• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERSIAPAN TANAMAN DAUN BANGUN-BANGUN UNTUK PERCOBAAN IN VITRO DAN IN VIVO

PRODUKSI SUSU KAMBING PERANAKAN ETAWAH

Pendahuluan

Susu adalah salah satu produk hewani yang dianjurkan untuk dikonsumsi, karena banyaknya nutrisi penting yang terkandung di dalamnya. Susu dihasilkan oleh ternak perah, di antaranya kambing perah dari jenis peranakan etawah (PE). Kambing ini adalah hasil persilangan dari jenis kambing etawah (jamnapari) dan kambing kacang, yang memiliki beberapa keunggulan seperti perkembang-biakannya relatif cepat, karena dapat beradaptasi dengan berbagai jenis hijauan pakan (Tomaszewska

et al. 1993), dan dapat mencapai pubertas pada umur 10 – 12 bulan, dengan lama bunting berkisar antara 142 – 156 hari (Sutama et al. 1996) dan memiliki jumlah anak sekelahiran berkisar antara 1 – 3 ekor, dengan produksi susu berkisar antara 1.0 – 1.5 liter/ekor/hari, sepanjang masa laktasi antara 5 – 8 bulan (Balitnak 2004). Produksi susu tersebut masih terbilang rendah dan masih menjadi kendala dalam perkembangbiakan kambing. Namun demikian, produksi susu kambing secara keseluruhan telah memberikan kontribusi sebesar 35 % terhadap total produksi susu dunia (Weinstein 2005) dan memiliki harga jual cukup tinggi yaitu berkisar antara Rp. 12 000 – Rp. 15 000 per liter (Afandi 2007).

Rendahnya produksi, erat kaitannya dengan rendahnya mutu pakan. Perbaikan mutu pakan, baik dengan suplementasi maupun fortifikasi pada ternak kambing PE dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi susu. Dari berbagai informasi diketahui bahwa tanaman daun bangun-bangun dapat digunakan untuk meningkatkan produksi susu (Depkes 2005). Daun bangun-bangun (Coleus amboinicus Lour) adalah jenis tanaman yang memiliki efek fisiologis dan farmakologis penting. Tanaman ini telah lama dikenal masyarakat Batak, sebagai tanaman yang berkhasiat memperlancar sekresi air susu pada ibu menyusui (Sihombing 2005). Beberapa penelitian telah membuktikan hal ini, di antaranya produksi susu pada tikus putih laktasi meningkat

sebesar 30 % (Silitonga 1993), pada ibu menyusui sebesar 47.4 % (Santosa 2001) dan 65 % (Damanik et al. 2006). Selain itu, di banyak negara lain di dunia, khususnya negara-negara Asia, tanaman ini telah banyak diteliti dan diketahui memiliki senyawa aktif lain dengan manfaat medis penting, seperti membantu mengontrol postpartum bleeding dan berperan sebagai uterine cleansing agent pada ibu melahirkan (Damanik et al. 2006), antibakteri, analgesik dan antiinflamasi (Feria, 2007).

Selain mutu pakan, proses produksi susu juga dipengaruhi oleh proses metabolisme. Proses metabolisme ini berhubungan erat dengan ketersediaan zat gizi untuk aktivitas enzim dan mikroba rumen. Zat gizi yang erat kaitannya dengan hal ini selain zat gizi makro, juga zat gizi mikro di antaranya Zn. Pada ruminansia, ketersediaan Zn sangat rendah, karena pakan hijauan umumnya rendah kandungan Zn (McDonald et al. 2002). Rendahnya ketersediaan Zn dapat menyebabkan gangguan metabolisme, sehingga ketersediaan zat gizi dalam darah, yang dibutuhkan dalam proses produksi menjadi berkurang. NRC (2001) menyatakan bahwa mineral Zn merupakan faktor penting dalam pemeliharaan sistem kekebalan tubuh. Zn juga berperan dalam memperbaiki proses metabolisme dalam tubuh, karena Zn berperan sebagai metaloenzim (kofaktor multienzim), yang aktif dalam metabolisme karbohidrat, protein, lemak dan asam nukleat. Selain itu, ketersediaan mineral Zn sangat diperlukan untuk pembentukan antibodi yang dapat meningkatkan daya tahan tubuh ternak Prasad (2003). Namun, selain ketersediaan, tingkat penyerapan Zn juga rendah, karena Zn dalam ransum tidak sepenuhnya dapat di metabolisme. Menurut Cousins (1996), Zn hanya mampu diserap sebesar ± 33%, sehingga untuk membantu penyerapan Zn, diperlukan senyawa lain seperti vitamin E. Menurut Traber (1998), Vitamin E membantu penyerapan mineral mikro di antaranya Zn, juga berperan dalam mempertahankan produksi optimal, pertumbuhan normal dan fungsi kekebalan tubuh, serta mencegah kerusakan komponen asam lemak tidak jenuh akibat radikal bebas dan perubahan akibat polutan yang berasal dari lingkungan.

