• Tidak ada hasil yang ditemukan

STADIA PERTUMBUHAN TETUA PADI HIBRIDA UNTUK SINKRONISASI PEMBUNGAAN DAN DALAM RANGKA MEMAKSIMUMKAN PRODUKSI BENIH HIBRIDA MAPAN P 02

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STADIA PERTUMBUHAN TETUA PADI HIBRIDA UNTUK SINKRONISASI PEMBUNGAAN DAN DALAM RANGKA MEMAKSIMUMKAN PRODUKSI BENIH HIBRIDA MAPAN P 02"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

STADIA PERTUMBUHAN TETUA PADI HIBRIDA UNTUK SINKRONISASI

PEMBUNGAAN DAN DALAM RANGKA MEMAKSIMUMKAN PRODUKSI

BENIH HIBRIDA MAPAN P

02

THE GROWTH STAGE OF HYBRID RICE PARENTS TO FLOWERING

SYN-CHRONIZATION AND TO HYBRID RICE SEED PRODUCTION MAXIMUM OF

MAPAN P

02

VARIETY

Puji Agustine Andreani1 , Djoko Murdono2*, dan Suprihati2 Diterima 25 April 2012, disetujui 31 Juli 2012

1 Alumni Fakultas Pertanian & Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana, email: indriandreani@yahoo.co.id 2 Dosen Fakultas Pertanian & Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana, Jl. Diponegoro 52-60 Salatiga 50714 PENDAHULUAN

Salah satu tantangan paling besar di sektor pertanian saat ini adalah upaya untuk memenuhi kebutuhan beras nasional dari produk dalam negeri. Konsumsi beras akan terus meningkat seiring dengan laju pertumbuhan penduduk, karena saat ini upaya diversifikasi pangan pokok (sumber karbohidrat) belum membuahkan hasil sebagaimana yang diharapkan (Lakitan, 2008).

Untuk meningkatkan produksi padi nasional antara lain dapat ditempuh dengan merakit varietas padi yang berdaya hasil tinggi, salah satunya dengan memanfaatkan heterosis pada populasi F1, yaitu dengan membentuk varietas hibrida (Prihantono, 2008). Pengembangan teknologi padi hibrida secara komersial sangat tergantung pada kemam-puan untuk memproduksi benih. Keberhasilan

beberapa negara, termasuk Cina, dalam mengem-bangkan teknologi padi hibrida telah mendorong pemerintah untuk meningkatkan upaya pengem-bangan padi hibrida di Indonesia. Dengan adanya benih padi hibrida, diharapkan para petani mampu menghasilkan padi dalam kuantitas dan kualitas yang baik (Suwarno, 2004).

Satoto (2005, lihat Sukirman dkk.,2006) me-nyebutkan bahwa hal yang paling penting dalam memproduksi benih F1 hibrida adalah sinkronisasi pembungaan antara tetua mandul jantan (tetua A) dan tetua pemulih kesuburan (tetua R). Sinkronisasi pembungaan memberikan kontribusi yang besar terhadap keberhasilan produksi benih F1 hibrida. Kegagalan dalam mencapai sinkronisasi pem-bungaan berarti kegagalan dalam memproduksi benih F1 hibrida (Satoto, 2006).

(2)

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilakukan di sawah dusun Kaliglagah, desa Kalibeji, kecamatan Tuntang, kabupaten Semarang pada tanggal 25 Februari 2009 sampai tanggal 16 Juli 2009. Lokasi penelitian memiliki ketinggian tempat ± 450 m dpl, dengan luas lahan 98,56 m2. Ukuran per unit petak penelitian adalah

2,2 m x 1,4 m. Jarak tanam adalah 20 cm x 20 cm, jarak antar per unit petak 40 cm dan jarak antar ulangan adalah 40 cm. Bahan yang dipakai dalam penelitian ini adalah benih tetua A P02, benih tetua R P02, SP 18, Urea, dan KCl.

Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK). Untuk mengetahui perbedaan tinggi tanaman dan jumlah anakan tiap tetua dilakukan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) dengan taraf beda nyata 99% dan 95%. Penelitian ini terdiri dari dua perlakuan dan dari setiap perlakuan di ulang sebanyak enam belas kali. Perlakuan tersebut adalah tetua A P02 dan tetua R P02.

Pengamatan yang dilakukan adalah umur setiap stadia dari masing-masing tetua padi hibrida Mapan P02, dari stadia 0 (pembentukan plumula), stadia 1 (pertunasan), stadia 2 (pembentukan anakan), stadia 3 (pemanangan batang), stadia 4 (bunting), stadia 5 (keluarnya malai), stadia 6 (pembungaan), stadia 7 (gabah masak susu), sta-dia 8 (gabah masak matang) dan stasta-dia 9 (gabah matang sepenuhnya), tinggi tanaman dan jumlah anakan tetua A dan tetua R.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Umur dan Lamanya Stadia Masing-masing Tetua Padi Hibrida Varietas Mapan P02 Dilihat dari Masing-masing Umur Stadia Pertumbuhan

Umur masing-masing tetua padi hibrida diamati berdasarkan hari setelah sebar (HSS) benih. Kriteria saat pindah stadia adalah jika sudah lebih dari 50% populasi masuk ke stadia berikutnya, dengan satuan hari. Umur dan lama stadia masing-masing tetua padi hibrida dapat dilihat pada Tabel Menurut Dalmacio (1985, lihat Munarso dkk.,

2001), perbanyakan Cytoplasmic Male Sterility merupakan satu langkah penting dalam pengem-bangan padi hibrida. Cytoplasmic Male Sterility tidak dapat menghasilkan biji sendiri sehingga perlu disilangkan dengan B untuk menghasilkan CMS atau tetua A lagi.

Padi hibrida varietas Mapan P02 sudah dipasarkan di Indonesia, namun produksi benih masih dilakukan di Cina. Dewasa ini, varietas ini akan diusahakan dapat diproduksi di Indonesia. Pengetahuan tentang umur masing-masing stadia pertumbuhan tananaman tetua A dan R akan sangat membantu penangkar benih padi hibrida dalam mendapatkan bunga-bunga padi yang sinkron untuk disilangkan. Permasalahannya adalah pengetahuan umur dari masing-masing sta-dia pertumbuhan antara tetua A dan tetua R di lokasi produksi (Indonesia) belum diketahui. Perlu diketahui bahwa tetua A dan tetua R merupakan tetua yang mempunyai sifat homogeny fenotipnya dan homozigot genotipnya, sehingga tetua A dan tetua R dapat disebut sebagai galur A dan galur R atau A line dan R line, atau lini A dan lini R Untuk menunjang suksesnya sinkronisasi yang tepat, maka perlu dikenali terlebih dahulu proses pertumbuhan tanaman padi. Ada tiga stadia umum yaitu stadia vegetatif berawal dari perkecambahan sampai terbentuknya bulir yaitu stadia 0 sampai stadia 3, stadia reproduktif berawal dari terben-tuknya bulir sampai pembungaan yaitu stadia 4 sampai stadia 6 dan stadia pembentukan gabah atau biji berawal dari pembungaan sampai pemasakan biji yaitu stadia 6 sampai stadia 9 (Sudarmo, 1991).

Berdasarkan latar belakang maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui umur stadia pertumbuhan masing-masing tetua padi hibrida untuk sinkronisasi pembungaan dalam rangka memaksimumkan produksi benih hibrida Mapan P02 antara tetua-tetua padi hibrida varietas Mapan P02.

(3)

Stadia awal tanaman padi mulai berkecambah sampai plumula pada tetua A sepanjang 1,19 cm sedangkan pada tetua R sepanjang 1,56 cm. Pada stadia 0 masing-masing tetua mengalami perkecambahan, radikula (akar) dan plumula (tu-nas) akan menonjol keluar menembus kulit gabah (sekam). Hal ini terjadi pada umur 2 HSS dan umur 4 HSS pada tetua R.

