• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kondisi Geografis, Topografis, dan Demografis Kelurahan Cibinong Secara administratif, Kampung Sampora merupakan bagian dari wilayah Kelurahan Cibinong, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Secara geografis Kelurahan Cibinong mempunyai luas 471,245 Ha yang terbagi dalam tiga lingkungan, yaitu lingkungan komplek Bek Ang, lingkungan perumahan dan lingkungan LIPI. Keluarahan Cibinong terdiri dalam 13 RW dan 77 RT. Adapun batas-batas wilayahnya adalah sebagai berikut:

Sebelah utara :Kelurahan Cirimekar Sebelah timur :Kecamatan Citeureup Sebelah selatan :Kelurahan Nanggewer Sebelah barat :Kelurahan Pakansari

Kondisi Topografi Kelurahan Cibinong memiliki ketinggian 217,1 meter di atas permukaan laut (dpl) dan secara umum wilayah Kelurahan Cibinong memiliki ketinggian berkisar antara 15-300 meter dpl. Rata-rata suhu udara berkisar antara 180C-320C, dengan suhu rata-rata 260C. Bentuk permukaan tanah (morfologi) relatif datar diseluruh bagian Kelurahan, baik di bagian utara, timur, selatan maupun barat wilayah Kelurahan Cibinong.

Secara demografi, jumlah penduduk Kelurahan Cibinong Kecamatan Cibinong cenderung tetap dengan mutasi lahir, mati, pindah datang dan pindah pergi. Pada Bulan April 2014 ini penduduk Kelurahan Cibinong berjumlah 28231 Jiwa dengan jumlah Kepala Keluarga sebanyak 9428 KK. Untuk lebih jelasnya, jumlah penduduk Kelurahan Surade dapat dilihat pada

Tabel 3. Jumlah dan persentase penduduk Kelurahan Cibinong menurut jenis kelamin, tahun 2014

Jenis kelamin Jumlah penduduk (jiwa) Total presentase (persen)

Pria 6125 46,50

Wanita 7045 53,49

Total 13170 100,00

Sumber: Data Primer Kelurahan Cibinong tahun 2013

Berdasarkan data yang terdapat pada Tabel 3, jumlah penduduk Kelurahan Cibinong terdiri dari 13170 jiwa dengan jumlah pria sebesar 6125 jiwa atau 46,50 persen. Jumlah ini lebih sedikit dibandingkan jumlah wanita sebesar 7045 jiwa atau 53,49 persen. Sebagian besar masyarakat Cibinong menganut agama Islam dari jumlah penduduk 13170, dan sisanya menganut agama Kristen yang biasanya dianut oleh masyarakat pendatang, bukan warga asli Kelurahan Cibinong.

Jenis pekerjaan masyarakat Kelurahan Cibinong terbagi dalam beberapa bidang yaitu, pertanian, perdagangan, PNS, jasa, wiraswasta,, buruh dan lain lain. Untuk rinciannya dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Persentase Angkatan Kerja Masyarakat Kelurahan Cibinong Berdasarkan gambar 2, dapat dilihat bahwa terdapat beragam jenis pekerjaan yang ditekuni oleh masyarakat Cibinong, dari buruh hingga wiraswasta. Masyarakat Cibinong yang menjadi buruh memang yang paling banyak jumlahnya yatu sebanyak 6890 jiwa, buruh yang dimaksud di atas ialah buruh pabrik dimana mayoritas masyarakat Kelurahan Cibinong wilayahnya sangat berdekatan dengan pabrik di Daerah Cibinong, mengingat sekarang ini kawasan Cibinong sudah termasuk kawasan industri yang sudah dapat diperhitungkan. Pabrik-pabrik yang terdapat di daerah Kelurahan Cibinong ini antara lain pabrik semen, pabrik sepatu, pabri tas dan lain-lain. Sedangkan karyawan sebanyak 1970. Karyawan disini kebanyakan adalah karyawan swasta yang bekerja di kantoran, misalnya perkantoran di daerah Jakarta dan Sentul. Lalu masyarakat yang bekerja sebagai petani sebanyak 1243, jumlah ini menurun setelah banyaknya lahan persawahan masyarakat yang di gusur sekikar awal tahun 2000 yang lalu. Penggusuran lahan tersebut digunakan untuk pembangunan perumahan baru di sekitar Kelurahan Cibinong, salah satu perumahan yang baru dibangun dan mengunakan lahan persawahan masyarakat adalah Perumahan Cibinong Asri. Masyarakat sendiri telah diberi ganti rugi oleh pihak yang telah membangun perumahan tersebut, ganti rugi tersebut berupa uang yang jumlahnya menurut masyarakat sudah cukup untuk mengganti lahan mereka, lalu kebanyakan dari mereka yang lahannya digunakan untuk pembangunan perumahan digunakan untuk membuka usaha sendiri, seperti membuka warung, rental komputer, dan lain-lain. Selanjutnya kategori PNS di Kelurahan Cibinong sebanyak 1189. Lalu masyarakat yang bermatapencaharian pedagang sebanyak 975 jiwa. Banrang yang didagangkan bermacam-macam dan lokasi penujalan pun berbeda-bdea, tetapi mayoritas pedagang di Kelurahan Cibinong menjualkan barang dagangannya di

