• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN SUMBERDAYA BERSAMA DAN PERUBAHANNYA SETELAH MENJADI EKOWISATA BERBASIS MASYARAKAT

Peran Sumberdaya Bersama Sebelum Ekowisata

Sumberdaya bersama merupakan sumberdaya alam yang dimiliki bersama-sama oleh masyarakat setempat. Pada dasarnya sumberdaya tersbut tidak ada pemiliknya dan sudah ada sejak lama sehingga masyarakat setempat dapat memanfaatkan keberadaan sumberdaya alam tersebut. Dalam hal ini sumberdaya bersama bagi masyarakat Kampung Sampora berupa danau dan rawa yang biasanya menjadi sumber sanitasi bagi sawah masyarakat dan sebagai sumber air untuk kehidupan sehari-hari. Selain itu, beberapa masyarakat ada juga yang mandi dan melakukan kegiatan santai seperti memancing walaupun ikan yang didapat hanya ikan-ikan kecil saja. Dengan adanya danau dan rawa tersebut masyarakat sangat terbantu terutama mereka yang bekerja sebagai petani karena mereka tidak perlu pusing dan jauh memikirkan bagaimana sawah mereka mendapatkan air berhubung danau tersebut lokasinya tidak jauh dari sawah mereka. Masyarakat sangat bersyukur atas adanya danau dan rawa tersebut walaupun saat itu tidak ada pengurusnya namun msyarakatlah yang dengan sukarela membersihkannya. Mata air yang dihasilkan juga dimanfaatkan ibu-ibu untuk mencuci pakaian mereka. Bagi anak-anak mata air juga dimanfaatkan untuk mereka mandi sambil bermain pancuran.

Kondisi sebelum dibangunnya ekowisata Ecopark ini memang masih sangat alami, masih banyak sekali rerimbunan pohon mengelilingi Kampung ini, udara sejuk pun sangat dirasakan masyarakat kampung apabila pagi menjelang. Mereka biasanya beraktivitas setelah adzan subuh, terutama para petani yang akan pergi ke sawah berhubung jarak antara sawah dan rumah mereka cukup jauh. Keadaan alam tersebut membuat masyarakat sadar akan kebersihan lingkungannya, walaupun belum semua masyarakat mampu menjaga kebersihan lingkungan kawasan danau dan rawa tersebut dengan baik.

Masyarakat Kampung Sampora dahulu, mayoritas pekerjaannya adalah menjadi petani dengan luas lahan pertanian yang cukup besar di kampung ini, namun seiring dengan perkembangan jaman, lahan sawah Kampung Sampora mulai menipis dengan dibangunnya perumahan-perumahan di sekitar Kampung Sampora. Kondisi ini membuat tidak sedikit masyarakat Kampung Sampora yang beralih profesi. Sebelum dibangunnya ekowisata Ecopark, taraf hidup masyarakat masih dikatakan rendah. Dikatakan rendah karena dengan bertani mereka tidak mendapatkan penghasilan yang diharapkan mengingat harga kebutuhan pokok saat ini semakin meningkat sedangkan pendapatan mereka sebagai petani tidak dapat mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari Kebanyakan dari mereka yang bekerja sebagai petani hanya mengandalkan sawah sebagai mata pencaharian utama. Selain menjadi petani, mata perncaharian lainnya yang mendominasi masyarakat Kampung Sampora adalah buruh pabrik dan ada pula yang menjadi buruh bangunan. Hal ini membuat taraf hidup mereka juga masih rendah. Selain karena pekerjaan mereka yang berpenghasilan masih dibawah standar, mereka juga jarang sekali yang memiliki pekerjaan sampingan. Kebanyakan istri-istri mereka hanya menjadi ibu rumah tangga biasa yang mengurusi kehidupan rumah tangga seperti memasak, mengurus anak dan lain-lain. Kurangnya pendidikan

mungkin yang menyebabkan mereka sulit untuk mendapatkan pekerjaan yang diinginkan. Dilihat dari hasil kuesioner repsonden mayoritas masyarakat Kampung Sampora hanya lulus jenjang SMP, bahkan ada pula yang tidak tamat SD.

