• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROFIL KARAKTERISTIK WISATAWAN PB BETAWI Karakteristik Wisatawan Perkampungan Budaya Betaw

Karakteristik wisatawan Perkampungan Budaya Betawi yang diamati dalam penelitian ini meliputi umur, jenis pekerjaan, tingkat pendidikan, tingkat jangkauan geografis, tingkat pendapatan, jenis etnis, jenis motivasi berkunjung, tingkat hubungan interpersonal, tingkat akses media massa dan tingkat partisipasi sosial. Karakteristik wisatawan secara keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Jumlah dan persentase wisatawan Perkampungan Budaya Betawi berdasarkan karakteristik wisatawan bulan Mei 2016

Karakteristik Wisatawan Kategori Jumlah (n) Persentase (%)

Umur (tahun) 17 – 30 tahun 13 32,5

31 – 39 tahun 10 25,0

40 – 54 tahun 17 42,5

Jenis Pekerjaan PNS 2 5,0

Karyawan Swasta 23 57,5

Wirausaha 9 22,5

Buruh pabrik/ Buruh lepas 1 2,5

Pelajar 3 7,5

Lainnya 2 5,0

Tingkat Pendidikan SMP/MTS atau Sederajat 2 5,0

SMA/MA atau Sederajat 24 60,0

Diploma 5 12,5

Sarjana 9 22,5

Tingkat Jangkauan Geografis

Jakarta,Depok 38 95,0

Bogor, Tangerang, Bekasi 2 5,0

Tingkat Pendapatan Rendah (1.000.000 - 2.000.000) 10 25,0

Sedang ( 2.000.000 – 4.000.000) 20 50,0

Tinggi ( 4.000.000 – 8.000.000 ) 10 25,0

Jenis Etnis Betawi 22 55,0

Sunda 6 15,0

Jawa 11 27,5

Batak 1 2,5

Jenis Motivasi Mengisi waktu luang 23 57,5

Mengajak keluarga liburan 13 32,5

Memenuhi permintaan keluarga

untuk liburan

1 2,5

Mengikuti kegiatan sekolah/kantor 2 5,0

Urusan bisnis 1 2,5 Tingkat Hubungan Interpersonal Rendah (skor 6-21) 12 30,0 Sedang (skor 22-24) 14 35,0 Tinggi (skor 25-30) 14 35,0

Karakteristik Wisatawan Kategori Jumlah (n) persentase (%) Tingkat Akses

Terhadap Media Massa

Rendah (frekuensi 0-80) 15 37,5 Sedang (frekuensi 81-152) 9 22,5 Tinggi (frekuensi 153-245) 16 40,0 Tingkat Partisipasi Sosial Rendah (frekuensi 0-1) 13 32,5 Sedang (frekuensi = 2) 10 25,0 Tinggi (frekuensi 3-7) 17 42,5 Umur

Menurut kategori umurnya, wisatawan PB Betawi mayoritas berada pada kelompok umur 40-54 tahun (42,5%) atau sekitar 17,5% dan 10% lebih besar berturut-turut dari kelompok umur lainnya. Di antara mereka yang berada pada kelompok umur 40-54 tahun umumnya mengunjungi PB Betawi secara rutin hampir setiap bulannya pada hari-hari weekend mengajak keluarga mereka dengan alasan dominan untuk refreshing.

Wisatawan berumur 40-54 tahun dominan oleh keluarga yang sedang melakukan refreshing baik saat hari kerja maupun akhir pekan. Di antara mereka yang berkunjung rutin, adalah motivasi mereka mengisi liburan di akhir pekan menonton pertunjukan tari dan juga melakukan acara kumpul keluarga besar (family gathering) seperti arisan di saung/pendopo yang letaknya berdekatan dengan panggung tari Perkampungan Budaya Betawi. Mereka yang berkunjung pada waktu weekday, umumnya bermotivasi untuk melakukan kegiatan memancing ikan di danau Setu Babakan bersama rekan-rekan mereka yang juga memiliki hobi memancing dan ingin menikmati kuliner ala Betawi yang tersedia di sepanjang jalan sambil menikmati pemandangan Setu Babakan. Adapun diantara wisatawan pada kelompok umur 17–30 tahun, umumnya terdiri atas mereka yang biasa berkunjung untuk mengisi waktu luang di sela-sela istirahat waktu perkuliahan atau waktu kerja sambil menikmati kuliner di PB Betawi.