Pasar Cibinong yang lokasinya tidak jauh dari Kelurahan Cibinong. Sementara itu masyarakat Cibinong yang beriwirausaha ada sebanyak 515 jiwa, usaya yang di buka di kawasan Cibining ini memang semakin tahun semakin melonjak, banyak sekali ruko-ruko yang di bangun di sepanjang jalan Cibinong-Bogor. Usaha yang dilakukan antara lain penjualan tas atau sepatu handmade atau buatan sendiri lalu dipasarkan ke toko-toko yang ada di sepanjang jalan. Untuk bidang jasa masyarakat berjumlah 398, kategori jasa dalam hal ini dijelaskan oleh Bapak Lurah berdasarkan hasil wawancara adalah mereka yang bekerja sebagai supir angkot, tukang ojeg dan kurir-kurir pengangkut di pasar.

Berdasarkan total hasil persentase dari berbagai jenis pekerjaan masyarakat Kelurahan Cibinong yaitu sebesar 99,02 persen, terdapat sekitar 0,98 persen masyarakat yang masih menjadi pengangguran. Hal ini dibenarkan oleh Lurah setempat yang mengatakan bahwa jumlah pengangguran di Kelurahan Cibinong sekitar 3 persen atau sebanyak 390 jiwa. Hal ini disebabkan karena tingkat pendidikan mereka yang masih rendah, mayoritas pengangguran di Keluraha Cibinong hanya lulusan SD atau SMP.

Tingkat pendidikan merupakan faktor penting dalam peningkatan kualitas sumberdaya manusia. Hampir sebagian besar masyarakat Surade telah menempuh pendidikan Sekolah Dasar dengan persentase sebesar 31 persen, untuk tingkat Sekolah Menengah Pertama sebesar 32 persen, Sekolah Menengah Atas sebesar 34 persen, dan Strata Satu sebesar tiga persen. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada Gambar 2 dibawah ini.

Gambar 3. Persentase tingkat pendidikan masyarakat Kelurahan Cibinong

Masyarakat Kelurahan Cibinong dalam berkomunikasi menggunakan bahasa Sunda, sedangkan para pendatang menggunakan bahasa Indonesia dalam berkomunikasi dengan masyarakat setempat. Di tempat formal, seperti sekolah, kantor instansi pemerintahan, dan tempat resmi lainnya masyarakat menggunakan bahasa Indonesia.

Kondisi Sarana dan Prasarana Kelurahan Cibinong

Ketersediaan sarana infrastruktur di Kelurahan Cibinong sudah cukup memadai dari sarana peribadatan, kesehatan, hingga pendidikan. Untuk sarana pendidikan, tersedia lima PAUD, enam Sekolah Dasar, tiga SMP Swasta, satu SMA Swasta. Sarana kesehatan terdiri dari 18 Posyandu, dan satu Poliklinik. Terdapat 2 masjid dan 11 mushola yang didirikan di Kelurahan Cibinong yang mayoritas penduduknya beragama Islam.