Adanya suplementasi daun bangun-bangun diharapkan dapat berinteraksi positif dengan suplementasi Zn-vitamin E dalam memperbaiki metabolisme dan produksi susu, sehingga dapat diaplikasikan sebagai suatu bentuk teknologi dibidang

pakan. Landasan ini menjadi tujuan dalam penelitian yaitu untuk menguji pengaruh suplementasi daun bangun-bangun dan Zn-vitamin E dan mengkaji mekanisme fisiologisnya, dalam memperbaiki metabolisme rumen dan produksi susu pada kambing PE.

Bahan dan Metode

Waktu dan Tempat

Penelitian dimulai dengan persiapan induk laktasi ( mulai dari perkawinan ternak sampai partus), kemudian dilanjutkan dengan percobaan ransum (setelah partus dan selama menyusui) dan analisis laboratorium (analisis darah dan susu). Kegiatan ini dilaksanakan di Balai Penelitian Ternak (Balitnak) Ciawi dan Laboratorium Pengujian Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Cimanggu Bogor. Lama penelitian 15 bulan yaitu pada Januari 2006 sampai Maret 2007.

Bahan Penelitian

Bahan penelitian dalam percobaan in vivo terdiri atas 24 ekor kambing PE (Gambar 13) laktasi pertama, 24 unit kandang individu berukuran 1 x 1 x 1 m, yang dilengkapi tempat makan dan air minum melalui kran otomatis. Bahan penelitian lainnya adalah ransum perlakuan yang terdiri dari ransum basal (hijauan dan

Gambar 13 Kambing PE yang digunakan dalam penelitian

konsentrat) dan suplemen berupa daun bangun-bangun dan Zn-vitamin E. Konsentrat disusun dari lima jenis bahan, dengan proporsi seperti pada Tabel 11. Hijauan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rumput raja (Pennisetum purpureophoides), diperoleh dari kebun agrostologi milik balitnak. Daun bangun-bangun yang disuplementasi dalam pakan basal, diperoleh dari penanaman sebelum dan selama penelitian berlangsung, pada umur panen 3 bulan. Penggunaan daun bangun-bangun dalam bentuk segar dan ditetapkan sebanyak 0, 3, 6, 9 g/kg BB. Suplementasi Zinc-vitamin E dikombinasikan dan penggunaannya ditetapkan yaitu zinc sebanyak 20 mg/kg ransum (NRC 1981) dan vitamin E sebanyak 10 mg/kg ransum (Sokol 1996). Komposisi ransum basal (R0) dan ransum basal+Zn-vitamin E (R1) serta daun bangun-bangun yang digunakan, disajikan dalam Tabel 20.

Tabel 20 Komposisi zat gizi ransum ransum basal (R0) dan ransum basal+Zn-vitamin E (R1) serta daun bangun-bangun yang digunakan

Zat Gizi R0* R1** Daun

Bangun-Bangun Bahan Kering (%) 35.51 35.51 33.12 Protein Kasar (%) 11.41 11.41 18.60 Lemak (%) 3.43 3.43 3.20 Serat Kasar (%) 27.43 27.43 16.36 Ca (%) 0.13 0.13 2.39 P (%) 0.33 0.33 0.57 Zn (ppm) 5.39 25.39 3.90 Vitamin E (ppm) 11.77 21.77 0.24 TDN (%) 61.88 61.88 63.79

* Ransum basal, berdasarkan rekomendasi kandungan gizi NRC (1981) dengan proporsi 25 % hijauan dan 75 % konsentrat, menggunakan Microsoft office excel (2003).

** Ransum basal + Zn-vitamin E

Metode Penelitian

Percobaan dirancang dengan Rancangan Acak Kelompok pola faktorial, menggunakan empat taraf suplementasi daun bangun-bangun (0, 3, 6, dan 9 g/kg BB), dua taraf suplementasi Zn dan vitamin E (tidak ada suplementasi dan ada

suplementasi) dan tiga kelompok (ulangan) berdasarkan bobot badan. Dengan demikian terdapat 24 unit percobaan.