Peranan sumberdaya bersama bagi masyarakat untuk kehidupan sehari- hari, misalnya mandi, irigasi sawah, mencuci. dan memancing. Setelah berubah menjadi Ecopark, peranan tersbut berubah yang semula adalah tempat pemenuhan kebutuhan sehari-hari menjadi sumber nafkah bagi sebagian orang dan sebagian lagi menjadi tempat rekreasi atau piknik. Sumber nafkah yang dimaksud adalah sebagai mata pencaharian masyarakat Kampung Sampora, walaupu hanya 15 orang yang bekerja di Ecopark tersebut tapi bagi mereka hal itu sangat membantu perekomian mereka, karena sebelum mereka bekerja disana perkerjaan mereka tidak tetap hanya kerja serabutan saja. Lain halnya dengan bekerja di Ecopark, mereka bertugas memelihara kebersihan danau, malakukan pembibitan, menjaga keamanan dan kelestarian danau, dan lain-lain. Masyarakat yang bekerja di Ecopark ini menganngap pekerjaan mereka memberikan keuntungan, selain diberikan gaji teteap per bulan, mereka juga senang menjaga dan memelihara kebersihan danau, sebab danau tersebut sudah menjadi bagian dari kehidupan mereka baik sebelum menjadi ekowisata maupun sebelum menjadi ekowisata. Untuk lebih jelas melihat peranan sumberdaya bersama sebelum dan sesudah menjadi ekowisata dapat dilihat dari gambar 6 berikut.

Gambar 8. Peranan sumberdaya bersama sebelum dan sesudah ekowisata bagi responden yang bekerja di sektor ekowisata.

Peran Sumberdaya Bersama Setelah Menjadi Ekowisata

Perubahan peranan dari sumberdaya bersama menjadi ekowisata di Kampung Sampora tentu dirasakan bagi maskarakat lokal, awalnya sebagian masyarakat mengandalkan danau untuk mandi dan mencuci misalnya, namun setelah dibangun menjadi ekowisata otomatis mereka tidak dapat lagi menggunakan danau sebagai tempat mandi dan mencuci. Maka dari itu mereka akhirnya membuat sumur sendiri di rumah mereka. Namun demikian hal ini tidak dirasa berat oleh masyarakat, karena sebenarnya menurut mereka memang lambat laun mereka pada akhirnya akan tetap membuat sumur di rumah mereka masing- masing. Sementara bagi para petani yang sebelumnya memanfaatkan danau sebagai sumber irigasi bagi sawah mereka, karena lahan sawah mereka pada saat pembangunan ekowisata sudah dibeli oleh suatu perusahaan untuk pembangunan perumahan, maka mereka tidak merasa dirugikan dengan hilangnya aset pengairan bagi sawah mereka karena mereka pun sudah menjual lahan sawah tersebut dengan harga yang sebanding oleh pihak perusahaan yang akan membangun perumahan. Kebanyakan dari petani tersebut pun akhirnyua beralih profesi menajdi pedagang dengan bermodalkan uang dari penjualan lahan sawah mereka. Berbagai macam produk yang mereka dagangkan misalnya menjual kebutuhan rumah tangga (toko kelontong), menjual pulsa, menjual makanan, dan lain-lain.

Faktor-faktor penting yang menentukan peranan sumberdaya bersama yang berubah menjadi ekowisata antara lain, faktor jenis kelamin, usia, pekerjaan, jarak/akses menuju lokasi. Hal-hal tersebut menajdi faktor penentu manfaat dari adanya sumberdaya bersama. Jenis kelamin menentukan seberapa penting dan motivasiapa yang menyebabkan seseorang untuk ikut serta memanfaatkan sumberdaya bersama, misalnya seorang ibu yang ingin mencuci dan seorang anak perempuan yang hanya ingin bermain di sekitar danau. Selanjutnya pekerjaan, misalnya seorang petani yang memanfaatkan danau untuk irigasinya dan berbeda dengan pengangguran yang ingin memancing di danau tersebut.

