• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perubahan Peran Sumberdaya Bersama menjadi Ekowisata Berbasis Mayarakat di Ecopark Cibinong Science Center, Kabupaten Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perubahan Peran Sumberdaya Bersama menjadi Ekowisata Berbasis Mayarakat di Ecopark Cibinong Science Center, Kabupaten Bogor"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

PERUBAHAN PERAN SUMBERDAYA BERSAMA MENJADI EKOWISATA BERBASIS MASYARAKAT DI ECOPARK CIBINONG

SCIENCE CENTER, KABUPATEN BOGOR

ARIENI HANDAYANI

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

(2)
(3)

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perubahan Peran Sumberdaya Bersama menjadi Ekowisata Berbasis Maysrakat di Ecopark Cibinong Science Center, Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2014

(4)
(5)

ABSTRAK

ARIENI HANDAYANI. Perubahan Peran Sumberdaya Bersama menjadi Ekowisata Berbasis Masyarakat di Ecopark Cibinong Science Center, Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh SATYAWAN SUNITO

Sumberdaya bersama memiliki peran penting bagi masyarakat di suatu daerah. Sumberdaya yang secara harfiah di miliki oleh masyarakat di manfaatkan secara maksimal oleh masyarakat untuk kehidupan sehari-hari, yaitu tempat rekreasi dan sumber pendapatan. Perubahan peran terjadi ketika sumberdaya bersama berubah menjadi ekowisata. Ekowisata merupakan perjalanan wisata yang bertanggungjawab terhadap kelestarian alam dan kesejahteraan masyarakat lokal. Peran aktif masyarakat dalam mengelola potensi ekowisata menjadi penting karena masyarakat memiliki pengetahuan tentang alam serta budaya yang menjadi potensi dan nilai jual sebagai daya tarik ekowisata. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis peranan sumberdaya bersama serta perubahannya setelah berubah menjadi ekowisata, selain itu juga untuk melihat keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan ekowisata. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi perubahan peran semenjak adanya ekowisata di Kampung Sampora. Perubahan tersebut diantaranya adalah masyarakat tidak dapat lagi mengakses sumberdaya yang sebelumnya dimanfaatkan oleh mereka, baik itu untuk kehidupan sehari-hari seperti mandi, memancing dan sanitasi untuk sawah. Namun ada perubahan positif dari berdirinya ekowisata ini, yaitu tingkat pendapatan dan taraf hidup masyarakat yang meningkat. Lalu berdasarkan hasil penellitain, keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan masih kurang sehingga ekowisata di Kampung Sampora belum bias dikatakan ekowisata berbasis masyarakat.

Kata kunci: sumberdaya bersama, ekowisata, ekowisata berbasis masyarakat. Shared resources has an important role for people in an area. The resources that is literally owned by communities maximally utilized by the community for their daily lives, which is recreation and source of income. The change occur when resource with the role turn into ecotourism. Ecotourism is a responsible travel journey for the preservation of nature and well-being of local communities. Active role in managing ecotourism potential is important because people have knowledge about nature and potential attractiveness of the value as ecotourism. The purpose of this research is to analize the roale of the shared resources and the changes over into ecotourism and also to see the community involvement in the management of the ecotourism. The result showed a change in the role since the resources become ecoourism in Kampung Sampora. The change is the community in there can no longer access the resources that were previously used by them, such as bathing, fishing dan sanitation. However, there is a positive change from the establishment of ecotourism, whicj is the level of income and standard of living increases, then based on the research, community involvement in the management of ecotourism is still so less in Kampung Sampora, so this is can not be said community-based ecotourism.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

pada

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

PERUBAHAN PERAN SUMBERDAYA BERSAMA MENJADI EKOWISATA BERBASIS MASYARAKAT DI ECOPARK CIBINONG

SCIENCE CENTER, KABUPATEN BOGOR

ARIENI HANDAYANI

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

(8)
(9)

Judul Skripsi : Perubahan Peran Sumberdaya Bersama menjadi Ekowisata Berbasis Mayarakat di Ecopark Cibinong Science Center, Kabupaten Bogor.

Nama : Arieni Handayani

NIM : I34100068

Disetujui oleh

Dr. Satyawan Sunito Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir Siti Amanah, M.Sc Ketua Departemen

(10)
(11)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang masih memberikan nikmat jasmani dan rohani serta waktu yang bermanfaat bagi penulis sehingga skripsi dengan judul “Perubahan Peran Sumberdaya Bersama menjadi Ekowisata Berbasis Masyarakat di Ecopark Cibinong Science Center, Kabupaten Bogor“ dapat diselesaikan.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik karena dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada Dr. Satyawan Sunito selaku dosen pembimbingyang telah banyak memberikan arahan, masukan dan saran serta sabar dalam membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Ayahanda Zainal Arifin dan Ibunda Kartini sebagai orangtua. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada kakak-kakak yaitu Ardian Zakariantoris, Arifianti Hapsari dan Arif Rahman yang senantiasa menemani penulis dikala sedang jenuh jika sedang mengerjakan skripsi, juga memberikan semngat yang tak ada habisnya. Terimakasih juga tak lupa penulis ucapkan kepada teman seperjuangan di KPM yaitu Karina Mako Oktaviani, Nurul Maghfiroh, Bebby Olivianti. Tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada teman satu bimbingan yaitu Fika Fathia Qandhi, Lathifida, NJ, Fatwa dan Zulkarnaen yang memberi dukungan dan semangat atas penulisan skripsi ini, serta teman-teman seangkatan lainnya yang tidak dapat disebuutkan satu persatu.

