• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROFIL KANDIDAT DAN DINAMIKA KONDISI SOSIAL POLITIK PEMILIHAN KEPALA DESA SUMBEREJO

PENDEKATAN LAPANGAN

PROFIL KANDIDAT DAN DINAMIKA KONDISI SOSIAL POLITIK PEMILIHAN KEPALA DESA SUMBEREJO

Bab ini menguraikan tentang profil kandidat dan gambaran dinamika kondisi sosial-politik di Desa Sumberejo pada pamilihan Kepala Desa 2013. Uraian dibagi menjadi beberapa sub bab yaitu gambaran umum pemerintahan desa sebelum Pemilihan Kepala Desa 2013, Pemilihan Kepala Desa, latar belakang sosial-ekonomi kandidat Kepala Desa, dan analisis peta kekuatan kandidat Kepala Desa.

Gambaran Umum Pemerintahan Desa Sebelum Pemilihan Kepala Desa 2013

Desa Sumberejo merupakan desa yang sudah sejak lama ada dan menjadi bagian dari Kabupaten Lumajang. Tidak diketahui dengan pasti pada tahun berapa desa ini dikukuhkan (didirikan) namun menurut keterangan perangkat desa, desa ini sudah memiliki Kepala Desa sejak sebelum tahun 1958. Berikut adalah nama- nama Kepala Desa yang pernah menjabat di Desa Sumberejo sebelum Kepala Desa terakhir yang dilantik Januari 2014 lalu:

Tabel 9 Daftar nama Kepala Desa Sumberejo

No Nama Masa Jabatan

1 Warniti Tidak diketahui-1958

2 Nur Ali Dharmo 1958-1966;

1966-1974 3 Suprapto 1974-1982 4 Akhya 1982-1990; 1990-1998 5 Syamsul Hadi 1998-2006; 2006-2013 Sumber: Data monografi Desa Sumberejo 2014 (diolah)

Kepala Desa pertama Desa Sumberejo bernama Warniti. Warniti merupakan orang dengan latar belakang keluarga yang berprofesi sebagai petani. Jika diistilahkan menurut masyarakat Desa Sumberejo tentang segregasi golongan “wong alim” dan “wong umum”, Warniti merupakan golongan “wong umum”. “Wong alim” merupakan sebutan bagi masyarakat Desa Sumberejo untuk masyarakat yang dianggap memiliki ketaatan yang baik terhadap agama. Masyarakat yang termasuk dalam tipe ini adalah orang-orang yang nyantri dan menjadi ustadz di sekolah. Adapun “wong umum” merupakan sebutan bagi masyarakat yang kehidupannya tidak memiliki pengalaman nyantri atau tidak memiliki hubungan keluarga dengan alim ulama. Tidak diketahui pasti berapa lama masa pemerintahan dan bagaimana keadaan serta kemajuan desa pada pemerintahan Warniti. Beberapa narasumber menyampaikan bahwa Warniti memerintah desa Sumberejo cukup lama sebelum kemudian diserahkan tampuk kekuasaannya kepada putra kandungnya, Nur Ali Dharmo.

Pemberian kekuasaan secara turun temurun seperti ini banyak ditemui dan merupakan hal yang wajar di daerah pedesaan Jawa, termasuk di Desa Sumberejo. Nur Ali Dharmo memerintah Desa Sumberejo selama 2 periode yaitu tahun 1958- 1966 (periode pertama) dan tahun 1966-1974 (periode kedua). Seperti Kepala Desa pertama, Nur Ali Dharmo juga dipilih dengan jalan pemilihan secara langsung dengan sistem one man one vote seperti pemilihan Kepala Desa pada umumnya. Tidak diketahui secara pasti tingkat kepuasan masyarakat terhadap pemerintahan Warniti maupun Nur Ali Dharmo, namun masyarakat memandang baik pada kedua kepala desa tersebut. Keluarga Warniti dianggap dapat memimpin Desa Sumberejo dengan baik.