Pihak yang merasa diuntungkan dan dirugikan dengan adanya ekowisata di Ecopark CSC ini tentu berbeda. Salah satu pihak yang dirugikan adalah dari masyarakat lokal, walaupun tidak sepenuhnya dirugikan, namun sedikit kecewa dirasakan mereka. Menurut pendapat informan, mereka kurang merasa dihormati oleh pihak pengelola pada saat akan membangun ekowisata ini, mereka menganggap kurangnya sosialisasi dari pihak pengelola untuk membangun ekowisata, namun hal berbeda dikatakan pihak ekowisata. Kepala Ecopark mengatakan bahwa sebelum pembangunan ekowisata ini dilakukan, pihak PKT- Kebun Raya Bogor sudah mengajak masyarakat Kampung Sampora untuk ikut serta dalam pembangunan Ecopark, namun antusiasme masyarakat dirasa sangat minim oleh pihak PKT-Kebun Raya Bogor. Selain karena hal itu, perubahan danau yang sekarang sudah menjadi ekowisata tersebut tidak dapat lagi dimanfaatkan untuk mandi, mencucui dan memancing. Hal ini membuat masyarakat yang sebelumnya melakukan kegiatan tersebut di danau sekarang harus membuat sumur sendiri di rumah. Lalu untuk memancing, mereka harus ke tempat pemancingan ikan. Meskipun begitu tidak ada penuntutan ganti rugi dari pihak masyarakat, karena mereka pun merasa untung dengan adanya ekowisata di sekitar kampungnya, mereka bisa menikmati keindahan danau yang sekarang menjadi indah dari sebelumnya.

Pengelola ekowisata Ecopark Cibinong Science Center merupakan salah satu pihak yang diuntungkan, selain meningkatkan konsevasi sumberdaya hayati yang dimiliki saat ini, dengan adanya ekowisata disana mereka pun dapat penghasilan, walaupun Ecopark tidak dikenakan biaya tiket masuk, namun pendapatan dihasilkan dari biaya parkir. Kemudian pihak PKT-Kebun Raya menjadi sarana untuk meningkatkan potensi keberagaman tumbuhan yang dilaksanakan oleh Kebun Raya Bogor, karena luas lahan yang dimiliki Ecopark cukup luas, maka dari itu dimanfaatkan untuk penanaman tumbuhan untuk konservasi.

Keberadaan ekowisata di Kampung Sampora pada saat itu sebenarnya belum di terima oleh sebagian kecil masyarakat, seperti tokoh agama setempat, namun pembangunan harus tetap berjalan Menurut mereka warisan sumberdaya ini harus dilestarikan dan tidak boleh di rusak oleh siapapun.

“Kalo saya mah sebenernya ngga setuju sama pembangunan ekowisata itu, soalnya itu kan danau milik masyarakat sini, takutnya nanti malah tercemar dan rusak gara-gara banyak yang dateng”(HB/41 Tahun/ketua RW 01.

Berdasarkan pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa terjadi penolakan pembangunan ekowisata, sumberdaya danau tersebut sangat bermanfaat bagi masyarakat Kampung Sampora. Menurut masyarakat Sampora, khususnya pemuka adat seperti tokoh agama, kawasan danau tersebut sejak dahulu bersih dari perbuatan yang berlawanan dengan moral agama, misalnya saja perbuatan mesum. Dengan dicanangkannya pembangunan ekowisata tersebut di khawatirkan kawasan danau yang menjadi sumberdaya mereka akan tercemar dengan perbuatan yang menentang agama. Sehingga para tokoh agama pada saat itu menentang pembangunan ekowisata Ecopark.