Pekerjaan

Menurut jenis pekerjaaannya, mayoritas wisatawan PB Betawi bekerja selaku karyawan swasta yakni sebanyak 57,5%, atau sekitar 2,5 kali lipat dari wisatawan yang bekerja sebagai wirausahawan. Adapun wisatawan yang bekerja sebagai buruh menunjukkan persentase terendah (hanya sekitar 2,5%).Wisatawan yang bekerja sebagai karyawan swasta umumnya berkunjung di siang hari waktu hari kerja (senin- jumat), yakni pada waktu istirahat kantor untuk menikmati kuliner di Setu Babakan dengan alasan kuliner yang disediakan memiliki cita rasa yang enak. Alasan lainnya adalah jarak yang dekat antara kantor tempat mereka bekerja dengan kawasan wisata PB Betawi. Di bawah ini adalah penuturan dari salah seorang wisatawan yang berstatus karyawan swasta:

“... Kalo lagi istirahat kantor saya suka kesini buat makan siang. Soalnya jarak kantor saya deket dari sini apalagi harga makanan disini murah-murah, tiket masuk nya juga. Ya udah jadi tiap

31

minggu pasti ada lah istirahat disini buat istirahat sama makan ...”(AS,21 tahun)

Wisatawan yang bekerja sebagai wirausaha banyak yang berkunjung di saat hari kerja karena pada akhir pekan biasanya mereka berdagang untuk mencari penghasilan. Para pelajar seringkali berkunjung ke PB Betawi pada waktu selepas sekolah untuk bermain dengan teman sambil menikmati pemandangan Setu Babakan. Wisatawan yang bekerja sebagai PNS mereka adalah guru yang berkunjung ke PB Betawi untuk membawa anak-anak didik mereka berekreasi sekaligus mengetahui suasana dan budaya masyarakat Betawi.

Pada saat hari kerja PB Betawi tidak pernah sepi dari wisatawan yang hendak memancing di Setu Babakan. Umumnya mereka mulai memancing pada sekitar pukul 08.00 WIB sampai dengan 14.00 WIB, oleh karena itu wisatawan jenis ini adalah mereka yang bekerja sebagai buruh lepas (seperti tukang bangunan) dan karyawan swasta yang jam kerjanya menggunakan sistem shift (seperti supir). Kegiatan memancing ini bisa dilakukan sewaktu mereka mendapatkan giliran shift di kantor pada malam hari, sehingga pada keesokan harinya bisa memancing di Setu Babakan. Dengan demikian, jika dilihat dari waktu yang dialokasikan, wisatawan yang memancing mengalokasikan waktu yang tertinggi dibandingkan wisatawan yang berprofesi sebagai PNS dan karyawan swasta yang berkunjung ke PB Betawi pada waktu mengisi waktu istirahat di kantornya masing-masing. Pola berkunjung para wisatawan PB Betawi tersebut tampaknya memperkuat pernyataan Krippendorf (1997) yang mengemukakan bahwa manfaat perjalanan wisata, salah satunya adalah travel is escape di mana perjalanan wisata merupakan pelarian dari situasi keseharian yang penuh ketegangan, rutinitas yang menjemukkan, atau kejenuhan-kejenuhan karena beban kerja (Pitana dan Gayatri 2005).

