• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pasar

II- 92.3.Profil Kabupaten Boyolal

Kabupaten Boyolali merupakan salah satu dari 35 Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Tengah, dengan luas wilayah 1015,1010 Km². Wilayah Kabupaten Boyolali dibatasi oleh:

- SebelahUtara : Kabupaten Grobogan dan Kabupaten Semarang. - SebelahTimur : Kab. Karanganyar, Kab. Sragen dan Kabupaten

Sukoharjo.

- SebelahSelatan : Kabupaten Klaten dan Daerah IstimewaJogjakarta. - SebelahBarat : Kabupaten Magelang dan Kabupaten Semarang. Jarak bentang:

- Barat - Timur : 48 Km Utara - Selatan : 54 Km Kabupaten Boyolali memiliki 19 Kecamatan yang tersebar dengan jarak antar kecamatan seperti pada Gambar 2.3 berikut ini :

Boyolali 5 Musuk 4 10 Mojosongo 7 13 3 Teras 12 18 16 19 Ampel 21 20 24 28 32 Selo 11 10 15 18 23 10 Cepogo 11 17 8 4 22 31 21 Banyudono 15 21 12 9 28 36 27 6 Sawit 18 24 14 11 30 38 39 8 13 Sambi 23 29 18 16 35 44 34 12 18 12 Ngemplak 25 31 21 18 37 46 36 14 20 7 19 Simo 33 37 29 26 42 54 44 22 28 15 27 10 Nogosari 41 47 42 40 36 67 58 36 42 28 40 22 32 Andong 37 43 33 30 27 60 48 26 32 19 31 12 22 10 Klego 37 43 41 42 25 58 48 38 44 31 43 24 34 22 12 Wonosegoro 32 38 36 37 20 52 43 34 39 26 38 19 29 16 7 5 Karanggede 49 55 47 44 37 70 60 40 46 33 45 26 36 12 14 12 17 Kemusu 70 76 68 65 58 90 81 62 67 54 66 47 57 32 35 33 38 21 Juwang

Gambar 2.3 Jarak Antar Kecamatan di Kabupaten Boyolali Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Boyolali

commit to user

II-10

Sedangkan untuk bentuk medan Kabupaten Boyolali dapat dilihat pada Gambar 2.4.

Sumber: Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Boyolali 2008 Dibuat oleh BAPPEDA Kabupaten Boyolali tahun 2009

commit to user

II-11

Dalam hal perekonomian, potensi utama yang menunjang perekonomian Kabupaten Boyolali adalah sapi perah, kerajinan tembaga, lele, dan minyak atsiri. Pembangunan ekonomi Kabupaten Boyolali bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, memperluas lapangan pekerjaan, meratakan pembagian pendapatan masyarakat, meningkatkan hubungan ekonomi regional, dan mengusahakan pergeseran kegiatan ekonomi dari kelompok sektor primer ke sektor sekunder dan tersier. Sedangkan kelompok sektor tersebut dikelompokkan menjadi tiga yaitu :

1. Kelompok Sektor Primer : Sektor Pertanian, Pertambangan/Penggalian 2. Kelompok Sektor Sekunder : Sektor Industri, Listrik/Air Bersih,

Bangunan/ Konstruksi

3. Kelompok Sektor Tersier : Sektor Perdagangan, Pengangkutan/ Komunikasi, Perbankan/ Keuangan, Pemerintahan/ Hankam dan Jasa.

Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Boyolali dapat dilihat dari indikator Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Untuk mengetahui definisi dari PDRB terlebih dahulu kita harus mengathui definisi dari Produk Domestik dan Produk Regional.

Produk Domestik yaitu “produk barang dan jasa dari hasil kegiatan ekonomi yang diproduksi di wilayah domestik, tanpa memperhatikan apakah faktor produksinya berasal dari atau dimiliki oleh penduduk region tersebut.” Yang dimaksud wilayah domestik suatu region adalah meliputi wilayah yang berada didalam batas geografis region tersebut (propinsi, kabupaten/kota, kecamatan, desa.

