• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kambing Peranakan Etawah Potensi

Kambing perah sering dianggap miniatur atau bentuk kecil dari sapi perah. Meskipun banyak persamaan, tetapi perbedaan di antara kedua ternak ini sangat nyata, baik dari sifat produksi maupun reproduksinya. Dengan meningkatnya permintaan susu kambing, maka populasi kambing perah juga mengalami peningkatan. Saat ini, populasi kambing di Indonesia mencapai 13 182 000 ekor, yang mengalami peningkatan 3.14 % dibanding tahun sebelumnya (Ditjennak 2006).

Salah satu jenis kambing perah yang sekarang ini mulai mendapat perhatian serius adalah kambing peranakan etawah (PE) (Gambar 1). Pemeliharaan kambing ini memberikan pengaruh besar terhadap sistem pertanian pedesaan, karena telah beradaptasi baik di sebagian besar wilayah Indonesia. Kambing PE adalah hasil persilangan kambing etawah (jamnapari) dan kambing kacang, dengan proporsi genotipe yang tidak jelas. Jenis kambing ini memiliki cirri bentuk muka cembung, telinga panjang menggantung, postur tubuh tinggi, panjang dan agak ramping (Balitnak 2004).

Perkembangbiakan kambing PE relatif cepat, karena dapat beradaptasi dengan berbagai jenis hijauan pakan (Tomaszewska et al. 1993), dan memiliki keunggulan reproduksi seperti mencapai pubertas pada umur 10 – 12 bulan, siklus birahi 20 – 21 hari, lama birahi 24 – 48 jam dan lama bunting berkisar antara 142 – 156 hari (Sutama et al. 1996). Selain itu, kambing ini memiliki jumlah anak sekelahiran berkisar 1 – 3 ekor, bobot lahir anak berkisar 3.0 – 4.5 kg, berat sapih 13 – 15 kg. Keuntungan lain dari kambing PE adalah termasuk tipe dwiguna, yaitu dapat menghasilkan daging dan susu. Produksi susunya berkisar 1.0 – 1.5 liter/ekor/hari, sepanjang masa laktasi antara 5 – 6 bulan, dengan masa kering 2 – 3 bulan (Balitnak 2004).

Saat ini produksi susu kambing telah memberikan kontribusi sebesar 35 % terhadap total produksi susu dunia, atau mengalami peningkatan cukup berarti dari tahun-tahun sebelumnya yaitu sebesar 9 % (Weinstein 2005). Susu kambing juga memiliki harga jual yang cukup tinggi yaitu berikisar Rp. 12 000 – Rp. 15 000 per liter (Afandi 2007).

Pakan

Pakan untuk ternak perah menjadi faktor utama yang dapat mempengaruhi produksi dan kualitas susu, bahkan dapat mempengaruhi kesehatan sapi baik fisik maupun reproduksi. Itulah sebabnya pemberian pakan pada ternak perah harus sesuai dengan kebutuhan. Rekomendasi kebutuhan nutrisi kambing perah (NRC 1981) dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Rekomendasi kebutuhan zat gizi kambing perah KEBUTUHAN STATUS BAHAN KERING

(kg) PROTEIN KASAR (kg) TDN (kg) BB 30 Kg, Produksi Susu 1 liter, kadar Lemak 4 %

Kebutuhan zat gizi ternak perah sangat erat hubungannya dengan bobot hidup dan tingkat produksi. Bahkan pada setiap bulan dalam masa laktasi selera makan ternak dapat berubah. Oleh karena itu, perlu pengaturan pemberian pakan pada awal dan akhir laktasi. Pada awal laktasi biasanya akan terjadi neraca negatif, karena zat makanan lebih banyak dikeluarkan ke dalam air susu, feces serta urine dan jumlahnya melebihi jumlah yang diperoleh dari makanan. Dengan demikian, kekurangan zat makanan akan diambil dari tubuh, sehingga ternak akan kehilangan bobot badan. Hal ini tidak dapat dicegah, meskipun dengan meningkatkan jumlah pemberian pakan, karena pada saat berproduksi dan setelah beranak, pakan diperlukan untuk pemulihan kondisi tubuh ternak dan pertumbuhan anak. Sebaliknya, pada akhir laktasi diperlukan penambahan jumlah pakan, untuk mengantisipasi kehilangan bobot badan (Sutardi 1981).