Ucapan terimakasih juga penulis ucapkan kepada masyarakat Kampung Sampora yang telah bekerjasama membantu penulis dalam peenelitian yaitu Bapak Muhidin, Bapak Tabroni, Ibu Ani, Bapak Samsuri dan masih banyak lagi yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Serta pihak Ekowisata Ecologi Park yang telah banyak membantu dalam berbagai hal dan pihak-pihak terkait dalam penelitian ini. Semoga skripsi ini dapat menjadi rujukan bagi pihak-pihak terkait yang akan membangun ekowisata di Ecopark ini.

Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, September 2014

(12)
(13)
(14)
(15)

DAFTAR ISI

Lokasi dan Waktu Penelitian 19

Teknik Penentuan Responden dan Informan 20

Teknik Pengumpulan Data

Teknik Pengolahan dan Analisis Data

21 22

PROFIL LOKASI PENELITIAN 23

Kondisi geografis, topografis, dan demografis Kelurahan Cibinong 23

Kondisi infrastuktur Kelurahan Cibinong 24

Gambaran umum Kampung Sampora

Gambaran umum Situ Dora sebelum menjadi Ekowisata

26 27 Ekowisata di Ecopark Cibinong Science Center

Sejarah Ecopark Cibinong Science Center

Pengelolaan “Ekowisata Bersih” di Ecopark

27 29 30

Karakteristik Responden 31

PERAN SUMBERDAYA BERSAMA DAN PERUBAHANNYA SETELAH MENJADI EKOWISATA BERBASIS MASYARAKAT

34 Peran Sumberdaya Bersama Sebelum Ekowisata

Peranan Sumberdaya Bersama Setelah Menjadi Ekowisata

34 36

Perubahan Kondisi Lingkungan Setelah Ekowisata 39

Perubahan Kondisi Ekonomi Setelah Ekowisata 42

Tingkat Pendapatan Rumah Tangga 42

Taraf Hidup 43

KETERLIBATAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN EKOWISATA 45

Partisipasi masyarakat Kampung Sampora Aktor-aktor yang terlibat dalam Ekowisata

Perubahan Peraturan setelah adanya Ekowisata di Ecopark

45 46 49

SIMPULAN DAN SARAN 51

Simpulan 51

(16)

DAFTAR PUSTAKA 53

LAMPIRAN 54

(17)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Jadwal pelaksanaan penelitian 19

Tabel 2 Jenis dan teknik pengumpulan data 20

Tabel 3 Jumlah dan persentase penduduk Kelurahan Cibinong menurut jenis kelamin, tahun 2014

23 Tabel 4 Jumlah dan presentase responden berdasarkan perubahan

tingkat rekreasi

42 Tabel 5 Jumlah dan persentase pendapatan sektor ekowisata

sebelum dan sesudah ekowisata.

44 Tabel 6 Jumlah dan persentase perubahan tingkat taraf hidup

rumahtangga Kampung Sampora

45 Tabel 7

Tabel 8 Tabel 9

Jumlah dan persentase tingkat keterlibatan responden masyarakat Kampung Sampora

Jumlah Pengunjung Ecopark Bulan September-Desember Tahun 2013

Stakeholders dan peranannya bagi Ecopark Cibinong Science Center

Gambar 2 Persentase Angkatan Kerja Masyarakat Kelurahan Cibinong tingkat pendidikan masyarakat Kelurahan Cibinong

24 Gambar 3

Gambar 4

Persentase tingkat pendidikan masyarakat Kelurahan Cibinong Ketersediaan jumlah sarana dan prasarana Kelurahan Cibinong

25 26 Gambar 5 Struktur kepengurusan Ekowisata Ecopark Cibinong Science

Center

31

Gambar 6 Persentase pekerjaan responden 32

Gambar 7

Peranan sumberdaya bersama sebelum dan sesudah ekowisata bagi responden yang bekerja di sektor ekowisata.

Perubahan kondisi danau

Peranan sumberdaya bersama sebelum dan sesudah ekowisata bagi responden yang bekerja di sektor non-ekowisata.

Kondisi lingkungan danau setelah menjadi Ekowisata

(18)
(19)
(20)
(21)

PENDAHULUAN

Bab pendahuluan ini berisi latar belakang, masalah penelitian, tujuan penelitian dan kegunaan penelitian. Latar belakang berisi hal–hal yang menjadi alasan pemilihan topik penelitian. Masalah penelitian merupakan pemaparan masalah-masalah apa yang ingin diteliti.Tujuan penelitian berisi jawaban dari masalah penelitian dan kegunaan penelitian menjelaskan kegunaan penelitian ini untuk berbagai pihak yang terkait dengan peneltian. Berikut uraian dari masing-masing bagian tersebut.