Persiapan 24 ekor ternak laktasi dimulai dengan perkawinan, yang dilakukan secara alami, menggunakan 4 pejantan. Selama persiapan proses perkawinan dan masa bunting, kambing PE ditempatkan dalam 4 unit kandang kelompok, dengan luasan kandang 3 x 4 x 1 m, masing-masing unit berisi 6 ekor betina dan 1 ekor jantan. Kandang-kandang tersebut berada dalam satu bangunan kandang sistem panggung berukuran 27 x 8 m. Dua bulan menjelang beranak, kambing dipindahkan dalam kandang percobaan, terletak dalam dua jalur, yang masing-masing jalur terdiri dari 12 unit kandang individu. Penempatan ternak dan pemberian perlakuan dilakukan secara acak. Model pengacakan perlakuan disajikan dalam Gambar 14 dan penempatan ternak dalam unit kandang percobaan ditampilkan dalam Gambar 15.

JALUR I JALUR 2

12 R0 B6 (2) R1 B0 (3) 13

11 R1 B9 (2) R1 B6 (1) 14

10 R1 B6 (2) R1 B6 (3) 15

9 R0 B3 (1) R0 B9 (2) 16

8 R0 B0 (1) R1 B0 (2) 17

7 R1B3 (2) R0 B0 (3) 18

6 R1 B3 (1) R1 B9 (3) 19

5 R0 B6 (1) R1 B9 (1) 20

4 R0 B0 (2) R1 B3 (3) 21

3 R0 B3 (2) R1 B0 (1) 22

2 R0 B6 (3) R0 B9 (1) 23

1 R0 B9 (1) R0 B3 (3) 24

Gambar 14 Model pengacakan perlakuan dan penempatan dalam setiap unit kandang

Gambar 15 Penempatan ternak dalam unit kandang percobaan

Perlakuan yang dikenakan terhadap kambing PE dalam penelitian ini adalah level suplementasi daun bangun-bangun (0, 3, 6 dan 9 g/kg BB) dan Zn-vitamin E (20 ppm : 10 ppm), dengan kombinasi seperti pada Tabel 21.

Tabel 21 Perlakuan yang dikenakan terhadap kambing PE dalam penelitian Level Daun Bangun-Bangun (B) Ransum Basal (R0) Ransum Basal + Zn-Vitamin E (R1) 0 R0B0 R1B0 3 R0B3 R1B3 6 R0B6 R1B6 9 R0B9 R1B9

Perlakuan terdiri dari ransum basal (hijauan dan konsentrat) dan ransum yang disuplementasi daun bangun-bangun dan zinc-vitamin E. Pemberian hijauan sebanyak 10% dari bobot badan ternak dan sebelumnya telah dipotong-potong ± 5 cm, menggunakan mesin chopper. Konsentrat diberikan sebanyak 500 – 700 gram/ekor/hari (20 % dari jumlah pemberian hijauan atau 2 % dari BB) dan ditambah

100 gram/ekor/hari untuk setiap ekor anak yang disusui. Pemberian ransum percobaan dimulai hari pertama setelah ternak partus.

Pemberian ransum dilakukan dalam dua tahap yaitu pagi hari jam 07.00 – 09.00 dan siang hari jam 12.00 - 14.00. Pada pagi hari diberikan konsentrat dan daun bangun-bangun, dan siang hari diberikan hijauan. Jumlah ransum yang diberikan, ditimbang setiap kali pemberian sedangkan sisa ransum ditimbang keesokan harinya. Penimbangan dilakukan terpisah untuk masing-masing sisa hijauan, konsentrat dan daun bangun-bangun. Air minum diberikan ad libitum melalui kran air otomatis pada setiap kandang.

Selama penelitian berlangsung dilakukan pemerahan susu untuk mendapatkan data produksi susu. Pemerahan dilakukan dua kali sehari yaitu pagi hari jam 06.00 – 08.00 dan sore hari jam 15.00 – 17.00. Teknik pemerahan menggunakan metode whole hand (seluruh jari tangan). Pemerahan mulai dilakukan 4 hari setelah partus dan dilanjutkan setiap selang 4 hari, dengan cara memisahkan anak dari induk. Pada pemerahan pagi, anak kambing dipisah sore hari sebelumnya dan untuk pemerahan sore anak kambing dipisah pagi hari pada hari yang sama. Susu hasil pemerahan sebagian diambil untuk kepentingan analisis dan sebagian diberikan pada anak dari induk yang diperah, dengan menggunakan botol susu. Pada kambing yang anaknya mati, pemerahan dilakukan setiap hari pagi dan sore.

