan program penanaman padi hibrida. Selain sebagai cara untuk meningkatkan produksi beras nasional program ini juga diharapkan mampu mensosialisasikan padi hibrida di tingkat petani, sehingga percepatan inovasi teknologi padi hibrida dapat terwujud.

(22)

indica sudah stagnan, sejak dilepasnya IR8. Padi hibrida yang memiliki fenomena heterosis merupakan salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk peningkatan produksi beras nasional.

Sebagai langkah nyata tahun 2011 pemerintah mencanangkan luas pertanaman padi hibrida di areal SLPTT (Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu) seluas 288 ribu ha, yang artinya pemerintah harus mampu menyediakan benih padi hibrida 5700 ton. Kondisi perbenihan padi hibrida saat ini menghadapi berbagai kendala antara lain petani penangkar benih masih sangat terbatas, produsen swasta yang memproduksi benih hibrida belum banyak, produksi benih padi hibrida belum stabil dan masih rendah (1.2-1.5 ton/ha). Keadaan tersebut kurang mendukung pencapaian penyediaan benih hibrida secara mandiri (tidak impor).

Produksi benih padi hibrida di Indonesia selama ini menggunakan sistem tiga galur dengan melibatkan tetua betina (galur mandul jantan/CMS/A), galur pelestari (maintainer/B), dan galur pemulih kesuburan (R). Yuan et al. (2003) menyatakan, pada sistem tiga galur benih padi hibrida merupakan generasi F1 yang merupakan hasil persilangan antara galur mandul jantan (GMJ) sebagai tetua betina dengan pemulih kesuburan (restorer/R) sebagai tetua jantan, sehingga sifat-sifat pada F1 sangat ditentukan oleh sifat kedua tetuanya. Salah satu kelemahan sistem tiga galur adalah sinkronisasi pembungaan antara tetua betina dengan tetua jantannya. Virmani dan Sharma (1993) menyebutkan bahwa faktor yang sangat mempengaruhi produksi benih padi hibrida sistem tiga galur adalah sinkronisasi pembungaan antara tetua jantan dan betina yang dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan seperti lokasi, musim dan teknis budidaya yang semuanya akan mempengaruhi produktivitas benih padi hibrida.

Hambatan dalam proses serbuk silang juga berakibat pada pengisian benih yang kurang sempurna, sehingga benih dapat terisi sangat penuh, penuh, dan setengah penuh. Benih-benih yang tidak terisi sempurna akan mudah terbuang saat pemisahan benih dari kotoran benih menggunakan blower saat pengolahan benih. Diperlukan upaya untuk menekan tingkat kehilangan hasil selama pengolahan benih melalui pengaturan kecepatan blower yang sesuai.

Permasalahan lain pada padi hibrida adalah daya simpan benih yang relatif lebih singkat dibandingkan dengan padi inbrida. Hal ini karena pada umumnya secara fisik benih padi hibrida memiliki struktur lemma dan palea tidak tertutup rapat. Struktur benih seperti ini mengakibatkan butiran padi terbuka atau berongga yang rawan terhadap perubahan kondisi lingkungan serta serangan hama dan penyakit. Hama gudang seperti Sithopillus sp akan dengan mudah menyerang benih selama benih disimpan. Hasil penelitian Regalado dan Brena (2006) menunjukkan bahwa benih padi hibrida varietas Mestizo 1 memiliki struktur unik yang berbeda dengan padi inbrida. Benih hibrida memiliki kulit benih yang tipis, struktur lemma palea lebih terbuka dan bobot benih yang lebih ringan sehingga lebih sensitif terhadap proses pengeringan dan penyimpanan.

(23)

penyimpanan, suhu, kelembaban dan ketersediaan oksigen serta faktor jenis benih yang disimpan mempengaruhi vigor benih.

Penyimpanan benih juga diperlukan untuk mengumpulkan benih sampai jumlah yang dibutuhkan pada waktu tertentu tanpa terjadi penurunan viabilitas benih. Viabilitas benih selama penyimpanan dapat dijaga dengan mengatur kondisi ruang simpan. Regalado dan Brena (1998) menyatakan bahwa lingkungan penyimpanan (suhu dan kelembaban) berpengaruh terhadap viabilitas benih padi hibrida Mestizo 1 terutama dalam penyimpanan jangka panjang.

Berdasarkan latar belakang di atas perlu dilakukan serangkaian penelitian yang sistematis yang mengarah pada optimasi teknik produksi benih padi hibrida serta penanganannya selama proses penyimpanan. Hasil studi ini diharapkan dapat menunjang perkembangan padi hibrida di Indonesia.

Penelitian meliputi beberapa aspek yaitu : (1) studi karakter bunga dan morfologi beberapa varietas tetua padi hibrida; (2) optimasi produksi benih padi hibrida melalui aplikasi GA3, (3) optimasi kecepatan blower separator selama pengolahan

benih dan (4) studi penyimpanan benih padi hibrida. Bagan alir penelitian disajikan pada Gambar 1.

Tujuan

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan metode teknologi produksi, pengolahan dan penyimpanan benih padi hibrida.

Tujuan spesifik penelitian ini adalah untuk:

1. Mempelajari perbedaan karakter bunga dan morfologi tanaman tetua betina (CMS) dan tetua jantan (R) padi hibrida yang berhubungan dengan perubahan lingkungan. 2. Mempelajari waktu berbunga beberapa tetua padi hibrida dengan pendekatan suhu

akumulasi efektif pada beberapa waktu tanam.

3. Mengetahui konsentrasi dan frekuensi aplikasi GA3 yang tepat dalam mendukung

proses penyerbukan antara tetua jantan dan betina.

4. Mengetahui pengaruh kecepatan blower terhadap kehilangan hasil benih padi hibrida. 5. Mengetahui pengaruh kondisi ruang simpan terhadap mutu fisiologis benih padi

hibrida dan inbrida.

Hipotesis

1. Terdapat perbedaan karakter bunga dan morfologi tanaman tetua betina dan tetua jantannya dengan adanya perubahan lingkungan.