Sedikit berbeda dengan dua kepala desa sebelumnya, kepala desa ketiga yaitu Suprapto, menduduki jabatan sebagai Kepala Desa tanpa pemilihan langsung dari masyarakat. Suprapto dengan latar belakang karir di kepolisian ditunjuk oleh Bupati pada masanya untuk menduduki jabatan Kepala Desa di Desa Sumberejo pada tahun 1974-1982. Pemerintahan oleh Suprapto berjalan selama satu periode (8 tahun). Tidak ada hal khusus yang peneliti temukan dalam penggalian informasi tentang Kepala Desa Suprapto, mengingat masyarakat juga tidak terlampau mengenal Kepala Desa tunjukan pemerintah kabupaten tersebut.

Setelah kekuasaan sempat berpindah dari keluarga besar Warniti pada masa pemerintahan desa ke tiga, tampuk kekuasaan kembali kepada keluarga besar Warniti. Setelah Suprapto habis masa jabatannya, Akhya, putra dari Kepala Desa Nur Ali Dharmo (Kepala Desa ke dua) naik menjadi Kepala Desa di Desa Sumberejo. Berbekal nama baik yang dibawa kakek dan ayahnya, Akhya dipercaya untuk menduduki kursi pemerintah desa selama dua periode yaitu tahun 1982-1990 (periode 1) dan tahun 1990-1998 (periode 2). Sama dengan kepala desa-kepala desa sebelumnya, Kepala Desa Akhya merupakan orang dari kalangan “wong umum”.

Kepala Desa terakhir sebelum muncul kepala desa baru yang dilantik Januari 2014 lalu adalah Syamsul Hadi. Kepala Desa yang menduduki jabatan selama dua periode ini merupakan kepala desa yang namanya cukup sering disinggung dan diperbincangkan oleh masyarakat. Syamsul Hadi merupakan pengusaha yang terkenal sangat kaya hingga mendapat julukan “bapaknya duit” (raja uang). Pengusaha tanah, tebu, dan bisnis cuci mobil tersebut juga memiliki kiprah politik yang cukup fenomenal. Berbekal kesuksesan sebagai pengusaha dan nama besar ayahnya yang memiliki jaringan free man yang luas dan besar (hingga level provinsi), Syamsul Hadi menjadi orang yang sadar akan kekuatan politiknya. Syamsu Hadi kemudian memberanikan diri untuk mencalonkan diri di beberapa posisi penting di pemerintahan. Ia memulai karirnya sebagai Kepala Desa Sumberejo pada tahun 1998 setelah periode Kepala Desa Akhya berakhir. Setelah dua periode menjabat sebagai kepala desa di Desa Sumberejo, Syamsul Hadi maju bersama pasangannya di kancah pemilihan Bupati Lumajang. Kalah tipis dari

incumbent, Syamsul kemudian memutuskan untuk mendaftarkan diri sebagai calon DPRD kabupaten dari Partai Kebangkitan Bangsa, partai yang juga mengusungnya pada pemilihan Bupati Lumajang 2013. Pada dua pencalonan tersebut, Syamsul Hadi mengalami kegagalan.

Adapun dalam memerintah Desa Sumberejo, Syamsul Hadi memiliki cara yang sedikit ditakuti masyarakat. Kepala Desa Syamsul Hadi menerapkan cara pemerintahan yang terkesan otoriter. Kepala Desa ini banyak memberlakukan

sistem denda terhadap beberapa perkara yang dianggap melanggar peraturan. Hampir semua responden yang diwawancarai sangat menyayangkan tindakan Kepala Desa Syamsul Hadi yang sering memberlakukan denda terhadap masyarakat yang dianggap mengganggu dan melanggar ketertiban desa.

“...Seniyen sekedhik-sekedhik didendo mbayar. Tiyang tukaran didendo, tiyang mbeleh sapi selametan, didendo, tiyang masang salon didendo. Nopo-nopo didendo, mbak...” (Dulu, sedikit-sedikit denda bayar. Orang bertengkar kena denda, orang menyembelih sapi untuk selamatan didenda, orang pasang sound system pun didenda. Apa-apa didenda, mbak)

(Sah, anggota kelembagaan informal)

Selain pemberian sanksi „tegas‟ berupa denda tersebut, kekuatan jaringan free man yang dimiliki Syamsul Hadi memberi kekuatan lain untuk membuat keadaan Desa Sumberejo lebih „kondusif‟. Berbekal aliansi free man yang dioptimalkan sebagai kekuatan utama, Syamsul Hadi berhasil mempertahankan kekuasaannya selama dua periode di Desa Sumberejo.