Pengambilan darah juga dilakukan untuk mendapatkan data kadar komponen kimia dalam darah. Sebanyak 8 ml sampel darah diambil dari vena jugularis, setelah dua minggu partus (setelah pemberian ransum percobaan), menggunakan syrinx, kemudian dimasukkan dalam tabung reaksi yang sebelumnya telah diberi heparin, untuk mencegah koagulasi darah. Tabung reaksi disimpan dalam termos berisi es batu, kemudian dibawa ke laboratorium untuk analisis. Selain itu, dilakukan penimbangan bobot badan kambing dua minggu sekali untuk induk kambing dan seminggu sekali untuk anak kambing. Penimbangan kambing menggunakan timbangan alramana produksi Pettersons Scale Industries Pty. LTD, Brisbane Australia, yang berkapasitas 112 kg dan tingkat ketelitian 200 g.

Variabel yang diamati dan diukur dalam penelitian ini adalah variabel yang menggambarkan metabolisme rumen dan produksi susu, sebagai berikut :

1. Metabolisme rumen

Penentuan metabolisme rumen didasarkan atas peubah : ฀ Konsumsi bahan kering dan zat gizi ransum

Penentuan konsumsi ransum terdiri dari penentuan konsumsi bahan kering (KBK) dan zat gizi ransum (KZG), diperoleh dengan perhitungan menggunakan formula :

KBK/KZG = (BK/ZG hasil analisis /100) x konsumsi ransom

Analisis kandungan zat gizi makro serta Ca dan P menggunakan analisis proksimat (Apriyantono et al. 1989, Laboratorium INTP 2005), AAS (Atomic Absorption Spectrophotometer) mengikuti prosedur AOAC (1995) untuk Zn dan HPLC (High Performance Liquid Chromatography), mengikuti prosedur AOAC (1995) untuk vitamin E. Hasil analisis zat gizi dikonversi atas dasar bahan kering.

Analisis tersebut dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Departemen Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Pengujian Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen Pertanian Cimanggu. Hasil analisis zat gizi dikonversi atas dasar bahan kering.

฀ Komponen dalam darah

Komponen dalam darah diukur sebelum dan sesudah pemberian perlakuan. Penentuan komponen darah didasarkan pada asumsi bahwa apabila terjadi penurunan atau perubahan komponen darah, maka diduga ada gangguan metabolisme. Pengambilan darah mengikuti teknik yang direkomendasikan Suprayogi (2004).

Penentuan komponen darah terdiri dari : komponen makro (protein, lemak, glukosa), kadar haemoglobin dan jumlah Red Blood Cell darah ditentukan

menggunakan metode Supariasa et al. (2002), komponen mikro darah (Ca, P dan Zn) ditentukan menggunakan AAS (Atomic Absorption Spectrophotometer), vitamin E darah ditentukan menggunakan HPLC (High Performance Liquid Chromatography), mengikuti prosedur AOAC (1995), dan pH darah diukur menggunakan pH meter.

2. Produksi susu

Penentuan produksi susu didasarkan atas beberapa peubah sebagai berikut : ฀ Produksi susu induk selama laktasi

Produksi susu (PS) selama laktasi diukur setiap selang empat hari selama 3 bulan, dimulai pada hari keempat setelah partus.

PS (kg) = Produksi susu pada pemerahan pagi + Produksi susu pada pemerahan sore

฀ Produksi susu dalam FCM selama laktasi

Produksi susu dalam FCM (Fat Coreected Milk) adalah produksi susu yang telah dikoreksi ke dalam 4 % kadar lemak (NRC 1981), sebagai berikut :

FCM = (0,4 x Produksi Susu (kg) ) + (Produksi Susu (kg) x Produksi Lemak (kg))

฀ Komposisi zat gizi susu

Komposisi zat gizi susu diperoleh dengan menganalisis zat gizi yang terkandung dalam susu, sebagai berikut :

- Protein susu dianalisis menggunakan metode Hadiwiyoto (1982)

- Lemak susu dianalisis menggunakan metode Gerber menurut Sudono et al.