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam, mulai dari daratan hingga lautan. Saat ini, Indonesia sedang gencar mengenalkan berbagai tempat pariwisata sebagai tujuan wisata bagi turis mancanegara. Pariwisata merupakan salah satu sektor industri yang paling cepat mengalami peningkatan. Menurut laporan yang dikeluarkan Badan Pariwisata Dunia (United Nation World Turism Organization-UNWTO) bahwa pada tahun 1999 terdapat 663 juta wisatawan internasional, dalam tingkat pertumbuhan rata-rata 4,1 persen per tahun. Pada tahun 2005, angka tersebut mengalami kenaikan mendekati 800 juta orang. Pengembangan dalam sektor kepariwisataan saat ini melahirkan konsep pengembangan pariwisata yang tepat dan aktif dalam membantu menjaga keberlangsungan pemanfaatan budaya dan alam secara berkelanjutan dengan memerhatikan segala aspek dari pariwisata berkelanjutan, alternatif tersebut adalah ekowisata. Ekowisata memiliki tiga aspek penting dalam pengembangannya, yaitu ekonomi masyarakat, lingkungan, dan sosial-budaya. Ekowisata merupakan pembangunan yang mendukung pelestarian ekologi dan pemberian manfaat yang layak secara ekonomi dan sosial terhadap masyarakat sekitar.

Terbitnya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2009 tentang Pedoman Pengembangan Ekowisata di Daerah, telah mendorong Pemerintah Daerah untuk mengembangkan ekowisata yang belakangan ini telah menjadi trend dalam kegiatan kepariwisataan di Indonesia. Secara garis besar,peraturan ini menjelaskan bahwa ekowisata merupakan potensi sumberdaya alam,lingkungan, serta keunikan alam dan budaya yang dapat menjadi salah satu sektor unggulan daerah yang belum dikembangkan secara optimal. Dengan demikian,dalam rangka pengembangan ekowisata di daerah secara optimal perlu strategi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, penguatan kelembagaan, serta pemberdayaan masyarakat dengan memperhatikan kaidah-kaidah sosial, ekonomi, ekologi, dan melibatkan pemangku kepentingan dalam mengelola potensiekowisata.

(22)

menyumbangkan devisa sebesar Rp 80 triliun pada tahun 2008 dengan jumlah wisatawan mancanegara sebanyak 6.5 juta orang. Penerimaan tersebut meningkat33 persen dari tahun 2007 (Rp 60 triliun), dengan jumlah wisatawan mancanegara yang datang ke Indonesia sebesar lima juta orang. Sektor ekowisata akan menjadi sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) apabila sektor ini dikelola dengan pengelolaan yang tepat guna dan tepat sasaran sehingga dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat.

Konsep pengembangan ekowisata berbasis masyarakat hadir sebagai alternatif solusi untuk melestarikan dan mempertahankan keseimbangan alam dan budaya setempat dengan memanfaatkan potensi alam, budaya, kearifan lokal, dan melibatkan masyarakat dalam seluruh kegiatan pelaksanaan pengembangan ekowisata. Ekowisata berbasis masyarakat merupakan usaha ekowisata yang menitikberatkan peran aktif masyarakat. Hal tersebut didasarkan pada kenyataan bahwa masyarakat memiliki pengetahuan tentang alam serta budaya yang menjadi potensi dan nilai jual sebagai daya tarik wisata. Hasil penelitian Untari (2009) permasalahan yang muncul seiring pengembangan ekowisata, seperti kasus pengembangan ekowisata di Zona Wisata Bogor Barat adalah pengelolaan yang belum optimal karena dalam implementasinya masyarakat masih diposisikan sebagai objek dalam kegiatan wisata dan pelibatan dalam pengembangan ekowisata masih kurang. Selain itu, pengetahuan masyarakat masih rendah terutama dalam pengelolaan ekowisata.

Saat ini, Indonesia sedang berupaya meningkatkan sektor pariwisata terutama ekowisata yang di dukung dengan adanya UU No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya; UU No. 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan; PP No. 18 Tahun 1994 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Zona Pemanfaatan Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata. Mengingat bahwa Potensi Obyek dan Daya Tarik Wisata Alam (ODTWA) yang di miliki Indonesia merupakan anugerah yang tak ternilai.Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, keunikan dan keaslian budaya tradisional, keindahan alam, dan peninggalan sejarah/budaya yang dapat dimanfaatkan secara optimal untuk kesejahteraan masyarakat.Kondisi ini memberikan arti positif, yaitu kegiatan kepariwisataan alam dapat berperan dalam meningkatkan kesejahteraan.

Munculnya ekowisata dapat disebabkan dari beberapa faktor. Ada yang memang sengaja dibentuk oleh suatu organisasi masyarakat atau instansi dan sejenisnya dan ada pula yang memang sebelumnya telah ada sumberdaya bersama di daerah tertentu dan kemudian dikembangkan oleh pihak pemerintah, seperti yang ada di Ecopark Cibinong Science Center. Tragedi sumberdaya bersama menurut Hardin (1998) yaitu ketika sumberdaya alam yang terbatas jumlahnya dimanfaatkan semua orang, setiap Individu mempunyai rasionalitas untuk memanfaatkan secara Intensif. Akibatnya, kelimpahan sumberdaya alam menurun dan semua pihak merugi.