Pemilihan Kepala Desa

Pemilihan kepala desa di Desa Sumberejo dilaksanakan pada tanggal 18 Desember 2013 di Balai Desa Sumberejo dengan diketuai oleh Bambang Santoso, tokoh masyarakat setempat dengan mengusung dua kandidat berikut:

Tabel 10 Profil kandidat Kepala Desa

Kategori Kandidat Kepala Desa

Ak At

Usia 51 tahun 40 tahun

Pekerjaan Wiraswasta Pedagang

Riwayat pendidikan - SD Sumberejo 1 - SMP Negeri 1 Lumajang - Sekolah Menengah Ekonomi Lumajang - SD Sumberejo 1 - SMP Sukorejo (Pesantren) - SMA Sukorejo (Pesantren) - Institut Agama Islam Ibrahimi

Situbondo Riwayat karir - Karyawan Commanditaire Vennootschap (CV) 45 (<1982)

- Petugas ketik Balai Desa Sumberejo (1982)

- Kepala Urusan

Pemerintahan Desa Sumberejo (1983-2013)

- Guru MI(1998-2003)

- Kepala Sekolah MTs Sumberejo (2003)

- Ketua Badan Permusyawaratan Desa (1999-2007)

- Ketua PAC PKNU Sukodono (2007)

- Bendahara Umum DPC PKNU (2009)

- Tim Ahli Dewan PKNU (2012) - Ketua PKNU (2013-sekarang) - Ketua Ranting NU Sumberejo

(2010-sekarang) Sumber: Wawancara mendalam (diolah)

Pemilihan kepala desa yang dilaksanakan di Desa Sumberejo dimenangkan oleh kandidat 2, yaitu saudara At dengan perolehan suara sebagai berikut:

Tabel 11 Rekapitulasi suara Pemilihan Kepala Desa Sumberejo 2013

Suara Pemilih Jumlah suara Persentase (%)

Perolehan Ak 1 818 36.51

Perolehan At 2 364 47.47

Jumlah suara tidak sah 26 0.52

Jumlah pemilih yang tidak menggunakan hak pilih

772 15.50

Jumlah total hak pilih 4 980 100.00

Sumber: Laporan pertanggungjawaban Pemilihan Kepala Desa Sumberejo 2013 (diolah)

Sesuai tabel yang disajikan di atas, dapat diketahui tingkat partisipasi politik warga Desa Sumberejo pada Pemilihan Kepala Desa tahun 2013. Total jumah hak pilih adalah sejumlah 4 980 suara, sementara pengguna hak milik adalah sejumlah 4 208 suara. Artinya, ada sebanyak 772 (15.50 persen) orang yang tidak menggunakan suaranya. Tingkat partisipasi masyarakat dalam pemilihan Kepala Desa dapat diketahui yaitu sebesar 84.5 persen. Tingkat partisipasi masyarakat dalam Pemilihan Kepala Desa Sumberejo tahun 2013 dapat disimpulkan tergolong pada taraf partisipasi tinggi. Seperti pada umumnya di pedesaan yang masih memiliki nilai-nilai kebersamaan yang tinggi, ajang pemilihan Kepala Desa masih menjadi perhelatan politik yang diminati oleh masyarakat desa. Pemilihan Kepala Desa menjadi ajang penentuan masa depan desa dan masyarakat itu sendiri. Hal ini yang kemudian menjadi salah satu faktor tingginya tingkat partisipasi masyarakat dalam Pemilihan Kepala Desa.