(1999).

- Laktosa susu dianalisis menggunakan metode kalorimetri menurut Apriyantono et al. (1989).

- Mineral susu, terdiri dari Ca, P, Zn, ditentukan dengan AAS (Atomic Absorption Spectrophotometer), mengikuti prosedur AOAC (1995).

- Vitamin E, ditentukan menggunakan HPLC (High Performance Liquid Chromatography), mengikuti prosedur AOAC (1995).

Seluruh kegiatan analisis laboratorium dilaksanakan di Laboratorium Pengujian Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen Pertanian Cimanggu.

Analisis Statistik

Data yang diperoleh ditabulasi dan diolah dengan Microsoft Office Excel 2003 dan selanjutnya dianalisis menggunakan sidik ragam General Linear Model (GLM) dan uji lanjut Tukey dalam program Minitab 13.0 Release 2001.

Hasil dan Pembahasan

Percobaan in vivo dilakukan untuk mengaplikasikan dan menguji sejauh mana pengaruh suplementasi daun bangun-bangun dan Zinc-vitamin E pada kambing PE laktasi melalui pengamatan terhadap metabolisme rumen dan produksi susu.

Performa kambing penelitian

Kambing peranakan etawah (PE) yang digunakan dalam percobaan in vivo

memiliki kisaran umur 1 – 1.5 tahun, dikawinkan dengan empat pejantan secara alami. Dari 24 ekor induk yang dikawinkan, 91.67 % (22 ekor) berhasil bunting pada perkawinan pertama dan 8.33 % (2 ekor) berhasil bunting setelah dikawinkan kedua kali. Hasil ini lebih tinggi dibandingkan hasil penelitian Sutama et al. (1996), yang mendapatkan 66.7 % , 60.0 % dan 73.3 % ternak bunting pada perkawinan pertama, masing-masing untuk induk dengan produksi susu rendah, sedang dan tinggi

Kambing PE yang digunakan dalam penelitian ini dikelompokkan dalam 3 kelompok berdasarkan bobot badan. Hasil pengamatan terhadap lama bunting dan

bobot lahir anak berdasarkan kelompok bobot badan induk, ditampilkan dalam Tabel 22.

Secara umum, dari 24 ekor kambing yang digunakan, didapat lama bunting induk berkisar antara 146 – 158 hari atau rata-rata 152.54 ± 3.72 hari. Hasil

Tabel 22 Kelompok bobot badan, lama bunting dan bobot lahir anak kambing PE

Kelompok Bobot Badan

Induk (kg)

Lama Bunting Induk (hari)

Bobot Lahir Anak (kg) I 27.88 ± 1.70 153.38 ± 3.74 2.75 ± 0.80 II 26.50 ± 1.52 151.63 ± 4.27 2.70 ± 0.44 III 24.81 ± 1.43 152.63 ± 3.38 2.58 ± 0.54

pengamatan ini sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian Sutama et al. (1996), yang mendapatkan lama bunting induk kambing PE berkisar antara 142 – 156 hari atau rata-rata 149 hari.

Hasil pengamatan juga memperlihatkan bahwa induk kambing PE yang digunakan dalam penelitian ini berpotensi beranak kembar 16.67 % atau memiliki jumlah anak per kelahiran 1 – 2 ekor atau rata-rata 1.17, dengan prosentase kelahiran anak jantan (♂) dan betina (♀) masing-masing 50 %. Hasil ini lebih rendah dibandingkan hasil penelitian Sodiq et al. (2002), yang mendapatkan jumlah anak per kelahiran berkisar antara 1 – 3 ekor dengan rata-rata 1.56.

Bobot lahir anak secara keseluruhan berkisar antara 1.5 – 3.6 kg atau rata-rata 2.68 ± 0.59 kg. Rata-rata bobot lahir ini lebih rendah dibandingkan hasil penelitian Sodiq et al. (2002) dan Sutama (2005), yang mendapatkan rata-rata bobot lahir berturut-turut 3,4 kg dan 3.68 kg. Selain itu, tingkat mortalitas dari anak kambing PE sampai disapih mencapai 39.29 %. Hasil ini lebih tinggi dari hasil penelitian Sodiq et al. (2002), yang mendapatkan tingkat mortalitas hanya 8 % sampai anak disapih. Namun menurut Adiati et al. (2003), tingkat mortalitas anak kambing PE pra sapih memang cukup tinggi yaitu sekitar 30 - 40 %.

