• Tidak ada hasil yang ditemukan

Suplementasi daun bangun bangun dan Zicn vitamin E dalam ransum untuk mempertahankan metabolisme dan produksi susu kambing peternakan etawah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Suplementasi daun bangun bangun dan Zicn vitamin E dalam ransum untuk mempertahankan metabolisme dan produksi susu kambing peternakan etawah"

Copied!
188
0
0

Teks penuh

(1)

SUPLEMENTASI DAUN BANGUN-BANGUN

(

Coleus amboinicus

Lour) DAN ZINC-VITAMIN E

DALAM RANSUM UNTUK MEMPERBAIKI METABOLISME

DAN PRODUKSI SUSU KAMBING PERANAKAN ETAWAH

SIENTJE DAISY RUMETOR

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Suplementasi Daun Bangun-Bangun (Coleus amboinicus Lour) dan Zinc-Vitamin E dalam Ransum untuk memperbaiki Metabolisme dan Produksi Susu Kambing Peranakan Etawah adalah karya saya sendiri dengan arahan Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir disertasi ini.

Bogor, Juli 2008

(3)

ABSTRAK

SIENTJE DAISY RUMETOR. Suplementasi Daun Bangun-Bangun (Coleus amboinicus Lour) dan Zinc-Vitamin E dalam ransum untuk memperbaiki Metabolisme dan Produksi Susu Kambing Peranakan Etawah. Dibimbing oleh JAJAT JACHJA, REVIANY WIDJAJAKUSUMA, IDAT GALIH PERMANA dan I KETUT SUTAMA.

Tujuan utama penelitian ini adalah mengkaji suplementasi daun bangun-bangun dan Zn-vitamin E dalam ransum untuk memperbaiki metabolisme dan produksi susu pada kambing peranakan etawah. Penelitian dilaksanakan dalam dua percobaan, yang diawali dengan penanaman daun bangun-bangun. Pada percobaan pertama, 6 perlakuan dievaluasi melalui percobaan in vitro, yang dirancang dengan Rancangan Acak Kelompok pola faktorial. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa suplementasi daun bangun-bangun dan Zn-vitamin E sangat nyata (P<0.01) meningkatkan kecernaan bahan kering (6.17 – 29.37 %), bahan organik (6.46 – 29.58 %) dan produksi VFA total (9.27 – 50.47 %), dengan keeratan hubungan positif, tetapi tidak ada interaksi di antara kedua suplemen. Penambahan daun bangun-bangun dalam ransum menurunkan produksi NH3 (0.29 – 16.71 %), pH rumen (0.08 – 0.10 poin) dan jumlah mikroba sebesar (1 – 4 (x 105 )) cfu/ml dalam rumen kambing PE in vitro, atau memiliki keeratan hubungan negatif, tetapi di antara level daun bangun-bangun tidak terdapat perbedaan (P>0.01). Pada percobaan kedua, 8 perlakuan diuji melalui percobaan in vivo terhadap 24 ekor kambing PE. Percobaan dirancang dengan Rancangan Acak Kelompok pola faktorial. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa interaksi pengaruh di antara suplementasi daun bangun-bangun dan Zn-vitamin E sangat nyata (P<0.01) meningkatkan konsumsi zat gizi (2.33 – 224.43 %), kadar komponen kimia dalam darah (3.59 – 50.00 %), kadar Hb dan RBC darah (8.48 – 12.00 g/dL dan 9.06 – 11.87 (x105 ml)), produksi dan komposisi susu (67.22 - 98.65 % dan 0.87 % - 176.47 %), serta tetap mempertahankan kadar pH darah pada 7.37 – 7.45 dan menghasilkan bobot badan anak lebih tinggi yaitu berkisar antara 11.4 – 11.8 kg pada umur 16 minggu. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa suplementasi daun bangun-bangun dan Zn-vitamin E dalam ransum, dapat digunakan untuk memperbaiki metabolisme dan meningkatkan produksi dan kualitas susu kambing PE.

Kata kunci : coleus amboinicus, zn-vitamin E, metabolisme rumen, produksi susu, kambing PE

(4)

ABSTRACT

SIENTJE DAISY RUMETOR. Supplementation of Bangun-Bangun Leaf (Coleus amboinicus Lour) and Zinc-Vitamin E in ration to improve Metabolism and Milk Production of Etawah Grade Goats. Under supervision of JAJAT JACHJA, REVIANY WIDJAJAKUSUMA, IDAT GALIH PERMANA and I KETUT SUTAMA.

The main objective of this study was to investigated the effects of bangun-bangun leaf (Coleus amboinicus Lour) and zinc-vitamin E supplementation in basal ration to improve rumen metabolism and milk production of etawah grade goats. This study was conducted in two experiments. In the first experiment, 6 treatments were evaluated using in vitro batch cultures, with a factorial randomized block design. It was found that bangun-bangun leaf and Zn-vitamin E supplementation significantly (P<0.01) increased dry matter (DM) and organic matter (OM) digestibility and Volatile Fatty Acid (VFA) concentrations 6.17 – 29.37 %, 6.46 – 29.58 % and 9.27 – 50.47 % respectively, in positive correlations. Supplementation of bangun-bangun leaf was decreased amonia (NH3) concentration (0.29 – 16.71 %), rumen pH (0.08 – 0.10 point) and total microbe (1- 4 (x 105) cfu/ml) in vitro rumen fluid of etawah grade goats, or has negative correlations, but between bangun-bangun leaf levels, not significant (P>0.01). In the second experiment, 8 treatments were evaluated by in vivo experiment using 24 etawah goats, with factorial randomized block design. There were significant (P<0.01) interaction effect between bangun bangun leaf and Zn-vitamin E supplementation on some parameters measured. Treatments were increased nutrient consumption (2.33 – 224.43 %), blood component (2.33 – 224.43 %), Hb and RBC blood (8.48 – 12.00 g/dL and 9.06 – 11.87 (x105 ml)), milk production and composition (67.22 - 98.65 % and 0.87 – 176.47 %), but blood pH was not influenced and also body weight of weaning is 11.4 – 11.8 kg at 16 weeks was higher compared to control. In conclusion, bangun-bangun leafand Zn-vitamin E suplementation could be use to improve metabolism and milk yield and quality in etawah goat.

(5)

RINGKASAN

SIENTJE DAISY RUMETOR. Suplementasi Daun Bangun-Bangun (Coleus amboinicus Lour) dan Zinc-Vitamin E dalam ransum untuk memperbaiki Metabolisme Rumen dan Produksi Susu Kambing Peranakan Etawah. Dibimbing oleh JAJAT JACHJA, REVIANY WIDJAJAKUSUMA, IDAT GALIH PERMANA dan I KETUT SUTAMA.

Tingkat konsumsi protein hewani masyarakat Indonesia belum memenuhi standar kecukupan protein yang ditetapkan pemerintah Indonesia. Kecukupan gizi ini seharusnya dipenuhi dengan mengkonsumsi pangan asal hewan di antaranya susu. Namun pola konsumsi susu, hanya terfokus pada satu jenis yaitu susu asal sapi perah, yang hanya tersedia di beberapa daerah tertentu saja.

Kambing perah dari jenis PE sekarang ini telah mulai dikembangkan terutama di daerah-daerah yang kurang cocok untuk sapi perah. Namun produksi susu ternak ini masih rendah. Selain rendahnya mutu pakan, optimalisasi metabolisme rumen juga sangat mempengaruhi produksi susu. Perbaikan mutu pakan dapat dilakukan melalui suplementasi atau fortifikasi, di antaranya dengan suplementasi daun bangun-bangun (Coleus amboinicus Lour). Tanaman ini telah diuji dapat membantu menstimulasi produksi susu pada manusia dan tikus. Selain itu, proses metabolisme yang berlangsung dalam rumen, penyerapan zat gizi dan ketersediaan zat gizi dalam darah untuk proses pembentukan air susu, harus optimal. Suplementasi Zn-vitamin E dapat membantu proses tersebut.

Berdasarkan asumsi di atas, penelitian ini dirancang dalam dua percobaan, yang dimulai dengan percobaan pendahuluan, yaitu percobaan untuk memahami terlebih dahulu karakteristik dan kandungan gizi tanaman. Percobaan pertama adalah percobaan in vitro, untuk menguji efek suplementasi daun bangun-bangun dan Zn-vitamin E terhadap metabolisme rumen in vitro dan percobaan kedua adalah percobaan in vivo, untuk mengaplikasikan suplementasi daun bangun-bangun dan Zn-vitamin E dalam ransum kambing PE dan mengkaji efeknya terhadap produksi susu.

Selama persiapan dan penanaman daun bangun-bangun (percobaan pendahuluan), diketahui beberapa karakter tanaman yaitu mudah dibiakkan dengan stek. Tanaman ini tidak tahan terhadap curah hujan dan penyinaran yang berlebihan (mudah busuk atau layu), dapat tumbuh lebih baik apabila terdapat tanaman pelindung dan dapat dipanen pada umur 3 bulan. Hasil analisis memperlihatkan bahwa zat gizi yang terkandung dalam daun bangun-bangun cukup baik. Kandungan gizi yang cukup tinggi dalam daun bangun-bangun, mempengaruhi kandungan gizi ransum secara keseluruhan.