Latar Belakang Sosial Ekonomi Dua Kandidat Kepala Desa

Seperti yang telah diuraikan pada bab Pemilihan Kepala Desa, pemilihan kepala desa di Sumberejo diikuti oleh dua kandidat, yaitu kandidat nomor urut 1(Ak) dan kandidat nomor urut 2 (At). Berikut pemaparan detil tentang latar belakang sosial ekonomi kedua kandidat:

Kandidat Nomor Urut 1 (Ak)

Kandidat Ak merupakan warga asli Desa Sumberejo berusia 51 tahun yang sebelumnya aktif bekerja sebagai kepala urusan pemerintahan Desa Sumberejo. Ak merupakan anak pertama dari Nur Ali Dharmo, Kepala Desa Sumberejo ke dua setelah ayahnya, Warniti. Ak juga merupakan saudara dari Akhya, Kepala Desa ke empat di Desa Sumberejo. Ak sebagai seorang yang berasal dari keluarga petani, memiliki aktivitas yang cukup beragam. Tentu saja, bertani dan beternak merupakan hal yang tidak dilewatkannya. Jika merunut dari karir kerjanya, Ak memiliki aktivitas yang tergolong tidak banyak di luar aktivitas bertani dan beternaknya. Berbekal ijazah terakhir SMK, tahun 1982 Ak mencoba peruntungan kerja di sebuah CV di Lumajang yang ternyata hanya bertahan untuk ditekuninya selama 2 bulan. Ak kemudian mencoba peruntungan di CV serupa di Lumajang.

Ak juga pernah bekerja selama beberapa waktu di koperasi yang berlokasi di Kecamatan Labruk Kabupaten Lumajang. Setelah beberapa kali berpindah tempat bekerja, Ak kemudian direkrut untuk menjadi petugas ketik di kantor desa pada masa pemerintahan saudaranya, Akhya. Tahun berikutnya yaitu tahun 1983, Ak mengikuti ujian perangkat desa untuk menaikkan karirnya di pemerintahan desa. Ujian perangkat desa tersebut kemudian mengantarnya pada posisi Kepala Urusan Pemerintahan pada tahun yang sama, yaitu tahun 1983.

Profesi Ak sebagai Kepala Urusan Pemerintahan bertahan dari tahun 1983 higga akhir tahun 2013 (30 tahun). Ak kemudian mendaftarkan diri sebagai Kepala Desa pada Desember 2013 untuk melanjutkan estafet kekuasaan keluarganya yang sempat terputus. Sebagai salah seorang keturunan dari keluarga mantan Kepala Desa yang sempat memegang kekuasaan cukup lama, Ak memiliki riwayat nama baik yang cukup terjaga. Sebagian masyarakat masih mempercayai dan menghormati keluarga Warniti dan keturunannya (termasuk Ak) untuk memimpin Desa Sumberejo. Sebagai orang yang berasal dari kalangan “wong umum”, Ak dan keluarga terhitung memiliki nama yang baik dengan berkaca pada pemerintahan yang dijalankan saudara, ayah, dan kakeknya. Hal ini yang kemudian menjadi alasan dan kekuatan utama Ak untuk percaya diri maju sebagai calon Kepala Desa. Ak sendiri mendapatkan nomor urut kandidat ke 1 dalam pemilihan Kepala Desa.

Kandidat Nomor Urut 2 (At)

Kandidat bernomor urut dua (Ak) adalah seorang dengan latar belakang agama yang terbilang cukup kental. At sendiri merupakan lulusan sarjana agama di universitas tempatnya menimba ilmu agama (nyantri). Merunut dari riwayat orang tuanya, At merupakan keluarga yang aktif di organisasi keagamaan Nahdhatul Ulama (NU). Nyai Romlah, ibu dari At merupakan aktivis muslimat yang sangat aktif di masanya. Begitu pula dengan ayahnya, aktif mengikuti dan memimpin pengajian di desanya. Pengajian rukun kematian di Desa Sumberejo merupakan salah satu pengajian warisan dari bapak At. At sendiri mulai nyantri

pada usia 13 tahun dan menimba pendidikan formal di SMP hingga perguruan tinggi di institusi yang sama di pondok pesantrennya.