Selama penelitian berlangsung, satu ekor induk mati setelah partus karena sakit. Selanjutnya dalam tabulasi dan analisis data, dihitung sebagai data hilang menggunakan rumus perhitungan data hilang (Steel and Torrie 1995).

Metabolisme Rumen

Proses metabolisme dalam rumen ternak ruminansia, khususnya kambing PE sangat penting untuk menyediakan energi, baik untuk hidup pokok maupun untuk produksi susu. Status metabolisme rumen dapat diketahui dengan mengukur konsumsi bahan kering dan zat gizi ransum serta komponen dalam darah.

Konsumsi bahan kering dan zat gizi ransum

Konsumsi adalah jumlah makanan yang dimakan oleh ternak dan erat kaitannya dengan sifat fisik atau kimiawi makanan, bobot badan dan sifat fisiologis ternak. Tingkat konsumsi ini dapat menggambarkan kualitas makanan dan menentukan tingkat produksi ternak. Hasil pengukuran konsumsi bahan kering dan zat gizi ransum disajikan dalam Tabel 23 dan 24.

Terdapat interaksi pengaruh yang sangat nyata (P<0.01) di antara suplementasi daun bangun-bangun dan Zn-vitamin E dalam meningkatkan konsumsi Zn dan vitamin E, sedangkan terhadap konsumsi bahan kering dan zat gizi lainnya factor tunggal suplementasi daun bangun-bangun sangat nyata (P<0.01) meningkatkan konsumsi, tetapi suplementasi Zn-vitamin E pengaruhnya tidak nyata (P>0.01). Demikian halnya, peningkatan konsumsi bahan kering, protein, lemak, serta kasar, TDN dan vitamin E, tidak berbeda nyata (P<0.01) di antara level suplementasi daun, tetapi konsumsi Ca dan P di antara level suplementasi daun bangun-bangun 3, 6 dan 9 mg/kg BB, terdapat perbedaan yang sangat nyata (P<0.01) (Lampiran 9 sampai Lampiran 17).

Dilihat dari komposisi ransum, suplementasi daun bangun-bangun meningkatkan kandungan gizi ransum (Tabel 13) dan konsumsi hijauan (Lampiran

8), sehingga secara langsung mempengaruhi jumlah konsumsi bahan kering dan zat gizi ransum. Konsumsi bahan kering dan zat gizi makro meningkat berkisar 2.34 – 20.22 % dan zat gizi mikro meningkat sebesar 0.11 – 181.25 %. Peningkatan konsumsi tertinggi terjadi pada konsumsi Ca yaitu berkisar 64.29 – 181.25 %, sejalan dengan meningkatnya level suplementasi daun bangun-bangun.

Jumlah konsumsi tersebut, dipengaruhi banyak faktor yang saling berinteraksi, di antaranya aspek anatomi, status fisiologi, bobot badan, tingkat produksi,

Tabel 23 Konsumsi bahan kering dan zat gizi makro kambing PE yang diberi pakan suplementasi daun bangun-bangun dan Zn-vitamin E.

Level DB (g/kg Bobot Badan)

RO R1 Rataan

Konsumsi Bahan Kering (g/ekor/hari) 0 3 6 9 755.31 ± 16.02 779.39 ± 48.83 822.87 ± 26.90 881.36 ± 21.42 767.59 ± 21.32 804.82 ± 18.87 839.55 ± 8.17 886.84 ± 12.94 765.45 ± 18.16a 792.11 ± 35.92b 831.21 ± 19.99b 884.10 ± 16.11b Rataan 809.73 ± 56.57 824.70 ± 47.97

Konsumsi Protein (g/ekor/hari) 0 3 6 9 117.51 ± 1.46 122.53 ± 4.44 129.00 ± 2.45 136.84 ± 1.95 118.62 ± 1.94 124.84 ± 1.72 130.52 ± 0.74 137.34 ± 1.18 118.07 ± 1.65a 123.69 ± 3.27b 129.76 ± 1.82b 137.09 ± 1.47b Rataan 126.47 ± 7.94 127.83 ± 7.33

Konsumsi Lemak (g/ekor/hari)

0 3 6 9 41.29 ± 0.37 42.11 ± 1.12 43.35 ± 0.62 44.93 ± 0.49 41.57 ± 0.49 42.69 ± 0.43 43.73 ± 0.19 45.06 ± 0.30 41.43 ± 0.42a 42.40 ± 0.83b 43.54 ± 0.46b 44.99 ± 0.37b Rataan 42.92 ± 1.56 43.26 ± 1.38