Kenyataan menunjukkan bahwa sebagian dari faktor produksi yang melakukan kegiatan produksi di suatu region, berasal dari region lain, demikian juga sebaliknya penduduk suatu region melakukan kegiatan produksi di region lain. Dengan adanya arus pendapatan yang mengalir antar region ini (termasuk juga dari dan ke luar negeri ) yang pada umumnya berupa upah, gaji, bunga,

commit to user

II-12

deviden, dan keuntungan, maka tmbul perbedaan antara produk domestik dan produk regional.

Sedangkan Produk Regional didefinisikan sebagai produk yang ditimbulkan oleh faktor produksi yang dimiliki oleh penduduk suatu region atau produk domestik ditambah dengan pendapatan yang diterima dari luar daerah/ luar negeri dikurangi dengan pendapatan yang dibayar ke luar negeri.

PDRB yang digunakan untuk mengukur tingkat pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Boyolali ada 2 macam yaitu PDRB atas Harga Berlaku (PDRB ADHB) dan PDRB atas Harga Konstan (PDRB ADHK).

PDRB atas Harga Berlaku didefinisikan sebagai jumlah nilai tambah bruto (gross value added) yang timbul dari seluruh sektor perekonomian disuatu wilayah (region). Yang dimaksud nilai tambah yaitu merupakan nilai yang ditambahkan kepada barang dan jasa yang dipakai oleh unit produksi dalam proses produksi sebagai input antara. Nilai yang ditambahkan ini sama dengan balas jasa atas ikut sertanya faktor produksi dalam proses produksi.

PDRB atas dasar Harga Konstan dari tahun ke tahun menggambarkan perkembangan yang disebabkan oleh adanya perubahan dalam volume produksi barang dan jasa yang dihasilkan serta perubahan tingkat harganya. Sedangkan untuk dapat mengukur perubahan volume produk atau perkembangan produktifitas secara nyata, faktor pengaruh perubahan harga perlu dihilangkan, sehingga sering disebut PDRB riil yaitu dengan cara menghitung PDRB atas dasar Harga Konstan.

Penghitungan atas dasar harga konstan ini, hasilnya dapat digunakan untuk perencanaan ekonomi, proyeksi dan untuk menilai pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan maupun sektoral. Dalam penghitungan atas dasar harga konstan ini selalu berkaitan dengan harga- harga pada tahun dasar. Sebab, harga-harga pada tahun dasar tersebut digunakan untuk menentukan angka indeks dasar yang besarnya = 100% dan difungsikan sebagai pembanding harga-harga pada tahun- tahun tertentu yang akan diselidiki. Untuk penghitungan dengan harga konstan, tahun yang digunakan adalah tahun 2000.

commit to user

II-13

Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Boyolali dalam PDRB secara agregat pada tahun 2010 atas dasar harga konstan (ADHK) sebesar (3,60%) dan atas dasar harga berlaku (ADHB) sebesar (13, 42%).

Selama kurun waktu 2006-2010, Kabupaten Boyolali mempunyai pertumbuhan rata-rata sebesar 11% ADHB dan 4,21% ADHK. Para pakar menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi ideal berkisar antara 5% hingga 7% setiap tahunnya. Dengan pertumbuhan ideal tersebut, para produsen masih bersemangat berproduksi dan konsumen tidak begitu resah karena inflasi tidak begitu tinggi.

Hingga akhir 2010, sektor yang memberikan kontribusi dominan dalam perekonomian dai Kabupaten Boyolali adalah sektor pertanian, perdagangan dan industri, disusul oleh sektor jasa baik harga berlaku maupun harga konstan memberikan kontribusi sebesar 10% terhadp PDRB.

Sektor perdagangan merupakan sektor kedua yang memberikan kontribusi dominan terhadap PDRB Kabupaten Boyolali. Pada tahun 2010 sektor perdagangan memberikan sumbangan terhadap PDRB sebesar Rp 1,82 trilyun ADHB atau sebesar 23,93% dan Rp 984,06 milyar ADHK.