Pendidikan

Menurut Pendidikannya, mayoritas wisatawan PB Betawi didominasi oleh yang berpendidikan akhir SMA/MAN atau sederajat yaitu sebanyak 60% atau berturut-turut 47,5% dan 37,5% lebih banyak daripada yang berpendidikan akhir Diploma dan Sarjana. Wisatawan lainnya yaitu mereka yang berpendidikan akhir SMP/MTS/sederajat menunjukkan persentase terendah (5%). Wisatawan dengan pendidikan akhir SMA/MAN biasanya adalah keluarga yang baru saja menikah atau memiliki satu orang anak. Wisatawan tersebut biasanya berkunjung ke PB Betawi untuk menikmati kuliner di Setu Babakan. Selain itu, wisatawan yang memilliki anak kecil memiliki tujuan untuk mengajak anak menaiki wahana perahu bebek di sekitar danau Setu Babakan. Menurut Ismayanti (2010) menjelaskan bahwa latar belakang pendidikan erat kaitannya dengan preferensi dalam pemilihan kegiatan wisata. Hal ini sesuai dengan salah satu penuturan wisatawan yang berkunjung ke Perkampungan Budaya Betawi.

“... Saya kesini bawa anak-anak di sekolah biar mereka tau gimana budaya Betawi yang ada di Jakarta ...” (ST, 26 tahun)

Jangkauan Geografis

Menurut tingkat jangkauan geografisnya, mayoritas wisatawan yang berkunjung ke PB Betawi merupakan mereka yang berdomisili di Jakarta-Depok. Persentase mereka yang berdomisili di Jakarta- Bogor 19 kali lebih banyak dibandingkan yang berdomisili di Bogor, Tangerang, Bekasi (Botabek) . Wisatawan PB Betawi yang berdomisili di wilayah Jakarta-depok umumnya dilatarbelakangi oleh dekatnya jarak tempat tinggal mereka dengan kawasan PB Betawi sehingga untuk liburan atau sekedar mengisi waktu luang para calon wisatawan lebih memiliki kawasan wisata PB Betawi dibandingkan kawasan wisata lainnya. Seperti yang dikatakan oleh salah satu wisatawan PB Betawi yaitu:

“... Setu kan deket dari rumah saya jadi saya suka bawa anak- anak kesini kalo lagi libur apalagi bisa dibilang masuk ke setu bayarnya murah Cuma bayar parkir aja 2000 rupiah. Buat yang suka liburan tapi gamau jauh-jauh kaya saya ya cocok dah liburan di Setu ...”(ZN,42 tahun)

Wisatawan yang berdomisili di kawasan Botabek memiliki beberapa motivasi untuk mengunjungi kawasan PB Betawi walaupun jarak yang ditempuh cukup jauh. Motivasi yang utama adalah PB Betawi adalah satu-satunya tempat wisata yang memiliki perpaduan antara budaya Betawi, pemandangan alam dan kuliner khas di Jakarta. Jakarta yang sudah menjadi kota metropolitan dan padat penduduk sulit untuk ditemukannya kawasan seperti PB Betawi. Oleh karena itu wisatawan rela untuk menempuh perjalanan yang cukup jauh untuk menikmati atraksi-atraksi wisata yang terdapat di PB Betawi. Motivasi lainnya adalah mereka berkunjung ke PB Betawi untuk mengetahui harga-harga penyewaan fasilitas seperti pendopo dan teras rumah adat untuk kegiatan kumpul keluarga. Hal tersebut sesuai dengan penyataan Morissan (2010) yang mengemukakan bahwa kebiasaan konsumen, dalam hal ini wisatawan PB Betawi, berbeda-beda yang dipengaruhi oleh lokasi dimana mereka tinggal.

Pendapatan

Berdasarkan tingkat pendapatannya, mayoritas wisatawan tergolong ke dalam kategori sedang. Wisatawan yang tergolong ke dalam kategori sedang memiliki persentasi 25% lebih banyak daripada mereka yang tergolong kedalam tingkat pendapatan tinggi dan rendah. Mereka yang berpendapatan sedang umumnya bekerja sebagai karyawan swasta di suatu perusahaan. Jenis pekerjaannya mulai dari staff, satpam, sales dan driver. Wisatawan yang berpendapatan tinggi umumnya bekerja sebagai Guru dan berstatus sebagai PNS. Lalu wisatawan dengan kategori rendah umumnya berprofesi sebagai satpam, pedagang dan buruh bangunan.