(6)

11.00 – 24.14 %, 9.82 – 23.12 % dan 9.13 – 50.34 %. Adanya peningkatan kecernaan terjadi karena aktivitas senyawa carvacrol yang dapat mereduksi kecepatan deaminasi asam amino dan degradasi dan juga dapat mengurangi kecepatan peptidolisis, serta fungsi katalitik Zn-vitamin E. Hasil penelitian juga memperlihatkan penurunan produksi N-NH3 in vitro sebesar 0.29 – 16.72 %. Penurunan kadar NH3 yang signifikan, terjadi karena reaksi senyawa aktif thymol dalam daun bangun-bangun. Senyawa ini adalah isomer senyawa carvacrol yang memiliki efek terbalik dengan carvacrol. Selain itu, diduga terjadi perubahan populasi mikroba yaitu populasi mikroba proteolitik menurun, sedangkan populasi mikroba selulolitik meningkat, sehingga produksi NH3, mengalami penurunan. Nilai pH dan jumlah mikroba rumen in vitro dalam penelitian ini juga menurun, berturut-turut sebesar 0.08 – 0.10 poin dan 1 – 4 (x 105 ) cfu/ml, namun masih berada dalam kisaran normal. Hal ini disebabkan karena meningkatnya kadar VFA, sehingga kadar pH menurun dan penurunan ini mempengaruhi jumlah mikroba. Peningkatan produksi VFA dan penurunan produksi N-NH3 menggambarkan adanya perubahan populasi mikroba yaitu menurunnya populasi mikroba proteolitik dan meningkatnya populasi mikroba selulolitik.

Pada percobaan in vivo, diperoleh bahwa interaksi pengaruh di antara suplementasi daun bangun-bangun dan Zn-vitamin E sangat nyata (P<0.01) meningkatkan konsumsi zat gizi (2.33 – 224.43 %), kadar komponen kimia dalam darah (3.59 – 50.00 %), kadar Hb dan RBC darah/dL (8.48 – 12.00 g/dL dan 9.06 – 11.87 (x105 ml)), produksi dan komposisi susu (67.22 - 98.65 % dan 0.87 % - 176.47 %), serta tetap mempertahankan kadar pH darah pada 7.37 – 7.45 dan menghasilkan bobot badan anak lebih tinggi yaitu berkisar antara 11.4 – 11.8 kg pada umur 16 minggu.

Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan tersebut adalah palatabilitas pakan, dalam hal ini daun bangun-bangun dengan kandungan gizinya yang cukup tinggi. Selain itu, senyawa aktif dalam daun bangun-bangun yang bersifat buffer dan penstabil, dapat mempertahankan kadar pH darah. Meningkatnya kadar Hb dan RBC dalam darah disebabkan karena ketersediaan Fe dalam daun bangun-bangun yang cukup baik serta adanya suplementasi Zn-vitamin E dan ketersediaan mineral lain dalam darah yang mengalami peningkatan, sehingga proses sintesis Hb menjadi lebih baik. Kadar RBC darah erat kaitannya dengan kadar Hb darah.

(7)

proses metabolisme rumen, sehingga ketersediaan precursor dalam darah semakin meningkat. Terdapat korelasi positif antara metabolit darah dengan komposisi susu. Semakin meningkat kadar metabolit darah, semakin meningkat komposisi zat gizi susu. yang dihasilkan akan berbeda. Bobot badan anak yang menyusu pada induk yang diberi ransum dengan suplementasi daun bangun-bangun dan Zn-vitamin E, lebih tinggi dibandingkan bobot badan anak yang menyusu pada induk yang diberi ransum tanpa suplementasi daun bangun-bangun dan Zn-vitamin E. Bobot badan ini juga mengalami peningkatan sejalan dengan meningkatnya level suplementasi daun bangun-bangun dalam ransum.

Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa daun bangun-bangun dan Zn-vitamin E dapat digunakan sebagai suplemen dalam ransum kambing PE untuk memperbaiki metabolisme, produksi dan kualitas susu.

(8)

©

Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2008

Hak cipta dilindungi

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(9)

SUPLEMENTASI DAUN BANGUN-BANGUN

(

Coleus amboinicus

Lour) DAN ZINC-VITAMIN E

DALAM RANSUM UNTUK MEMPERBAIKI METABOLISME

DAN PRODUKSI SUSU KAMBING PERANAKAN ETAWAH

SIENTJE DAISY RUMETOR

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Ilmu Ternak

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(10)

Penguji pada Ujian Tertutup : Dr. Ir. Suryahadi DEA

(11)

Judul Disertasi : Suplementasi Daun Bangun-Bangun (Coleus amboinicus

Lour) dan Zinc-Vitamin E dalam Ransum untuk

memperbaiki Metabolisme dan Produksi Susu Kambing Peranakan Etawah

Nama : Sientje Daisy Rumetor

NIM : D061020111

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Jajat Jachja, M.Agr Prof. Drh. Reviany Widjajakusuma, PhD, M.Sc Ketua Anggota

Dr. Ir. Idat Galih Permana, M.Sc Dr. Ir. I Ketut Sutama, M.Sc Anggota Anggota

Diketahui

Ketua Departemen INTP Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Dr. Ir. Idat Galih Permana, M.Sc Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS

(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis persembahkan kepada Allah Bapa melalui puteraNya Jesus Kristus, atas limpahan kasih, berkat dan anugerahNya, sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Topik yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak Juli 2005 sampai dengan Maret 2007 ini adalah meningkatkan produktivitas kambing peranakan etawah, dengan judul Suplementasi Daun Bangun-Bangun (Coleus amboinicus Lour) dan Zinc-Vitamin E dalam Ransum untuk memperbaiki Metabolisme dan Produksi Susu Kambing Peranakan Etawah.

(13)

dan Semarang, hormat dan terima kasih atas dukungan doa dan bantuan materil. Dengan segala hormat dan kasih penulis persembahkan karya ini untuk suami tercinta Irba Unggul Warsono dan anak-anak tersayang Arbitta Arum Sientiasari dan Rinaldi Amanda Magista, yang juga sedang berjuang dalam studi mereka.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat

(14)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bitung, Sulawesi Utara, pada tanggal 22 November 1962, sebagai anak kedua dari empat bersaudara dari ayah Jan Gerson Rumetor dan Ibu Joe Po Tjoe. Pendidikan sarjana ditempuh di Fakultas Peternakan Universitas Sam Ratulangi Manado, lulus tahun 1986. Pada tahun 1991 penulis diterima di program magister pada Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran Bandung, dan menamatkannya pada tahun 1994. Kesempatan untuk melanjutkan ke program doktor pada Program Studi Ilmu Ternak Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, penulis peroleh pada tahun 2002.

Saat ini penulis bekerja sebagai Lektor Kepala di Fakultas Peternakan dan Ilmu Kelautan (FPPK) Universitas Negeri Papua Manokwari, sejak tahun 1987, dalam bidang Nutrisi Ternak.

(15)

DAFTAR ISI

Halaman

PRAKATA …………..………. DAFTAR TABEL ………. DAFTAR GAMBAR ...………. DAFTAR LAMPIRAN ……….

xii xviii

xx xxii PENDAHULUAN ………...

Latar Belakang ………. Tujuan Penelitian ..……….. Hipotesis ……….. Manfaat Penelitian ...……… TINJAUAN PUSTAKA ………... Kambing Peranakan Etawah ……… - Potensi ….………. ……… - Pakan……….………. Daun Bangun-Bangun ……. ……… Mineral Zn . ………. Vitamin E….. ………... Pencernaan dan Metabolisme Pada Ternak Ruminansia …...

- Tingkat Konsumsi ………... - Proses Pencernaan ………. - Metabolisme Karbohidrat ……….

- Metabolisme Lemak .………

- Metabolisme Protein ………. - Metabolisme Mineral Zn .………. - Metabolisme Vitamin E ………. Laktasi …….. ……….………...

- Biosintesis dan Sekresi Susu ……..………... - Faktor yang mempengaruhi Produksi Susu ………... - Komposisi Zat Gizi Susu …………..………...

1 1 5 5 6 7 7 7 8 10 16 19 21 22 22 23 25 27 30 31 31 33 36 38

PERSIAPAN TANAMAN DAUN BANGUN-BANGUN UNTUK PERCOBAAN IN VITRO DAN IN VIVO ………

Pendahuluan ……… Bahan dan Metode…..………. - Waktu dan Tempat..……….. - Bahan Penelitian .……….. - Metode Penelitian……….. - Analsis Statistik………..

(16)

Hasil dan Pembahasan……….. - Karakteristik Tanaman.………..

- Komposisi Gizi………

- Produksi ………..

Simpulan ………

SUPLEMENTASI DAUN BANGUN-BANGUN (Coleus amboini- cus Lour) DAN Zn-VITAMIN E DALAM RANSUM TERHADAP METABOLISME RUMEN IN VITRO KAMBING PE ………

Pendahuluan ………..……… Bahan dan Metode..………..

- Waktu dan Tempat..……….. - Bahan Penelitian .………. - Metode Penelitian………. - Analsis Statistik……… Hasil dan Pembahasan………

- Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik …………. - Produksi VFA Total ………….……… - Produksi N-NH3….……….

- pH Cairan Rumen ……….………

- Mikroba Cairan Rumen ……… Simpulan ………

SUPLEMENTASI DAUN BANGUN-BANGUN (Coleus amboini- cus Lour) DAN Zn-VITAMIN E DALAM RANSUM TERHADAP PRODUKSI SUSU KAMBING PE ………

Pendahuluan ………..……… Bahan dan Metode..………..

- Waktu dan Tempat..……….. - Bahan Penelitian .………. - Metode Penelitian………. - Analisis Statistik……… Hasil dan Pembahasan……… - Performa Kambing Penelitian ……….

- Metabolisme Rumen ………

- Konsumsi Bahan Kering dan Zat Gizi Ransum .…… - Komponen Kimia dalam Darah .………. - Kadar pH, Hb dan RBC Darah………

- Produksi Susu ………

(17)

PEMBAHASAN UMUM ………... SIMPULAN DAN SARAN .…………...

- Simpulan ……….……….

- Saran ……… ………

DAFTAR PUSTAKA ………... LAMPIRAN ………..

108 126 126 127

(18)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1 Rekomendasi Kebutuhan Zat Gizi Kambing Perah ………. 8

2 Beberapa variasi nama Coleus amboinicus Lour. ………… 11

3 Kandungan senyawa aktif dalam Coleus amboinicus

Lour.……….