Sektor perdagangan terdiri dari 3 subsektor yaitu sebsektor besar/eceran, sebsektor restoran/rumah makan, dan subsektor Hotel/Losmen. Dari ketiga subsektor tersebut, subsektor besar/eceran adalah subsektor yang memberikan kontribusi paling dominan terhadap PDRB dari sektor perdagangan. Perkembangan PDRB dari sektor perdagangan dari tahun 2006 – 2010 dapat dilihat pada Tabel 2.4 berikut :

commit to user

II-14

Tabel 2.4 Perkembangan PDRB Sektor Perdagangan di Kabupaten Boyolali tahun 2006 – 2010 No Subsektor Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 1 Besar/ Eceran 1252425463 1374324720 1534215974 1677252278 1817027522 2 Restoran/ Rumah Makan 75020605 82879024 86614991 92878745 118806609 3 Hotel/Losmen 1419671 1695192 2005174 2225744 2683688 Jumlah 1328865739 1458898936 1622836139 1772356767 1938517819 Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Boyolali 2011

PDRB sektor perdagangan ini merupakan pendapatan pemerintah yang diperoleh dari unit-unit perdagangan yang ada di Boyolali antara lain pasar tradisional, pasar modern (pertokoan), hotel/losmen/penginapan, rumah makan/restoran, kios/toko/warung, dan SPBU. Perkembangan unit-unit dagang yang ada di Kabupaten Boyolali dapat dilihat pada Tabel 2.5.

Tabel 2.5 Perkembangan Jumlah Unit Dagang di Kabupaten Boyolali tahun 2006 – 2010

No Unit Dagang Tahun

2006 2007 2008 2009 2010

1 Pasar modern 90 90 100 103 108

2 Pasar tradisional 104 106 104 110 100

3 Kios/toko/warung 9660 10024 10429 10009 9182

4 Restoran/rumah makan/ kedai 1943 1950 2097 2158 2164

5 Hotel/losmen/penginapan 265 17 110 106 106

6 SPBU 0 4 4 4 3

JUMLAH 12062 12191 12844 12490 11663

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Boyolali 2011

Dari Tabel 2.4 dapat dilihat bahwa subsektor besar/eceran mendominasi kontribusi terhadap PDRB sektor perdagangan. Dominasi tersebut menunjukkan bahwa subsektor eceran/ besar memiliki peranan penting dalam perekonomian Kabupaten Boyolali. Subsektor eceran/besar merupakan pendapatan yang diperoleh dari unit dagang yang berupa pasar tradisional, pertokoan (pasar modern), dan kios/toko/warung. Dari Tabel 2.5 dapat dilihat bahwa dari subsektor eceran/besar, hanya pasar modern (pertokoan) yang terus mengalami peningkatan tiap tahun. Baik pasar tradisional maupun kios/warung mengalami

commit to user

II-15

pertumbuhan jumlah unit yang fluktuatif dari tahun 2006-2010, bahkan cenderung menurun. Menurunnya jumlah kios-kios dan unit pasar tradisional tersebut membuat resah para pedagang pasar tradisional. Mereka menuntut pemerintah untuk segera mengeluarkan PERDA mengenai penataan pasar tradisional dan pasar modern.

Sekretaris Paguyuban Pedagang Pasar Kota Boyolali, Much Ichsanuddin, menyatakan salah satu faktor utama yang membuat pasar terpuruk adalah banyaknya toko modern, termasuk swalayan, yang berdiri di depan pasar (www.solopos.com). Dari tahun ke tahun jumlahnya juga semakin banyak. Hal ini secara tidak langsung memengaruhi jumlah pembeli yang berbelanja di pasar Kota Boyolali. Oleh karena itu, pihaknya meminta supaya pemerintah daerah segera bertindak. Hingga akhir 2011 Pemerintah Kabupaten Boyolali belum memiliki Peraturan Daerah tentang penataan pasar tradisional dan pasar modern. Saat ini PERDA yang digunakan Pemerintah Kabupaten Boyolali dalam mengelola pasar tradisional dan pasar modern adalah PERDA No 28 tahun 2001 mengenai Pengelolaan dan Retribusi Pasar Pemerintah dan PERDA No 12 tahun 2003 mengenai rumah toko, toko dan kios. Selain itu pemerintah juga menggunakan PERMENDAGRI No 53/M-DAG/12/2008 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern.