PB Betawi merupakan tempat yang tepat untuk berkegiatan wisata bagi semua jenis kalangan baik itu ekonomi bawah, ekonomi sedang dan ekonomi tinggi. Dengan uang sebesar 2000 rupiah maka wisatawan sudah bisa masuk kedalam kawasan PB Betawi sehingga banyak wisatawan yang mengatakan bahwa motivasi mereka berkunjung dilatarbelakangi oleh harga masuk ke PB Betawi yang murah. Biaya tersebut dianggap tidak memberatkan wisatawan karena setelah masuk

33

kawasan PB Betawi mereka dapat berada dikawasan tersebut tanpa batas waktu mulai dari pukul 08.00 samai dengan 17.00. Selain itu biaya sebesar 2000 rupiah yang dikenakan dihitung per kendaraan motor roda dua, bukan per wisatawan sehingga apabila satu keluarga ingin berkunjung menggunakan sepeda motor, keluarga tersebut hanya perlu menyiapkan uang sebesar 2000 rupiah. Fenomena ini sesuai dengan Yoeti (2001b) yang menyebukan bahwa orang yang melakukan perjalanan wisata adalah orang yang memiliki uang lebih yang tidak akan mempengaruhi kehidupan rumah tangga. Hal tersebut dapat menjelaskan mengapa wisatawan PB Betawi cocok bagi wisatawan yang berpendapatan rendah, sedang, maupun tinggi karena uang sebesar 2000 rupiah yang dikenakan oleh pengelola kepada wisatawan tidak mengurangi biaya untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Seperti penuturan wisatawan berikut yang dapat mewakili wisatawan lainnya.

“... Setu kan deket dari rumah saya jadi saya suka bawa anak- anak ke sini kalo lagi libur, apalagi bisa dibilang masuk ke setu bayarnya murah, cuma bayar parkir aja 2000 rupiah. Buat yang suka liburan tapi gak mau jauh-jauh kaya saya ya cocok dah liburan di Setu ...”(ZN,42 tahun)

Wisatawan yang berpendapatan tinggi cenderung memiliki tujuan lain selain berwisata ke PB Betawi. Tujuan lain tersebut bisa berupa mencari informasi mengenai prosedur penyewaan rumah adat untuk acara kumpul keluarga besar. Selain itu ada pula wisatawan yang ingin menyewa gambang krombong untuk acara hajatan dirumah sehingga perlu menanyakan informasi mengenai gambang kromong secara langsung kepada pengelola PB Betawi karena wisatawan tersebut tidak memiliki nomor telepon atau kontak yang dapat dihubungi terkait penyewaan fasilitas yang terdapat di PB Betawi.

Etnis

Pada Tabel 2 dapat dilihat berbagai macam etnis yang berkunjung ke PB Betawi. Etnis tersebut adalah Betawi, Sunda, Jawa dan Batak. Wisatawan PB Betawi didominasi oleh mereka yang beretnis Betawi. Wisatawan yang beretnis Betawi berturut-turut memiliki persentase 27,5% dan 40% lebih banyak daripada mereka yang beretnis Jawa dan Sunda. Lalu, wisatawan yang beretnis Batak memiliki persentase paling rendah dibandingkan etnis lainnya (1%). Mayoritas wisatawan yang beretnis Betawi disebabkan oleh terdapatnya seni dan budaya Betawi yang menjadi atraksi wisata PB Betawi. Selain itu PB Betawi merupakan satu-satunya perkampungan Betawi yang dijadikan kawasan wisata sehingga keberadaannya sudah cukup diketahui banyak orang menurut salah satu anggota forum pengkajian dan pengembangan. Wisatawan juga banyak yang menyatakan bahwa berkunjung ke PB Betawi sama rasanya dengan mengenang masa kecil karena bangunan-bangunan Betawi yang terdapat di PB Betawi merupakan rumah adat Betawi asli. Seperti yang dikatakan oleh salah satu wisatawan yaitu:

“... Kalo pergi ke setu tuh rasanya kaya pulang kampung, jadi inget pas kita kecil gara-gara rumah Betawinya mirip banget kaya rumah Betawi waktu saya kecil. Terus juga saya kan orang