2. Terdapat variasi suhub akumulasi efektif yang diperlukan dalam pembungaan masing-masing tetua pada waktu tanam berbeda.

3. Terdapat konsentrasi dan frekuensi aplikasi GA3 yang tepat dalam mendukung

keberhasilan penyerbukan antara tetua jantan dan betina.

4. Kecepatan blower berpengaruh terhadap kehilangan hasil benih padi hibrida.

(24)

Manfaat Penelitian

Penelitian dilakukan untuk menjawab permasalahan produksi, pengolahan dan penyimpanan benih padi hibrida yang banyak mengalami kendala. Kendala produksi berkaitan dengan rendahnya produktivitas, kendala pengolahan terkait dengan kehilangan hasil dan kendala penyimpanan terkait daya simpan yang rendah. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan rujukan dan rekomendasi praktis dalam produksi benih padi hibrida khususnya. Hasil penelitian lebih diharapkan dapat dimanfaatkan oleh BPSB, produsen benih swasta dan pemerintah, petani penangkar benih, pedagang benih padi hibrida serta stake holders yang berkepentingan dalam produksi, pengolahan, distribusi dan penyimpanan benih padi hibrida.

Gambar 1. Bagan alir penelitian

2. Perbandingan penurunan fisiologis benih padi hibrida Vs Inbrida selama disimpan

2. Frekuensi aplikasi GA3 yang tepat

dalam mendukungpenyerbukan I.Studi karakter bunga dan morfologi

tetua padi hibrida dan penetapan suhu akumulasi efektif untuk sinkronisasi pembungaan

Metode produksi dan penyimpanan benih padi hibrida

III. Pengurangan kehilangan hasil benih melalui optimasi

kecepatan Blower Separator Luaran

Hubungan kecepatan blower

(25)

2

TINJAUAN PUSTAKA

Pertumbuhan dan Fenologi Tanaman Padi

Padi (Oryza sativa L.) termasuk sub famili Oryzaidae dan famili Gramineae

(Poaceae) yang menyerbuk sendiri (Yoshida 1981). Bentuk batangnya bulat, berongga dan beruas, daun memanjang, terdiri atas beberapa anakan. Setiap anakan berpotensi memiliki malai. Malai terdiri atas rangkaian bunga (spikelet), setiap spikelet yang sempurna terdiri atas enam benang sari (stamen) dan putik (pistil) bercabang dua (Virmani & Sharma 1993).

Secara umum pertumbuhan tanaman padi dibagi menjadi tiga stadia, yaitu vegetatif, reproduktif, dan pemasakan biji. Stadia vegetatif dimulai saat biji berkecambah atau munculnya plumula (calon daun) dan radikula (calon akar) dari biji yang sedang berkecambah sampai dengan munculnya primordia bunga. Stadia reproduktif dimulai dari tahap munculnya primordia bunga sampai berbunga penuh. Fase pemasakan biji dimulai sejak saat pengisian biji sampai masak (± 30 hari), yang diawali dengan proses pengisian biji dengan terbentuknya cairan bening yang lama kelamaan menjadi cairan seperti susu. Fase masak susu berubah menjadi masak padat (Yoshida 1981).

Keberhasilan produksi benih padi hibrida antara lain ditentukan oleh karakter bunga, kesesuaian waktu pembungaan kedua tetua, dan karakter morfologi yang lain yang mempengaruhi transfer tepung sari dari tetua jantan (restorer) ke tetua betina (CMS) (Widyastuti et al 2007). Rumanti (2012) melaporkan terdapat korelasi yang positif dan nyata antara jumlah biji terbentuk (seed set) dengan lebar stigma, eksersi stigma dan sudut membuka lemma dan palea galur mandul jantan, serta dengan panjang filamen dan sudut pembukaan galur pelestari.

Fenologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan iklim dengan suatu kejadian tertentu dalam kehidupan tumbuhan dan hewan yang berlangsung secara periodik, dengan kata lain fenologi adalah kajian fenomena yang berulang dalam kehidupan hewan dan tumbuhan dan hubungannya dengan cuaca dan iklim (Fewless 2006). Pertumbuhan tanaman padi terutama dalam proses pembungaan sangat ditentukan oleh suhu udara. Pembungaan tanaman merupakan salah satu proses pertumbuhan yang dipengaruhi oleh agroklimat. Menurut Qadir (2012), komponen agroklimat yang mempengaruhi pertumbuhan terutama adalah radiasi sinar matahari, disamping komponen lain seperti suhu udara, kelembaban udara, angin dan hujan.

Konsep yang umum digunakan untuk menjelaskan pengaruh suhu terhadap perkembangan tanaman (fenologi) adalah thermal unit atau disebut juga heat unit. Konsep ini hanya berlaku untuk tanaman netral (tidak responsif terhadap panjang hari) seperti tanaman padi. Faktor lain seperti panjang hari tidak berpengaruh, laju perkembangan tanaman berbanding lurus dengan suhu (T) di atas suhu dasar (T0) (Handoko 1994).

(26)

antara 50-60%, suhu maksimum antara 28-30°C dan suhu minimum 21-22°C serta kecepatan angin di atas 2.5 m det-1 (Mao & Virmani 2003).

Produksi Benih Padi Hibrida

Benih padi hibrida merupakan generasi pertama (F1) dari suatu persilangan dua genotipe (tetua) yang berbeda secara genetik. Benih padi hibrida terbentuk bila sel telur dibuahi oleh serbuk sari dari kepala sari yang berasal dari varietas/galur tanaman padi yang berbeda (Virmani & Sharma 1993).

Produksi benih padi hibrida dipandang penting dalam peningkatan hasil padi karena : (1) produktivitas galur-galur inbrida tidak dapat ditingkatkan lagi walaupun diusahakan secara optimal, (2) lahan dan input energi yang semakin terbatas untuk mendukung produksi padi, (3) peningkatan jumlah penduduk cenderung meningkatkan permintaan terhadap beras, (4) varietas padi hibrida memiliki potensi hasil lebih besar 15-20% dibandingkan dengan padi inbrida yang ditanam petani, (5) beberapa varietas padi hibrida menunjukkan toleransi yang baik terhadap kondisi kekeringan dan salinitas (Virmani et al. 1997).