Konsumsi Serat Kasar (g/ekor/hari) 0 3 6 9 130.21 ± 5.30 133.19 ± 16.16 143.15 ± 8.90 158.08 ± 7.09 134.28 ± 7.06 141.61 ± 6.25 148.67 ± 2.70 159.89 ± 4.28 132.24 ± 6.01a 137.40 ± 11.89b 145.91 ± 6.62b 158.98 ± 5.33b Rataan 141.16 ± 14.33 146.11 ± 10.87 Konsumsi TDN (g/ekor/hari) 0 3 574.40 ± 8.65 590.33 ± 26.37 581.03 ± 11.51 604.06 ± 10.19 577.72 ± 9.80a 597.19 ± 19.40b

6 9 616.40 ± 14.53 650.58 ± 11.56 625.41 ± 4.41 653.54 ± 6.99 620.90 ± 10.79b 652.06 ± 8.70b Rataan 607.93 ± 33.31 616.01 ± 28.92 a-b

Superskrip huruf yang berbeda dalam satu kolom menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0.01)

kandungan nutrisi dan palatabilitas. Fisher (2002) menyatakan bahwa pada ruminansia sistem pencernaan dan tingkah laku makan dapat menjadi faktor penentu jumlah konsumsi ransum. Dalam beberapa kasus variasi ransum, kandungan gizi terutama protein dan energi, serta palatabilitas ransum, dapat meningkatkan jumlah

Tabel 24 Konsumsi zat gizi mikro kambing PE yang diberi pakan suplementasi daun bangun-bangun dan Zn-vitamin E.

Level DB (g/kg Bobot Badan) RO R1 Rataan Konsumsi Ca (g/ekor/hari) 0 3 6 9 1.11 ± 0.02 1.82 ± 0.06 2.47 ± 0.03 3.15 ± 0.03 1.13 ± 0.03 1.85 ± 0.02 2.49 ± 0.01 3.15 ± 0.02 1.12 ± 0.02a 1.84 ± 0.04b 2.48 ± 0.02c 3.15 ± 0.02d Rataan 2.14 ± 0.79 2.16 ± 0.78 Konsumsi P (g/ekor/hari) 0 3 6 9 4.57 ± 0.03 4.73 ± 0.09 4.91 ± 0.05 5.12 ± 0.04 4.59 ± 0.04 4.78 ± 0.03 4.94 ± 0.01 5.13 ± 0.02 4.58 ± 0.03a 4.75 ± 0.06b 4.93 ± 0.04c 5.12 ± 0.03d Rataan 4.83 ± 0.22 4.86 ± 0.21 Konsumsi Zn (ppm/ekor/hari) 0 3 6 9 105.20 ± 0.00a 106.36 ± 0.00a 107.40 ± 0.00a 108.43 ± 0.00a 120.55 ± 0.43b 122.46 ± 0.38c 124.19 ± 0.16d 126.17 ± 0.26e 112.88 ± 8.41 114.41 ± 8.82 115.79 ± 9.20 117.30 ± 9.72 Rataan 106.85 ± 1.25 123.34 ± 2.19

Konsumsi Vitamin E (ppm/ekor/hari) 0 3 6 9 240.14 ± 0.10a 240.18 ± 0.30a 240.35 ± 0.17a 240.32 ± 0.25a 247.90 ± 0.35b 248.39 ± 0.31c 248.85 ± 0.13c 248.66 ± 0.66c 244.02 ± 4.25 244.28 ± 4.50 244.60 ± 4.66 245.49 ± 4.29 Rataan 240.32 ± 0.25 248.66 ± 0.66 a-d

Superskrip huruf yang berbeda dalam satu kolom dan satu baris menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0.01)