14

4 Beberapa Senyawa Penting lainnya dalam Daun Bangun-Bangun (Coleus amboinicus Lour.) dan Efek farmakologis nya ………

15

5 Komponen utama dan proporsinya dalam Daun Bangun-Bangun (Coleus amboinicus Lour.) ………

16

6 Perbandingan beberapa komponen susu dengan precursor (material serupa) dalam darah ternak sapi ………

34

7 Variasi komposisi susu beberapa species ternak dan manusia ………

39

8 Hasil analisis komposisi susu kambing dari beberapa peneliti ……….

39

9 Perbedaan komposisi susu kambing PE pada waktu pemerahan pagi dan sore hari ………..

40

10 Syarat fisik dan kimia minimal yang harus dipenuhi susu menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) susu. …………

41

11 Komposisi zat gizi daun bangun-bangun (Coleus

amboinicus Lour.) ………

47

12 Komposisi bahan penyusun ransum ……… 51

13 Komposisi zat gizi ransum perlakuan ………. 51

(19)

15 Kecernaan bahan kering dan bahan organik in vitro dari ransum yang disuplementasi daun bangun-bangun dan

Zn-vitamin E ……… 54

16 Produksi VFA total in vitro dari ransum yang disuplementasi daun bangun-bangun dan Zn-vitamin E …..

57

17 Produksi N-NH3 in vitro dari ransum yang disuplementasi daun bangun-bangun dan Zn-vitamin E ………...

59

18 Kadar pH cairan rumen in vitro ……… 62

19 Jumlah mikroba cairan rumen in vitro ………. 63

20 Komposisi zat gizi ransum basal (R0) dan ransum basal + Zn-vitamin E (R1) serta daun bangun-bangun yang digunakan ……….

71

21 Perlakuan yang dikenakan terhadap kambing PE dalam penelitian ………...

73

22 Kelompok bobot badan, lama bunting dan bobot lahir anak kambing PE………...

78

23 Konsumsi bahan kering dan zat gizi makro kambing PE yang diberi pakan suplementasi daun bangun-bangun dan Zn-vitamin E……….

80

24 Konsumsi zat gizi mikro kambing PE yang diberi pakan suplementasi daun bangun-bangun dan Zn-vitamin E …..

81

25 Kadar komponen kimia makro dalam darah kambing PE yang diberi pakan suplementasi daun bangun-bangun dan Zn-vitamin E……….

84

26 Kadar komponen kimia mikro dalam darah kambing PE yang diberi pakan suplementasi daun bangun-bangun dan Zn-vitamin E……….

85

27 Kadar pH, Hb dan RBC dalam darah kambing PE yang diberi pakan suplementasi daun bangun-bangun dan Zn-vitamin E ………...

91

(20)

daun bangun-bangun dan Zn-vitamin E ………..……...

29 Komposisi zat gizi makro susu kambing PE yang diberi pakan suplementasi daun bangun-bangun dan Zn-vitamin E ………

101

30 Komposisi zat gizi susu mikro kambing PE yang diberi pakan suplementasi daun bangun-bangun dan Zn-vitamin E ………

(21)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1 Jenis kambing peranakan etawah ………. 7

2 Jenis tanaman daun bangun-bangun (Coleus amboinicus Lour.) ……….. 10 3 Struktur vitamin E ……….. 19

4 Vitamin E dalam membrane sel ………. 20

5 Metabolisme karbohidrat pada ruminansia ……… 24

6 Metabolisme lemak pada ruminansia ………. 26

7 Metabolisme protein pada ruminansia ………. 28

8 Kelenjar susu ternak perah ………... 32

9 Mekanisme pelepasan hormon dan ekskresi susu ………… 37

10 Kurva produksi susu, konsumsi energi dan keseimbangan energi pada kambing laktasi pertama ………... 38 11 Karakteristik tanaman daun bangun-bangun ……… 45

12 Keeratan hubungan di antara variabel penentu metabolisme rumen in vitro ………... 66 13 Kambing PE yang digunakan dalam penelitian …………... 70

14 Model pengacakan perlakuan dan penempatan dalam setiap unit kandang ………. 72 15 Penempatan ternak dalam unit kandang percobaan ………. 73

16 Pengaruh suplementasi daun bangun-bangun terhadap produksi susu kambing PE selama laktasi………

98

17 Interaksi pengaruh suplementasi daun bangun-bangun dan Zn-vitamin E terhadap produksi susu kambing PE selama laktasi ………

(22)

18 Bobot badan anak kambing yang menyusu pada induk dengan ransum suplementasi daun bangun-bangun ………

105

19 Bobot badan anak kambing yang menyusu pada induk dengan ransum suplementasi daun bangun-bangun dan

Zn-vitamin E ………..

(23)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1 Hasil pembibitan dan penanaman daun bangun-bangun di lapangan ………..

140

2 Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap koefisien cerna bahan kering in vitro……….

141

3 Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap koefisien cerna bahan organik in

vitro………

141

4 Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap

produksi VFA total in

vitro………..

141

5 Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap produksi N-NH3in vitro………..

142

6 Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap pH cairan rumen in vitro………

142

7 Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap jumlah mikroba cairan rumen in vitro………..

142

8 Rata-rata konsumsi bahan kering hijauan induk kambing PE selama penelitian ………..

143

9 Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap konsumsi bahan kering ransum kambing PE………

144

10 Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap konsumsi protein ransum kambing PE……….

144

11 Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap konsumsi lemak ransum kambing PE………...

144

12 Hasil analisis ragam dan uji lanjut pengaruh perlakuan terhadap konsumsi serat kasar ransum kambing PE……

145

13 Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap konsumsi TDN ransum kambing PE………

(24)

14 Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap konsumsi Ca ransum kambing PE………

145

15 Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap konsumsi P ransum kambing PE………..

146

16 Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap konsumsi Zn ransum kambing PE………

146

17 Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap konsumsi vitamin E ransum kambing PE……….

146

18 Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap kadar protein darah kambing PE……….

147

19 Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap kadar lemak darah kambing PE………..

147

20 Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap kadar glukosa darah kambing PE……….

147

21 Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap kadar Ca darah kambing PE……….

148

22 Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap kadar P darah kambing PE………

148

23 Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap kadar Zn darah kambing PE……….

148

24 Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap kadar vitamin E darah kambing PE………

149

25 Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap pH darah kambing PE……….

149

26 Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap Hb darah kambing PE…..………..

149

27 Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap RBC darah kambing PE……….

150

28 Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap produksi susu dan FCM kambing PE………..

(25)

29 Data bobot badan induk kambing PE setelah partus dan selama menyusui ……….

151

30 Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap kadar protein susu kambing PE………

152

31 Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap kadar lemak susu kambing PE………

152

32 Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap kadar laktosa susu kambing PE……….

152

33 Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap kadar Ca susu kambing PE……….

153

34 Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap kadar P susu kambing PE………

153

35 Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap kadar Zn susu kambing PE………...

153

36 Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap kadar vitamin E susu kambing PE………

(26)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Salah satu misi pembangunan peternakan adalah membangun sumberdaya manusia (SDM) berkualitas, melalui penyediaan pangan asal hewan (PAH) berupa ikan, daging, telur dan susu, yang aman, sehat, utuh dan halal (ASUH), untuk memenuhi kebutuhan energi dan protein (Wasito 2005). Berdasarkan National Socio Economic Survey (2007), yang dilaporkan oleh BPS (2008), konsumsi energi masyarakat Indonesia baru mencapai 2 007.65 kkal/kapita/hari di tahun 2005, bahkan menurun menjadi 1 926.74 kkal/kapita/hari di tahun 2006. Jumlah ini lebih rendah dibandingkan dengan standar kebutuhan energi yaitu 2 500 kkal/kapita/hari. Demikian halnya konsumsi protein hewani asal ternak hanya sebesar 4.46 g/kapita/hari, dibandingkan dengan standar kebutuhan nasional, sebesar 6 g/kapita/hari. Jumlah konsumsi tersebut terdiri dari konsumsi protein asal daging 1.95 g/kapita/hari, telur 2.00 g/kapita/hari dan susu 0.51 g/kapita per hari atau setara dengan 2.94 kg susu /kapita/tahun.

Pada Tahun 2001 konsumsi susu mencapai 4.0 kg/kapita/tahun, dan sampai dengan tahun 2005 mengalami peningkatan cukup signifikan yaitu 13.87 %, tetapi pada tahun 2006 mengalami penurunan sebesar 7.38 %. Kondisi ini disebabkan banyak faktor, terutama akibat keterpurukan ekonomi (Siswono 2006). Perkembangan konsumsi dan permintaan susu ini, diikuti dengan peningkatan produksi susu asal sapi perah sebesar 7.78 % atau mencapai 34.1 juta liter pada tahun 2006. Namun demikian, jumlah ini belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia, sehingga masih dilakukan impor susu dari Australia dan Selandia Baru, rata-rata 30.5 ton/tahun (BPS 2008).

(27)

susu kambing bernilai gizi tinggi, serta berkhasiat untuk menyembuhkan berbagai penyakit di antaranya asma dan TBC (Moeljanto and Wiryanta 2002). Kelebihan lain susu kambing ditengarai memiliki kandungan fluorine cukup tinggi, yang bermanfaat sebagai antiseptik alami dan diduga dapat menekan pertumbuhan bakteri patogen dalam tubuh. Selain itu, efek laksatif proteinnya rendah, sehingga tidak menyebabkan diare dan globula lemaknya kecil, sehingga mudah diserap (Damayanti 2002). Namun, realita yang ada menunjukkan bahwa perkembang-biakan kambing PE masih mengalami kendala, dalam hal kuantitas produksi susu yang masih terbilang rendah, yaitu 1.0 – 1.5 liter/ekor/hari (Balitnak 2004, Afandi 2007) dan tingkat mortalitas anak yang cukup tinggi dari lahir sampai disapih yaitu 16.6 – 55.0 % (Devendra and Burns 1994).