Sampai saat ini telah dikenal dua sistem produksi benih padi hibrida yaitu sistem produksi benih tiga galur dan dua galur. Sistem produksi benih tiga galur menggunakan tanaman mandul jantan sitoplasma (cytoplasmic-genic male sterility/CMS). Sistem dua galur menggunakan mandul jantan yang sensitif terhadap cahaya dan atau suhu (photo

dan atau thermo sensitive/PGMS atau TGMS) (Yuan et al. 2003).

Mandul jantan dapat dibedakan berdasarkan sistem pembentuk kemandulannya yaitu genetic dan non genetic male sterility. Sistem ini terbagi dalam tiga kelompok yaitu mandul jantan sitoplasma/cytoplasmic male sterility (CMS), mandul jantan karena lingkungan (EGMS) dan non genetik atau karena perlakuan kimiawi (non genetic or chemically induced male sterility). Bahan kimia yang digunakan diistilahkan sebagai

chemical hybridizing agents (CHAs). Beberapa CHAs yang pernah dipakai adalah senyawa ethrel, zinc methylarsenate, sodium methylarsenate dan lain-lain (Virmani et al

2003).

Klasifikasi mandul jantan berdasarkan karakteristik genetik dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu mandul jantan sporofitik (sporophytic male sterile) dan mandul jantan gametofitik (gamethophytic male sterile). Fertilitas dan sterilitas polen pada mandul jantan tipe sporofitik dapat dilihat dari genotipe sporofit sedangkan genotipe gametofit (polen) tidak berpengaruh sama sekali. Galur mandul jantan tipe WA (wild abortive) seperti yang digunakan pada penelitian ini memiliki tipe sporofitik. Gugurnya butiran polen pada tipe WA terjadi pada fase awal perkembangan mikrospora. Polen steril tidak terwarnai dengan larutan IKI dengan antera berwarna putih susu.

Fertilitas polen pada galur mandul jantan tipe gametofitik secara langsung dapat ditentukan melalui genotipe gametofit (polen) dan tidak dipengaruhi oleh genotipe sporofit. Gugurnya polen terjadi pada fase akhir perkembangan mikrospora. Warna antera umumnya kuning susu dan sedikit terwarnai oleh larutan I2KI. Ciri lainnya

(27)

antara GMJ sebagai tetua betina dengan R sebagai tetua jantan, sehingga sifat-sifat pada F1 sangat ditentukan oleh sifat kedua tetuanya. Salah satu kelemahan sistem tiga galur adalah sinkronisasi pembungaan antara tetua betina dengan tetua jantannya. Virmani dan Sharma (1993) menyebutkan bahwa faktor yang sangat mempengaruhi produksi benih padi hibrida sistem tiga galur adalah sinkronisasi pembungaan antara tetua jantan dan betina yang dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan seperti lokasi, musim dan teknis budidaya yang semuanya akan mempengaruhi hasil produksi benih.

Produksi benih padi hibrida sangat kompleks, banyak faktor yang mempengaruhi tingkat hasil dan kualitas benih. Interaksi antara G x E x M (genetik, lingkungan dan manajemen) merupakan faktor-faktor yang harus dipertimbangkan untuk meningkatkan produksi benih padi hibrida. Beberapa strategi yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan produksi benih padi hibrida adalah : menentukan musim terbaik dan lokasi yang sesuai, penanaman pada wilayah yang bukan endemik hama dan penyakit, dan sinkronisasi antara tetua jantan dan betina pada saat fase pembungaan atau pengisian malai (Mao & Virmani 2003).

Gambar 2 memperlihatkan skema hibrida system tiga galur (Satoto et al. 2010) . Galur mandul jantan (CMS) merupakan tanaman normal yang kemandulannya dikendalikan pada sitoplasma (S) dan gen inti bersifat resesif (rfrf). Galur mandul jantan selalu diperbanyak dengan cara menyilangkan dengan galur pelestari (maintainer line atau B). Galur pelestari memiliki genotipe sama dengan CMS tapi sitoplasma normal (N). Sitoplasma bersifat maternal (diturunkan dari tetua betina) sehingga sifat CMS dapat lestari. Pengembangan padi hibrida yang menggunakan sistem mandul jantan sitoplasmik-genetik diperlukan pula tetua yang dapat memulihkan sifat fertilitas tepung sari (restorer/R) yang memiliki gen inti normal/dominan (RfRf). Persilangan antara CMS dengan R ini yang akan menghasilkan benih padi hibrida (F1).

Gambar 2 Skema sistim mandul jantan sitoplasma, tiga galur yang merupakan komponen utama dalam pembentukan padi hibrida sistem tiga galur (Galur A: galur mandul jantan/CMS; Galur B: galur maintainer; Galur R: galur

(28)

Perlakuan Pembungaan

Fase pembungaan pada produksi benih padi hibrida merupakan saat yang penting untuk diperhatikan. Seringkali rendahnya produksi benih padi hibrida disebabkan terjadinya hambatan dalam proses pembungaan. Hambatan tersebut seperti tertutupnya malai oleh daun bendera, waktu pembungaan yang singkat ataupun tingkat serbuk silang yang rendah. Hambatan tersebut dapat diatasi dengan pemberian zat pengatur tumbuh seperti GA3. Beberapa hasil penelitian memperlihatkan adanya

pengaruh GA3 terhadap pemanjangan pangkal malai pada galur mandul jantan, sehingga

malai dapat keluar penuh dari pelepah daun bendera (Yin et al. 2007), memperbaiki karakter pertumbuhan dan perilaku bunga yang mendukung kemampuan serbuk silang alami (Rumanti 2012 dan Tiwari et al. 2011 ).