Betawi, makanya saya suka pertunjukan seni dan budaya Betawi. Kalo ada waktu buat liat pertunjukan pasti saya sempetin nonton.Terus dimana lagi saya bisa beli makanan khas Betawi selain disini ...” (YS,34 tahun)

Wisatawan dengan etnis selain Betawi yang melakukan kunjungan pada saat akhir pekan memiliki motivasi ingin mengetahui seni dan budaya masyarakat Betawi, sedangkan etnis lain yang berkunjung pada saat hari kerja biasanya berkunjung untuk mengisi waktu luang sambil menikmati pemandangan danau Setu Babakan. McIntosh (1977) seperti dikutip dalam Pitana dan Gayatri (2005) mengemukakan bahwa terdapat motivasi dalam diri wisatawan yaitu keinginan untuk mengetahui budaya, adat, tradisi dan kesenian daerah lain yang dikenal dengan cultural motivation.

Motivasi berkunjung

Berdasarkan jenis motivasi berkunjung, mayoritas wisatawan memiliki motivasi untuk mengisi waktu luang (55%). Wisatawan dengan motivasi tersebut lebih banyak 25% dibandingkan wisatawan yang memiliki motivasi untuk mengajak keluarga liburan. Lalu persentase wisatawan yang motivasinya adalah memenuhi ajakan keluarga dan urusan bisnis memiliki persentase yang sama yaitu sebesar 2,5% atau sekitar 12 kali lebih kecil dibandingkan mereka yang memiliki motivasi untuk mengisi waktu luang. Selain itu, wisatawan yang memiliki motivasi untuk mengikuti kegiatan sekolah/kantor memiliki persentase 2 kali lebih besar dibandingkan mereka yang memiliki motivasi untuk memenuhi ajakan keluarga atau urusan bisnis.

Wisatawan yang dilatarbelakangi oleh motivasi mengisi waktu luang biasanya adalah para karyawan yang sedang istirahat atau libur sejenak di sela-sela kesibukannya. Kegiatan yang biasanya dilakukan untuk mengisi waktu luang di PB Betawi salah satunya dengan memancing. Selain itu ada juga wisatawan yang hanya memesan minuman kopi dan merokok sambil menikmati asrinya Setu Babakan. Kawasan PB Betawi setiap bulannya pasti dikunjungi oleh murid sekolah sebagai bagian dari kegiatan belajar mengajar. Salah satu wisatawan yang berprofesi sebagai guru mengatakan bahwa dirinya berkunjung bersama dengan guru-guru lainnya dan juga anak-anak murid dalam rangka memperingati hari Kartini pada tanggal 21 April 2016. Kegiatan ini diisi dengan lomba-lomba busana adat yang dipertunjukkan di panggung seni tari Perkampungan Budaya Betawi. Selain itu terdapat pula wisatawan yang berkunjung dengan motivasi lain yaitu untuk mencari informasi terkait penyewaan pendopo atau teras rumah adat Betawi untuk melaksanakan kegiatan arisan keluarga besar.

35

Tingkat Hubungan Interpersonal

Tingkat hubungan interpersonal penting diteliti dalam penelitian ini karena berhubungan dengan potensi wisatawan dalam menerima informasi mengenai PB Betawi dari orang lain. Mereka yang memiliki tingkat hubungan interpersonal yang tinggi diduga memiliki keterdedahan yang tinggi. Pada variabel tingkat hubungan interpersonal, wisatawan dengan kategori tinggi dan sedang memiliki persentase yang sama (35%) lalu diikuti oleh kategori rendah (35%) yang lebih rendah 5% daripada kategori sedang dan tinggi. Wisatawan yang termasuk kedalam kategori hubungan interpersonal yang rendah umumnya merupakan orang yang sedang merantau di Jakarta sehingga jarang melakukan komunikasi tatap muka dengan keluarga besar juga teman. Seperti informasi yang disampaikan oleh salah satu wisatawan yang termasuk kedalam kategori ini yaitu:

”... Saya ngerantau dek di Jakarta Cuma tinggal anak istri aja.Keluarga saya semuanya di Jawa, jadi kalau pulang ya kalau lagi liburan aja, selebihnya paling lewat telpon ...”(MA,45 tahun)

Adapun mereka yang termasuk kedalam kategori hubungan interpersonal tinggi umumnya tinggal di dekat rumah orang tua atau keluarga besar sehingga kegiatan tatap muka berjalan dengan lancar.