Gambar 4 Ketersediaan jumlah sarana dan prasarana Kelurahan Cibinong Gambaran Umum Kampung Sampora

Kampong Sampora terletak di daerah subur Gunung Sindur, secara geologis, Kampung Sampora merupakan bagian dari kelurahan Cibinong yang terletak di Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor. Secara geografis wilayah Kelurahan

Cibinong terletak di 6º 29‟ 27.79513” lintang selatan dan 106º 50‟ 56.07379”

bujur timur. Dari aspek akseblititas dan mobilitas, Kampung Sampora dapat dikatakakn sebagai kampong yang terisolasi dari pusat keramaian. Jalan yang menjadi akses satu-satunya keluar wilayah kampong tertutup oleh Cicinong Science Center (CSC). Akses menuju pusat pemerintahan kota Kecamatan Cibinong berjarak sekitar 4 km, akses menuju pusat pemerintahan Kabupaten Bogor kurang lebih 4 km dan ke ibukota procinsi Jawa Barat adalah 120 km

Iklim di daerah Kampung Sampora mempunyai curah hujan yang cukkup tinggi, hal ini tidak lain dikarenakan Kampungb Sampora merupakan bagian dari Kabupaten dan Kota Bogor. Khusus untuk Kota Bogor sendiri diberi julukan Kota Hujan di Indonesia. Kondisi iklim di Kota Bogor mempunyai suhu rata-rata tiap bulan 26º C dengan sushu terendah 21,8º C dan suhu tertinggi 30,4ºC. kelembaban udara sekitar 70% serta curah hujan rata-rata tiap tahun sekitar 3.500-4000 mm

dengan curah hujan terbesar pada bulan Desember dan Januari dengan frekuensi rata-rata 191,2 hari hujan setahun

Dahulu Kampng Sampora merupakan kawasan pedesaan yang tergolong baik di bidang pertanian, namun sekarang lahan pertanian di kampong ini semakin menipis dan sudah banyak di bangun perumahan-perumahan sehingga aktivitas pertanian bukan lagi prioritas bagi penduduk Kampung Sampora. Hal ini menyebabkan masyarakat Kampung Sampora beralih profesi menajdi pedagang, buruh dan yang lainnya.

Gambaran Umum Situ Dora Sebelum Menjadi Ekowisata

Situ Dora yang berada di Kampung Sampora ini telah ada sejak lama, semenjak nenek leluhur masyarakat Kampung Sampora ini masih hidup. karena itu, danau yang dianggap sebagai anugerah dari Tuhan YME ini dimanfaatkan dan dilestarikan oleh masyarakat agar dapat terus memberikan masfaat bagi mereka. Sejak dulu hingga pada tahun sebelum 2002 danau dimanfaatkan untuk kehidupan sehari-hari. Manfaat yang dirasakan sangat banyak oleh masyarakat, mengingat dulu sulit mendapatkan air bersih karena mereka belum memiliki sumur air bersih untuk kehidupan sehari-hari seperti mandi, mencuci dan lain-lain.

Manfaat Situ Dora tidak hanya dirasakan bagi orang dewasa, namun juga bagi anak-anak di Kampung Sampora. Setiap sore mereka berkumpul di danau untuk bermain dan memancing ikan-ikan kecil yang ada di danau. Selain itu, mereka memanfaatkan lahan disekitar danau yang tersedia untuk bermain sepak bola bagi anak laki-laki. Sementara untuk anak perempuan kebanyakan mereka membantu ibu mereka untuk mencuci pakaian.