Asam giberelat (GA3) merupakan zat pengatur tumbuh tanaman yang dapat

memacu pemanjangan batang dan pembelahan sel. Hal ini karena GA mampu memacu pembelahan sel pada bagian meristematik yang menumbuhkan jalur panjang sel korteks dan sel empelur. Pertumbuhan sel yang meningkat terjadi karena peningkatan hidrolisis pati, fruktan dan sukrosa menjadi molekul glukosa dan fruktosa. Pembentukan fruktan menyebabkan pembentukan dan plastisitas dinding sel. Seperti pada tumbuhan yang memiliki ruas, pertumbuhan sel mudanya (meristem interkalar) meningkat hebat sehingga terjadi pemanjangan batang (Salisbury dan Ross 1995).

Waktu aplikasi GA3 diperkirakan atas dasar munculnya primordia bunga/inisiasi

malai. Pada semua kultivar padi, pemunculan primordia bunga dimulai dari saat pembentukan anakan maksimum. Pemunculan primordia bunga berbeda antar kultivar tergantung dari umur kultivar, sedangkan waktu berbunga sama untuk semua kultivar padi yang terjadi 30 hari setelah munculnya primordia bunga. Fase primordia bunga dapat terlihat dengan kaca pembesar dengan perkiraan seperti yang dikemukakan oleh Virmani dan Sharma (1993) pada Tabel 1.

Tabel 1 Kisaran waktu munculnya primordia bunga pada beberapa umur kultivar Umur kultivar (hari) Primordia bunga (hari setelah sebar)

95-100 Sumber : Virmani dan Sharma (1993).

Menurut Virmani dan Sharma (1993) fase primordia berbunga dapat dilihat dengan mudah dengan cara sebagai berikut : (1) memotong bagian dasar anakan yang paling tinggi (anakan utama), pada bagian sambungan antara batang dengan akar; (2) kemudian batang dibelah memanjang/membujur dari bawah sampai bagian paling atas dari anakan; (3) terakhir adalah dengan membuka bagian ruas teratas sehingga pertumbuhan bunga dapat diamati, pada umumnya primordia malai berukuran sekitar 1 mm. Perlakuan GA3 dimulai ketika dari setiap rumpun tanaman sudah memperlihatkan

pembungaan 15-20%, diperkirakan aplikasi GA3 dilakukan 30 hari setelah fase

pembentukan primordia bunga.

(29)

Tabel 2 Durasi pada masing-masing fase perkembangan malai muda

Fase Fase pertumbuhan Durasi setiap fase (hari) Hari sebelum heading

I Primordia malai 2 27-32

Pengamatan fase pembungaan sangat diperlukan untuk melihat sinkronisasi antara fase pembungaan bunga jantan dan betina. Umumnya jika ditemukan perbedaan antara bunga jantan dengan bunga betina lebih dari 1 fase maka dilakukan aplikasi urea atau fosfor. Penyemprotan urea 2% melalui daun dilakukan jika tetua betina lebih cepat pembungaannya (betina fase II sedang jantan fase I), sedangkan penyemprotan fosfat 1 % dilakukan untuk mempercepat pembungaan tetua jantan (Virmani & Sharma, 1993; Yuan et al 2003).

Penyimpanan Benih

Penyimpanan benih perlu mendapatkan perhatian terkait dengan upaya mempertahankan mutu benih. Penyimpanan benih di daerah tropis sering mengalami kendala terutama karena masalah kelembaban udara yang tinggi dan fluktuasi suhu. Benih padi hibrida dinilai memiliki daya simpan rendah, menurut Biradarpatil dan Shekhargouda (2007) rendahnya daya simpan benih hibrida berhubungan dengan sistem mandul jantan pada tetua betinanya. Selain itu rendahnya viabilitas benih padi hibrida diduga struktur lemma dan palea yang tidak tertutup rapat serta pengisian benih yang sering terlalu penuh atau setengah penuh.

Viabilitas benih selama penyimpanan tidak saja dipengaruhi oleh lingkungan simpan tetapi oleh genetik dan juga kadar air awal benih. Menurut Copeland dan Mc.Donald (1995) faktor yang mempengaruhi penyimpanan dibagi menjadi faktor internal dan eksternal. Faktor internal mencakup sifat genetik, daya tumbuh dan vigor , kondisi kulit dan kadar air benih awal. Faktor eksternal antara lain kemasan benih, komposisi gas, suhu dan kelembaban ruang simpan.

Desai et al (1997) menyatakan bahwa tujuan utama dalam teknologi produksi benih adalah mempertahankan perkecambahan dan vigor benih tetap tinggi selama penanaman dan setelah panen. Penyimpanan benih memegang peranan penting dan sangat mendasar agar perkecambahan dan vigor benih dapat dipertahankan sesuai tujuan utama yang ingin dicapai dalam produksi benih.

(30)

3 STUDI KARAKTER BUNGA DAN MORFOLOGI

TANAMAN BEBERAPA VARIETAS TETUA PADI HIBRIDA

PADA WAKTU PENANAMAN BERBEDA

(Study on Floral and Morphological Characteristics of Hybrid Rice Parental Lines at Different Seeding Date)

PENDAHULUAN

Karakter bunga dan morfologi tanaman padi hibrida sangat menentukan persilangan secara alami. Ramalingan et al. (1997) menyatakan, tingkat serbuk silang secara alami yang tinggi dipengaruhi oleh karakter-karakter bunga seperti ukuran stigma, waktu membuka bunga (anthesis), ukuran anther, persentase keluar stigma, serta faktor lingkungan seperti suhu, angin dan kelembaban.

Keberhasilan produksi benih padi hibrida antara lain ditentukan oleh karakter bunga, kesesuaian waktu pembungaan kedua tetua, dan karakter morfologi lainnya yang mempengaruhi transfer tepung sari dari tetua jantan (restorer) ke tetua betina (CMS) (Widyastuti et al. 2007). Karakter bunga yang ideal pada tetua betina adalah stigma yang panjang, eksersi stigma yang tinggi, durasi pembungaan yang lama dan sudut membuka bunga yang besar. Karakter bunga jantan yang ideal adalah antera yang panjang, jumlah polen viabel yang banyak, serta usia polen viabel yang panjang (beberapa hari). Karakter bunga yang sangat mendukung jumlah biji yang terbentuk pada galur mandul jantan adalah lebar stigma, eksersi stigma dan sudut membuka lemma dan palea (Rumanti et al. 2011). Karakter lain yang berpengaruh adalah fase antesis yang panjang (Singh & Shirisha 2003).