Rendahnya produksi susu erat kaitannya dengan rendahnya mutu pakan dan kurang optimalnya metabolisme rumen. Menurut Haenlein (2008), nilai heritability produksi susu adalah 0.25, sehingga diindikasikan bahwa produksi susu dipengaruhi oleh faktor genetik sebesar 25 %, sedangkan 75 % lainnya ditentukan oleh faktor lingkungan di antaranya pakan. Hal ini menunjukkan bahwa produksi susu pada kambing PE masih dapat dioptimalkan melalui perbaikan mutu pakan. Dengan kata lain, melalui perbaikan pakan, produksi susu kambing PE di Indonesia dapat ditingkatkan mendekati produksi susu kambing etawah yaitu 3.5 liter/ekor/hari (Devendra and Burns 1994).

(28)

baik. Demikian halnya penelitian yang dilakukan Santosa (2001), memperlihatkan peningkatan produksi air susu ibu (ASI) sampai 47.4 % pada ibu menyusui dan pertambahan bobot badan bayi lebih tinggi. Penelitian lain yang dilakukan Damanik

et al. (2001), menunjukkan bahwa pada ibu melahirkan, konsumsi daun bangun-bangun membantu mengontrol postpartum bleeding dan berperan sebagai uterine cleansing agent, sedangkan pada ibu menyusui, konsumsi daun bangun-bangun dapat menstimulir produksi susu, tanpa efek merugikan.

Tinggi rendahnya produksi susu juga tergantung dari proses metabolisme yang berlangsung dalam tubuh ternak. Kondisi ini adalah kenyataan yang dihadapi peternak akibat model pemberian pakan, yang hanya dititik beratkan pada pemenuhan kebutuhan protein dan energi semata (zat gizi makro), sedangkan zat gizi mikronya kurang diperhatikan. Keseimbangan protein dan energi memang sangat diperlukan untuk produktivitas optimal dari ternak ruminansia, namun tidak jarang terlihat secara visual produksi dan reproduksi ternak masih tidak normal, bahkan sering timbul simptom klinis, walaupun bahan makanan yang diberikan pada ternak cukup banyak. Pada kondisi seperti ini, praduga dapat diarahkan kepada ketidakseimbangan zat gizi mikro yaitu mineral dan vitamin.

(29)

tergantung dari beberapa faktor seperti umur, bobot badan, jenis kelamin dan status fisiologi (Cousins 1996).

Pentingnya ketersediaan Zn, menjadi dasar perlunya suplementasi Zn dalam pakan ruminansia. Mineral Zn merupakan faktor penting dalam proses metabolisme, karena Zn sebagai kofaktor lebih dari 30 macam enzim yang berfungsi dalam proses metabolisme karbohidrat, protein, lemak dan asam nukleat (Riis 1983). Selain itu, Zn berperan dalam pemeliharaan fungsi sistem imun, untuk pembentukan antibodi yang menjaga daya tahan tubuh ternak (Frandson 1992). Rendahnya ketersediaan Zn dapat menyebabkan gangguan metabolisme, sehingga ketersediaan zat gizi dalam darah, yang dibutuhkan baik untuk daya tahan tubuh maupun proses produksi menjadi berkurang.

(30)

Peran vitamin E dalam membantu penyerapan Zn diharapkan dapat memperbaiki metabolisme dan memicu peran daun bangun-bangun dalam meningkatkan produksi susu. Selain itu, sebagai antioksidan, vitamin E dapat menghambat proses oksidasi lemak susu, sehingga dapat mendukung upaya peningkatan preferensi konsumen terhadap susu kambing yang masih rendah karena bau susu yang menjadi faktor pembatas. Padahal dari segi komposisi kimia, susu kambing lebih tinggi dibanding susu sapi (Walstra et al. 1999), bahkan setara dengan air susu ibu (Akers 2002).

Berdasarkan informasi di atas diketahui bahwa sampai saat ini penelitian yang menjadi landasan bagi aplikasi pemanfaatan daun bangun-bangun (Coleus amboinicus Lour) dan Zn-vitamin E dalam ransum, untuk mengetahui peranannya dalam memperbaiki metabolisme rumen dan meningkatkan produksi susu kambing PE belum pernah dikaji, sehingga penelitian ini perlu dilakukan.

Tujuan Penelitian

Berdasarkan pembahasan terhadap masalah-masalah yang dikemukakan di atas, penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk :

1. Mengkaji pengaruh suplementasi daun bangun-bangun dalam ransum terhadap metabolisme in vitro dan produksi susu.

2. Mengkaji mekanisme fisiologis interaksi pengaruh suplementasi daun bangun-bangun dan Zn-vitamin E dalam ransum terhadap metabolisme in vitro dan produksi susu.

3. Mengkaji respon peningkatan pertumbuhan anak selama menyusu pada induk yang mendapat ransum mengandung daun bangun-bangun dan Zn-vitamin E.

Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

(31)

2. Terdapat suatu mekanisme fisiologis spesifik dan interaksi pengaruh yang positif di antara daun bangun-bangun dan Zn-vitamin E dalam memperbaiki metabolisme in vitro dan produksi susu.

3. Suplementasi daun bangun-bangun dan Zn-vitamin E menghasilkan pertumbuhan anak yang lebih baik.

Manfaat Penelitian

Dengan melakukan penelitian ini diharapkan dapat :

1. Menambah informasi mengenai manfaat daun bangun-bangun dan Zn-vitamin E dalam memperbaiki metabolisme dan meningkatkan produksi susu, sehingga dapat membantu upaya peningkatan produktivitas kambing PE melalui perbaikan pakan.

2. Menghasilkan anak kambing PE yang berbobot badan lebih tinggi.

(32)

TINJAUAN PUSTAKA

Kambing Peranakan Etawah Potensi

Kambing perah sering dianggap miniatur atau bentuk kecil dari sapi perah. Meskipun banyak persamaan, tetapi perbedaan di antara kedua ternak ini sangat nyata, baik dari sifat produksi maupun reproduksinya. Dengan meningkatnya permintaan susu kambing, maka populasi kambing perah juga mengalami peningkatan. Saat ini, populasi kambing di Indonesia mencapai 13 182 000 ekor, yang mengalami peningkatan 3.14 % dibanding tahun sebelumnya (Ditjennak 2006).

Salah satu jenis kambing perah yang sekarang ini mulai mendapat perhatian serius adalah kambing peranakan etawah (PE) (Gambar 1). Pemeliharaan kambing ini memberikan pengaruh besar terhadap sistem pertanian pedesaan, karena telah beradaptasi baik di sebagian besar wilayah Indonesia. Kambing PE adalah hasil persilangan kambing etawah (jamnapari) dan kambing kacang, dengan proporsi genotipe yang tidak jelas. Jenis kambing ini memiliki cirri bentuk muka cembung, telinga panjang menggantung, postur tubuh tinggi, panjang dan agak ramping (Balitnak 2004).

[image:32.612.174.468.484.667.2]

(33)

Perkembangbiakan kambing PE relatif cepat, karena dapat beradaptasi dengan berbagai jenis hijauan pakan (Tomaszewska et al. 1993), dan memiliki keunggulan reproduksi seperti mencapai pubertas pada umur 10 – 12 bulan, siklus birahi 20 – 21 hari, lama birahi 24 – 48 jam dan lama bunting berkisar antara 142 – 156 hari (Sutama et al. 1996). Selain itu, kambing ini memiliki jumlah anak sekelahiran berkisar 1 – 3 ekor, bobot lahir anak berkisar 3.0 – 4.5 kg, berat sapih 13 – 15 kg. Keuntungan lain dari kambing PE adalah termasuk tipe dwiguna, yaitu dapat menghasilkan daging dan susu. Produksi susunya berkisar 1.0 – 1.5 liter/ekor/hari, sepanjang masa laktasi antara 5 – 6 bulan, dengan masa kering 2 – 3 bulan (Balitnak 2004).

Saat ini produksi susu kambing telah memberikan kontribusi sebesar 35 % terhadap total produksi susu dunia, atau mengalami peningkatan cukup berarti dari tahun-tahun sebelumnya yaitu sebesar 9 % (Weinstein 2005). Susu kambing juga memiliki harga jual yang cukup tinggi yaitu berikisar Rp. 12 000 – Rp. 15 000 per liter (Afandi 2007).

Pakan

Pakan untuk ternak perah menjadi faktor utama yang dapat mempengaruhi produksi dan kualitas susu, bahkan dapat mempengaruhi kesehatan sapi baik fisik maupun reproduksi. Itulah sebabnya pemberian pakan pada ternak perah harus sesuai dengan kebutuhan. Rekomendasi kebutuhan nutrisi kambing perah (NRC 1981) dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Rekomendasi kebutuhan zat gizi kambing perah KEBUTUHAN STATUS BAHAN KERING

(kg)

PROTEIN KASAR (kg)

TDN (kg)

BB 30 Kg, Produksi Susu 1 liter, kadar Lemak 4 %

(34)

Kebutuhan zat gizi ternak perah sangat erat hubungannya dengan bobot hidup dan tingkat produksi. Bahkan pada setiap bulan dalam masa laktasi selera makan ternak dapat berubah. Oleh karena itu, perlu pengaturan pemberian pakan pada awal dan akhir laktasi. Pada awal laktasi biasanya akan terjadi neraca negatif, karena zat makanan lebih banyak dikeluarkan ke dalam air susu, feces serta urine dan jumlahnya melebihi jumlah yang diperoleh dari makanan. Dengan demikian, kekurangan zat makanan akan diambil dari tubuh, sehingga ternak akan kehilangan bobot badan. Hal ini tidak dapat dicegah, meskipun dengan meningkatkan jumlah pemberian pakan, karena pada saat berproduksi dan setelah beranak, pakan diperlukan untuk pemulihan kondisi tubuh ternak dan pertumbuhan anak. Sebaliknya, pada akhir laktasi diperlukan penambahan jumlah pakan, untuk mengantisipasi kehilangan bobot badan (Sutardi 1981).