Kondisi Situ Dora pada saat itu memang tidak sebersih saat setelah dijadikan ekowisata. Banyaknya sampah yang berserakan dan air yang menjadi tercemar akibat sabun yang berasal dari cucian masyarakat kampung membuat air tidak sejernih saat danau ini belum dimanfaatkan sama sekali. Menurut tokoh masyarakat setempat, sekitar puluhan tahun yang lalu, saat nenek moyang mereka masih hidup, mereka menjelaskan bahwa dahulu air di danau itu sangat bersih walaupun kondisinya masih berantakan dan banyak rumput liar serta rawa-rawa yang terdapat di sebelah danau. Namun seiring dengan meningkatnya penggunaan danau olah masyarakat Kampung Sampora lama-lama kebersihan danau menjadi berkurang.

Ekowisata di Ecopark Cibinong Science Center

Konsep ekowisata berbasis masyarakat yang diharapkan dapat diterapkan di Ecopark Cibinong Science Center (CSC) dapat dijelaskan dengan teori yang dikemukakan oleh WWF (2009). menurut WWF Indonesia (2009), ekowisata berbasis masyarakat merupakan usaha ekowisata yang menitikberatkan peran aktif masyarakat. Hal tersebut didasarkan kepada kenyataan bahwa masyarakat memiliki pengetahuan tentang alam serta budaya yang menjadi potensi dan nilai jual sebagai daya tarik wisata, sehingga pelibatan masyarakat menjadi mutlak. Partisipasi masyarakat dalam menfelola ekowisata dapat dilihat dari tahap

perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi kegiatan ekowisata. Namun pada kenyataannya di ekowisata Ecopark ini peran aktif masyrakat dirasakan sangat kecil, berdasarkan tahap ekowisata berbasis masyarakat di bawah ini yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi, masyarakat Kampung Sampora hanya melaksanakan sampai tahap kedua yaitu tahap pelaksanaan. Untuk tahap evaluasi dilakukan sendiri oleh pihal Ecopark CSC selaku penanggungjawab ekowisata. Berikut adalah rincian pelaksanaan ekowisata di Ecopark CSC.

1. Tahap Perencanaan

Implementasi ekowisata dipandang sebagai bagian dari perencanaan pembangunan terpadu yang dilakukan di suatu daerah. Untuk itu, keterlibatan para pihak terkait mulai dari level komunitas, masyarakat, pemerintah, dunia usaha dan organisasi non pemerintah diharapkan mampu membangun suatu jaringan serta menjalankan suatu kemitraan yang baik sesuai peran dan keahlian masing-masing. Pada awalnya, pihak LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) yang sekarang namanya berubah menjadi Cibinong Science Center (CSC) yang menginisiasi masyarakat untuk bersama-sama membuka kawasan Taman Ekologi (Ecology- Park) sebagai tempat wisata. Namun masyarakat menolak untuk pembangunan area wisata karena khawatir akan ada pengaruh-pengaruh negative yang dibawa oleh wisatawan ke dalam kampung mereka. Penolakan terjadi terutama di kalangan ulama dan tokoh adat setempat. Butuh waktu yang lama dan sulit sekali untuk meyakinkan masyarakat akan manfaat dari pembangunan ekowisata taman ekologi tersebut. Kiranya butuh waktu sekitar dua tahun untuk menyosialisasikan pembangunan Taman Ekologi di kawasan Cibinong Science Center ini. Namun, setelah ada perbincangan lebih mendalam antara pemerintah, tokoh masyarakat, dan masyarakat Kampung Sampora, yang lokasinya memang sangat dekat dengan kawasan ekowisata, akhirnya pembukaan kawasan wisata disetujui tetapi dengan syarat bahwa jenis wisata yang ditawarkan adalah “Ekowisata Bersih” dengan maksud bersih dari segala tindakan-tindakan merusak moral, karena mayoritas umat Kampung Sampora adalah memeluk agama Islam.