konsumsi pada ruminansia. Hasil pengujian menunjukkan adanya korelasi positif di antara suplementasi daun bangun-bangun dengan konsumsi bahan kering (r = 0.90), protein (r = 0.96), lemak (r = 0.93), serat kasar (r = 0.80), TDN (r = 0.92), Ca (r = 0.90) dan P (r = 0.99), tetapi dengan suplementasi Zn-vitamin E, korelasi tersebut tidak nyata. Sebaliknya suplementasi Zn-vitamin E berkorelasi positif dengan konsumsi Zn (r = 0.98) dan vitamin E (r = 0.99), tetapi dengan suplementasi daun bangun-bangun, korelasinya tidak nyata. Hal ini diduga karena kandungan nutrient yang cukup tinggi dalam daun bangun-bangun, meningkatkan kandungan gizi ransum secara keseluruhan. Mertens (1987) mengemukakan bahwa konsumsi adalah faktor esensial yang perlu diperhatikan, sebagai dasar untuk hidup dan berproduksi. Konsumsi berhubunganerat dengan karakteristik ternak, seperti bobot badan, level produksi dan karakteristik pakan, seperti kandungan nutrisi. Dengan demikian, semakin meningkat bobot badan dan produksi ternak serta nilai nutrisi dari pakan yang diberikan pada ternak, relatif akan meningkatkan konsumsi. Demikian halnya menurut Min et al. (2005), meningkatnya kualitas ransum dengan penambahan bahan lain yang dapat meningkatkan jumlah zat gizi mudah dicerna, secara linier akan meningkatkan konsumsi ransum.

Selain kandungan nutrisi, diduga ada senyawa lain dalam daun bangun-bangun yang berperan dalam meningkatkan selera makan ternak. Hal ini terlihat juga selama penelitian, dengan penggunaan daun bangun-bangun, konsumsi hijauan meningkat (Lampiran 8) dan konsumsi daun bangun-bangun serta konsentrat tidak pernah tersisa. Secara pasti faktor tersebut belum diketahui, namun menurut Sahelian (2006), dalam beberapa tanaman herba terdapat senyawa yang dapat mempengaruhi sistem saraf pusat dalam hal pengaturan rasa lapar. Senyawa tersebut dapat meningkatkan atau menurunkan selera makan. Namun jenis senyawa tersebut belum teridentifikasi. Lawrence et al. (2002) menambahkan bahwa dalam daun bangun-bangun terdapat golongan senyawa farmakoseutika yang perannya bervariasi di antaranya berhubungan dengan palatabilitas. Lebih lanjut Haenlein (2002)

menyatakan bahwa pada ternak kambing palatabilitas akan mendorong ternak mengkonsumsi pakan lebih banyak. Faktor palatabilitas ini saling berkaitan dengan kandungan gizi, kecernaan dan konsumsi, yang menurut Despal et al. (2007), intake atau konsumsi pada ternak ruminansia dipengaruhi oleh banyaknya zat gizi atau bahan tidak dapat dicerna dalam rumen, yang menentukan kapasitas rumen. Semakin banyak jumlah bahan tersebut, kapasitas rumen semakin menurun. Dengan demikian, reseptor dinding rumen akan menyampaikan sinyal ke otak untuk menurunkan konsumsi. Pernyataan ini menjelaskan bahwa apabila jumlah bahan yang dapat dicerna meningkat, kapasitas rumen juga meningkat, maka konsumsi secara langsung akan meningkat.

Tinggi-rendahnya konsumsi juga dipengaruhi oleh status fisiologi ternak seperti menyusui atau laktasi dan tingkat produksi susu. Semakin meningkat produksi susu, konsumsi pakan semakin meningkat (Min et al. 2005), meskipun kondisi ini memberikan dampak neraca balance negatif terhadap pertambahan bobot badan induk laktasi. Hal ini terjadi karena adanya kompensasi penggunaan nutrient, tidak untuk pertambahan bobot badan, melainkan untuk produksi susu (Sutardi, 1981).

Tidak adanya perbedaan konsumsi bahan kering, protein, lemak, serta kasar, TDN dan vitamin E, di antara level suplementasi daun bangun-bangun diduga karena kandungan gizi ransum dan konsumsi hijauan, di antara level suplementasi daun bangun-bangun tersebut tidak jauh berbeda. Hal ini terlihat dari perubahan kadar zat gizi yang hanya sebesar 0.01 – 3.82 % dan peningkatan jumlah konsumsi hijauan sebesar 7.67 – 13.42 %, di antara level suplementasi daun bangun-bangun, apabila dibandingkan dengan tanpa suplementasi daun bangun-bangun.

Suplementasi Zn-vitamin E tidak memperlihatkan pengaruh yang berarti terhadap konsumsi bahan kering dan zat gizi ransum dari kambing PE, kecuali terhadap konsumsi Zn dan vitamin E. Namun demikian, ada kecenderungan penggunaan zinc-vitamin E, menghasilkan konsumsi bahan kering dan zat gizi lebih

Dokumen terkait