Stadia ini diawali dari stadia benih berkecambah sampai dengan anakan pertama muncul. Pada stadia 1 masing-masing tetua akan terus tumbuh dan daun akan terus berkembang selama stadia pertumbuhan. Stadia 1 pada tetua A terjadi pada umur 2-14 HSS sedangkan pada tetua R terjadi pada umur 4-14 HSS.

Stadia 2 (Pembentukan anakan)

Stadia 2 diawali dari munculnya anakan pertama sampai pembentukan anakan maksimum. Pada tetua A terjadi pada umur 14-46 HSS sedangkan pada tetua R terjadi pada umur 14-51 HSS. Stadia 3 (Pemanjangan batang)

Stadia 3 terjadi pertambahan ruas batang yang memanjang (pemanjangan batang). Pada tetua A terjadi pada umur 25-68 HSS sedangkan pada tetua R terjadi pada umur 25-95 HSS.

Stadia 4 (Bunting)

Stadia 4 terjadi pada primordia bunga pertama kali, yang mana terlihat berbentuk silinder yang berbulu putih pada sisi silinder tersebut. Semakin lama primordia bunga akan meningkat ukurannya dan berkembang ke atas di dalam pelepah daun bendera. Pada tetua A rata-rata panjang primor-dia bunga adalah 1,77 cm pada umur 49 HSS sedangkan pada tetua R rata-rata panjang primor-dia bunga adalah 0,24 cm pada umur 62 HSS dan 8,64 cm pada umur 74 HSS. Pada stadia ini tetua A terjadi pada umur 40-62 HSS sedangkan pada tetua R terjadi pada umur 54-80 HSS.

Stadia 5 (Keluar malai)

Pada stadia ini semakin lama malai akan menonjol keluar dari pelepah daun yang membungkus pri-mordia mulai dari bagian atas. Heading tetua A terjadi pada umur 62-68 HSS, sedangkan pada tetua R terjadi pada umur 80-89 HSS.

Stadia 6 (Pembungaan)

Stadia 6 dimulai dengan membukanya spikelet (sudut antara lemma dan palea ± 200) pada saat membuka akan terlihat anther yang menonjol keluar. Pada tetua A terjadi pada umur 65-72 HSS, sedangkan pada tetua R terjadi pada umur 89-98 HSS.

Keterangan : HSS : hari setelah sebar Stadia 0 (Pembentukan plumula)

Tabel 1. Umur (HSS) dan Lama Stadia (Hari) Stadia Pertumbuhan Masing-Masing Tetua Padi Hibrida Varietas Mapan P02

No Stadia Pertumbuhan Tanaman Padi

Tetua A Tetua R Umur (HSS) Lama (hari) Umur (HSS) Lama (hari) 1 Stadia 0 Pembentukan Plumula 0-2 2 0-4 4 2 Stadia 1 Pertunasan 2-14 12 4-14 10 3 Stadia 2 Pembentukan anakan 14-46 32 14-51 37 4 Stadia 3 Pemanjangan batang 25-68 43 25-95 70 5 Stadia 4 Bunting 40-62 22 54-80 26 6 Stadia 5 Keluar malai 62-68 6 80-89 9 7 Stadia 6 Pembungaan 65-72 7 89-98 9 8 Stadia 7 Gabah masak susu 0 0 98-105 7 9 Stadia 8 Gabah masak matang 0 0 105-116 11 10 Stadia 9 Gabah matang sepenuhnya 0 0 116-123 7

(4)

Stadia 7 (Gabah masak susu)

Pada stadia ini gabah tanaman tetua R mulai terisi dengan cairan putih seperti susu. Malai padi akan mulai merunduk. Pada tetua R terjadi pada umur 98-105 HSS.

Stadia 8 (Gabah masak setengah matang) Pada stadia 8, gabah akan berubah menjadi gumpalan lunak dan akan mulai mengeras. Malai padi semakin lama akan semakin merunduk. Pada tetua R terjadi pada umur 105-116 HSS.

Stadia 9 (Gabah masak sepenuhnya)

Stadia ini ditunjukkan dengan semua gabah tanaman tetua R terlihat matang, berisi penuh dan keras. Semua malai padi akan merunduk. Pada tetua R terjadi pada umur 116-123 HSS. Pada stadia 7, sta-dia 8 dan stasta-dia 9 hanya sta-diamati pada tetua R.