(23)

Cibinong Science Center ini sedang dalam pengembangan, karena terdapat wisata danau buatan yang semakin hari semakin banyak pengunjungnya. Danau ini adalah Danau Dora, disebut Danau Dora karena pada saat pembuatannya yaitu pada tahun 2004 banyak anak kecil yang bermain di kawasan tersebut dan pada masa itu pula serial telivisi anak yang berjudul “Dora the Explorer” sedang booming.

Ekowisata di Danau Dora kawasan Ecopark Cibinong Science Center memberikan peran yang cukup berarti bagi kehidupan masyarakat setempat. Kegiatan ekowisata dapat membuka lapangan pekerjaan baru dan meningkatkan pendapatan sehingga dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat setempat, selain itu ada juga perubahan aturan-aturan baru, standar baru dan yang paling terlihat perubahannya adalah terdapat pelaku atau aktor dalam ekowisata yang terlibat dalam pengelolaannya. Atas dasar pemikirian tersebut, diperlukan penelitian tentang perubahan peran sumberdaya bersama yang menjaci ekowisata berbasis masyarakat di Ecopark Cibinong Science Center

Masalah Penelitian

Sumberdaya bersama merupakan sumberdaya yang dimiliki oleh masyarakat di suatu wilayah tertentu yang dimanfaatkan oleh masyarakat itu sendiri. Berbagai peran sumberdaya sangat beeragam dan berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat sekitar. Salahtermasuk keberadaan sumberdaya di Kampung Sampora Kelurahan Cibinong Kabupaten Bogor. Di sini terdapat sebuah danau dan rawa. Untuk itu perlu di teliti apa saja peran sumberdaya bersama bagi masyarakat?

Dewasa ini, ekowisata semakin berkembang di Indonesia. Ekowisata sendiri merupakan suatu bentuk perjalanan wisata ke tempat yang memiliki daya tarik alami dengan mengutamakan aspek konservasi. Aspek konservasi inilah yang membedakan ekowisata dengan pariwisata yang bertujuan untuk kepuasan semata sehingga ekowisata dapat menyadarkan wisatawan dan pengelola agar bertanggungjawab akan kelestarian lingkungan. Namun pada pelaksanaannya, kegiatan ekowisata memberikan pengaruh terhadap masyarakat sekitar. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian bagaimana peubahan peran sumberdaya bersama ketika menjadi ekowisata bagi masyarakat setempat?

Keberhasilan pengembangan ekowisata berbasis masyarakat tentu saja tidak lepas dari keterlibatan masyarakat dalam proses pengelolaannya. Keterlibatan masyarakat ini biasanya dapat dilihat dalam berbagai bentuk, misalnya saja mulai dari proses perencanaan pengembangan ekowisata hingga dalam pengelolaan dan pemeliharaan kawasan ekowisata, maka dari itu perlu dilakukan penelitian bagaimana keterlibatan masyarakat desa dalam pengembangan ekowisata berbasis masyarakat?

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

(24)

2. Menganalisis keterlibatan masyarakat dalam pengembangan ekowisata berbasis masyarakat di Ecopark Cibinong Science Center.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan gambaran mengenai pengaruh adanya ekowisata terhadap perubahan social dan ekonomi yang terjadi bagi masyarakat sekitar kawasan ekowisata.Secara khusus, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi beberapa pihak, diantaranya adalah

1. Bagi masyarakat

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan pemahaman dan wawasan bagi masyarakat dalam mengoptimalkan pengelolaan ekowisata berbasis masyarakat.

2. Bagi pemerintah

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam penetapan kebijakan pengembangan ekowisata ke depannya.

3. Bagi peneliti dan kalangan akademisi

(25)

PENDEKATAN TEORITIS

Bab pendekatan teoritis ini terdiri dari tinjauan pustaka, kerangka pemikiran, hipotesis, definisi konseptual, dan definisi operasional. Tinjauan pustaka berisi teori-teori dan konsep-konsep dasar yang akan digunakan untuk menganalisis hasil penelitian. Kerangka pemikiran berisi alur pemikiran logis dalam penelitian. Hipotesis adalah dugaan sementara dari hasil penelitian. Definisi konseptual dan definisi operasional berisi variabel-variabel dalam penelitian. Berikut uraian dari masing-masing bagian tersebut.