Pakan ternak perah secara umum terbagi atas dua kategori yaitu hijauan dan konsentrat. Hijauan yang biasa diberikan biasanya yang bersifat bulky, tinggi serat dan relatif rendah kandungan energinya, seperti rumput pastura, hay, silase, daun-daunan dan hijauan lainnya, sedangkan konsentrat dapat tersusun dari jagung, gandum dan bahan lainnya yang merupakan sumber protein atau energi, tetapi rendah serat kasar (Sudono et al. 2003). Rumput raja adalah satu di antara sekian banyak jenis hijauan pakan, yang biasa digunakan sebagai pakan kambing PE. Hijauan ini memiliki kandungan gizi baik dan mudah ditanam, sehingga menjadi pilihan dalam penyediaan hijauan (Balitnak 2004).

Selain jenis tanaman konvensional yang sudah dikenal, beberapa jenis tanaman lain mulai mendapat perhatian untuk digunakan sebagai pakan, seperti tanaman herba. Dipilihnya jenis tanaman ini berkaitan dengan ditemukannya manfaat tanaman tersebut, baik dalam memperbaiki gizi ransum, maupun efek fisiologis dan farmakologisnya. Jenis tanaman herba yang mulai dicobakan pada ternak di antaranya daun katuk dan daun bangun-bangun (Depkes 2005).

Daun Bangun-Bangun (Coleus amboinicus Lour)

Daun bangun-bangun (Gambar 2) atau Coleus amboinicus Lour adalah jenis tanaman herba, yang telah lama dikenal di beberapa daerah di Indonesia, terutama daerah Sumatera, khususnya masyarakat Batak (Depkes 2005) dan bahkan telah tersebar luas diberbagai negara terutama negara-negara Asia (NHEI 2005).

Gambar 2 Jenis tanaman daun bangun-bangun (Coleus amboinicus Lour)

Tanaman ini memiliki beberapa sinonim nama seperti Coleus aromaticus

Benth, Coleus carnosus Hassk., Coleus suborbiculata Zoll. & Mor., Plectranthus aromaticus Roxb. (Heyne 1987), Coleus suganda Blanco (Depkes 2005) atau

Plectranthus amboinicus (Menendez and Gonzales 1999, EEBC 2005, NHEI 2005). Di Indonesia dan berbagai negara lain, daun bangun-bangun dikenal dengan banyak variasi nama, seperti pada Tabel 2. Selain memiliki banyak sinonim nama,

ternyata jenis tanaman coleus memiliki banyak varietas di antaranya Compact Grey

(Hamilton 2006), Mexicant Mint dan Hortela Gorda (Kress 2007). Setiap varietas memiliki fungsi farmakologis yang berbeda.

Tabel 2 Beberapa variasi nama Coleus amboinicus Lour.

Daerah Di Indonesia1 Nama Negara Lain2 Nama Batak Bangun-bangun, Torbangun

Australia Five in one

Madura Daun kambing India Ajma paan, Karpooravalli Patharchur, Pashanbandha,

Sunda Aceran East Timor Soldar

Flores Majha nereng Philipine Suganda

Jawa Daun jinten,

daun hati-hati, daun kucing

Malaysia Daun bangun-bangun

Bali Iwak Portugal Oregano, Cuban oregano, Puerto Rican oregano

Timor Kumuetu Vietnam Can day la, Rau cang, Rau thom lun

Melayu Sukan Negara

lainnya

Mother of Herbs, Spanish Thyme, Indian Borage atau Broadleaf Thyme

1

Heyne (1987), BPPT (2002), Depkes (2005)

2

Iyer (2004), Shipard (2005), Allen (2006)

Berdasarkan sistematika klasifikasi tanaman (Heyne 1987, USDA 2005), daun bangun-bangun termasuk dalam :

Kingdom : Plantae

Sub Kingdom : Tracheobionta Super Divisi : Spermatophyta

Divisi : Magnoliophyta

Sub Divisi : Angiospermae

Sub Class : Asteridae

Order : Solanales

Family : Labiatae (Lamiales)

Sub Family : Lamiaceae

Genus : Coleus (Plectranthus)

Species : Coleus amboinicus Lour.