Selain khawatir akan rusaknya moral masyarakat Kampung Sampora, beberapa tokoh masyarakat juga meyakini adanya kerusakan lingkungan, seperti kotornya danau, banyaknya sampah yang berserakan dan lainnya. Hal ini dikarenakan kesadaran masyarakat Indonesia umumnya dan masyarakat Bogor khususnya masih sangat sedikit. Sebelum dibentuknya ekowisata disini, kondisi lingkungan masih sangat bersih dan terjaga kealamiannya. Masyarakat sendiri sering melakukan gotong royong untuk membersihkan danau dan rawa. Hal ini dikarenakan mereka merasa memiliki sumberdaya tersebut dan ingin merawatnya. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, dahulu bentuk danau disini masih sangat alami dan belum di bentuk apa-apa. Danau tersebut hanya ditumbuhi oleh rumput dan ilalang serta rawa-rawa di sekelilingnya. Karena keterbatasan dokumentasi, gambar yang diperoleh hanya ada setelah danau telah dibentuk menjadi ekowisata. Namun berdasarkan pernyataan responden, danau tersebut sebelumnya tidak terdapat jembatan yang melingkar dan juga tanaman yang tumbuh buakn tanaman-tanaman yang seperti sekarang berada di sekitar danau, seperti terlihat pada gambar 7 di bawah ini. Gambar ini menunjukkan perubahan yang cukup besar dari bentuk danau.

“Dulu mah neng, danaunya ga ada jembatan yang dari kayu itu yang ngelingker, dulu mah cuma kubangan airlah istilahnya belum kayak sekarang gitu.sekarang mah udah bagus pisan.” (UTS/51 Tahun/Masyarakat Sampora).

Gambar 9. Perubahan kondisi danau

Penolakan tokoh adat dan agama dari masyarakat Kampung Sampora berlangsung cukup lama, kurang lebih dua tahun lamanya mereka masih menolak pembangunan kawasan ekowisata Ecopark di kampung mereka. Hal ini membuat pembangunan ekowisata sedikit terhambat, dan pada akhirnya setelah dua tahun berlalu masyarakat tokoh adat Kampung Sampora menyetujui pembangunan tersebut. Namun seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa ekowisata tersebut harus bersih dari segala macam aspek. Mulai dari perbuatan hingga lingkungan ekowisata itu sendiri, mengingat peranan sumberdaya yang akan dijakadikan ekowisata tersebut sangat berarti bagi masyarakat Kampung Sampora.

Peranan danau yang merupakan sumberdaya bersama ini diyakini oleh masyarakat sebagai pemberian dari Tuhan Yang Maha Kuasa dan harus mereka jaga, karena sebagian besar tokoh adat dan agama disini meyakini pemberian dari Tuhan apapun bentuknya harus dijaga dan dimanfaatkan sebaik mungkin, terutama sumberdaya ini, karena memiliki manfaat yang cukup besar bagi masyarakat Kampung Sampora. Untuk itu, sebagai wujud nyata melestarikan sumberdaya tersebut, masyarakat dengan kesadarannya sendiri selalu berusaha untuk menjaga dan melestarikan kawasan danau agar tidak tercemar.

Manfaat sumberdaya danau yang paling dirasakan oleh masyarakat Kampung Sampora adalah untuk kehidupan sehari-hari seperti mandi, mencuci, dan memancing. Karena dahulu, masih banyak masyarakat Kampung Sampora yang belum memiliki kamar mandi sendiri di rumah sehingga untuk mandi, mereka harus pergi ke danau tersebut. Dahulu di danau tersebut terdapat sebuah bilik kecil yang merupakan tempat masyarakat untuk mandi, buang air dan sebagainya. Namun sekarang dengan dibentuknya ekowisata Ecopark, tentu saja menimbulkan perubahan peranan bagi masyarakat. Mereka tidak lagi memanfaatkan danau tersebut untuk kehidupan sehari-hari. Ada yang menjadikan danau tersebut sebagai tempat mencari nafkah dengan menjadi bagan dari petugas di Ecopark dan ada pula yang memanfaatkannya sebagai tempat hiburan, rekreasi.