2. Tahap Pelaksanaan

Pola ekowisata berbasis masyarakat mengakui hak masyarakat lokal dalam mengelola kegiatan wisata di kawasan yang mereka miliki secara adat ataupun sebagai pengelola. Dengan adanya pola ekowisata berbasis masyarakat bukan berarti masyarakat akan menjalankan usaha ekowisata sendiri. Pembangunan sarana prasarana ekowisata dimulai sejak tahun 2004 dengan dana dari pemerintah sebesar 300 juta Rupiah. Pembangunan ekowisata, dilakukan oleh pihak CSC dan tidak lupa pula masyarakat Kampung Sampora yang ikut serta membantu pembangunan ekkowisata. Mulai dari pembuatan gerbang, pembersihan rawa hingga menjadi danau serta pengaspalan jalan menuju lokasi ekowisata, karena sebelumnya jalan menuju tempat yang akan dijadikan ekowisata bias dikatakan buruk. Setelah kurang lebih pembangunan kasawasan ekowisata berjalan enam bulan, akhir tahun 2004 pun kawasan Ecopark Cibinong Science Center resmi dibuka untuk umum oleh pihak CSC dan Kelurahan Cibinong. Masyarakat yang ingin berkunjung ke Ecopark tidak dikenakan biaya apapun alias gratis, mereka hanya mengeluarkan biaya parkir sebesar 2000 Rupiah untuk jasa penjaga parkir.

3. Tahap Evaluasi

Ekowisata yang dikembangkan untuk kepentingan pembangunan berkelanjutan, yaitu sebuah kegiatan usaha yang bertujuan untuk menyediakan alternatif ekonomi secara berkelanjutan bagi masyarakat di kawasan ekowisata. Pengurus ekowisata Ecopark Cibinong Science Center melakukan tahap evaluasi dengan melakukan musyawarah bersama. Hal ini dilakukan untuk memonitoring kegiatan ekowisata dan sebagai pertanggungjawaban pengurus agar ekowisata yang dijalankan dapat terus berkembang dengan baik. Hasil dari keuntungan ekowisata digunakan untuk biaya perawatan fasilitas sarana dan prasarana ekowisata Ecopark Cibinong Science Center.

Sejarah Ecopark Cibinong Science Center

Cibinong Science Center dahulu di kenal sebagai Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dicanangkan sebagai komplek penelitiian sejak tahun 1964 oleh Presiden pertama RI Ir. Soekarno. Cibinong Science Center (CSC) luasnya mencakup 189,6 ha memiliki konsep ruang terbuka hijau berdasarkan konservasi kekayaan flora Indonesia yang berintegrasi dengan pusat- pusat penelitian yang saat ini terdapat di dalamnya, antara lain Pusat Penelitian Biologi, Bioteknologi, Limnologi dan Biomaterial. Konsep CSC dibagi kedalam beberapa zona-zona penanaman yang antara lain, zona penanaman berdasarkan tipe-tipe ekosistem dataran rendah Indonesia, zona kelompok tumbuhan berdasarkan fungsi (kayu, serat, buah-buahan, dll), zona keragaman spesies dan zona kebun penelitian.

Ecology Park (Ecopark) memiliki luas 32 Ha dengan danau buatan yang menampung limpahan dari 25 titik mata air alami. Pembangunannya mulai dirintis sejak tahun 2002 sebagai kawasan konservasi tumbuhan ex-situ guna mengurangi laju degradasi keanekaragaman tumbuhan. Luasan tersebut terbagi menjadi tujuh ekoregion; ekoregion Sumatera, Jawa-Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua. Untuk kesinambungan pembangunan dan pengelolaan Ecopark, pada tanggal 12 Juli 2011, Kepala LIPI menetapkan Ecopark sebagai kawasan konservasi ex-situ yang dikelola oleh Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor. Dalam pelaksanaannya PKT Kebun Raya Bogor berkoordinasi dengan Badan Pengelola Cibinong Science Center dan masyarakat sekitar kawasan konservasi yaitu Kampung Sampora. Dalam pengelolaannya pun masyarakat Kampung Sampora ikut terlibat karena mereka ditetapkan sebagai karyawan pengelola Ecopark.