Tanaman daun bangun-bangun adalah sejenis terna (Heyne 1987) atau tumbuhan dengan batang lunak, tidak berkayu atau hanya mengandung jaringan kayu sedikit sekali, sehingga pada akhir masa tumbuhnya mati sampai ke pangkalnya tanpa ada bagian batang yang tertinggal di atas tanah (DEPDIKNAS 2003). Tanaman ini termasuk tanaman annual (setahun) dan perennial (tahunan) (Heyne 1987), biasanya tumbuh liar baik di pekarangan, kebun, bahkan sampai daerah pegunungan, dengan ketinggian 1000 m atau 1100 m dpl dan banyak juga yang memanfaatkan sebagai tanaman rempah-rempahan (BPPT 2002).

Ciri tanaman daun bangun-bangun adalah berbatang bulat, sedikit berbulu dan lunak ; daunnya berbentuk bulat lonjong seperti bed pingpong, tebal dan bergerigi ; jarang berbunga, tetapi mudah dibiakkan dengan stek, pada tempat yang cukup air dan sinar matahari (BPPT 2002). Tanaman ini dapat mencapai tinggi 30 – 45 Cm dengan jarak tanam 38 – 45 Cm (ARCBC 2004). Di negara-negara yang memiliki 4 musim, tanaman ini dapat menghasilkan tiga variasi bunga yaitu merah (Rose; Mauve), Ungu (Violet; Lavender) atau putih (White; Near White) (NHEI 2005).

Banyak khasiat daun bangun-bangun yang telah dilaporkan, informasi lisan disampaikan oleh beberapa masyarakat Batak yang mengembangkan dan menggunakan daun bangun-bangun di antaranya Sihombing (2005), yang mengatakan bahwa daun bangun-bangun biasa digunakan masyarakat Batak untuk menjaga dan meningkatkan kesehatan tubuh, juga untuk meningkatkan jumlah air susu ibu menyusui. Penggunaannya adalah dengan cara dimasak seperti halnya memasak sayuran pada umumnya. Pendapat ini didukung Depkes (2005), yang menyatakan bahwa daun bangun-bangun memiliki berbagai khasiat seperti mengatasi

demam, influenza, batuk, sembelit, radang, kembung, sariawan, sakit kepala, luka/borok, alergi, diare dan meningkatkan sekresi air susu.

Secara ilmiah, khasiat daun bangun-bangun telah dikemukakan beberapa peneliti. Silitonga (1993) melaporkan bahwa penggunaan daun bangun-bangun dapat meningkatkan produksi susu induk tikus putih laktasi sampai 30 %. Penelitian lain yang dilakukan Santosa (2001) mendapatkan bahwa 4 jam setelah pemberian daun bangun-bangun volume air susu ibu menyusui meningkat sebesar 47.4 % dan lebih tinggi dibandingkan kontrol, atau penggunaan lancar ASI maupun moloco + B12, yang berturut-turut hanya meningkat sebesar 14.3 % dan 8.0 %. Demikian halnya, Damanik et al. (2006) melaporkan bahwa ibu-ibu yang mengkonsumsi daun bangun-bangun berada dalam keadaan segar, tidak merasa lelah dan lebih sehat. Selain itu, pada ibu melahirkan, konsumsi daun bangun-bangun membantu mengontrol

postpartum bleeding dan berperan sebagai uterine cleansing agent. Pada ibu menyusui, konsumsi daun bangun-bangun meningkatkan produksi ASI sebesar 65 % dan lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol maupun ibu menyusui yang mengkonsumsi fenugreek capsule, yang hanya meningkatkan produksi ASI sebesar 20 %.

Manfaat lain daun bangun-bangun telah diteliti oleh Sihombing (2000) yang melaporkan bahwa penggunaan daun bangun-bangun dikombinasikan dengan hati ikan dan vitamin C maupun tanpa vitamin C, dapat meningkatkan ketersediaan Fe, yang direfleksikan dengan peningkatan kadar Hb dan Ferritin darah. Namun, dari hasil penelitian Subanu et al. (1982) terungkap bahwa Coleus amboinicus memiliki sifat oksitoksik, yang dapat meningkatkan tonus uterus, sehingga dapat menyebabkan abortus pada marmut. Hal ini diprediksi dapat terjadi pula pada manusia dan ternak lainnya.