Penelitian karakter bunga dan morfologi tanaman sangat diperlukan terutama pada tempat yang belum pernah dilakukan produksi benih padi hibrida seperti di Serang Banten. Hal ini karena secara fisiologis pertumbuhan generatif tanaman padi sangat dipengaruhi lingkungan terutama suhu. Informasi ini sangat diperlukan dalam produksi produksi benih padi hibrida.

(31)

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan (KP) Singamerta, BPTP Banten. Penelitian dilakukan dalam empat kali pertanaman yaitu 1) November 2012 sampai Maret 2013, 2) Januari sampai Mei 2013, 3) April sampai Agustus 2013 dan 4) Juni sampai Oktober 2013.

Bahan Tanaman

Bahan tanaman yang digunakan adalah empat genotipe tetua betina (CMS) dan tujuh genotipe tetua jantan (restorer). Tetua betina terdiri atas A1 (tetua Hipa 5 Ceva dan Hipa 8), A2 (tetua Hipa 6 Jete), A6 (tetua Hipa Jatim 3, Hipa 10 dan Hipa 11) serta A7 (tetua Hipa 14 SBU). Tetua jantan adalah BR168 (Hipa 5), B8049f (Hipa 6), BP51-1 (Hipa 8), PK 88 (Hipa Jatim 3), Bio-9 (Hipa 10), IR40750 (Hipa 11) dan BH33d-Mr-57-1-2-2 (Hipa 14 SBU). Bahan tanaman berasal dari Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi.

Pelaksanaan Penelitian

Percobaan menggunakan ember plastik di lapangan, setiap perlakuan disusun dalam rancangan kelompok teracak lengkap (RKTL) diulang tiga kali dan setiap satuan percobaan terdiri atas lima ember. Perlakuan terdiri atas empat genotipe tetua betina dan tujuh genotipe tetua jantan, sehingga jumlah satuan percobaan adalah 33 dalam satu periode penanaman.

Benih disemai dalam baki persemaian hingga berumur 21 hari, setelah itu bibit dipindahkan ke dalam ember, satu bibit/ember. Media tanam berisi campuran tanah sawah dan pupuk kandang dengan perbandingan 3:1 (v/v), bobot media sekitar 12 kg/ember. Pemupukan diberikan dengan dosis 5 g urea, 2 g SP36 dan 2 g KCl per ember. Setengah dosis urea dan seluruh dosis SP36 dan KCl diberikan sehari sebelum tanam, sisa urea diaplikasikan pada umur 40 hari setelah tanam (HST). Pengendalian hama dan penyakit dilakukan jika muncul gejala serangan hama dan penyakit.

Pengamatan

Pengamatan berdasarkan Standard Evaluation System for Rice (SES) (IRRI 2002), meliputi variabel pada galur tetua betina (CMS) dan galur tetua jantan (restorer).

A. Karakter galur CMS meliputi :

1. Tinggi tanaman, diukur dari permukaan tanah sampai ujung malai terpanjang (cm), pengukuran dilakukan saat stadia masak susu atau menjelang panen.

2. Jumlah anakan produktif diamati saat stadia masak susu atau menjelang panen, dengan cara menghitung jumlah anakan yang menghasilkan malai. 3. Umur berbunga 50% (hari), dihitung jumlah hari saat tanaman berbunga

(32)

4. Persentase sterilitas polen, sampel polen diambil dari 10 spikelet yang dimasukkan ke dalam alkohol 70%, kemudian antera dari minimal 5 bunga digerus di atas gelas preparat dan ditetesi larutan Iodine Potassium Iodide

(I2KI) 1% lalu ditutup dengan cover-glass. Persentase sterilitas polen

ditentukan berdasarkan jumlah polen yang terwarnai I2KI 1% dalam

bidang pandang di bawah mikroskop dengan perbesaran 100-400x, dibandingkan dengan total jumlah polen (total polen terwarnai dan tidak terwarnai).

5. Eksersi stigma (%), diamati dengan menghitung jumlah bunga yang mempunyai putik yang tetap berada di luar ketika bunga sudah selesai mekar, dibandingkan dengan total stigma pada satu malai.

6. Durasi membuka bunga (menit), diukur dari 5 contoh tanaman (3 spikelet per tanaman) pada saat spikelet mulai membuka sampai menutup kembali (menit).

7. Sudut bunga membuka, diukur pada saat bunga membuka secara maksimum, kemudian diukur menggunakan busur untuk menentukan besarnya sudut antara lemma dan palea (°).

8. Panjang malai (cm), pengamatan panjang malai diukur dari buku terakhir sampai ujung malai.

9. Eksersi malai (%), persentase malai yang keluar dari pelepah daun bendera pada stadia berbunga.

10. Jumlah spikelet total, dihitung total jumlah spikelet dalam satu malai. Gambar 3. menunjukkan teknik pengukuran sudut membuka bunga, eksersi stigma dan durasi membuka bunga. Sudut membuka bunga diukur pada saat bunga mekar maksimal dengan cara mengukur sudut antara lemma dan palea. Eksersi stigma diamati dengan menghitung jumlah bunga yang mempunyai putik yang tetap berada di luar ketika bunga sudah selesai mekar. Durasi membuka bunga dimulai dengan menandai spikelet yang mulai membuka sampai menutup kembali.

A B C

Gambar 3 Karakteristik bunga galur CMS, (A) sudut membuka bunga, (B) eksersi stigma dan (C) durasi membuka bunga

Sterilitas polen diamati dengan teknik pewarnaan menggunakan larutan I2KI 1%. Senyawa I2KI akan mendeteksi kandungan gula/pati. Polen yang fertil

(33)

Polen steril tidak/sedikit mengandung gula/pati sehingga tidak terwarnai oleh I2KI

(Gambar 4).