Pakan ternak perah secara umum terbagi atas dua kategori yaitu hijauan dan konsentrat. Hijauan yang biasa diberikan biasanya yang bersifat bulky, tinggi serat dan relatif rendah kandungan energinya, seperti rumput pastura, hay, silase, daun-daunan dan hijauan lainnya, sedangkan konsentrat dapat tersusun dari jagung, gandum dan bahan lainnya yang merupakan sumber protein atau energi, tetapi rendah serat kasar (Sudono et al. 2003). Rumput raja adalah satu di antara sekian banyak jenis hijauan pakan, yang biasa digunakan sebagai pakan kambing PE. Hijauan ini memiliki kandungan gizi baik dan mudah ditanam, sehingga menjadi pilihan dalam penyediaan hijauan (Balitnak 2004).

(35)

Daun Bangun-Bangun (Coleus amboinicus Lour)

Daun bangun-bangun (Gambar 2) atau Coleus amboinicus Lour adalah jenis tanaman herba, yang telah lama dikenal di beberapa daerah di Indonesia, terutama daerah Sumatera, khususnya masyarakat Batak (Depkes 2005) dan bahkan telah tersebar luas diberbagai negara terutama negara-negara Asia (NHEI 2005).

Gambar 2 Jenis tanaman daun bangun-bangun (Coleus amboinicus Lour)

Tanaman ini memiliki beberapa sinonim nama seperti Coleus aromaticus

Benth, Coleus carnosus Hassk., Coleus suborbiculata Zoll. & Mor., Plectranthus aromaticus Roxb. (Heyne 1987), Coleus suganda Blanco (Depkes 2005) atau

(36)

ternyata jenis tanaman coleus memiliki banyak varietas di antaranya Compact Grey

(Hamilton 2006), Mexicant Mint dan Hortela Gorda (Kress 2007). Setiap varietas memiliki fungsi farmakologis yang berbeda.

Tabel 2 Beberapa variasi nama Coleus amboinicus Lour.

Daerah Di Indonesia1

Nama Negara Lain2

Nama Batak Bangun-bangun,

Torbangun

Australia Five in one

Madura Daun kambing India Ajma paan, Karpooravalli Patharchur, Pashanbandha,

Sunda Aceran East Timor Soldar

Flores Majha nereng Philipine Suganda

Jawa Daun jinten,

daun hati-hati, daun kucing

Malaysia Daun bangun-bangun

Bali Iwak Portugal Oregano, Cuban oregano, Puerto Rican oregano

Timor Kumuetu Vietnam Can day la, Rau cang, Rau thom lun

Melayu Sukan Negara

lainnya

Mother of Herbs, Spanish Thyme, Indian Borage atau Broadleaf Thyme

1

Heyne (1987), BPPT (2002), Depkes (2005)

2

Iyer (2004), Shipard (2005), Allen (2006)

Berdasarkan sistematika klasifikasi tanaman (Heyne 1987, USDA 2005), daun bangun-bangun termasuk dalam :

Kingdom : Plantae

Sub Kingdom : Tracheobionta Super Divisi : Spermatophyta

Divisi : Magnoliophyta

Sub Divisi : Angiospermae

(37)

Sub Class : Asteridae

Order : Solanales

Family : Labiatae (Lamiales)

Sub Family : Lamiaceae

Genus : Coleus (Plectranthus)

Species : Coleus amboinicus Lour.

Tanaman daun bangun-bangun adalah sejenis terna (Heyne 1987) atau tumbuhan dengan batang lunak, tidak berkayu atau hanya mengandung jaringan kayu sedikit sekali, sehingga pada akhir masa tumbuhnya mati sampai ke pangkalnya tanpa ada bagian batang yang tertinggal di atas tanah (DEPDIKNAS 2003). Tanaman ini termasuk tanaman annual (setahun) dan perennial (tahunan) (Heyne 1987), biasanya tumbuh liar baik di pekarangan, kebun, bahkan sampai daerah pegunungan, dengan ketinggian 1000 m atau 1100 m dpl dan banyak juga yang memanfaatkan sebagai tanaman rempah-rempahan (BPPT 2002).

Ciri tanaman daun bangun-bangun adalah berbatang bulat, sedikit berbulu dan lunak ; daunnya berbentuk bulat lonjong seperti bed pingpong, tebal dan bergerigi ; jarang berbunga, tetapi mudah dibiakkan dengan stek, pada tempat yang cukup air dan sinar matahari (BPPT 2002). Tanaman ini dapat mencapai tinggi 30 – 45 Cm dengan jarak tanam 38 – 45 Cm (ARCBC 2004). Di negara-negara yang memiliki 4 musim, tanaman ini dapat menghasilkan tiga variasi bunga yaitu merah (Rose; Mauve), Ungu (Violet; Lavender) atau putih (White; Near White) (NHEI 2005).

(38)

demam, influenza, batuk, sembelit, radang, kembung, sariawan, sakit kepala, luka/borok, alergi, diare dan meningkatkan sekresi air susu.

Secara ilmiah, khasiat daun bangun-bangun telah dikemukakan beberapa peneliti. Silitonga (1993) melaporkan bahwa penggunaan daun bangun-bangun dapat meningkatkan produksi susu induk tikus putih laktasi sampai 30 %. Penelitian lain yang dilakukan Santosa (2001) mendapatkan bahwa 4 jam setelah pemberian daun bangun-bangun volume air susu ibu menyusui meningkat sebesar 47.4 % dan lebih tinggi dibandingkan kontrol, atau penggunaan lancar ASI maupun moloco + B12, yang berturut-turut hanya meningkat sebesar 14.3 % dan 8.0 %. Demikian halnya, Damanik et al. (2006) melaporkan bahwa ibu-ibu yang mengkonsumsi daun bangun-bangun berada dalam keadaan segar, tidak merasa lelah dan lebih sehat. Selain itu, pada ibu melahirkan, konsumsi daun bangun-bangun membantu mengontrol

postpartum bleeding dan berperan sebagai uterine cleansing agent. Pada ibu menyusui, konsumsi daun bangun-bangun meningkatkan produksi ASI sebesar 65 % dan lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol maupun ibu menyusui yang mengkonsumsi fenugreek capsule, yang hanya meningkatkan produksi ASI sebesar 20 %.

Manfaat lain daun bangun-bangun telah diteliti oleh Sihombing (2000) yang melaporkan bahwa penggunaan daun bangun-bangun dikombinasikan dengan hati ikan dan vitamin C maupun tanpa vitamin C, dapat meningkatkan ketersediaan Fe, yang direfleksikan dengan peningkatan kadar Hb dan Ferritin darah. Namun, dari hasil penelitian Subanu et al. (1982) terungkap bahwa Coleus amboinicus memiliki sifat oksitoksik, yang dapat meningkatkan tonus uterus, sehingga dapat menyebabkan abortus pada marmut. Hal ini diprediksi dapat terjadi pula pada manusia dan ternak lainnya.

Hasil penelitian lain yang dilakukan di Thailand dan dilaporkan oleh Choochoat

et al. (2005) memperlihatkan bahwa Coleus amboinicus L. dan 9 species tanaman lain yang tergolong “Thai Lamiaceous”, memiliki kandungan lemak esensial, dengan efek antimikrobial terhadap beberapa mikroba seperti Staphylococcus aureus

(39)

albicans (ATCC10231) dan Microsporum gypseum (clinical isolated). Beberapa peneliti yang telah melakukan analisis terhadap senyawa dalam daun bangun-bangun (Menendez and Gonzales 1999, Burfield 2001, Depkes 2005), juga menemukan bahwa dalam beberapa jenis tanaman herba, termasuk daun bangun-bangun terdapat komponen senyawa aktif seperti thymol dan carvacrol, serta minyak atsiri. Senyawa ini memiliki efek fisiologis dan farmakologis, di antaranya dapat menghambat pertumbuhan Eschericia coli dan Aspergillus flavus yaitu mikroba yang memberikan efek negatif terhadap ternak dan manusia. Namun hasil penelitian ini berbeda untuk setiap individu dan dosis senyawa aktif yang digunakan.

[image:39.612.106.529.395.453.2]

Analisis menggunakan GC dan GC-MS oleh Laboratorium Department of Chemistry Gorakhpur University pada tahun 2006, menemukan kandungan senyawa penting yang berperan aktif dalam metabolisme sel dan merangsang produksi susu dalam Coleus amboinicus Lour. Senyawa tersebut disajikan dalam Tabel 3.

Tabel 3 Kandungan senyawa aktif dalam Coleus amboinicus Lour

Senyawa Aktif Jumlah (%)*

Thymol 94.3 Forskholin 1.5

Carvacrol 1.2

Sumber : Laboratorium Department of Chemistry Gorakhpur University, India (2006) * 97% dari total kandungan asam lemak

Ketiga senyawa tersebut telah diuji manfaat dan efektivitasnya terhadap ternak dan hasil pengujian menunjukkan bahwa :

) Thymol merupakan antibiotik alternatif yang menjanjikan dan dapat digunakan

(40)

) Senyawa carvacrol dikenal sebagai senyawa antiinfeksi dan antiinflamasi

(Burfield 2001), tetapi dari penelitian Ilsley et al. (2004) terungkap bahwa penggunaan carvacrol dalam suatu campuran ekstrak tanaman sebagai suplemen dalam ransum babi laktasi menghasilkan litter size, bobot lahir, kecernaan bahan kering, kecernaan bahan organik, dan kecernaan protein lebih tinggi dibanding babi laktasi yang diberi ransum tanpa suplementasi.

) Sahelian (2006), melaporkan bahwa senyawa forskolin bersifat membakar

lemak menjadi energi.