Bagi sebagian masyarakat memang dirasakan beberapa keuntunngan dari Ecopark ini, sakah satunya jika mereka ingin rekreasi atau sekedar menghabiskan waktu akhir pecan bersama keluarga, mereka tidak perlu jauh-jauh untuk pergi karena lokasi Ecopark sangat dekat dengan kampung mereka yaitu Kampung Sampora. Selain itu, di Ecopark juga tidak dikenakan biaya masuk, hanya saja bagi pengunjung yang membawa kendaraan dikenakan biaya parker sebesar Rp 2000.

Perubahan peranan bagi masyarakat yang bekerja di luar ekowisata berbeda dengan masyarakat yang bekerja di sektor ekowisata, misalnya menjaga kebersihan danau, keamanan dan pembibitan. Masyarakat yang bekerja di luar sektor ekowisata seperti PNS, buruh, tukang ojeg dan lain-lain memanfaatkan ekowisata tersebut sebagai tempat rekreasi. Mereka senang sekarang sudah ada tempat hiburan untuk sekedar menikmati waktu luang di akhir pecan bersama keluarga. Sedangkan bagi mereka yang bekerja di sector ekowisata, dengan adanya ekowisata Ecopark ini dianggap mampu meningkatkan pendapatan bagi mereka, karena sebelumnya masyarakat yang bekerja di Ecopark, baik bertugs memelihara kebersihan danau, menjaga keamanan sampai pelaksana pembibtan awalnya tidak memiliki pekerjaan yang tetap, misalnya menjadi kuli harian yang gajinya pun tidak menentu dan pekerjaan yang tidak datang selalu. Ada pula masyarakat yang seblum ada Ecopark ini adalah seorang pengngguran, mereka adalah para pemuda lulusan SMA yang masih belum mendapatkan pekerjaan pada saat itu. Namun, setelah dibentuknya ekowisata di sekitar kampung mereka, mereka pun mandapatkan pekerjaan walaupun gajinya tidak besar tetapi mereka merasa bersyukur karena stidaknya sudah memiliki pekerjaan tetap.

Gambar 10. Peranan sumberdaya bersama sebelum dan sesudah menjadi ekowisata bagi responden yang bekerja di sektor non-ekowisata.

Perubahan Kondisi Lingkungan Setelah Ekowisata

Ekowisata merupakan pariwisata yang mengedepankan aspek konservasi ekologi. Untuk itu, keberlanjutan ekowisata ditentukan oleh aspek ekologi. Adanya ekowisata mempengaruhi kehidupan masyarakat di sekitar kawasan ekowisata, dalam kasus ini adalah masyarakat Kampung Sampora dalam menjaga kelestarian lingkungan akan mempengaruhi perkembangan ekowisata

Pada tahun 2004 setelah diresmikannya ekowisata Ecopark CSC, terlihat perubahan yang dirasakan masyarakat Kampung Sampora. Mulai banyaknya pengunjung yang datang ke Ecopark membuat kawasan tersebut menjadi ramai. Kondisi lingkungan sekitar kawasan ekowisata menjadi agak sedikit kotor, hal ini dikarenakan masih kurangnya kesadaran pengunjung untuk membuang sampah pada tempatnya padahal tempat sampah sudah disediakan oleh pihak pengelola Ecopark. Selain itu lingkungan kawasan Kampung Sampora yang jaraknya tidak jauh dari lokasi Ecopark juga menjadi ramai, para pengunjung yang berasal dari Kampung Sampora kebanyakan adalah anak remaja yang masih sekolah.

Seiring berjalannya waktu, perubahan baik terjadi saat pengunjung mulai menyadari akan membuang sampah pada tempatnya. Hal ini terlihat dari semakin berkurangnya sampah yang berserakan di sekitar kawasan Ecopark. Menurut pendapat penglelola ekowisata, kesadaran pengunjung meningkat dari hari ke hari, mereka menyadari kebersihan lingkungan danau dengan melihat para pegawai yang membersihkan danau setiap harinya.