A B

Gambar 4 Pewarnaan polen dengan I2KI 1% (A) polen steril/ tidak terwarnai dan

(B) polen fertil/terwarnai

Kriteria sterilitas polen mengacu pada panduan SES. Penilaian sterilitas polen terbagi menjadi 5 kriteria sebagai berikut : a) sterilitas penuh (100%), b) sterilitas tinggi (99-99.9%), c) steril (95-98.9), d) parsial steril (70-94.9%), dan e) parsial fertil (< 70%).

B.Karakter galur restorer, meliputi :

1. Tinggi tanaman, diukur dari permukaan tanah sampai ujung malai terpanjang (cm), pengukuran dilakukan saat stadia masak susu atau menjelang panen.

2. Jumlah anakan produktif diamati saat stadia masak susu atau menjelang panen, dengan cara menghitung jumlah anakan yang menghasilkan malai. 3. Umur berbunga 50% (hari), dihitung jumlah hari saat tanaman berbunga

50% dari total tanaman dalam satu ulangan. Umur berbunga 50% (hari), dihitung jumlah hari saat tanaman berbunga 50% dari total tanaman dalam satu ulangan.

4. Panjang antera, diukur dari pangkal antera hingga ujung antera (mm). 5. Panjang filamen, diukur dari pangkal antera hingga dasar lokul antera

(mm).

6. Durasi membuka bunga (menit), diukur dari 5 contoh tanaman pada saat spikelet mulai membuka sampai menutupnya kembali (menit).

7. Sudut pembukaan bunga, diamati sudut maksimal yang dibentuk oleh lemma dan palea saat anthesis (o).

8. Panjang malai (cm), pengamatan panjang malai diukur dari buku terakhir sampai ujung malai.

9. Jumlah gabah per malai, dihitung total (isi maupun hampa) dalam satu malai.

10.Jumlah gabah isi per malai, dihitung dari jumlah gabah yang bernas dalam satu malai.

11.Jumlah gabah hampa per malai, dihitung jumlah gabah kosong dalam satu malai.

(34)

Analisis Data

Data dianalisis dengan bantuan SAS 9.0 untuk menghitung sidik ragam sesuai dengan rancangan yang digunakan, apabila berpengaruh nyata dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan (Duncan Multiple Range Test/DMRT) pada taraf nyata 5% (Steel & Torrie 1993).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keragaman Karakter Galur CMS pada Empat Waktu Tanam

Hasil penelitian menunjukkan terdapat interaksi antara periode penanaman dengan galur CMS pada beberapa variabel pengamatan seperti eksersi malai, eksersi stigma, durasi membuka bunga dan sudut membuka bunga. Variabel yang lain seperti tinggi tanaman, jumlah anakan produktif, jumlah spikelet dan sterilitas polen hanya dipengaruhi oleh galur CMS.

Tinggi tanaman CMS bervariasi antar galur tapi tidak berbeda antar waktu tanam. Galur A7 memiliki profil tinggi tanaman tertinggi (107.2 cm) dan berbeda dengan galur lainnya. Galur A2 menghasilkan tinggi tanaman terendah (88.2 cm) namun tidak berbeda dengan galur A1 dan A6 (Tabel 3).

Seperti pada variabel tinggi tanaman, jumlah anakan hanya dipengaruhi oleh galur yang digunakan. CMS A2 dan A6 menghasilkan anakan produktif tertinggi (24.8) tidak berbeda dengan galur A1 (24.5). Panjang malai antar galur CMS tidak berbeda demikian juga antar waktu tanam menghasikan rataan panjang malai yang tidak berbeda. Panjang malai galur CMS berkisar antara 22.3 cm (A2) sampai 22.9 cm (A7) (Tabel 3).

Eksersi malai dipengaruhi oleh waktu tanam dan galur CMS. Antar galur CMS menghasilkan eksersi malai yang tidak berbeda pada waktu tanam April 2012 dan Juni 2012. Waktu tanam November galur A7 menghasilkan eksersi malai tertinggi (87%) dan tidak berbeda dengan galur A1 (85.9%) dan A6 (83.6%). Galur A1, A6 dan A7 menghasilkan eksersi malai terpanjang pada waktu tanam November-Maret dan tidak berbeda dengan Juni-Oktober. Galur A2 menghasilkan eksersi malai terpanjang pada waktu tanam Januari-April dan tidak berbeda dengan waktu tanam Juni-Oktober (Tabel 3).

(35)

Tabel 3 Karakteristik morfologi galur CMS pada empat waktu tanam berbeda dengan waktu tanam. Galur A6 pada penanaman November-Maret menghasilkan durasi membuka bunga tertinggi dibandingkan dengan waktu tanam lainnya sebesar 101.31 menit. Durasi membuka bunga terendah dihasilkan oleh galur CMS A1 waktu tanam Januari-April sebesar 43.23 menit (Tabel 4).

(36)

berbeda nyata dengan galur A6 pada semua waktu tanam kecuali pada waktu

(37)

Faktor lingkungan seperti kecepatan angin, suhu, kelembaban dan intensitas cahaya mempengaruhi tingkat serbuk silang padi hibrida (Widyastuti 2010, Virmani 1994). Kelembaban relatif 70%-80% dengan suhu 24o-28oC merupakan kondisi lingkungan yang ideal bagi produksi benih padi hibrida di China (Xu dan Li 1988).

Sterilitas polen dan jumlah spikelet hanya dipengaruhi oleh galur CMS atau faktor genetik (Tabel 4). Sterilitas polen yang diharapkan pada CMS adalah yang stabil pada berbagai kondisi lingkungan dan iklim terutama suhu. Tingkat sterilitas polen yang stabil dan tidak dipengaruhi lingkungan sangat penting dalam produksi padi hibrida. Sterilitas yang tinggi dan stabil pada berbagai musim tanam akan menjaga kemurnian genetik benih F1 yang dihasilkan. Yuan dan Fu (1995) menyatakan bahwa sterilitas polen yang stabil dari setiap generasi dan tidak dipengaruhi oleh lingkungan terutama perubahan suhu, merupakan karakter yang sangat penting dalam komersialisasi CMS.