Selain ketiga senyawa tersebut, dalam daun bangun-bangun juga telah ditemukan beberapa senyawa lain, yang memiliki efek farmakologis, seperti pada Tabel 4. Dari berbagai hasil penelitian dan analisis, Lawrence et al. (2005),

Tabel 4 Beberapa senyawa penting lainnya dalam daun bangun-bangun (Coleus amboinicus Lour) dan efek farmakologisnya

Senyawa Aktif Efek Farmakologis Komposisi

(%) 1,8-Cineole1) Efektif terhadap alergi, expectorant 8.72 p-Cyminene (α-p dimethyl

styrene)2)

Analgesic, anti flu 45.7

p-Cymene2) Analgesic, anti flu 11.8

α-Terpinene2) Antioksidan 4.6

-Terpinene2) Antioksidan 9.3

Limonene2) Anti bacterial, anti kanker 3.6

Phytosterol3) Bersifat steroid -

1)

Menendez and Gonzales (1999)

2)

Burfield (2001)

3)

Depkes (2005)

(41)

proporsi ketiga komponen tersebut disenaraikan dalam Tabel 5. Dosis penggunaan berkisar 0.25 sampai 10 g/kg bobot badan/hari, yang bervariasi menurut umur dan status fisiologis ibu atau induk ternak.

Tabel 5 Komponen utama dan proporsinya dalam daun bangun-bangun (Coleus amboinicus Lour)

Komponen Utama

Jenis Komponen Proporsi (%) Senyawa

Lactagogue

3-ethyl-3-hydroxy-5-alpha andostran-17-one, 3,4-dimethyl-2-oxocyclopent-3-enylacetic acid, monomethyl succinate, phenylmalonic acid, cyclopentanol, 2-methyl acetate dan methylpyro glutamate, senyawa sterol, steroid, asam lemak, asam organik.

10 – 50

Nutrient Protein, vitamin dan mineral 5 – 25

Senyawa

Farmakoseutika

Senyawa-senyawa yang bersifat buffer, antibacterial, antioksidan, pelumas, pelentur, pewarna dan penstabil

10 - 30

Sumber : Lawrence et al. (2005)

Mineral Zn

Sampai saat ini, pemberian pakan pada ruminansia khususnya kambing perah, masih dititik beratkan pada pemenuhan kebutuhan protein dan energi untuk ternak yang bersangkutan. Padahal zat gizi lain, fungsinya tidak kalah pentingnya. Zat gizi yang dimaksud adalah mikronutrien atau mineral. Banyak hasil penelitian telah memperlihatkan peran penting mineral, sebagai mikronutrien, dalam berbagai proses fisiologis, metabolisme, produksi dan reproduksi. Salah satu mineral yang cukup penting peranannya adalah seng (Underwood and Suttle 1999).

(42)

penting dalam pemeliharaan functional immune system. Zn sebagai komponen hormon timosin penghasil sel thymic, yang meregulasi cell mediated immunity (NRC 2001).

Fungsi katalitik Zn terlihat dari banyaknya enzim yang mengandung Zn. Lebih dari 50 enzim telah diketahui mengandung Zn, seperti RNA nukleotida transferase (RNA polymerase I, II dan III), alkalin fosfatase, karbonik anhidrase (Cousins 1996), superoksida dismutase, alcohol dehidrogenase, karboksi peptidase, (NRC 2001), aldolase, timidin kinase, piridoksil fosfokinase, fosfoglukomutase, fosfolipase, piruvat karboksilase, ornitin karbamil transferase, alfa amylase dan kolagenase (Piliang 2001), yang berpengaruh terhadap metabolisme karbohidrat, protein, lemak dan asam nukleat.

Menurut Goff and Stabel (1990), seng bersama-sama dengan vitamin A (retinol) dan vitamin E (α-tokoferol), esensial untuk kesehatan dan performans optimal. Defisiensi seng dapat menyebabkan terjadinya atrofi thymic, kehilangan fungsi T-sel, mengurangi konsentrasi hormone thymic dan stress. Hal ini dapat menyebabkan penyakit infeksi dan klinis terutama pada sapi perah yang mudah menderita mastitis dan enteritis dua minggu sebelum dan sesudah partus akibat kehilangan fungsi sel imun.

Jenkins and Kramer (1992), menyatakan bahwa mineral Zn berfungsi mencegah perubahan lipid jaringan yang disebabkan oleh kelebihan Cu. Penambahan seng (500 atau 1 000 ppm) memberikan efek: (1) pengurangan konsentrasi dan perubahan komposisi asam lemak khususnya ester kolesterol plasma, yang berpengaruh terhadap penghambatan aktivitas lesitin kolesterol asil transferase ; (2) perubahan desaturasi dan elongasi asam lemak esensial dan konsentrasi fosfolipid jaringan; dan (3) perubahan struktur dan fungsi membran sel serta produksi dan aktivitas prostanoid dan leukotrien.

(43)

Pada kambing perah, Zn harus disuplai secara kontinyu sebab hanya sedikit yang dapat disimpan dalam tubuh dalam bentuk tersedia atau siap pakai. Defisiensi Zn dapat menyebabkan parakeratosis, pengeluaran saliva berlebihan, testikel kecil, pertumbuhan tanduk berlebihan, libido rendah, konsumsi menurun dan kehilangan bobot badan pada kambing. Kebutuhan minimum Zn per hari untuk kambing belum ditetapkan, namun dosis 10 ppm merupakan batas paling minimum dan level 1000 ppm menyebabkan toksik (NRC 1981). Hasil penelitian Toharmat et al. (2007), mendapatkan bahwa status Zn plasma kambing PE muda yang mendapat berbagai jenis pakan sumber serat masih belum optimum (0.62 – 0.95 ppm), yang menggambarkan kebutuhan Zn belum terpenuhi, sehingga kambing masih toleran terhadap peningkatan konsumsi Zn atau tingginya kadar Zn ransum yang mencapai 97 – 157 ppm. Kebutuhan Zn ini sangat dipengaruhi oleh dua faktor yaitu : (1) adanya interaksi dengan komponen lain seperti asam folat yang dapat menghambat penyerapan Zn (Lonnerdal 1988), atau Cu dimana Zn dapat menyebabkan defisiensi Cu (NRC 2001). (2) adanya chelat organik dalam diet, seperti asam fitat, yang dapat membentuk kompleks Zn-asam fitat, sehingga menurunkan absorpsi Zn (Piliang 2001). Keadaan ini dapat menyebabkan defisiensi Zn dan mengakibatkan anoreksia, kecepatan pertumbuhan menurun, rambut atau bulu kasar dan jarang, hyperkeratosis dan parakeratosis pada kulit (Cousins 1996), juga aktivitas enzim karboksi peptidase dalam pankreas dapat menurun sampai 50 % (Piliang 2001).

Menurut Jinderpal and Kaushal (1993), konsentrasi yang tinggi dari Zn dan beberapa ion metal seperti Cu, Co, Cd dan Mn, dapat menghambat pelepasan dan akumulasi ammonia akibat suplementasi urea. Demikian halnya, suplementasi seng dan mineral lainnya seperti Cu, Co dan Mn di atas level kebutuhan, meningkatkan jumlah sapi yang tidak bunting (Olson et al. 1999).

(44)

sedangkan penambahan 470 ppm Zn cenderung menekan daya cerna. Penelitian lainnya yang dilakukan Arrayet et al. (2002) mendapatkan bahwa kadar Zn sampai 100 mg/kg diet tidak memperlihatkan hasil yang berarti terhadap pertumbuhan anak sapi Holstein.

Menurut Wedekind and Baker (1990), Zn yang biasa digunakan sebagai suplemen dalam industri makanan ternak beragam jenisnya, salah satunya ZnO, dengan kadar zinc 72 %. Hasil pengujian Wedekind et al. (1992), terhadap ketersediaan secara biologis mineral zinc, mendapatkan bahwa sumber zinc dalam bentuk Zn-methionine lebih baik dibanding ZnO, namun secara teknis ZnO lebih banyak digunakan dan mudah diperoleh.

Vitamin E

Vitamin adalah komponen organik yang esensial untuk menjalankan fungsi normal tubuh, namun tidak dapat disintesis dalam jumlah cukup oleh jaringan tubuh. Dalam jumlah yang sangat sedikit, vitamin dibutuhkan sebagai mediator, koenzim atau senyawa yang terlibat langsung dalam proses metabolisme (McDonald et al.

2002).

Vitamin E (Gambar 3) digunakan sebagai pendeskripsi generic untuk semua turunan senyawa tocol dan tocotrienol, yang mempunyai aktivitas biologi α-tocoferol. Sedikitnya telah ditemukan 8 bentuk tokoferol yang dibuat oleh tanaman. Bentuk ini dibedakan atas letak gugus metal pada cincin fenil dari rantai cabang molekul. Produk tersebut terdiri dari 4 metiltokol (tokoferol) dan 4 tocotrienol (Hennekens et al.

2005).

(45)

Gambar 3 Struktur vitamin E

Vitamin E adalah antioksidan yang larut dalam lemak, ditemukan dalam membran sel (Gambar 4), pada bagian hidrofilik interior, bersama komponen lainnya seperti molekul protein, kolesterol dan fosfolipid (Hopkins 2007). Vitamin ini memiliki peran utama mencegah kerusakan asam lemak tidak jenuh akibat radikal bebas dan perubahan akibat polutan, serta memelihara integritas membran sel melalui penghambatan peroksidasi lemak (Hughes 2003).

[image:45.612.184.454.258.454.2]

Gambar 4 Vitamin E dalam membran sel (Sumber : Hopkins 2007)

(46)

Reaksi ini memberikan respons imunologis untuk melawan kanker, parasit dan infeksi kronis (Vitahealth 2004).

Kebutuhan vitamin E sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor dalam makanan diantaranya interaksi dengan beberapa mineral seperti Se, Zn dan Cu, asam lemak tidak jenuh dan asam amino yang mengandung sulfur. Vitamin E tidak disimpan dalam jumlah besar dalam jaringan tubuh. Dengan demikian, defisiensi vitamin E sering terjadi. Defisiensi vitamin E dapat menyebabkan gangguan sistem saraf pusat, degenerasi saraf perifer dan hemolisis sel darah merah (Hennekens et al. 2005).

Penelitian Danikowski et al. (2002) mendapatkan bahwa pemberian vitamin E dosis tinggi, sampai taraf 10 000 IU/Kg ransum, meningkatkan volume dan densitas semen serta total spermatozoa, berat testis dan bobot badan ayam jantan. Demikian halnya, hasil penelitian Papageorgiou et al. (2003) mendapatkan bahwa suplementasi vitamin E dalam bentuk α-tokoferil asetat, meningkatkan kadar vitamin E dalam bagian tubuh yaitu dada, paha, hati dan jantung.