Tinjauan Pustaka Teori Sumberdaya Bersama

Sumberdaya bersama adalah sumberdaya yang dimiliki bersama oleh suatu masyarakat dan dapat dimanfaatkan tanpa ada peraturan yang terikat. Pengelolaan sumberdaya alam berbasis komuniti seringkali dipadankan dengan atau tepatnya diasumsikan berlaku pada “sumber daya milik bersama” (common property resources). Satuan sosial yang menjadi pengelola dan sekaligus pemilik

“sumberdaya milik bersama” itu adalah komuniti lokal yang dianggap mewarisi

“hak asal-usul” atau yang lazim juga disebut “masyarakat adat”, yang memiliki atau menguasai suatu kawasan yang disebut “tanah ulayat”. menurut Acheson (1989) kita harus dapat membedakan dengan tegas antara “sumber daya milik bersama” yang dikategorikan sebagai open access resources dan communally owned resources. Kategori pertama mencakup sumberdaya yang dapat diakses oleh semua orang tanpa kecuali dan tanpa batasan, yang pada dirinya belum dikenakan suatu institusi pengelolaan tertentu oleh suatu komuniti atau negara. Sumberdaya dalam kategori inilah yang rawan terhadap eksploitasi yang bisa memunculkan tragedy of the common seperti dimaksud Hardin, yaitu suatu tragedi kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh eksploitasi berlebihan terhadap sumberdaya alam yang dikategorikan milik bersama. Kategori kedua, yakni communally owned resources, adalah sumber daya yang dimiliki bersama oleh suatu komuniti atau kelompok sosial tertentu, dan cara-cara mengakses sumber daya tersebut telah diatur oleh suatu institusi pengelolaan yang dibangun dan dikukuhkan oleh komuniti atau kelompok sosial tersebut.

Terkait dengan pengelolaan sumberdaya bersama dan menghindari

terjadinya „tragedy of the common’, Ostrom (1990) mendeskripsikan delapan prinsip-prinsip desain yang berisikan elemen-elemen/kondisi-kondisi penting yang perlu dipenuhi untuk mencapai kesuksesan keberlanjutan sumberdaya bersama dan menjamin ketaatan (compliance) dari satu generasi ke generasi berikutnya. Ke delapan prinsip ini adalah:

(26)

2. Kongruens antara aturan-aturan yang membatasi dan kondisi-kondisi pemanfaatan dan kondisi lokal. Aturan penggunaan menyatakan pembatasan waktu, tempat, teknologi dan/atau jumlah yang disesuaikan dengan kondisi lokal. Aturan kondisi pemanfaatan menjelaskan tenaga kerja, material dan dana yang diperlukan

3. Pengaturan pilihan kolektif (collective-choice): individu-individu yang dipengaruhioleh aturan operasional mengenai sumberdaya ini dapat berpartisipasi untuk memodifikasi aturan yang ada.

4. Monitoring/Pengawasan: orang-orang yang terlibat dalam pengawasan dan secara aktif melakukan audit kondisi sumberdaya dan perilaku pengguna, bertanggung jawab terhadap pengguna atau merupakan pengguna itu sendiri

5. Sanksi secara bertahap: pengguna yang melanggar aturan operasional yangditetapkan secara bertahap dikenakan sanksi (sesuai dengan tingkat keseriusan dampak dan tingkat pelanggaran yang dilakukan) oleh pengguna atau pihak berwenang, atau oleh keduanya

6. Mekanisme resolusi konflik: pengguna dan pihak berwenang memiliki akses yang cepat terhadap area lokal yang berbiaya rendah untuk menyelesaikan konflik diantara para pengguna, dan atau antara pengguna dan pihak otoritas.

7. Pengakuan minimal terhadap hak pengelolaan: hak para pengguna untuk mengembangkan institusi pengelolaan sumberdaya yang tidak mengalami tantangan dari pihak pemerintah yang berwenang.

8. Nested enterprises: penggunaan, pengaturan, monitoring, penegakan aturan, resolusi konflik, dan kegiatan-kegiatan kepemerintahan, dikelola dalam beragam lapisan dari pengusahaan yang menetap.

Ostrom (1990) dalam bukunya “Governing the Commons: The Evolution of Institutions for Collective Action” menemukan bahwa keberhasilan mengembangkan sistem pengelolaan sumberdaya berbasis komunitas yang berkelanjutan ditentukan oleh: karakteristik sumberdaya; karakteristik kelompok pengguna sumberdaya; aturan yang dikembangkan; dan tindakan-tindakan pemerintah di tingkat regional dan nasional.

Konsep Peran

(27)

Pariwisata, Ekowisata, dan Prinsip Ekowisata

Pariwisata adalah aktivitas perjalanan yang dilakukan untuk sementara waktu dari tempat tinggal semula ke daerah tujuan dengan alasan bukan untuk menetap atau mencari nafkah melainkan hanya untuk bersenang-senang, memenuhi rasa ingin tahu dan menghabiskan waktu senggang atau waktu libur (Zalukhu 2009 seperti dikutip Saputro 2011).

Undang-undang No.10 tahun 2009 tentang kepariwisataan mendefinisikan wisata sebagai bentuk perjalanan yang dilakukan seseoramg atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka wanktu sementara. Sedangkan pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, [emerintah dan pemerintah daerah. Fandeli (2002) menyatakan bahwa pariwisata minat khusus dapat terfokus pada:

1) Aspek budaya: wisata terfokus perhtiannya pada tarian, music, seni, kerajinan, arsitektur, pola tradisi masyarakat, aktiviitas ekonomi yang spesifik, arkeologi dan sejarah; dan

2) Aspek alam: wisatawan dapat berfokus perhatiannya pada flora, fauna, geologi, taman nasional, hutan, sungai, danau, pantai, serta perilaku ekosistem terteentu.