Hasil penelitian lain yang dilakukan di Thailand dan dilaporkan oleh Choochoat

et al. (2005) memperlihatkan bahwa Coleus amboinicus L. dan 9 species tanaman lain yang tergolong “Thai Lamiaceous”, memiliki kandungan lemak esensial, dengan efek antimikrobial terhadap beberapa mikroba seperti Staphylococcus aureus

albicans (ATCC10231) dan Microsporum gypseum (clinical isolated). Beberapa peneliti yang telah melakukan analisis terhadap senyawa dalam daun bangun-bangun (Menendez and Gonzales 1999, Burfield 2001, Depkes 2005), juga menemukan bahwa dalam beberapa jenis tanaman herba, termasuk daun bangun-bangun terdapat komponen senyawa aktif seperti thymol dan carvacrol, serta minyak atsiri. Senyawa ini memiliki efek fisiologis dan farmakologis, di antaranya dapat menghambat pertumbuhan Eschericia coli dan Aspergillus flavus yaitu mikroba yang memberikan efek negatif terhadap ternak dan manusia. Namun hasil penelitian ini berbeda untuk setiap individu dan dosis senyawa aktif yang digunakan.

Analisis menggunakan GC dan GC-MS oleh Laboratorium Department of Chemistry Gorakhpur University pada tahun 2006, menemukan kandungan senyawa penting yang berperan aktif dalam metabolisme sel dan merangsang produksi susu dalam Coleus amboinicus Lour. Senyawa tersebut disajikan dalam Tabel 3.

Tabel 3 Kandungan senyawa aktif dalam Coleus amboinicus Lour

Senyawa Aktif Jumlah (%)*

Thymol 94.3 Forskholin 1.5

Carvacrol 1.2

Sumber : Laboratorium Department of Chemistry Gorakhpur University, India (2006) * 97% dari total kandungan asam lemak

Ketiga senyawa tersebut telah diuji manfaat dan efektivitasnya terhadap ternak dan hasil pengujian menunjukkan bahwa :

) Thymol merupakan antibiotik alternatif yang menjanjikan dan dapat digunakan untuk ternak tanpa memberikan efek negatif terhadap daging atau susu yang diproduksi (Acamovic and Brooker 2005). Namun demikian, penggunaan thymol dosis tinggi dapat mengurangi jumlah bakteri coliform dalam digesta ayam (Cross et al. 2004), mengurangi fermentasi oleh mikroorganisme dalam saluran pencernaan ayam (Shanmugavelu et al. 2004) dan mengurangi kecepatan deaminasi asam amino dan degradasi protein oleh mikroba (Castillejos et al. 2005).

) Senyawa carvacrol dikenal sebagai senyawa antiinfeksi dan antiinflamasi (Burfield 2001), tetapi dari penelitian Ilsley et al. (2004) terungkap bahwa penggunaan carvacrol dalam suatu campuran ekstrak tanaman sebagai suplemen dalam ransum babi laktasi menghasilkan litter size, bobot lahir, kecernaan bahan kering, kecernaan bahan organik, dan kecernaan protein lebih tinggi dibanding babi laktasi yang diberi ransum tanpa suplementasi.

) Sahelian (2006), melaporkan bahwa senyawa forskolin bersifat membakar lemak menjadi energi.

Selain ketiga senyawa tersebut, dalam daun bangun-bangun juga telah ditemukan beberapa senyawa lain, yang memiliki efek farmakologis, seperti pada Tabel 4. Dari berbagai hasil penelitian dan analisis, Lawrence et al. (2005),

Tabel 4 Beberapa senyawa penting lainnya dalam daun bangun-bangun (Coleus amboinicus Lour) dan efek farmakologisnya

Senyawa Aktif Efek Farmakologis Komposisi

(%) 1,8-Cineole1) Efektif terhadap alergi, expectorant 8.72 p-Cyminene (α-p dimethyl

styrene)2)

Analgesic, anti flu 45.7

p-Cymene2) Analgesic, anti flu 11.8

α-Terpinene2) Antioksidan 4.6

-Terpinene2) Antioksidan 9.3

Limonene2) Anti bacterial, anti kanker 3.6

Phytosterol3) Bersifat steroid -

1)

Menendez and Gonzales (1999)

2)

Burfield (2001)

3)

Depkes (2005)

mengemukakan bahwa secara umum dalam daun bangun-bangun telah ditemukan tiga komponen utama. Komponen pertama adalah senyawa-senyawa yang bersifat laktagogue, yaitu komponen yang dapat menstimulir produksi kelenjar air susu pada induk laktasi. Komponen kedua adalah komponenzat gizi dan komponen ketiga adalah komponen farmakoseutika yaitu senyawa-senyawa yang bersifat buffer, antibacterial, antioksidan, pelumas, pelentur, pewarna dan penstabil. Jenis dan

proporsi ketiga komponen tersebut disenaraikan dalam Tabel 5. Dosis penggunaan berkisar 0.25 sampai 10 g/kg bobot badan/hari, yang bervariasi menurut umur dan status fisiologis ibu atau induk ternak.