Penentuan Saat Tanam Tetua A line dan Tetua R line Berdasarkan Saat Memasuki Stadia Reproduktif

Hasil pengamatan umur setiap stadia pertumbuhan antar tetua padi hibrida, digunakan sebagai panduan dalam sinkronisasi terutama sinkronisasi pembungan antar tetua A dan tetua R. Pada penelitian ini, penanaman antara tetua A dan tetua

R dilakukan bersamaan.Pada tabel 2 terlihat bahwa selisih saat tanaman berbunga 50% antara tetua R dan tetua A adalah 26 hari, sedangkan pada tabel 3 terlihat rata-rata selisih stadia 6 adalah 25 hari yaitu (24+26):2. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Prihantono (2008) kegiatan sinkronisasi yang dilakukan sebanyak 4 kali di Salatiga selisih rata-rata pembungaan antara tetua R dan tetua A adalah 25 hari. Di samping itu, umur tetua A line lebih pendek dari tetua R line. Ini berarti untuk keperluan sinkronisasi tetua A dan tetua R, maka tetua R harus disemai dahulu, kemudian 25-26 hari berikutnya disemai tetua A.

Jika dalam menentukan waktu saat tanam antara tetua A dan tetua R (berdasarkan saat masuk sta-dia reproduksi) tidak tepat (sinkron), maka penyerbukan gagal, sehingga benih yang dihasilkan akan hampa. Dengan kata lain tidak ada hasil benih yang didapatkan pada saat panen. Bila penanaman tetua R line sudah dilakukan 25 hari sebelum penanaman tetua A, tetapi tetua R masih mengalami percepatan dalam pembungaan maka tetua R harus dihambat dengan memberikan penyemprotan larutan Urea 2%, sedangkan untuk mempercepat pembungaan tetua A dengan memberikan penyem-protan larutan pupuk Fosfat 1% (Satoto, 2006).

Tetua Saat Saat Saat Pindah Bunga 50%

Rendam Peram Semai Tanam Tanggal HSS Selisih A 25/02/09 26/02/09 28/02/09 21/03/09 04/05/09 65

26 R 25/02/09 26/02/09 28/02/09 21/03/09 30/05/09 91 Tabel 2. Penanaman Tetua A dan Tetua R

Keterangan:

Saat rendam : Perendaman benih selama 24 jam sebelum diperam. Saat peram : Pemeraman benih selama 48 jam sebelum disemai.

Saat semai : Penanaman benih yang sudah berkecambah untuk menghasilkan bibit. Pindah tanam : Pemindahan bibit saat berumur 21 HSS ke lahan.

Bunga 50% : Saat tanaman mulai berbunga rata-rata ada 50%

Dalam sinkronisasi tetua A dan tetua R dapat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan. Satoto (2006) menyatakan bahwa secara umum karakter lingkungan yang mendukung persilangan alami antara tetua A dan tetua R adalah suhu 24-280C, perbedaan suhu siang-malam 8-100C, kelembaban

relatif 70-80%, cukup sinar, kecepatan angin 10-15 km/jam atau 3-5 m/detik dan kondisi lahan yang sesuai seperti tanah subur serta irigasi dan sistem drainasi baik.

(5)

Stadia Tetua Awal Akhir Selisih awal (hari) Selisih akhir (hari) Lamanya stadia Selisih hari 4 (Bunting) A 40 62 14 18 22 4 R 54 80 26 5 (Keluar malai) A 62 68 18 21 6 3 R 80 89 9 6 (Pembungaan) A 65 72 24 26 7 2 R 89 98 9

Tabel 3. Sinkronisasi dan Selisih Umur Antar Tetua Berdasarkan Umur Stadia Reproduktif Pada penelitian ini, keadaan cuaca pada saat

penelitian terlihat bahwa, kisaran suhu lingkungan adalah 27,2 0C - 29,5 0C, selisih suhu rata-rata

maksimum-minimum dalam penelitian ini adalah 35,70C. Kelembaban udara antara 62,6 - 66,9%. Dalam keadaan lingkungan penelitian ini, ternyata tanaman tetua A dan tetua R masih dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.