At lulus dari jurusan Muamalat/Syariah Institut Agama Islam Ibrahimy Situbondo pada tahun 1997. At kemudian pulang dan mulai mengajar di sekolah Madrasah Ibtidaiyah (MI) di Desa Sumberejo di tahun yang sama. Sejak itu At mulai meniti karir di institusi pendidikan Islam. Setelah selama lima tahun mengajar di MI, At diangkat menjadi Kepala Sekolah Madrasah Tsanawiyah pada tahun 2003 hingga sekarang. Tidak hanya di institusi formal, At juga mengembangkan karirnya di organisasi keislaman yang dianut dirinya dan keluarganya (NU). At mulai mengikuti kegiatan-kegiatan ke-NU-an baik di Desa Sumberejo maupun di tingkat kecamatan. Sebagai kaum Nahdliyin yang waktu itu mendirikan PKNU, At turut masuk dan berperan di dalamnya. Menjadi ketua PAC kecamatan, Bendahara Umum DPC, Tim Ahli Dewan, hingga menjadi ketua PKNU merupakan beberapa aktivitas yang pernah dijalaninya sebagai aktivis NU.

Selain aktif di organisasi ke-Islam-an, At juga mencoba peruntungan karirnya di dunia pemerintahan. Saat usianya masih 26 tahun (dua tahun setelah pulang dari pondok pesantren) yaitu pada tahun 1999, At mencalonkan diri

sebagai Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Sesuai prediksi, At memenangkan pertarungan pemilihan BPD dan menjadi ketua BPD hingga tahun 2007. Mencalonkan diri sebagai Kepala Desa juga pernah dilakukannya di usianya yang masih 34 tahun saat itu (tahun 2007) melawan incumbent, SH. Pencalonan pertamanya mengalami kegagalan karena kekuatan incumbent yang terlampau sulit untuk dibendung. At kemudian mencoba lagi peruntungannya di ajang Pemilihan Kepala Desa tahun 2013. Sebagai warga Desa yang terbilang masih relatif muda, At dianggap sangat berani mengawali karir di dunia politik. Latar belakang agama, jenjang pendidikan, karakter ustadz yang baik, dan tentu saja

track record At sebagai aktivis menjadi kekuatan utamanya mencalonkan diri sebagai Kepala Desa.

Strategi Kandidat

Perhelatan politik di Desa Sumberejo untuk mencari pemimpin desa berlangsung sangat menarik. Hal ini disebabkan kedua kandidat merupakan orang-orang baru yang sedang mencoba menguji kekuatan kekuasaannya setelah tampuk kekuasaan Kepala Desa SH berakhir. Masyarakat pun sangat menanti perhelatan dengan calon-calon baru tersebut untuk membawa Desa Sumberejo pada suasana yang sama sekali baru. Taktik dan strategi kemudian disusun para kandidat dan tim sukses masing-masing calon demi meraih suara terbanyak. Berikut diuraikan strategi masing-masing calon:

Strategi Kandidat Nomor Urut 1 (Ak)

Sebagai seorang kandidat Kepala Desa, Ak memiliki kekuatan yang dapat diperhitungkan. Secara garis keturunan, peluang Ak untuk melanjutkan estafet kekuasaan di Desa Sumberejo cukup besar. Terlebih Warniti sebagai kakek dari Ak sekaligus Kepala Desa pertama Desa Sumberejo memiliki citra yang cukup baik di masyarakat. Latar belakang keluarga yang sangat mendukung ini menjadi kekuatan utama yang diandalkan Ak untuk mencalonkan diri sebagai Kepala Desa. Sebagian masyarakat juga masih banyak yang memandang baik dan mempercayakan kepemimpinan Desa Sumberejo pada keturunan Warniti. Jika berkaca pada sejarah, dua keturunan Warniti, yaitu Nur Ali (ayah Ak) dan Akhya (saudara Ak) dapat memegang estafet kekuasaan dengan tidak terlampau sulit. Hal ini menambah kepercayaan diri Ak untuk maju sebagai Kepala Desa meneruskan warisan kepemimpinan saudara, orang tua, dan kakeknya.

Selain bekal latar belakang keluarga, pengalaman Ak yang sudah mengabdi di Desa Sumberejo sebagai perangkat selama kurang lebih 30 tahun menjadi keunggulan lain. Ak dianggap oleh sebagian masyarakat sebagai seorang yang sangat memahami Desa Sumberejo dengan pengalaman kerjanya yang sangat lama tersebut. Pengalaman yang lama tersebut dianggap merepresentasikan tingkat pemahaman terhadap apa yang harus dilakukan seorang pemimpin demi Desa Sumberejo yang lebih baik. Dua kekuatan tersebut menjadi andalan utama Ak untuk mencalonkan diri di ajang pemilihan Kepala Desa.