Tingkat Akses terhadap Media Massa

Pada Tabel 2 terlihat bahwa tingkat akses terhadap media massa dan juga tingkat partisipasi sosial wisatawan PB Betawi mayoritas berada pada kategori tinggi, lalu berturut-turut diikuti oleh kategori rendah (diantara > 35% sampai dengan < 37,5%) dan kategori tinggi (diantara >15% sampai dengan <35%). Secara keseluruhan, keterdedahan wisatawan terhadap media massa ditunjukkan oleh Gambar 5.

Gambar 5 Rata-rata frekuensi keterdedahan media massa wisatawan PB Betawi bulan Mei 2016 1 0,1 9 93 3 10 M E D I A M A S S A

Saat ini tingkat akses terhadap media massa besar dipengaruhi oleh penggunaan media sosial hibrida untuk mencari informasi. Dari Tabel 3 dapat terlihat sebanyak 37,5% dari total wisatawan termasuk ke dalam kategori tingkat akses terhadap media massa rendah. Wisatawan yang termasuk kedalam kategori tingkat akses media massa yang rendah umumnya juga rendah frekuensinya dalam penggunaan media sosial hibrida dalam mencari informasi. Dari Gambar 5 dapat dilihat bahwa dalam seminggu rata-rata wisatawan PB Betawi mengakses media sosial sebanyak 93 kali. Angka tersebut sangat jauh jika dibandingkan dengan frekuensi mengakses informasi melalui koran yang hanya 1 kali dalam seminggu, majalah yang hampir semua wisatawan tidak membaca majalah, website sebanyak 9 kali, radio sebanyak 3 kali dan televisi sebanyak 10 kali dalam satu minggu terakhir. Selain itu rendahnya tingkat akes terhadap media massa juga disebabkan kesibukan wisatawan dalam bekerja sehingga frekuensi untuk menonton televisi, mendengar radio dan membaca media cetak juga jarang. Berikut adalah pernyataan dari salah satu wisatawan yang termasuk kedalam kategori keterdedahan media massa yang rendah :

”... Saya jarang mas nonton tv atau denger radio soalnya saya kan kerja sistemnya shift. Jadi kerjanya bisa pagi atau malem. Pulang kerja langsung tidur terus kerja lagi. Paling juga kalo mau nonton tv dan lain-lain pas lagi libur soalnya kita kan harus fokus pas lagi kerja ...”(RL,33 tahun)

Dari Tabel 3 juga dapat dilihat bahwa 22,5% wisatawan termasuk kedalam kategori tingkat akses terhadap media massa sedang. Selanjutnya 40% wisatawan termasuk kedalam kategori tingkat akses terhadap media massa tinggi. Penggunaan

smartphone menjadi pemicu yang mempengaruhi frekunsi wisatawan dalam mengakses media massa. Dalam satu hari terdapat wisatawan yang dapat mengakses media sosial melalui smartphone hingga sebanyak 30 kali, artinya dalam seminggu wisatawan dapat mengakses informasi melalui media sosial sebanyak 210 kali. Wisatawan pada umumnya mengakses televisi dan radio di waktu senggang seperti ketika sebelum berangkat kerja ataupun sepulang kerja. Beberapa wisatawan juga mendengarkan siaran radio ketika sedang mengendarai mobil ke tempat bekerja. Informasi yang didapat wisatawan melalui televisi dan radio beraneka ragam dapat berupa informasi berita nasional, berita mancanegara, informasi musik dan artis. Mayoritas wisatawan kurang terdedah media massa cetak seperti koran dan majalah. Hal ini disebabkan koran dan majalah elektronik lebih populer dibandingkan koran dan majalah cetak. Kemudahan mengakses dan juga biaya yang murah menjadi alasan untuk mengakses koran dan majalah elektronik melalui smartphone.