Penentuan Saat Tanam Tetua A dan Tetua R dalam rangka Memaksimumkan Produksi Benih Menurut Harjadi (1989, lihat, Suketi 2010), mengungkapkan bahwa stadia reproduktif terjadi pada pembentukan dan perkembangan kuncup-kuncup bunga dan biji atau pada pembesaran dan pendewasaan struktur penyimpanan makanan, akar-akar dan batang. Stadia ini berhubungan dengan beberapa proses yaitu pembuatan sel-sel yang secara relatif sedikit, pendewasaan jaringan, penebalan serabut, pembentukan hormon untuk perkembangan kuncup bunga. Untuk manifestasi dari stadia ini membutuhkan suplai karbohidrat berupa pati dan gula, sehingga ada beberapa stadia yang dapat digunakan dalam rangka memaksimumkan produksi benih. Stadia yang paling tepat digunakan adalah stadia reproduktif seperti pada tabel 3.

Dari tabel 3 terlihat bahwa, tetua A memiliki waktu stadia 4 (bunting) 22 hari, sedangkan tetua R memiliki waktu 26 hari pada stadia 4 (bunting) sehingga antara tetua-tetua A dan tetua-tetua R pada stadia ini terdapat selisih periode waktu bunting 4 hari. Pada stadia 5 (keluar malai), tetua A memiliki waktu 6 hari, sedangkan tetua R memiliki waktu 9 hari sehingga antara tetua A dan tetua R terdapat selisih waktu keluar malai 3 hari. Pada stadia 6 (Pembungaan), tetua A memiliki waktu 7 hari, sedangkan tetua R memliki waktu 9 hari sehingga antara tetua A dan tetua R terdapat selisih waktu berbunga 2 hari. Berdasarkan selisih waktu stadia 4, stadia 5, dan stadia 6 antara tetua A dan tetua R, dapat diperoleh rata-rata selisih waktu 3 hari. Selanjutnya rata-rata selisih waktu ini digunakan untuk mengatur saat semai tetua R menjadi R1, R2 dan R3 dimana tetua R2 harus disemai 25-26 HSS sebelum tetua A, untuk tetua R1 harus disemai 22-23 HSS sebelum tetua A dan tetua R3 harus semai 28-29 HSS sebelum tetua A. Hal ini dilakukan untuk menjamin ketersediaan serbuk sari segar tetua R ketika tetua A siap diserbuki (reseptif). Ketika serbuk sari tetua R1 sudah berkurang pada saat perkawinan maka akan disusul oleh tetua R2 dan seterusnya oleh tetua R3.

Penentuan Tata Letak Tetua R1, R2 dan R3

Bagaimanapun juga, tata letak tetua R1, R2 dan R3 dengan tetua A harus diatur sedemikian rupa, sehingga ketika tetua A reseptif, tetua R tetap menyediakan serbuk sari. Tata letak R1, R2 dan R3 dengan tetua A adalah sebagai berikut: jarak

tanam antara tetua R dan tetua A adalah 20 cm, jarak tanam antar tetua R adalah 20 cm sedangkan jarak tanam antar tetua A adalah 16 cm. Tata letak penanaman tetua R1, R2 dan R3, dengan tetua A lihat pada gambar 1.

(6)

Faktor Tinggi Tanaman dan Jumlah Anakan dari Tetua A dan Tetua R dalam Menentukan Keberhasilan Persilangan dan Produksi Benih

Berdasarkan hasil analisis tinggi tanaman tetua A dan tetua R pada Tabel 4 terlihat bahwa tinggi tanaman tetua R lebih tinggi secara nyata daripada tanaman tetua A. Ini berarti potensi keberhasilan penyilangan antara tetua A dan tetua R relatif tinggi.