Dukungan dari banyak pihak juga mengalir kepada Ak termasuk dari mantan kepala desa SH. SH mendeklarasikan kepada masyarakat bahwa ia dan keluarga mendukung Ak sebagai penggantinya memimpin Desa Sumberejo.

Dukungan (moril dan materiil) dari mantan Kepala Desa SH ini kemudian dianggap sebagai kekuatan tambahan yang akan mempermudah langkah Ak untuk mendapatkan kursi Kepala Desa. Hal ini cukup beralasan mengingat mantan Kepala Desa SH memiliki kekuatan yang terbukti selama 2 periode pemerintahannya, berhasil membuat masyarakat Desa Sumberejo tidak berani melakukan hal-hal yang tidak disukai oleh mantan Kepala Desa SH.

Pemilihan Kepala Desa dewasa ini diketahui dapat dipastikan selalu memainkan uang di dalamnya. Pun demikian yang terjadi di Desa Sumberejo pada pemilihan kepala desa 2013. Ak mengaku mengeluarkan biaya dalam jumlah yang tidak sedikit untuk uang „ketok pintu‟ ini. Setidaknya Ak „menembak‟ 3 500 pemilih dengan uang sejumlah Rp 50 000,- per kepala. Tidak kurang dari senilai Rp 350 000 000,- dikeluarkan Ak untuk hajatan ini. Diakui Ak bahwa uang dalam pemilihan Kepala Desa sudah tidak dapat dihindari pada era seperti saat ini sehingga mau tidak mau Ak harus melakukannya demi aliran dukungan dan suara yang diharapkan.

Strategi Kandidat Nomor Urut 2 (At)

Sedikit berbeda dengan Ak yang memiliki keunggulan dari segi keturunan dan dukungan kuat dari mantan kepala desa, At menggunakan gelar sarjana yang dimilikinya sebagai kekuatannya. Selain itu, track record sebagai aktivis di organisasi islam membuatnya lebih percaya diri. Terlebih At juga pernah mendapatkan banyak dukungan dan suara sehingga sempat menduduki kursi sebagai Ketua BPD. Track record At sebagai aktivis memiliki catatan yang dianggap baik oleh masyarakat. Hal ini juga didukung dengan karakteristik At yang terlihat bersahaja dan agamis (karena lulusan pesantren).

Selain track record yang baik dan dinilai elektabel sebagai calon Kepala Desa, At juga menawarkan visi misi yang cukup fenomenal dan cerdas. Sebagaimana diketahui, mantan kepala desa lalu dikenal „tegas‟ mengenakan denda bagi masyarakat yang melakukan perbuatan-perbuatan yang dianggap melanggar ketertiban desa. At dengan lantang menyebut dirinya akan menjadi kepala desa yang “ora nargetan” (tidak suka mengenakan sanksi denda). Visi misi At tersebut membuat masyarakat merasa membutuhkan At demi Desa Sumberejo yang lebih baik.

Hal yang lebih berani dijanjikan At yaitu akan membebaskan masyarakat dari tagihan pajak bangunan (rumah dan lahan tidak produktif). Visi ini diyakinkannya di depan masyarakat dengan menandatangani surat perjanjian untuk pemenuhan pembayaran pajak bangunan seluruh masyarakat Desa Sumberejo oleh At secara pribadi. Adapun jumlah nominal biaya pajak bangunan seluruh Desa Sumberejo digadang-gadang mencapai kurang lebih Rp 49.000.000,- per tahun. Jika diakumulasikan, maka dapat dipekirakan At harus menyediakan uang sejumlah kurang lebih Rp 294.000.000,- selama periode pemerintahannya untuk membayarkan pajak bangunan seluruh masyarakat Desa Sumberejo. Surat perjanjian bermaterai tersebut ditandatangani At di depan masyarakat dan beberapa aparat keamanan. Surat tersebut kemudian diperbanyak dan disebarkan kepada seluruh masyarakat Desa Sumberejo. Tindakan berani At dengan menandatangani surat perjanjian tersebut menarik banyak dukungan dan kepercayaan.