Gunn (1994) mendifinisikan wisata sebagai suatu pergerakan temporal manusia menuju tempat selain dari tempat biasa tinggal dan bekerja, selama tinggal di tempat tujuan tersebut melakukan kegiatan dan diciptakan fasilitas untuk mengakomodasi kebutuhan. Bentuk-bentuk wisata menurut Gunn (1994) dikembangkan dan direncanakan sebagai berikut:

1) Kepemilikan (ownership) atau pengelola areal wisata tersebut dapat di kelompokkan ke dalam tiga sector yaitu badan pemerintah, organisasi nirlaba, dan perusahaan komersial.

2) Sumberdaya (resource) atau alam (natural) atau budaya (culture) 3) Perjalanan wisata/lama tinggal.

4) Tempat kegiatan yaitu di dalam ruangan (indoor) atau di luar ruangan (outdoor).

5) Wisata utama/wisata penunjang.

6) Daya dukung (carrying capacity) tampak dengan penggunaan pengunjung intensif , semi intensif dan ekstensif.

(28)

menyajikan suatu atraksi yang lebih alami sedangkan perkotaan menyediakan atraksi yang lebih berupa nudaya dan hasilnya, seperti sungai kota, museum, dan sebagainya.

Berbeda dengan pariwisata, ekowisata didefinisikan The International Ecotourism Society (TIES 2000) seperti dikutip Damanik dan Weber (2006) sebagai perjalanan wisata alam yang bertanggung jawab terhadap lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal. Istilah ekowisata mulai diperkenalkan pada tahun 1987 oleh Hector Ceballos Lascurian, setelah itu beberapa pakar mendefinisikan ekowisata yang masing-masing meninjau dari sudut pandang berbeda. Perjalanan wisata alam yang tidak mengganggu atau merusak lingkungan alam, dengan tujuan khusus misalnya untuk mempelajari, mengagumi dan menikmati pemandangan serta tumbuh-tumbuhan dan satwa liar, seperti setiap perwujudan kebudayaan (baik masa lampau atau sekarang) yang ada di daerah yang bersangkutan (Fennell 1999).

Damanik dan Weber (2006) menyusun tiga konsep dasar yang lebih operasional tentang ekowisata, yaitu sebagai berikut: Pertama, perjalanan outdoor dan di kawasan alam yang tidak menimbulkan kerusakan lingkungan.Wisata ini biasanya menggunakan sumberdaya hemat energi, seperti tenaga surya, bangunan kayu, bahan daur ulang, dan mata air.Sebaliknya kegiatan tersebut tidak mengorbankan flora dan fauna, tidak mengubah topografi lahan dan lingkungan dengan mendirikan bangunan yang asing bagi lingkungan dan budaya masyarakat setempat. Kedua, wisata ini mengutamakan penggunaan fasilitas transportasi yang diciptakan dan dikelola masyarakat kawasan itu. Prinsipnya, akomodasi yang tersedia bukanlah perpanjangan tangan hotel internasional dan makanan yang ditawarkan juga bukan makanan berbahan baku impor, melainkan semuanya berbasis produk lokal. Oleh sebab itu, wisata ini memberikan keuntungan langsung bagi masyarakat lokal. Ketiga, perjalanan wisata ini menaruh perhatian besar pada lingkungan alam dan budaya lokal.Para wisatawan biasanya banyak belajar dari masyarakat lokal bukan sebaliknya mengurangi mereka.Wisatawan tidak menuntut masyarakat lokal agar menciptakan pertunjukan dan hiburan tambahan, tetapi mendorong mereka agar diberi peluang untuk menyaksikan upacara dan pertunjukan yang sudah dimiliki oleh masyarakat setempat.

Fandeli (2002) menjelaskan ekowisata sebagai suatu perpaduan dari berbagai minat yang tumbuh dari keprihatinan lingkungan, ekonomi, dan social. Pada hakekatnya juga merupakan pengembangan suatu konsep pengembangan wisata yang bertanggung jawab kelestarian areal, member manfaat secara ekonomi, dan mempertahankan keutuhan budaya bagi masyarakat setempat.

Ekowisata adalah hal tentang menciptakan dan memuaskan suatu keinginan akan alam, tentang mengeksploitasi potensi wisata untuk konversi dan pembanguan serta mencegah dampak negatifnya terhadap ekologi, kebudayaan, dan keindahan. Beberapa faktor yang menyebabkan berkembangnya ekowisata menurut Lindberg dan Hawkins 1995 yaitu:

1) Ramah lingkungan; dampak yang rendah, mendorong pembangunan ekonomi berkelanjutan, perlindungan lanskap termasuk pemandangan alam dan ekosistem alami.

(29)

3) Sensitive secara budaya; terintegrasinya budaya local akibat aktivitas ekowisata yang berjalan yang akan memberikan manfaat terhadap wilayah akibat kunjungan.