Tanaman tetua R memiliki malai yang posisinya lebih tinggi daripada malai tanaman tetua A. Ini berarti, tanaman tetua R mudah menyerbuki tanaman tetua A, karena serbuksari dari tetua R yang anthesis akan mudah jatuh dan menyerbuki kepala putik tetua A. Pemotongan daun bendera tanaman tetua R juga sangat membantu dalam proses penyerbukan. Perlakuan Purata Tinggi Tanaman (cm) Tinggi Batang (cm) A 90 a 46 a R 108 b 68 b Perlakuan Purata Tinggi Tanaman (cm) Tinggi Batang (cm) A 90 a 46 a R 108 b 68 b Perlakuan Purata Tinggi Tanaman (cm) Tinggi Batang (cm) A 90 a 46 a R 108 b 68 b Perlakuan Purata Tinggi Tanaman (cm) Tinggi Batang (cm) A 90 a 46 a R 108 b 68 b Perlakuan Purata Tinggi Tanaman (cm) Tinggi Batang (cm) A 90 a 46 a R 108 b 68 b Perlakuan Purata Tinggi Tanaman (cm) Tinggi Batang (cm) A 90 a 46 a R 108 b 68 b Perlakuan Purata Tinggi Tanaman (cm) Tinggi Batang (cm) A 90 a 46 a R 108 b 68 b Perlakuan Purata Tinggi Tanaman (cm) Tinggi Batang (cm) A 90 a 46 a R 108 b 68 b

Tabel 4. Tinggi tanaman dan tinggi batang tetua A dan tetua R

Gambar 1. Tata letak penanaman tetua R1, R2 dan R3 dengan tetua A

Keterangan: A : Tanaman tetua A R : Tanaman tetua R R 1 R 3 R 3 R 1 R 1 R 1 R 3 R 3 R 1 R 1 R 1 R 3 R 3 R 1 R 1 R 1 R 3 R 3 R 1 R 1 R 1 R 3 R 3 R 1 R 1 R 1 R 3 R 3 R 1 R 1

Perlakuan Purata Jumlah Anakan

A 16 a

R 17 a

Perlakuan Purata Jumlah Anakan

A 16 a

R 17 a

Perlakuan Purata Jumlah Anakan

A 16 a

R 17 a

Perlakuan Purata Jumlah Anakan

A 16 a

R 17 a

Tabel 5. Jumlah anakan tetua A dan tetua R

KESIMPULAN

1. Untuk keperluan sinkronisasi tanaman tetua A dan tanaman tetua R maka, tetua R harus disemai 25-26 hari sebelum tetua A disemai. 2. Tinggi tanaman dan jumlah anakan merupakan

faktor yang mendukung dalam rangka memaksiumkan produksi benih padi hibrida. Dalam proses stadia pengisian benih yang telah

diserbuki, satu tangkai malai yang terdiri atas banyak spikelet, secara internal akan terjadi kompetisi dalam menarik fotosintat. Spikelet yang terletak pada ujung malai akan keluar terlebih

dahulu dan tumbuh lebih vigor, sehingga cenderung mendominasi dalam menarik fotosintat. Sementara spikelet yang terletak pada pangkal malai akan keluar terakhir dan pertumbuhannya cenderung lemah, sehingga kalah dalam berkompetisi menarik fotosintat (Sumardi dkk, 2007). Akibatnya pengisian benih F1 hibrida pada spikelet tetua A tidak sepenuhnya rata. Untuk mengantisipasi hal tersebut perlu dilakukan tindakan agronomis tertentu seperti pemupukan yang tepat menjelang berbunga agar tidak terjadi kompetisi, baik lewat tanah atau lewat daun.

(7)

0 1234 5678 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 Stadi a 0 Stadi a 1 Stadi a 2a Stadi a 4 Stadi a 2b Stadi a 3

Gambar 2. Bagan S

tadia Pertumbuhan

T

anaman

T

etua

A

(8)

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 686 97 07 17 27 37 47 57 67 77 87 98 08 18 28 38 48 58 68 78 88 99 09 19 29 39 49 59 69 79 89 91 00 10 11 021 03 10 4 Sta dia 2b Sta dia 3 Stadi a 7 Sta dia 0 Sta dia 1 Stadi a 2a Stadi a 4 Sta dia 5 Sta dia 6

Gambar 3. Bagan S

tadia Pertumbuhan

T

anaman

T

etua R

(9)

DAFTAR PUSTAKA

Lakitan, B. 2008. Padi hibrida: Apakah ini jawabnya?