Senada dengan Ak, At juga membagikan uang „ketok pintu‟ kepada sejumlah masyarakat Desa Sumberejo namun dengan nominal lebih sedikit, yaitu Rp 25 000,- per kepala. Diakui At bahwa uang „ketok pintu‟ menjadi syarat pertama untuk diterimanya calon di masyarakat sehingga mau tidak mau ia harus juga melakukannya. Lebih kecilnya nominal uang yang diberikan At kepada masyarakat didasarkan pada alasan bahwa At kuat secara track record dan popularitas kesahajaannya sehingga uang „ketok pintu‟ tidak menjadi fokus utama namun tetap menjadi pintu pertama.

Peta Kekuatan Kandidat

Peta kekuatan kedua kandidat dapat diplotkan secara jelas berdasarkan segregasi wilayah yang dipisahkan oleh Jalur Lintas Timur (JLT) sebagaimana dibahas pada bab sebelumnya. Segregasi wilayah ini juga merupakan bentuk segregasi suku dimana daerah barat JLT adalah masyarakat dengan masyoritas berbahasa Jawa, sebaliknya di daerah timur JLT banyak dihuni oleh masyarakat keturunan Madura. Perlu diketahui, kandidat nomor urut 1 (Ak) merupakan warga yang bertempat tinggal di sebelah barat JLT (bersuku dan berbahasa Jawa). Adapun At bertempat tinggal di sebelah timur JLT (bersuku dan berbahasa Madura). Sejarah mencatat bahwa jabatan Kepala Desa di Desa Sumberejo selalu dipegang oleh orang-orang barat JLT yang tentunya beretnik Jawa. At adalah orang timur JLT kedua yang memberanikan diri maju sebagai kandidat kepala desa. Jauh sebelum At, satu kandidat dari timur JLT pernah mencalonkan diri namun gagal. Tampuk kekuasaan selama ini selalu terpusat di daerah barat JLT. Menurut penuturan beberapa responden, orang barat JLT dinilai lebih superior dan berkapasitas sebagai pemimpin daripada orang timur JLT.

Munculnya At sebagai calon dari timur JLT memberi warna tersendiri dalam pencalonan kepala desa di Desa Sumberejo tahun 2013 lalu. Ini pula yang hendak dibuktikan At, bahwa masyarakat etnik Madura (timur JLT) dapat dan berhak untuk menduduki kursi Kepala Desa Sumberejo. At mengakui bahwa masyarakat timur JLT mengalami keminderan dan kepasrahan bahkan menyetujui istilah “orang timur JLT tidak akan pernah memimpin Sumberejo”. At menjadi harapan baru bagi masyarakat timur JLT untuk menjadi masyarakat yang lebih dilihat dan dipertimbangkan keberadaannya.

Sebaliknya Ak, tentu saja kekuatannya berpusat pada daerah tempat tinggalnya, yaitu daerah barat JLT. Loyalis keluarga besar Warniti merupakan kekuatan utama Ak. Catatan sejarah yang menunjukkan bahwa kepercayaan masyarakat terhadap penempatan kursi Kepala Desa selalu pada orang-orang barat JLT membawa kepercayaan diri tersendiri bagi Ak. Untuk memantapkan kekuatan di daerah tempat tinggalnya (barat JLT), Ak juga tidak melewatkan kesempatan untuk bersilaturahmi ke perumahan-perumahan pendatang yang kesemuanya terletak di sebelah barat JLT. Kekuatan yang dimiliki Ak (sebagai orang barat JLT dan keturunan Kepala Desa) menjadi kekuatan yang mutlak dirasakan dapat mengantarkan Ak melanjutkan estafet kekuasaan dari keluarganya. Terlebih Ak mendapat dukungan dari Kepala Desa lama yang terkenal „disegani‟ oleh masyarakat Desa Sumberejo. Dukungan Kepala Desa lama diharapkan Ak dapat