Tingkat Partisipasi Sosial

Partisipasi sosial adalah banyaknya keikutsertaan wisatawan dalam kegiatan sosial dan pertemuan-pertemuan lokal yang meliputi kegiatan pengajian, arisan, hajatan dan kerja bakti dalam satu minggu terakhir. Dari kegiatan-kegiatan sosial tersebut wisatawan memiliki kemungkinan untuk menerima informasi mengenai PBB. Persentase kegiatan partisipasi sosial wisatawan secara keseluruhan ditunjukkan oleh gambar berikut.

37

Gambar 6 Persentase wisatawan Perkampungan Budaya Betawi berdasarkan kegiatan sosial bulan Mei 2016

Merujuk pada Tabel 2 diketahui sebanyak 77,5% wisatawan terlibat dalam kegiatan sosial, sedangkan 22,5% lainnya tidak terlibat dalam kegiatan sosial dalam satu minggu terakhir. Pada Gambar 6 terlihat bahwa mayoritas wisatawan mengikuti kegiatan hajatan dalam satu minggu terakhir (62,5%) sedangkan wisatawan yang mengikuti kegiatan arisan dan kerja bakti hanya sebesar (35%) atau lebih kecil 27,5% lebih kecil daripada persentase wisatawan yang mengikuti kegiatan hajatan. Kegiatan pengajian hanya diikuti wisatawan sebanyak (40%) atau 5% lebih banyak daripada mereka yang mengikuti kegiatan sosial. Hanya 2,5% wisatawan mengatakan mengikuti kegiatan sosial di luar kegiatan pengajian, arisan, kerja bakti, dan hajatan dalam satu minggu terakhir. Wisatawan yang tidak terlibat dalam kegiatan sosial memiliki alasan karena sibuk bekerja. Selain itu ada juga yang sebenarnya mengikuti kegiatan sosial tapi tidak dalam 1 minggu terakhir.

Kegiatan pengajian merupakan kegiatan masyarakat Indonesia yang beragama muslim untuk melakukan doa bersama dengan membaca kitab suci dan bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Wisatawan yang tidak melakukan kegiatan pengajian dilatarbelakangi oleh jam kerja yang tidak sesuai dengan waktu kegiatan mengaji. Selain itu mereka yang berstatus sebagai pelajar cenderung tidak melakukan kegiatan pengajian karena adanya kegiatan di kampus yang tidak bisa ditinggalkan. Pada umumnya kegiatan arisan dilangsungkan satu kali dalam seminggu dengan secara bergantian dari rumah kerumah atau dilakukan bersamaan dengan kegiatan pengajian.

Kerja bakti adalah kegiatan gotong –royong bapak-bapak dan ibu-ibu untuk menjaga keutuhan infrastruktur kawasan pemukiman yang dipimpin oleh ketua RT. Kegiatan ini biasanya diisi oleh bersih-bersih saluran air, pembersihan sampah dan pembetulan jalan. Umumnya kegiatan kerja bakti dilakukan selama satu bulan sekali. Hajatan adalah acara yang diadakan suatu keluarga dalam rangka perayaan seperti pernikahan, khitanan dan slametan. Kegiatan hajatan tidak bisa diprediksi frekuensinya dalam satu minggu karena wisatawan hanya menghadiri acara hajatan sesuai kerabat yang memberikan undangan. Dalam satu minggu terakhir terdapat wisatawan yang tidak menghadiri hajatan sama sekali tetapi ada juga yang mengahadiri acara hajatan sebanyak 5 kali dalam seminggu. Kegiatan sosial lain

40 35 35 62, 5 2, 5 K E G I A T A N S O S I A L

yang diikuti oleh wisatawan di luar pengajian, arisan,kerja bakti dan hajatan adalah ronda atau siskamling dalam lingkup Rukun Tetangga (RT) di malam hari untuk menjaga keamanan wilayah sekitar.

KETERDEDAHAN KOMUNIKASI PENGEMBANGAN

Dokumen terkait