4) Viable secara ekonomi; memberikan mafaat financial yang besar bagi pengelola dan masyarakat setempat.

Dalam pengelolaannya, di kenal empat prinsip ekowisata yaitu: 1) Nature based; produk dan program berdasarkan kondisi alam.

2) Ecologically suistanable; manajeman dan pelaksanaan berkelanjutan. 3) Environmental educative; pendidikan lingkungan bagi pengelola,

masyarakat local dan pengunjung.

4) Ecotourist based; kepuasan bagi pengunjung. Pengembangan Ekowisata Berbasis Masyarakat

Pengembangan ekowisata di Indonesia, menurut Usman (1999) perlu mengikutsertakan masyarakat setempat dalam setiap kegiatan kepariwistaan. Konsep pengembangan wisata yang melibatkan atau mendasarkan kepada peran serta masyarakat, pada dasarnya adalah memberikan kesempatan kepada masyarakat yang tinggal di daerah-daerah yang menjadi objek dan daya tarik wisata untuk mengelola jasa-jasa pelayanan bagi wisatawan. Denman (2001) menyebutkan syarat-syarat untuk menetapkan pengembangan bisnis ekowisata sebagai berikut:

1) Kerangka ekonomi dan politik yang mendukung perdagangan yang efektif dan investasi yang aman.

2) Perundang-undangan di tingkat nasional yang tidak menghalangi pendapatan wisata diperoleh dan berada di tingkat komunitas local. 3) Tercukupinya hak-hak kepemilikan yang ada dalam komunitas local. 4) Kemanan pengunjung terjamin.

5) Resiko kesehatan yang relative rendah, akses yang cukup mudah terhadap pelayanan medis dan persediaan air bersih yang cukup.

6) Tersedianya fasiltas fisik dan telekomunikasi dari dan ke wilayah tersebut.

Supriana (1997) diacu dalam Qomariah (2009) menyebutkan dalam pengembangan wisata memiliki strategi pengembangan dan program pengembangan Objek dan Daya Tarik Wisata (ODTW) antara lain:

1) Strategi pengembangan ODTW

Pengembangan potensi ODTW untuk menunjang tujuan pembangunan khususnya pariwisata mencakup aspek-aspek perencanaan, pembangunan, kelembagaan, sarana dan prasarana, infrastruktur, pengusahaan pariwisata, promosi dan pemasaran, pengelolaan kawasan, social budaya dan ekonomi, penilitian pengembangan dan pendanaan.

2) Program pengembangan ODTW

(30)

potensi, pengembangan dan pemetaan ODTW, (b) Evaluasi dan penyempurnaan kelembagaan pengelola ODTW, (c) Penelitian dan pengembangan manfaat, (d) Pengembangan system perencanaan, (e) Penelitian dan pengembangan manfaat, (f) Pengembangan sara prasarana dan infrastuktur, (g) Perencanaan dan penataan, (h) Pengembangan pengusahaan pariwisata, dan (i) Pengembangan sumberdaya manusia. Yoeti (2008) mengemukakan ekowisata berbasis masyarakat merupakan usaha ekowisata yang menitikberatkan peran aktif masyarakat, hal tersebut didasarkan kepada kenyataan bahwa masyarakat memiliki pengetahuan tentang alam serta budaya yang menjadi potensi dan nilai jual sebagai daya tarik wisata, sehingga pelibatan masyarakat menjadi mutlak. Pola ekowisata berbasis masyarakat mengakui hak masyarakat lokal dalam mengelola kegiatan wisata di kawasan yang mereka miliki secara adat ataupun sebagai pengelola. Dengan adanya pola ekowisata berbasis masyarakat bukan berarti masyarakat akan menjalankan usaha ekowisata sendiri. Implementasi ekowisata perlu dipandang sebagai bagian dari perencanaan pembangunan terpadu yang dilakukan di suatu daerah.Untuk itu, pelibatan para pihak terkait mulai dari level komunitas, masyarakat, pemerintah, dunia usaha dan organisasi non pemerintah diharapkan membangun suatu jaringan serta menjalankan suatu kemitraan yang baik sesuai peran dan keahlian masing masing (WWF Indonesia 2009).

Denman (2001) menjelaskan bahwa ekowisata berbasis masyarakat dapat membantu memelihara penggunaan sumberdaya alam dan penggunaan lahan yang berkelanjutan. Lebih dari itu ekowisata berbasis masyarakat mengambil dimensi social ekowisata sebagai suatu langkah lebih lanjut dengan mengembangkan bentuk ekowisata yang menempatkan masyarakat local yang mempunyai kendali penuh dan keterlibatan di dalamnya baik itu manajemen dan pengembangannya serta proporsi yang utama menyangkut sisa manfaat di dalam masyarakat. Beberapa syarat dasar dalam pengembangan ekowisata berbasis masyarakat adalah (Denman 2001):

1) Lanksap atau flora fauna yang dianggap menarik bagi para pengunjung khusus atau bagi pengunjung yang lebih umum.

2) Ekosistem yang masih dapat menerima kedatangan jumlah tertentu tanpa menimbulkan kerusakan.