Tabel 5 Komponen utama dan proporsinya dalam daun bangun-bangun (Coleus amboinicus Lour)

Komponen Utama

Jenis Komponen Proporsi (%) Senyawa

Lactagogue

3-ethyl-3-hydroxy-5-alpha andostran-17-one, 3,4-dimethyl-2-oxocyclopent-3-enylacetic acid, monomethyl succinate, phenylmalonic acid, cyclopentanol, 2-methyl acetate dan methylpyro glutamate, senyawa sterol, steroid, asam lemak, asam organik.

10 – 50

Nutrient Protein, vitamin dan mineral 5 – 25

Senyawa

Farmakoseutika

Senyawa-senyawa yang bersifat buffer, antibacterial, antioksidan, pelumas, pelentur, pewarna dan penstabil

10 - 30

Sumber : Lawrence et al. (2005)

Mineral Zn

Sampai saat ini, pemberian pakan pada ruminansia khususnya kambing perah, masih dititik beratkan pada pemenuhan kebutuhan protein dan energi untuk ternak yang bersangkutan. Padahal zat gizi lain, fungsinya tidak kalah pentingnya. Zat gizi yang dimaksud adalah mikronutrien atau mineral. Banyak hasil penelitian telah memperlihatkan peran penting mineral, sebagai mikronutrien, dalam berbagai proses fisiologis, metabolisme, produksi dan reproduksi. Salah satu mineral yang cukup penting peranannya adalah seng (Underwood and Suttle 1999).

Seng (Zn) adalah salah satu trace elemen yang secara biologis mempunyai fungsi structural, regulasi dan katalitik (Cousins 1996). Zn dapat meregulasi calmodulin, protein kinase C, pengikat hormon tiroid. Zn juga merupakan faktor

penting dalam pemeliharaan functional immune system. Zn sebagai komponen hormon timosin penghasil sel thymic, yang meregulasi cell mediated immunity (NRC 2001).

Fungsi katalitik Zn terlihat dari banyaknya enzim yang mengandung Zn. Lebih dari 50 enzim telah diketahui mengandung Zn, seperti RNA nukleotida transferase (RNA polymerase I, II dan III), alkalin fosfatase, karbonik anhidrase (Cousins 1996), superoksida dismutase, alcohol dehidrogenase, karboksi peptidase, (NRC 2001), aldolase, timidin kinase, piridoksil fosfokinase, fosfoglukomutase, fosfolipase, piruvat karboksilase, ornitin karbamil transferase, alfa amylase dan kolagenase (Piliang 2001), yang berpengaruh terhadap metabolisme karbohidrat, protein, lemak dan asam nukleat.

Menurut Goff and Stabel (1990), seng bersama-sama dengan vitamin A (retinol) dan vitamin E (α-tokoferol), esensial untuk kesehatan dan performans optimal. Defisiensi seng dapat menyebabkan terjadinya atrofi thymic, kehilangan fungsi T-sel, mengurangi konsentrasi hormone thymic dan stress. Hal ini dapat menyebabkan penyakit infeksi dan klinis terutama pada sapi perah yang mudah menderita mastitis dan enteritis dua minggu sebelum dan sesudah partus akibat kehilangan fungsi sel imun.

Jenkins and Kramer (1992), menyatakan bahwa mineral Zn berfungsi mencegah perubahan lipid jaringan yang disebabkan oleh kelebihan Cu. Penambahan seng (500 atau 1 000 ppm) memberikan efek: (1) pengurangan konsentrasi dan perubahan komposisi asam lemak khususnya ester kolesterol plasma, yang berpengaruh terhadap penghambatan aktivitas lesitin kolesterol asil transferase ; (2) perubahan desaturasi dan elongasi asam lemak esensial dan konsentrasi fosfolipid jaringan; dan (3) perubahan struktur dan fungsi membran sel serta produksi dan aktivitas prostanoid dan leukotrien.