Menurut Lonnerdal (1988), vitamin E bersama-sama Zn, sangat penting untuk menjaga kesehatan dan memelihara performans. Mekanisme interaksi Zn-vitamin E terjadi pada level membran. Zn dapat memperbaiki integritas membran, sedangkan vitamin E memelihara struktur membran dan melindungi dari stress peroksidasi. Dengan demikian, Zn-vitamin E secara sinergis mempertahankan integritas membran sel. Hasil penelitian Hurley et al. (1983), mendapatkan bahwa transport Zn atau vitamin E melewati membran sel tergantung pada level Zn atau vitamin E dalam membran.

Pencernaan dan Metabolisme Pada Ternak Ruminansia

(47)

pencernaan dan penyerapan dalam saluran pencernaan, yang melibatkan kerja organ pencernaan, mikroba, enzym dan hormon (Cronje 2003).

Tingkat Konsumsi

Tingkat konsumsi (Voluntary Feed Intake/VFI) adalah jumlah makanan yang terkonsumsi oleh ternak bila makanan diberikan ad libitum. Dalam dunia peternakan VFI mungkin dapat disamakan dengan palatabilitas. Tingkat konsumsi sebenarnya adalah bagian dari konsumsi potensi (P), yang ditentukan oleh sifat fisik atau kimia pakan. Konsumsi potensi adalah jumlah makanan yang dapat dimakan bila jumlah pemberian makanan didasarkan pada tingkat kecernaan tertentu dan minimal 0.8 bagian dapat diseleksi. Konsumsi potensi erat kaitannya dengan bobot badan dan status fisiologis ternak. Tingkat konsumsi seekor ternak dipengaruhi oleh berbagai faktor kompleks, yang terdiri dari faktor ternak, makanan dan lingkungan (Parakkasi 1999).

Pada ternak ruminansia, salah satu variabel ternak yang mempengaruhi konsumsi adalah kapasitas rumen. Kapasitas rumen merupakan faktor yang menentukan tingkat konsumsi ternak ruminansia. Kapasitas rumen erat kaitannya dengan bobot badan metabolik (BB0.75), sehingga jumlah konsumsi ditentukan oleh bobot badan tersebut. Ternak yang memiliki bobot badan metabolik lebih besar (kapasitas rumen besar), mengkonsumsi pakan lebih banyak dibanding ternak yang bobot badan metaboliknya lebih kecil (kapasitas rumen kecil). Pada ternak bunting, ada dua hal berlawanan yang mempengaruhi konsumsi. Pertama, kebutuhan fetus meningkatkan konsumsi dan kedua, kebuntingan menurunkan kapasitas rumen induk, sehingga terjadi penurunan konsumsi (Despal et al. 2007).

Faktor makanan yang dapat mempengaruhi konsumsi di antaranya kualitas/ komposisi pakan, kecernaan, sifat bulky pakan dan hasil fermentasi pakan dalam rumen. Faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi konsumsi di antaranya suhu dan kelembaban (Cronje 2003).

(48)

Ternak ruminansia dengan sistem pencernaan yang unik, mampu mencerna pakan berserat dan mengubahnya menjadi senyawa organik untuk kebutuhan energinya. Selain itu, mampu menggunakan non protein nitrogen (NPN) untuk mencukupi kebutuhan mikroba rumen dan kebutuhan tubuhnya sendiri, juga sangat efisien dalam memanfaatkan protein dan lemak untuk tujuan produksi (Preston and Leng 1987).

Proses tersebut terjadi karena adanya interaksi antara pakan, mikroorgaisme rumen dan aktivitas enzim serta hormo dalam saluran pencernaan. Hal ini terlihat dari proses pencernaan yang terjadi secara mekanis (di mulut), fermentatif (oleh enzim mikroba rumen) dan hidrolisis (oleh enzim dalam tubuh ternak/induk semang) (Sutardi 1981).

Metabolisme Karbohidrat

Karbohidrat adalah komponen terbesar dalam pakan ruminansia yang mencapai 60 – 75 % dari bahan kering ransum. Fungsi utamanya untuk menyediakan energi bagi ternak, dan fungsi lainnya adalah menyediakan bahan bersifat bulky untuk memelihara kelancaran proses pencernaan (Sutardi 1981). Dalam proses pencernaan dan metabolisme karbohidrat pada ruminansia (Gambar 5), komponen serat dan pati yang berasal dari pakan hijauan dan konsentrat, dalam rumen mengalami fermentasi oleh mikroba, menghasilkan glukosa, energi untuk pertumbuhan bakteri dan volatile fatty acid (VFA) (Bio-Tech Research 2007) Proses ini merupakan proses fermentasi karbohidrat pakan yang sangat kompleks. Perombakan dimulai dengan pemecahan polisakarida menjadi mono-sakarida, seperti heksosa (glukosa), pentosa, maltosa, sukrosa, glukosa, dan selubiosa. Selanjutnya berlangsung hidrolisis monosakarida menjadi piruvat. Pada akhirnya, melalui beberapa lintasan, piruvat diubah menjadi VFA, yang merupakan target akhir. Orskov and Ryle (1990), mengemukakan stoikiometri reaksi fermentasi satu molekul heksosa (monosakarida beratom karbon 6) menjadi tiga komponen utama VFA, yaitu :

(49)

H2

(50)
[image:50.612.100.524.83.640.2]

Gambar 5 Metabolisme karbohidrat pada ruminansia (Sumber : Bio-Tec Research 2007)

(51)

2 CO2 + 2 H2 4 H2 + CO2 CH4 + 2 H2O

Setiap reaksi tersebut menghasilkan ATP , yaitu 2 ATP dihasilkan dari setiap molekul asetat, 3 ATP dari satu molekul propionat, 3 ATP dari satu molekul butirat dan 1 ATP dari satu molekul metan. Preston and Leng (1987), menyatakan bahwa sepertiga bagian dari bahan organik yang difermentasi dikonversi menjadi sel mikroba dan sisanya VFA, CO2, dan CH4.

Produk akhir fermentasi dari pakan kaya serat dalam rumen adalah asetat, sedangkan pakan kaya pati akan dihasilkan propionat relatif lebih banyak (Arora 1995). Pada sapi perah, laju produksi asam asetat mencapai 20 – 25 mol per hari, asam propionate berkisar 1/3 laju produksi asam asetat, sedangkan produksi asam butirat sekitar 10 % dari total VFA. Selain itu, diproduksi juga asam valerat dan isovalerat, dengan laju produksi masing-masing sekitar 1 % (Forbes and France 1993).

VFA hasil pencernaan selanjutnya akan diserap melalui dinding rumen, sedangkan monosakarida seperti glukosa, akan diserap melalui dinding usus halus, kemudian masuk peredaran darah. Melalui sirkulasi darah, senyawa-senyawa tersebut akan dibawa ke organ target yaitu hati, otot, jaringan adiposa dan kelenjar susu. Dalam proses tersebut, asam propionat diubah menjadi glukosa untuk cadangan glukosa hati dan untuk keperluan pembentukan glikogen otot, lemak jaringan adipose serta lemak dan laktosa susu. Asam butirat sebagian kecil akan dimetabolisis menjadi keton untuk keperluan otot, jaringan adiposa dan kelenjar susu, sedangkan asetat dibutuhkan untuk pembentukan lemak otot, jaringan adiposa dan lemak susu (Bio-Tech Research 2007).

Metabolisme Lemak

(52)

[image:52.612.145.514.95.622.2]

(53)

sehingga menyebabkan pelepasan asam lemak bebas atau free fatty acid (FFA) (Bio-Tech Research 2007). Selanjutnya FFA dimanfaatkan oleh bakteri fosfolipid untuk membentuk asam lemak jenuh atau langsung mengalami hidrogenasi menjadi asam lemak jenuh (Scott and Ashes 1993). Moir (1991), menyatakan bahwa dalam proses hidrogenasi terjadi perubahan asam oleat, linoleat, dan linolenat menjadi asam stearat dan sejumlah kecil asam lemak tidak jenuh dengan ikatan rangkap trans. Asam lemak tidak jenuh ini resisten terhadap mikroba yang berperan dalam proses hidrogenasi, tetapi dapat mensuplai betakaroten untuk ternak. Hasil akhir lipolisis dan hidrogenasi, berupa asam lemak rantai pendek, akan diserap oleh dinding rumen dan asam lemak rantai panjang masuk ke abomasum, kemudian bercampur dengan digesta dan mengalir ke usus halus. Dalam usus halus terjadi emulsi lemak dengan bantuan garam empedu dan enzim lipase dan menghasilkan lemak tercerna berupa misel yang stabil. Misel ini berdifusi melalui sel mukosa usus halus untuk diserap. Dalam mukosa, asam lemak diubah menjadi trigliserida dan membentuk kilomikron, kemudian dilepas ke system portal untuk ditransport ke seluruh jaringan yang membutuhkan (Drackley 1999).

Dalam rumen, sebagian asam lemak bebas akan diubah menjadi glukosa untuk pembentukan VFA, yang kemudian diserap masuk ke dalam darah, sedangkan asam lemak jenuh yang terbentuk akan diubah kembali menjadi trigliserida dan diserap melalui dinding usus. Proses metabolisme terus berlanjut dalam hati, jaringan adiposa dan kelenjar susu yaitu dengan perombakan kembali trigliserida menjadi asam lemak untuk menghasilkan energi dan membentuk lemak jaringan dan lemak susu (Bio-Tech Research 2007).