Dalam PERMENDAGRI No 53 tahun 2008 pasal 3, disebutkan bahwa pendirian pasar tradisional, pusat perbelanjaan, dan toko harus melalui analisa kondisi sosial ekonomi masyarakat dan keberadaan pasar tradisional dan UMKM. Kondisi sosial dan ekonomi yang dianalisa meliputi :

1. Struktur kepadatan penduduk menurut mata pencaharian dan pendidikan 2. Tingkat pendapatan ekonomi rumah tangga

3. Kepadatan penduduk 4. Pertumbuhan penduduk

5. Kemitraan dengan UMKM lokal 6. Penyerapan tenaga kerja lokal

7. Ketahanan dan pertumbuhan Pasar Tradisional sebagai sarana bagi UMKM lokal

commit to user

II-16

8. Keberadaan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang sudah ada

9. Dampak positif dan negatif yang diakibatkan oleh jarak antara Hypermarket dengan pasar tradisional yang sudah ada sebelumnya

10. Tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility)

Sedangkan untuk penentuan jarak harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :

1. Lokasi pendirian Hypermarket atau pasar tradisional dengan Hypermarket atau pasar tradisional yang sudah ada.

2. Iklim usaha yang sehat antara Hypermarket dengan pasar tradisional. 3. Aksesbilitas wilayah (arus lalu lintas).

4. Dukungan/ketersediaan infrastruktur. 5. Perkembangan pemukiman baru.

Khusus untuk minimarket baik yang terintegrasi dengan pusat perbelanjaan maupun berdiri sendiri wajib memperhatikan :

1. Kepadatan penduduk

2. Perkembangan pemukiman baru 3. Aksesbilitas wilayah (arus lalu lintas) 4. Dukungan/ketersediaan infrastruktur

5. Keberadaan pasar tradisional dan warung/toko di wilayah sekitar yang lebih kecil daripada minimarket tersebut.

Mengacu pada peraturan-peraturan tersebut kondisi kepadatan penduduk, pertumbuhan penduduk dibandingkan dengan jumlah pasar modern dan tradisional yang ada dapat dilihat pada Tabel 2.6 berikut :

commit to user

II-17

Tabel 2.6 Perbandingan Kepadatan Penduduk, Pertumbuhan Penduduk, dan Jumlah Pasar tiap Kecamatan di Kabupaten Boyolali pada tahun 2010 No Kecamatan Kepadatan Penduduk (jiwa/km2) Pertumbuhan Penduduk (%) Jumlah Pasar Modern Jumlah Pasar Tradisional 1 Selo 480 0.34% 2 3 2 Ampel 763 0.27% 9 4 3 Cepogo 1005 0.34% 2 4 4 Musuk 934 0.64% 6 9 5 Boyolali 2272 0.39% 9 7 6 Mojosongo 1185 0.25% 8 7 7 Teras 1535 0.70% 5 4 8 Sawit 1915 -0.01% 8 2 9 Banyudono 1776 -0.26% 10 6 10 Sambi 1046 0.15% 5 5 11 Ngemplak 1846 0.35% 12 5 12 Nogosari 1104 0.43% 2 3 13 Simo 909 0.08% 5 4 14 Karanggede 970 -0.19% 5 6 15 Klego 887 0.25% 1 4 16 Andong 1134 -0.12% 11 5 17 Kemusu 468 0.19% 2 7 18 Wonosegoro 590 0.24% 2 11 19 Juwangi 437 -0.27% 4 4 Jumlah 1119 0.20% 108 100

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Boyolali 2011

Dari Tabel tersebut dapat dilihat bahwa jumlah pasar modern yang ada pada tiap kecamatan belum mengacu pada PERMENDAGRI No 53 tahun 2008 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern. Oleh karena itu, untuk menyeimbangkan pertumbuhan kedua jenis pasar tersebut, maka Pemerintah Kabupaten Boyolali memerlukan Peraturan Daerah yang mengatur penataan kedua jenis pasar tersebut, dan untuk menetapkan Peraturan Daerah yang sesuai dengan kondisi persaingan pasar tradisional dan modern di Boyolali maka perlu dilakukan studi pendahuluan mengenai persaingan kedua jenis pasar tersebut.

commit to user

II-18

Dokumen terkait