Zn ditemukan diseluruh bagian tubuh seperti kelenjar prostat, sel darah, terutama sum-sum tulang dan ginjal. Konsentrasi Zn lebih besar terdapat dalam kolostrum dibanding dalam susu. Tingginya Zn kolostral direfleksikan dengan tingginya konsentrasi Zn dalam kasein dan whey (Miller et al. 2003).

Pada kambing perah, Zn harus disuplai secara kontinyu sebab hanya sedikit yang dapat disimpan dalam tubuh dalam bentuk tersedia atau siap pakai. Defisiensi Zn dapat menyebabkan parakeratosis, pengeluaran saliva berlebihan, testikel kecil, pertumbuhan tanduk berlebihan, libido rendah, konsumsi menurun dan kehilangan bobot badan pada kambing. Kebutuhan minimum Zn per hari untuk kambing belum ditetapkan, namun dosis 10 ppm merupakan batas paling minimum dan level 1000 ppm menyebabkan toksik (NRC 1981). Hasil penelitian Toharmat et al. (2007), mendapatkan bahwa status Zn plasma kambing PE muda yang mendapat berbagai jenis pakan sumber serat masih belum optimum (0.62 – 0.95 ppm), yang menggambarkan kebutuhan Zn belum terpenuhi, sehingga kambing masih toleran terhadap peningkatan konsumsi Zn atau tingginya kadar Zn ransum yang mencapai 97 – 157 ppm. Kebutuhan Zn ini sangat dipengaruhi oleh dua faktor yaitu : (1) adanya interaksi dengan komponen lain seperti asam folat yang dapat menghambat penyerapan Zn (Lonnerdal 1988), atau Cu dimana Zn dapat menyebabkan defisiensi Cu (NRC 2001). (2) adanya chelat organik dalam diet, seperti asam fitat, yang dapat membentuk kompleks Zn-asam fitat, sehingga menurunkan absorpsi Zn (Piliang 2001). Keadaan ini dapat menyebabkan defisiensi Zn dan mengakibatkan anoreksia, kecepatan pertumbuhan menurun, rambut atau bulu kasar dan jarang, hyperkeratosis dan parakeratosis pada kulit (Cousins 1996), juga aktivitas enzim karboksi peptidase dalam pankreas dapat menurun sampai 50 % (Piliang 2001).

Menurut Jinderpal and Kaushal (1993), konsentrasi yang tinggi dari Zn dan beberapa ion metal seperti Cu, Co, Cd dan Mn, dapat menghambat pelepasan dan akumulasi ammonia akibat suplementasi urea. Demikian halnya, suplementasi seng dan mineral lainnya seperti Cu, Co dan Mn di atas level kebutuhan, meningkatkan jumlah sapi yang tidak bunting (Olson et al. 1999).

Arelovich et al. (2000) melaporkan bahwa suplementasi Zn pada konsentrasi rendah (10 - 15 ppm) menghambat hidrolisis urea dan retardasi akumulasi ammonia rumen (in vitro) pada sapi. Ketika dosis harian suplemen Zn ditingkatkan menjadi 250 ppm, proporsi propionate meningkat dan ratio asetat : propionat menurun, dan berpotensi menurunkan keracunan urea serta merubah pola VFA dalam rumen,

sedangkan penambahan 470 ppm Zn cenderung menekan daya cerna. Penelitian lainnya yang dilakukan Arrayet et al. (2002) mendapatkan bahwa kadar Zn sampai 100 mg/kg diet tidak memperlihatkan hasil yang berarti terhadap pertumbuhan anak sapi Holstein.

Menurut Wedekind and Baker (1990), Zn yang biasa digunakan sebagai suplemen dalam industri makanan ternak beragam jenisnya, salah satunya ZnO, dengan kadar zinc 72 %. Hasil pengujian Wedekind et al. (1992), terhadap ketersediaan secara biologis mineral zinc, mendapatkan bahwa sumber zinc dalam bentuk Zn-methionine lebih baik dibanding ZnO, namun secara teknis ZnO lebih banyak digunakan dan mudah diperoleh.