“Setiap harinya pengunjung yang datang semakin sadar kebersihan lingkungan danau ini, mereka melihat para pegawai yang membersihkan danau dan juga terdapat spanduk-spanduk yang memuat larangan untuk membuang sampat sembarangan. Hal ini mungkin saja membuat hati mereka terenguh untuk membuang sampah pada tempatnya” SM/45 Tahun/pengelola ekowisata.

Gambar 11. Kondisi lingkungan danau setelah menjadi Ekowisata Setelah adanya ekowisata di sekitar Kampung Sampora, tingkat rekreasi di Ekowisata Ecopark sedikit mengalami peningkatan, walaupun perubahan tersebut tidak begitu drastis namun detidaknya semenjak adanya ekowisata di Kampung Sampora, masyarakat banyak yang memanfaatkan ekowisata tersebut untuk mengisi waktu luang dengan keluarganya. Sebelumnya, banyak masyarakat yang tidak mengetahui bahwa kawasan tersebut sudah berubah menjadi ekowisata .

setelah menetahui adanya ekowisata mereka sedikit berantusias untuk datang dan mengajak saudara yang lain. Masyarakat masih merasa bahwa ekowisata itu adalah milik mereka sehingga mereka wajib untuk melestarikan dan menjaganya agar tidak rusak.

Tabel 4 Jumlah dan persentase responden berdasarkan perubahan tingkat rekreasi Jenis pekerjaan responden Tingkat rekreasi Sebelum Sesudah

Jumlah Persen(%) Jumlah Persen(%) Sektor ekowisata tinggi 2 6,6 1 3,4 rendah 11 36.6 14 46,6 Sektor non ekowisata total tinggi rendah 7 10 30 23,4 33,4 100 11 4 30 36,6 13,4 100 Berdasarkan hasil Tabel 4, tidak ditemukan perubahan yang signifikan dari tingkat rekreasi masyarakat Kampung Sampora yang bekerja di sektor ekowisata maupun yang bekerja di luar sector ekowisata. Hanya sedikit perubahan yang dapat dilihat, awalnya jumlah responden yang tergolong kategori rendah yang bekerja di sektor ekowisata sebesar 36,6 persen (11 responden), kemudian mengalami perubahan menjadi 46,4 persen (14 responden) setelah adanya ekowisata. Perubahan presentase responden adalah sebesar 10 persen atau mengalami peningkatan dari kondisi sebelum adanya ekowisata, begitu pula yang terjadi pada responden yang bekerja di luar sector ekowisata, perubahan tidak terlalu terlihat. Awalnya kategori rekreasi tinggi adalah sebesar 23,4 persen (7 responden) dan berubah menjadi 36,6 persen (11 responden). Hal ini menjelaskan bahwa perubahan tidak begitu terlihat artinya dengan adanya ekowisata Ecopark di sekitar kawasan Kampung Sampora tidak memengaruhi tingkat rekreasi masyarakat Kampung Sampora itu sendiri.

Sedikit perubahan yang terjadi pada tingkat rekreasi dari masyarakat Kampung Sampora menimbulkan perubahan kondisi lingkungan sekitar kawasan ekowisata. Mereka yang tadinya masih membuang sampah sembarangan menyadari akan kebersihan llingkkungan setelah melihat kondisi di Ecopark yang sangat bersih dan indah dipandang. Hal ini sebagaimana dituturkan oleh salah satu masyarakat yang sering datang ke Ecopark

“Tadinya saya malu banget sama diri sendiri neng, saya masih suka buang sampah di jalanan. Tapi pas dateng ke sini bersih banget danaunya, apalagi jalan

kea rah danaunya. Rumputnya meuni ijo teh sama sekali ga ada sampahnya. Jadi aja teh mikir untuk buang sampah di tempatnya” (UJG/31 Thn/Warga Sampora)