Metabolisme Protein

(54)
[image:54.612.146.512.98.617.2]

(55)

ammonia (Arora 1995). Asam amino dan ammonia yang dihasilkan akan dimanfaatkan menjadi protein bakteri, kemudian akan mengalami perombakan dalam usus halus menjadi asam amino. Menurut Sutardi (1977), sebanyak 82 % dari mikroba rumen membutuhkan N-NH3 untuk mensintesis protein tubuhnya. Ditambahkan oleh Preston and Leng (1987) bahwa kisaran optimum untuk sintesis protein mikroba adalah 150 – 200 mg/liter ammonia (1.7 – 14.3 mM).

Sintesis protein mikroba juga membutuhkan asam α-keto sebagai kerangka karbon dan VFA sebagai sumber energi. Menurut Arora (1995), sintesis protein mikroba tergantung pada kecepatan pemecahan nitrogen pakan, kecepatan absorbsi ammonia dan asam amino, kecepatan alir bahan keluar dari rumen, kebutuhan mikroba rumen akan asam amino dan jenis fermentasi rumen berdasarkan jenis makanan. Manalu (1999), menyatakan bahwa ada syarat supaya ammonia yang terbentuk dalam rumen efisien untuk sintesis protein mikroba. Syarat yang harus dipenuhi adalah : (1) konsentrasi ammonia awal harus di bawah optimum dan (2) mikro-organisme rumen harus mempunyai sumber energi yang mudah tersedia untuk sintesis protein. Menurut Preston and Leng (1987), protein yang difermentasi dalam rumen sebagian besar terbuang, sebab protein yang dimakan difermentasi dan asam amino esensial dideaminasi. Fermentasi 1 gram protein menghasilkan hanya ½ ATP dari yang dapat dihasilkan oleh 1 gram karbohidrat. Ini berarti bahwa hanya 30 – 60 gram protein mikroba yang tersedia untuk dicerna dari setiap kg protein yang dimakan dan difermentasi dalam rumen.

(56)

amino akan digunakan untuk pembentukan protein otot dan susu (Bio-Tech Research 2007).

Metabolisme mineral Zn

Ketersediaan suatu mineral adalah jumlah mineral yang dapat digunakan oleh tubuh dalam bentuk komponen mineral yang terdapat dalam saluran pencernaan. Hal ini dipengaruhi oleh banyak factor baik yang bersifat meningkatkan maupun menurunkan (Pilliang 2001). Salah satu factor yang penting adalah proses pencernaan dan penyerapan mineral tersebut dalam tubuh. Proses pencernaan mineral mengikuti pola pencernaan zat makanan lainnya, tetapi mekanisme absorpsi dan ekskresi agak berbeda untuk setiap jenis mineral (Buckley 2000).

Pada non ruminansia, mineral Zn diabsorpsi dengan bantuan proses difusi dalam usus halus, khususnya pada duodenum dan jejunum bagian atas, sedangkan pada ruminansia, absorpsi terjadi diabomasum dengan sekresi yang banyak dalam duodenum dan penyerapan terus-menerus dalam usus halus selama istirahat (Riis 1983). Peristiwa absorpsi dan transfer seng adalah melalui satu protein ke protein lain dan mungkin juga dalam satu ikatan metal kompleks dengan asam amino atau EDTA sebagai ikatan non protein (Cousins 1996, NRC 2001) . Zat-zat lain yang membantu absorpsi mineral ini antara lain asam amino terutama histidin dan sistein, asam sitrat, asam pikolenat (Underwood and Suttle 1999).

(57)

Mineral di dalam tubuh selain dibutuhkan untuk tubuh ternak, juga dibutuhkan oleh mikroba rumen untuk komponen sel, enzim dan sebagai kofaktor. Hal ini menggambarkan bahwa defisiensi mineral dapat mengganggu aktivitas mikroba, sehingga mempengaruhi fermentabilitas pakan (Buckley 2000).

Metabolisme Vitamin E

Vitamin E dalam penyerapannya membutuhkan lemak dan aktivitas asam empedu. Distribusinya keseluruh tubuh mengikuti trigliserida dan lipid lainnya melalui lipoprotein. Distribusi vitamin E dalam tubuh lebih baik dibanding vitamin larut lemak lainnya dan konsentrasi tertinggi terdapat dalam plasma, hati dan jaringan lemak (Linder 1992).

Metabolisme vitamin E belum banyak diketahui, tetapi rendahnya absorpsi vitamin E dapat mengakibatkan malabsorpsi lemak, yang memacu terjadinya

cholestatic liver disease. Selain itu, vitamin E dapat mengalami oksidasi lebih lanjut menjadi kuinon dan diekskresikan bersama metabolit lain melalui urin (Traber 1998).

Vitamin E juga ditemukan dalam susu dengan level rendah. Level yang lebih tinggi dapat ditemukan dalam susu yang disuplementasi lemak tanaman. Seperti vitamin larut lemak lainnya, konsentrasi vitamin E dalam susu akan meningkat sejalan dengan peningkatan kadar lemak susu. Ransum yang disuplementasi vitamin E dapat meningkatkan kestabilan susu terhadap oksidasi (Fox and McSweeney 1998).

Laktasi

(58)

harmonis selama laktasi (Delaval 2008). Hurley et al. (2007) merangkum mekanisme tahapan proses laktasi, sebagai berikut :

(59)

฀ Mammogenesis

Masa terjadinya pertumbuhan dan perkembangan kelenjar susu yaitu bertambahnya ukuran dan berat dari kelenjar susu.

฀ Laktogenesis

Permulaan dari laktasi, terdiri dari dua tahap :

Tahap 1: Terjadi pada akhir kebuntingan yaitu sel epitel alveolar dipisahkan dari sel sekresi

Tahap 2: Terjadi 2 sampai 8 hari sesudah kelahiran. Sekresi susu dimulai dan kontrol endokrin diganti ke kontrol autokrin.

฀ Galaktopoiesis

Setelah 9 hari kelahiran kestabilan sekresi dipertahankan. Kontrol autokrin berlanjut.

Mekanisme tersebut melibatkan banyak faktor seperti faktor fisiologi, endokrinologi dan biokimia. Faktor fisiologis meliputi frekuensi dan lamanya waktu pemerahan atau anak menyusu, faktor endokrinologi meliputi hormon-hormon yang terlibat selama proses laktasi di antaranya prolaktin dan oksitosin, sedangkan faktor biokimia meliputi proses metabolisme zat gizi selama laktasi (Akers 2002). Selain itu, faktor psikologis dan nutrisi, turut mempengaruhi produksi susu. Faktor psikologis meliputi gangguan akibat stress dan kondisi induk saat menyusui, sedangkan faktor nutrisi adalah asupan gizi induk selama menyusui (Delaval 2008). Faktor-faktor tersebut saling berinteraksi dalam mempengaruhi kuantitas dan kualitas susu yang dihasilkan.

Biosintesis dan Sekresi Susu

(60)
[image:60.612.110.527.232.478.2]

menghasilkan susu dengan perubahan konsentrasi material (Tabel 6). Perubahan ini membuktikan bahwa ada suatu proses yang unik dalam kelenjar susu, sehingga ada prekursor yang sebelumnya tidak terdapat dalam darah, dapat ditemukan dalam susu atau sebaliknya (Larson 1985).

Tabel 6 Perbandingan beberapa komponen susu dengan prekursor (material serupa) dalam darah ternak sapi.

Darah Susu Komponen --- % (g/100 ml) ---

Air 91 86

Glukosa 0.05 Jarang

Laktosa 0 4.6

Kasein 0 2.8

-Lactoglobulin 0 0.32

α-Lactalbumin 0 0.13

Immunoglobulin 2.6 0.07

Serum Albumin 3.2 0.05

Triasilglyserol 0.06 3.7

Fosfolipid 0.25 0.035

Orotic Acid 0 0.008

Calcium 0.01 0.13

Fosfor 0.01 0.10

Sodium 0.34 0.05

Potassium 0.025 0.15

Sumber : Larson (1985)

(61)

dialirkan melalui pembuluh darah, ke seluruh sel, kelenjar dan organ tubuh, untuk proses metabolisme dan produksi susu. Larson (1985) menyatakan bahwa pada sapi, untuk menghasilkan satu liter susu dibutuhkan 500 liter darah yang mengalir dalam kelenjar susu.

Menurut Larson (1985), biosintesis komponen susu berlangsung pada tempat yang berbeda dalam sel.

Gambar

Gambar 1  Jenis kambing peranakan etawah (PE)
Tabel 3   Kandungan senyawa aktif dalam Coleus amboinicus Lour
Gambar 4  Vitamin E dalam membran sel
Gambar 5   Metabolisme karbohidrat pada ruminansia
+7

Referensi

Dokumen terkait

Uji hipotesa secara parsial yang mempunyai nilai p &lt;0,05 hanya ada tiga variabel bebas yaitu faktor sosial, konsekuensi jangka panjang dan kondisi- kondisi yang mendukung,

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara parsial kualitas produk dan kepercayaan berpengaruh positif terhadap loyalitas pelanggan produk The Kanza Accesories di

Pada halaman menu utama terdapat judul aplikasi, gambar, tombol menu utama dimana user dapat menekan tombol menu utama untuk menampilkan tombol-tombol

Data yang diperoleh dari kuesioner disajikan dalam bentuk tabel distribusi, kecenderungan pola komunikasi, kecenderungan kemandirian anak, hubungan karakteristik orang tua tunggal

V Sloveniji sodi jetľni ľak med redkejše, v zadnjih letih zboli okľog 80 moških manj kot 2 'Á vseh novih pľimeľov in 55 žensk okrog 1 % vseh novih pľimeľov.. Keľ je

Pemerintah dalam hal ini birokrasi sebagai agen administrasi yang paling bertanggungjawab dalam implementasi kebijakan pariwisata di daerah memiliki peran sangat

didominasi oleh peternak etnis Non Papua dan tergolong usia produktif. Sumber matapencahariaan utama adalah sebagai Petani dengan jumlah anggota keluarga cukup kecil

kelayakan LP3A yang telah dilaksanakan (seperti terlampir dalam berita acara), dilakukan revisi. dalam rangka penyempurnaan LP3A sebagaisyarat melanjutkan ke tahap