Secara umum waktu tanam terbaik pada semua galur CMS adalah pada Juni-Oktober. Selama penanaman Juni-Oktober berlangsung suhu rata-rata dan lama penyinaran matahari lebih tinggi, sedangkan kelembaban relatif, curah hujan dan jumlah hari hujan lebih rendah dibanding dengan waktu tanam lainnya.

Berdasarkan pengukuran automatic weather system (AWS) pada waktu tanam Juni-Oktober (Tabel 5), suhu mencapai 27.4oC, kelembaban relatif (82.0%), curah hujan (460 mm), jumlah hari hujan (42 hari) dan lama penyinaran matahari (68.6%). Data ini sesuai dengan hasil penelitian Xu dan Li (1988) bahwa kondisi ideal untuk produksi benih hibrida di China adalah pada suhu 24o -28oC dan kelembaban relatif 70%-80%.

Tabel 5 Karakteristik iklim selama empat kali penanaman

Data iklim* *Sumber data : Unit Stasiun Pengamatan Iklim BMKG di KP Singamerta BPTP Banten

Keragaman Karakter Galur Restorer pada Empat Waktu Tanam Berbeda Karakteristik galur restorer (jantan) berbeda dengan galur CMS. Galur restorer menghasilkan karakteristik yang lebih stabil pada empat waktu penanaman dibandingkan galur CMS. Berdasarkan data yang dihasilkan perbedaan karakteristik galur restorer lebih dipengaruhi oleh genetik/galur nya dibandingkan oleh lingkungan waktu penanaman. Hal ini berkaitan dengan sifat

restorer yang merupakan tanaman menyerbuk sendiri dimana secara individu bersifat homozigos.

(38)

tertinggi adalah BH33d dan terendah adalah B8049. Jumlah anakan produktif tidak dipengaruhi oleh waktu penanaman dan tidak berbeda antar galur. Jumlah anakan produktif berkisar 22.5-25.3 batang per rumpun tanaman (Tabel 6).

Panjang malai tidak dipengaruhi oleh waktu penanaman juga tidak berbeda antar galur yang diuji cobakan. Rataan panjang malai antar galur berkisar 23.1 cm (PK88) sampai 24.9 cm (BH33d). Rataan panjang malai antar waktu tanam relatif konstan yaitu antara 23.7- 24.6 cm. Panjang malai yang stabil antar waktu penanaman sangat menguntungkan karena peluang transfer polen akan relatif sama.

Tabel 6 Karakteristik morfologi galur restorer pada beberapa waktu tanam berbeda

Karakter bunga galur restorer yang meliputi panjang filamen, panjang antera dan sudut membuka bunga hanya dipengaruhi oleh genotipe galur tidak dipengaruhi oleh waktu penanaman. Galur B8049 menghasilkan panjang filamen terpanjang (8.1 mm) tidak berbeda dengan semua galur tetapi berbeda dengan Bio-9 (6.4 mm) dan IR40750 (4.6 mm). Panjang antera tidak berbeda untuk semua galur tetapi berbeda dengan galur IR40750, kisaran panjang antera 1.4-1.7 mm. Demikian juga dengan sudut membuka bunga tidak berbeda pada semua galur, namun berbeda dengan galur B8049 yang menghasilkan rataan sudut membuka bunga sebesar 30.9 o (Tabel 7).

(39)

menghasilkan durasi berbunga yang tidak berbeda kecuali dengan waktu tanam Januari-Mei 2013. Galur BP51-1 menghasilkan durasi membuka bunga terlama (63.5 menit) berbeda dengan semua galur, tetapi tidak berbeda dengan Bio-9 (59.8 menit) sedangkan galur BR168 menghasilkan durasi membuka bunga terpendek (47 menit).

Tabel 7 Karakteristik bunga galur restorer pada beberapa waktu tanam berbeda Waktu menghasilkan rataan gabah isi tertinggi adalah PK88 (171.9 butir malai-1) berbeda dengan galur lainnya tetapi tidak berbeda dengan BP51-1 (166.5 butir malai-1). Jumlah gabah hampa terendah dicapai oleh galur PK88 (14.9 butir malai-1) dan tidak berbeda dengan BH33d (17.4 butir malai-1) dan IR40750 (17 butir malai-1) (Tabel 8).

(40)

menghasilkan bobot per rumpun tertinggi sebesar 80.3 g berbeda dengan galur

restorer lainnya tetapi tidak berbeda dengan BP51-1 (68.4 g) (Tabel 8).

Tabel 8 Karakteristik hasil galur restorer pada beberapa waktu tanam berbeda Waktu

Kesesuaian Karakter Galur CMS dengan Galur Restorer

Keberhasilan penyerbukan antara tetua padi hibrida sangat dipengaruhi oleh kesesuaian karakter agromorfologi (tinggi tanaman, jumlah anakan, panjang malai, eksersi malai) dan karakter pembungaan (sudut membuka bunga, durasi membuka bunga, eksersi stigma dan lainnya). Tinggi tanaman secara langsung berpengaruh terhadap keberhasilan serbuk silang antara CMS dan restorer. Galur

restorer harus memiliki tinggi tanaman lebih tinggi dibandingkan galur CMS. Hal ini untuk mempermudah transfer polen.

(41)

dengan CMS A2. Perbedaan tinggi tanaman antara galur restorer dan CMS berkisar antara 4.7 cm (A7 vs BH33d) sampai 11.93 cm (A6 Vs Bio9). Virmani (1994) menyatakan bahwa galur restorer idealnya memiliki tinggi 10-20 cm lebih tinggi dibandingkan dengan galur CMS.