Vitamin E

Vitamin adalah komponen organik yang esensial untuk menjalankan fungsi normal tubuh, namun tidak dapat disintesis dalam jumlah cukup oleh jaringan tubuh. Dalam jumlah yang sangat sedikit, vitamin dibutuhkan sebagai mediator, koenzim atau senyawa yang terlibat langsung dalam proses metabolisme (McDonald et al.

2002).

Vitamin E (Gambar 3) digunakan sebagai pendeskripsi generic untuk semua turunan senyawa tocol dan tocotrienol, yang mempunyai aktivitas biologi α-tocoferol. Sedikitnya telah ditemukan 8 bentuk tokoferol yang dibuat oleh tanaman. Bentuk ini dibedakan atas letak gugus metal pada cincin fenil dari rantai cabang molekul. Produk tersebut terdiri dari 4 metiltokol (tokoferol) dan 4 tocotrienol (Hennekens et al.

2005).

Gambar 3 Struktur vitamin E

Vitamin E adalah antioksidan yang larut dalam lemak, ditemukan dalam membran sel (Gambar 4), pada bagian hidrofilik interior, bersama komponen lainnya seperti molekul protein, kolesterol dan fosfolipid (Hopkins 2007). Vitamin ini memiliki peran utama mencegah kerusakan asam lemak tidak jenuh akibat radikal bebas dan perubahan akibat polutan, serta memelihara integritas membran sel melalui penghambatan peroksidasi lemak (Hughes 2003).

Gambar 4 Vitamin E dalam membran sel (Sumber : Hopkins 2007)

Vitamin E, sebagai antioksidan intraseluler yang kuat, juga berperan melindungi limfosit dan monosit dari gangguan radikal bebas pada DNA, sehingga bermanfaat dalam memperlambat kerusakan sel, yang menyebabkan penuaan dini. Di samping itu, vitamin ini memberikan efek protektif terhadap penyakit jantung dan perawatan kulit, memberikan efek perlindungan terhadap vitamin A dari oksidasi di dalam saluran pencernaan dan yang terpenting adalah keterlibatannya dalam total sistem imun, yaitu meningkatkan reaksi hipersensitivitas lambat dari sistem imun.

Reaksi ini memberikan respons imunologis untuk melawan kanker, parasit dan infeksi kronis (Vitahealth 2004).

Kebutuhan vitamin E sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor dalam makanan diantaranya interaksi dengan beberapa mineral seperti Se, Zn dan Cu, asam lemak tidak jenuh dan asam amino yang mengandung sulfur. Vitamin E tidak disimpan dalam jumlah besar dalam jaringan tubuh. Dengan demikian, defisiensi vitamin E sering terjadi. Defisiensi vitamin E dapat menyebabkan gangguan sistem saraf pusat, degenerasi saraf perifer dan hemolisis sel darah merah (Hennekens et al. 2005).

Penelitian Danikowski et al. (2002) mendapatkan bahwa pemberian vitamin E dosis tinggi, sampai taraf 10 000 IU/Kg ransum, meningkatkan volume dan densitas semen serta total spermatozoa, berat testis dan bobot badan ayam jantan. Demikian halnya, hasil penelitian Papageorgiou et al. (2003) mendapatkan bahwa suplementasi vitamin E dalam bentuk α-tokoferil asetat, meningkatkan kadar vitamin E dalam bagian tubuh yaitu dada, paha, hati dan jantung.

Menurut Lonnerdal (1988), vitamin E bersama-sama Zn, sangat penting untuk menjaga kesehatan dan memelihara performans. Mekanisme interaksi Zn-vitamin E terjadi pada level membran. Zn dapat memperbaiki integritas membran, sedangkan vitamin E memelihara struktur membran dan melindungi dari stress peroksidasi. Dengan demikian, Zn-vitamin E secara sinergis mempertahankan integritas membran sel. Hasil penelitian Hurley et al. (1983), mendapatkan bahwa transport Zn atau vitamin E melewati membran sel tergantung pada level Zn atau vitamin E dalam membran.

Pencernaan dan Metabolisme Pada Ternak Ruminansia

Pada ternak perah, optimalisasi bioproses dalam rumen diketahui dari proses metabolisme, yang dapat diukur dari tingkat konsumsi dan ketersediaan zat gizi dalam darah untuk sintesis air susu. Zat gizi yang dimaksud adalah protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral. Metabolisme terjadi setelah melalui proses

pencernaan dan penyerapan dalam saluran pencernaan, yang melibatkan kerja organ

Dokumen terkait