Bertenaga by KerSip Open Source.http:// www.drn.go.id/index2.php?option=isi&do pdf=1&id=110. hlm1-2.

Munarso, Y.P., Sutaryo, B. dan Suwarno. 2001. Kemandulan tepungsari dan kehampaan gabah beberapa tetua mandul jantan padi intoduksi dari IRRI. Zuriat 12(1):6-14.

Prihantono, D. 2008. Teknologi produksi benih padi

hibrida. Makalah Seminar Ilmiah How to pro-duce hybrid rice and the problems in produc-ing hybrid rice seed yang diselenggarakan oleh Fakultas Pertanian UKSW pada tanggal 8 Maret 2008 di Salatiga. Salatiga. hlm 1-9.

Sudarmo, S. 1991. Pengendalian serangga hama

penyakit dan gulma padi. Kanisius: Yogyakarta.

Suketi, K. 2010. Bahan kuliah minggu ke 11 bab X:

perimbangan dan pengendalian fase pertumbuhan (vegetatif-reprodukif). Fakultas Pertanian IPB. Bogor.

Sukirman, Warsono dan Maulana. 2006. Teknik

pro-duksi benih untuk keperluan uji daya hasil padi hibrida. Buletin Teknik Pertanian 11(2):84-88. Sumardi, Kasli, M. Kasim, A. Syarif dan N. Akhir. 2007.

Aplikasi zat pengatur tumbuh untuk mening-katkan kekuatan sink tanaman padi sawah. Jurnal Akta Agrosia Edisi Khusus (1):26-35.

Suwarno. 2004. Prospek kemanfaatan padi hibrida

dalam mewujudkan ketahanan pangan nasional. Seminar Nasional Padi Hibrida 2004. Fakultas Pertanian IPB. Bogor.

Satoto. 2006. Teknologi produksi benih padi hibrida

dan permasalahannya. Makalah dipresentasi-kan pada tanggal 19 September 2006. Balai Penelitian Tanaman Padi. Sukamandi: Jawa Barat. hlm 1-14.

(10)

Gambar

Tabel 3. Sinkronisasi dan Selisih Umur Antar Tetua Berdasarkan Umur Stadia ReproduktifPada penelitian ini, keadaan cuaca pada saat
Tabel 4. Tinggi tanaman dan tinggi batang tetua A dan tetua R

Referensi

Dokumen terkait

“Persoalan Dalam Keluarga Sebagai Tema Penciptaan Seni Lukis” yang dimaksud adalah, tentang keluarga yang diulas dan dibahas dari berbagai permasalahannya,

Dari hasil penelitian diperoleh beberapa kategori-kategori pemahaman: (1) pemahaman faktual,, mendeskripsikan makna

Berdasarkan penelitian, Faktor-faktor penyebab terjadinya kejahatan pembunuhan berencana yang dilakukan di Kota Palu antara lain karena faktor ekonomi, lingkungan

Pada bulan Juni 2016, NTPT mengalami kenaikan sebesar 0,49 persen apabila dibandingkan bulan Mei 2016 yaitu dari 97,96 menjadi 98,44 , hal ini terjadi karena laju indeks

67,70, dan tindakan III nilai rata-rata aktivitas menulis karangan narasi siswa adalah 73,95. Nilai rata-rata yang dicapai tersebut menunjukan bahwa aktivitas

Namun, penelitian tersebut harus dikombinasikan dengan penelitian dari disiplin lain, ditempatkan dalam konteks yang lebih luas, ditunjukkan dalam praktek

Segala p uji dan sy ukur p enulis p anjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hiday ah-Nya serta sholawat dan salam kep ada Nabi M uhammad SAW sehingga p

Tingkat Pengetahuan tentang TB paru, Status Gizi, Riwayat Kontak Keluarga dan Riwayat Merokok Pasien yang Berobat ke UP4 dengan Kejadian TB Paru di UP4