Masyarakat Kampung Sampora yang lokasi pemukimannya tidak jauh dari Ecopark ini awalnya sangat tidak setuju atas keinginan pihak CSC untuk membangun Ecopark, mereka menganggap dengan dibangunnya kawasan Ecopark akan merusak lingkungan sumberdaya air mereka yang awalnya rawa- rawa yang merupakan sumber air bagi kehidupan mereka. Rawa itu sendiri memang dimanfaatkan masyarakat setempat untuk pengairan untuk sawah, serta ada pula yang memanfaatkannya untuk mandi cuci kaki dan lain-lain. Selain itu, masyarakat khawatir terjadi kerusakan moral apabila tempat ini dibuka untuk umum, karena di khawatirkan akan terjadi pengaruh yang dibawa wisatawan bagi masyarakat Kampung Sampora. Pengaruh tersebut ada yang bersifat positif

namun ada juga yang negatif. Sehingga masyarakat harus dapat memilah dengan tepat yang baik dan buruk seperti cara berpakaian, gaya hidup, dan cara berbicara wisatawan. Pengaruh ini akan masuk ke lingkungan masyarakat setempat dan akan mempengaruhi kondisi lingkungan yang hingga kini masih terjaga norma dan adatnya. Hal lain yang di khawatirkan masyarakat Kampung Sampora adalah terjadinya perbuatan yang tidak diinginkan khususnya bagi remaja yang berpacaran di kawasan ini, karena kawasan tersebut sebenernya sedikit rawan untuk berdua-duaan. Hal ini memicu sedikit perdebatan antara tokoh adat setempat yaitu bapak AHN dengan pengelola Ecopark CSC.

Setelah sosialisasi yang cukup lama, akhirnya masyarakat Kampung Sampora pun menerima pembangungan Ecopark ini, namun dengan syarat bahwa pihak CSC menjadi tidak akan terjadi hal-hal tidak senonok atau perbuatan maksiat di kawasan Ecopark tersebut. Kesepakatan diperoleh cukup lama dan sulit, pihak CSC berupaya keras untuk meyakinkan masyarakat Kampung Sampora dan akhirnya mereka menyetujui pembangunan Ecopark dengan syarat

“Ekowisata Bersih”. Bersih yang dimaksud bukan hanya bersih soal lingkungan

namun juga bersih dari segala tindakan atau perbuatan yang dilarang oleh agama. Pengembangan suatu kawasan menjadi kawasan ekowisata didorong oleh adanya harapan dari beberapa pihak untuk kemajuan ekonomi masyarakat dan wilayah ekowisata. Masyarakat Sampora sebagai aktor utama dari kegiatan ekowisata memiliki harapan yang tinggi dalam aspek ekonomi. Hal ini terjadi karena masyarakat menginginkan adanya peningkatan pendapatan baik untuk masing-masing individu maupun untuk Kampung Sampora secara keseluruhan. Harapan terhadap aspek ekonomi yang menjadi pendorong paling besar pada masyarakat untuk menyetujui pengembangan kawasan ekowisata. Saat ini, Ecopark menjadi tempat tujuan bermain dan berwisata bagi masyarakat Cibinong dan sekitarnya. Bahkan pada hari Sabtu dan Minggu atau hari libur lainnya oengunjung dari luar kota Cibinong sering berkunjung untuk berekreasi.

Pengelolaan “Ekowisata Bersih” di Ecopark

Bentuk ekowisata yang ditawarkan di Ecopark CSC konsep “Ekowisata

Bersih” yang dikelola pihak PKT-Kebun Raya Bogor dan dibantu oleh masyarakat setempat. Segala peraturan yang terdapat di lokasi ekowisata telah disesuaikan adat dan istiadat masyarakat setempat di lokasi ekowisata ini. Walaupun belum sepenuhnya mengikuti peraturan yang telah ditetapkan, namun diharapkan kedepannya dapat semua dipatuhi pertauran yang telah disepakati tersebut. Masyarakat sebagai pengelola pun berupaya optimal untuk membangun dan merawat kawasan ekowisata agar menjadi lebih baik dan nyaman dikunjungi wisatawan.