Perubahan Kondisi Ekonomi Setelah Adanya Ekowiata

Untuk meningkatkan pengembangan ekowisata, tidak hanya kebutuhan alam yang harus diperhatikan, tetapi juga kebutuhan masyarakat setempat. Konsep ekowisata berbasis masyarakat mengakui hak masyarakat lokal dalam mengelola kegiatan wisata. Ekowisata berbasis masyarakat dapat menciptakan kesempatan kerja bagi masyarakat setempat dan menambah penghasilan sehingga dapat mengurangi kemiskinan dan meningkatkan taraf hidup masyarakat setempat. Tidak saja mendapatkan pekerjaan dan peningkatan pendapatan, masyarakat juga dapat menciptakan suatu lapangan pekerjaan baru yang menunjang kegiatan ekowisata. Dalam sub-bab ini akan membahas mengenai bagaimana perubahan kondisi ekonomi masyarakat Kampung Sampora sebelum dan setelah adanya ekowisata. Perubahan kondisi ekonomi dilihat dari perubahan tingkat pendapatan dan perubahan taraf hidup masyarakat setempat.

Pekerjaan masyarakat Kampung Sampora cukup beragam. Mulai dari petani hingga PNS, buruh, wiraswasta, dan lain-lain. Kebanyakan dari masyarakat Sampora pada saat ini bekerja sebagai buruh. Hal ini bertransformasi semenjak mulai menggerusnya lahan persawahan di Kampung Sampora yang menyebabkan para petani merugi dan akhirnya beralih profesi. Ada beberapa profesi yang menjadi alternative bagi masyarakat petani untuk menyambung hidup, diantaranya tukang ojek, pedagang, hingga buruh.

Tingkat Pendapatan Rumah Tangga

Kampong Sampora merupakan salah satu kampung di Kecamatan Cibinong Kelurahan Cibinong yang tingkat perekonomiannya tergolong rendah sehingga salah satu cara untuk meningkatkan perekonomian kampung ini pemerintah daerah menetapkan sebagai kawasan ekowisata. Sebelum adanya ekowisata, rata-rata tingkat pendapatan masyarakat diperoleh melalui inverval kelas dari hasil perhitungan di dapat Rp. 8.800.000 per tahun sebagai interval kelas untuk rata-rata pendapatan masyarakat Kampung Sampora. Namun, untuk menggolongkan tingkat pendapatan dengan ukuran rata-rata tersebut tidak dapat mewakili gambaran seluruh responden di kampung ini. Pendapatan terendah di kampung ini adalah sebesar Rp 9.000.000 dan untuk pendapatan tertinggi sebesar Rp 36.000.000. Sehingga tingkat pendapatan dapat dikategorikan sebagai berikut.

1) Rp 27.200.001 - Rp 36.000.000 = tingkat pendapatan per tahun tergolong

“Tinggi” = skor 3

2) Rp 18.000.001 - Rp 27.200.000 = tingkat pendapatan per tahun tergolong

“Sedang” = skor 2

3) Rp 9.000.000 – Rp 27.200.000 = tingkat pendapatan per tahun tergolong

Tabel 5 Jumlah dan persentase pendapatan responden sebelum dan sesudah ekowisata.

Jenis pekerjaan responden

Kategori Sebelum Sesudah

jumlah Persen (%)

jumlah Persen (%)

Sektor ekowisata tinggi 1 3,30 3 10,0

sedang 5 16,6 8 26,6 Sektor non ekowisata rendah tinggi sedang rendah 9 3 7 5 33,3 6,70 23,3 16,4 4 3 7 5 13,3 10,0 23,4 16,7 Total 30 100 30 100

Berdasarkan hasil kuesioner, tingkat pendapatan responden dari sector ekowisata mengalami sedikit peningkatan. Pada mulanya responden yang tergolong kategori pendapatan rendah sebesar 33,3 persen (9 responden) sedangkan setelah bekerja di sector ekowisata beubah menjadi 13,3 persen (4 responden). Sedangkan untuk kategori responden yang bekerja di luar sector ekowisata juga tidak mengalami banyak perubahan atau hampir dikatakan hanya sekitar 2,3 persen perubahannya. Hal ini terjadi karena masyarakat yang bekerja di

Dokumen terkait