Tabel 9 Kesesuaian karakteristik galur CMS dan galur restorer pada beberapa karakter morfologi dan pembungaan

Karakter

Galur Tinggi Jumlah Jumlah Sudut membuka Durasi buka Berbunga tanaman (cm) anakan spikelet bunga (°) bunga (menit) 50% (hari) Tetua : Hipa 14 SBU (A7 vs BH33d-Mr-57-1-2-2)

A7 107.2±5.9 22.6±2.2 181.5±9.4 29.4±3.8 51.9±13.9 75.6±5.2 BH33d 111.9±4.3 24.6±2.4 136.7±20.9 29.6±3.6 57.9±13.3 77.8±4.5

Jumlah anakan pada galur CMS akan menentukan banyaknya benih F1 yang akan terbentuk, sedangkan pada galur restorer jumlah anakan merujuk pada banyaknya jumlah polen yang dapat diproduksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah anakan tetua CMS dan restorer lebih dari 20 batang per rumpun.

Jumlah anakan yang dihasilkan oleh semua galur CMS memenuhi standar untuk menghasilkan benih F1 secara maksimal. Jumlah anakan restorer juga memenuhi standar untuk menghasilkan polen maksimal. Virmani (1994) menyatakan bahwa jumlah anakan produktif galur CMS terbaik adalah 15 batang per rumpun dan galur restorer lebih dari 15 batang per rumpun.

Jumlah spikelet atau bulir galur CMS sangat menentukan dalam pembentukan benih (seed set) sedangkan galur restorer berperan dalam jumlah polen yang tersedia dalam penyerbukan. Jumlah spikelet galur CMS disyaratkan lebih dari 100 bulir/malai dan jumlah spikelet restorer lebih dari 125 bulir per malai (Virmani 1994, Namai & Kato 1988). Hasil penelitian menunjukkan semua galur CMS dan restorer mampu menghasilkan spikelet lebih dari 125 bulir per malai, sehingga setiap pasangan memiliki kesesuaian jumlah spikelet.

(42)

(A2) sampai 29.4o (A7), sedangkan galur restorer menghasilkan sudut terendah sebesar 25.2o (Bio-9) dan tertinggi 30.9o (B8049f).

Sudut membuka bunga yang dihasilkan menunjukkan bahwa semua pasangan tetua memiliki kesesuaian sudut membuka bunga karena menghasilkan sudut lebih dari 26o, kecuali untuk pasangan tetua Hipa 10 dimana restorer Bio-9 menghasilkan sudut membuka kurang dari 26o. Sheeba et al. (2006) menyatakan bahwa sudut membuka galur CMS dan restorer yang menghasilkan persilangan terbaik berkisar antara 26 o-36 o.

Durasi membuka bunga bevariasi antara galur tetua, galur CMS A7 menghasilkan rataan durasi membuka terendah yaitu 51.93 menit dan galur A6 menghasilkan durasi tertinggi yaitu sebesar 83.62 menit. Durasi membuka bunga galur restorer lebih rendah dibandingkan galur CMS. Kisaran waktu durasi membuka bunga galur restorer antara 47.0 menit (BR168) sampai 63.5 menit (BP51-1).

Waktu berbunga 50% merupakan variabel penting dalam menentukan sinkronisasi pembungaan antara galur CMS dengan restorer pasangannya. Waktu berbunga 50% yang berdekatan antara galur CMS dengan restorer akan memberikan peluang sinkronisasi yang tinggi. Pasangan tetua hibrida yang menghasilkan waktu berbunga berdekatan adalah tetua Hipa 8, Hipa 5, Hipa 11 dan Hipa 14 SBU.

KESIMPULAN

1. Eksersi malai, eksersi stigma, durasi membuka bunga dan sudut membuka bunga pada masing-masing galur CMS bervariasi dipengaruhi oleh lingkungan. Waktu tanam terbaik pada semua galur CMS adalah pada Juni-Oktober.

2. Periode penanaman tidak berpengaruh terhadap semua variabel yang diamati pada galur restorer, kecuali durasi membuka bunga yang dipengaruhi oleh suhu, lamanya penyinaran matahari dan curah hujan.

Gambar

Gambar 3 Karakteristik bunga galur CMS, (A) sudut membuka bunga, (B)
Tabel 3  Karakteristik morfologi galur CMS pada empat waktu tanam berbeda
Tabel 4  Karakteristik pembungaan galur CMS pada beberapa waktu tanam
Tabel 6 Karakteristik morfologi galur restorer pada beberapa waktu tanam
+7

Referensi

Dokumen terkait

Rekapitulasi sidik ragam pengaruh perlakuan periode simpan, pelapisan benih, dan interaksinya terhadap tolok ukur kadar air, DB, PTM, BKKN, IV, dan K CT benih padi

Mengingat bahwa padi hibrida merupakan generasi F1 dari persilangan antara GMJ sebagai tetua betina dengan galur pemulih kesuburan sebagai tetua jantan, karena itu

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa GA3 60 ppm, urea 2%, fosfat 1%, dan glisin 40 ppm berpengaruh terhadap karakter pembungaan tetua padi hibrida seperti eksersi stigma dan

Urutan prioritas persyaratan pelanggan yang harus dipenuhi pemuliaan padi varietas unggul hibrida dalam pengembangan varietas padi varietas unggul hibrida yaitu: (1)

Hasil uji statistik pada Tabel 2 menunjukkan bahwa varietas tetua padi hibrida tidak berpengaruh nyata terhadap pendugaan daya simpan benih melalui uji

Data tersebut menunjukkan calon varietas padi hibrida memberikan respons yang berbeda terhadap lokasi untuk karakter tinggi tanaman, jumlah anakan produktif, panjang malai, jumlah

Data tersebut menunjukkan calon varietas padi hibrida memberikan respons yang berbeda terhadap lokasi untuk karakter tinggi tanaman, jumlah anakan produktif, panjang malai, jumlah

Penelitian bertujuan menyilangkan padi IR64 sebagai tetua betina dengan Siam Sintanur sebagai tetua jantan agar diperoleh genotipe padi baru unggul yang tahan keracunan Fe..