Pada tahun 2004, setelah adanya persetujuan untuk membuka kawasan Ecopark CSC dari masyarakat setempat, pihak CSC mengajukan proposal dana kepada pemerintah daerah Kabupaten Bogor untuk melakukan pembangunan infrastuktur di kawasan Ecopark CSC yang sebelumnya masih sangat alami. Bantuan awal yang diberikan pemerintah daerah Kabupaten Bogor adalah 200 juta rupiah. Dana tersebut dialokasikan untuk membangun jalan menuju lokasi ekowisata, membuat gerbang, membenahi lokasi parkir dll. Selanjutnya satu tahun kemudian pihak CSC mengajukan proposal dana untuk perluasan kawasan

Ecopark yaitu untuk lahan pembibitan beberapa tanaman diantaranya, pohon jati, mahoni, dll. Dana yang diajakan adalah sebesar 100 juta rupiah dan disetujui oleh pihak Kabupaten sehingga perluasan lahan pun dapat terselenggara.

Keberadaan pihak Kebun Raya Bogor dalam pembangunan Ecopark sangatlah berarti, aatas usulan pihak Kebun Raya tersebut pengembangan Ecopark dapat berjalan dengan lancar. Untuk kepengurusan Ecopark CSC sendiri masih sangat sederhana. Dengan diketuai oleh perwakilan dari pihak Kebun Raya Bogor dan dibantu masyarakat sekitar sebagai pegawai Ecopark yaitu sekitar 15 orang. Berikut adalah susuan kepengurusan Ecopark CSC.

.

Gambar 5. Struktur kepengurusan Ekowisata Ecopark Cibinong Science Center. Berdasarkan struktur kepengurusan Ekowisata tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut, tokoh ekowisata Ecopark sekaligus perwakilan dari Kebun Raya Bogor adalah Bapak Mustaid yang mengarahkan pengelolaan jalannya ekowisata agar tetap pada aturan-aturan yang telah ditetapkan. Pengamat lingkungan berperan memantau proses pembibitan pada lahan yang telah disediakan khusus untuk menanam tanaman yang bibitnya pun telah disediakan oleh pihak Kebun Raya Bogor, selain itu pengamat juga berperan mengawasi para pekerja yang menanam bibit tersebut. Selanjutnya pengamat lingkungan bertugas mengawasi dan menjaga kelestarian lingkungan Ecopark CSC juga memantau pemeliharaan lingkungan sekitar kawasan Ecopark. Kemudian bidang kemanan tentu mengaja ketertiban wisatawan yang datang mengunjungi Ecopark agar mematuhi peraturan yang ada, tidak lupa pula untuk menjaga kawasan parkir motor serta mobil agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

Karakteristik Responden

Karakteristik penduduk yang dijadikan responden dalam penelitian ini adalah Masyarakat Kampung Sampora yang terlibat maupuan tidak dalam kegiatan ekowisata. Responden yang terlibat adalah pengurus ekowisata. Terdapat 15 responden yang terlibat dalam kegiatan ekowisata dan 15 responden yang tidak terlibat dalam kegiatan ekowisata. Semua responden yang terpilih merupakan warga asli Kampung Sampora yang sudah menempati Kampung Sampora selama kurun waktu yang lama sehingga sudah mengenal Kampung

Kepala Ecopark Cibinong Science Center

Pengamat Lingkungan

Pengamat pembibitan Ketua Bidang

Sampora dengan sangat baik. Kampung Sampora yang dijadikan responden terletak di RW 01 yang terdiri dari lima RT diantaranya RT 01, 02, 03, 04 dan 05.

Berdasarkan jenis pekerjaan, 30 responden yang terpilih juga memiliki berbagai jenis pekerjaan yang berbeda. Terdapat delapan kelompok pekerjaan, antara lain PNS, karyawan, buruh, pedagang, ibu rumahtangga, wiraswasta dan yang bergerak di bidang jasa. Pekerjaan tersebut merupakan pekerjaan utama responden. Pada gambar 6, data yang disajikan persentase jenis pekerjaan utama dari 30 responden yang diteliti. Responden terbanyak ialah bekerja sebagai

Dokumen terkait