3) Komunitas local yang sadar akan kesempatan-kesempatan potensial, resiko dan perubahan yang akan terjadi serta memiliki ketertarikan untuk menerima kedatangan pengunjung.

4) Adanya struktur yang potensial untuk pengambilan keputusan komunitas yang efektif.

5) Tidak adanya ancaman yang nyata-nyata dan tidak bias dihindari atau dicegah terhadap budaya dan tradisi lokal.

(31)

Komunitas local yang terlibat dalam pengembangan ekowisata berbasis masyarakat perlu memenuhi beberapa aspek, yaitu:

1) Kemampuan menjadi tuan rumah penginapan. 2) Ketrampilan dalam Bahasa Inggris.

3) Ketrampilan computer.

4) Ketrampilan pengelolaan keuangan 5) Ketrampilan pemasaran.

6) Ketrampilan terhadap pengunjung.

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2009 bahwa prinsip pengembangan ekowisata meliputi: (1) kesesuaian antara jenis dan karakteristik ekowisata; (2) konservasi, yaitu melindungi, mengawetkan, dan memanfaatkan secara lestari sumberdaya alam yang digunakan untuk ekowisata; (3) ekonomis, yaitu memberikan manfaat untuk masyarakat setempat dan menjadi penggerak pembangunan ekonomi di wilayahnya serta memastikan usaha ekowisata dapat berkelanjutan; (4) edukasi, yaitu mengandung unsur pendidikan untuk mengubah persepsi seseorang agar memiliki kepedulian, tanggung jawab, dan komitmen terhadap pelestarian lingkungan dan budaya; (5) memberikan kepuasan dan pengalaman kepada pengunjung; (6) partisipasi masyarakat, yaitu peran serta masyarakat dalam kegiatan perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian ekowisata dengan menghormati nilai-nilai sosial-budaya dan keagamaan masyarakat di sekitar kawasan; dan (7) menampung kearifan lokal.

Prinsip pengembangan ekowisata berbasis masyarakat ini dapat kita lihat pada contoh kasus pengelolaan ekowisata di Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Taman Nasional Bukit Tigapuluh dan Taman Wisata Teluk Youtefa Jayapura. Penerapan ekowisata berbasis masyarakat pada kasus taman nasional di Gunung Halimun Salak dan Bukit Tigapuluh bertujuan untuk konservasi sumberdaya yang ada dihutan agar tetap lestari sehingga adanya ekowisata diharapkan lebih meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga kawasan dan segala kegiatan yang merusak alam karena jika alam rusak maka akan merugikan masyarakat sendiri. Ekowisata juga merupakan salah satu cara yang ditempuh oleh taman nasional untuk membantu perekonomian masyarakat lokal. Masyarakat pun ikut berperan serta dalam kegiatan perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian ekowisata. Ekowisata berbasis masyarakat telah menjadi salah satu upaya untuk menghormati adat dan budaya masyarakat setempat dan ikut menjaga hutan alam.

(32)

dengan memasukkan pendekatan terpadu dalam pengembangan ekowisata mangrove yaitu keterlibatan stakeholder selain masyarakat lokal sangat berperan dalam keberhasilan ekowisata. Stakeholders yang terkait adalah pemerintah (Bappeda Jayapura), masyarakat lokal, swasta, dan LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat).

Dampak Ekowisata

Dampak adalah suatu perubahan yang terjadi sebagai akibat suatu aktivitas (Soemarwoto 1989). Ekowisata merupakan salah satu sektor penting dalam pembangunan. Pengelolaan ekowisata yang baik akan menghasilkan beberapa keuntungan dalam berbagai aspek. Akan tetapi, apabila tidak dikelola dengan benar, maka ekowisata dapat berpotensi menimbulkan masalah atau dampak negatif. Berdasarkan kacamata ekonomi makro, ekowisata memberikan beberapa dampak positif (Yoeti 2008), yaitu:

(a) Menciptakan kesempatan berusaha; (b) Menciptakan kesempatan kerja;

(c) Meningkatkan pendapatan sekaligus mempercepat pemerataan pendapatan masyarakat, sebagai akibat multiplier effect yang terjadi dari pengeluaran wisatawan yang relatif cukup besar;

(d) Meningkatkan penerimaan pajak pemerintah dan retribusi daerah; (e) Meningkatkan pendapatan nasional atau Gross Domestic Bruto (GDB); (f) Mendorong peningkatan investasi dari sektor industri pariwisata dan sector

ekonomi lainnya;

(g) Memperkuat neraca pembayaran. Bila neraca pembayaran mengalami surplus,dengan sendirinya akan memperkuat neraca pembayaran Indonesia, dan sebaliknya.

Menurut Yoeti (2008). Pengembangan ekowisata tidak saja memberikan dampak positif, tetapi juga dapat memberikan beberapa dampak negatif, antara lain

(a) Sumber-sumber hayati menjadi rusak, yang menyebabkan Indonesia akan kehilangan daya tariknya untuk jangka panjang;

(b) Pembuangan sampah sembarangan yang selain menyebabkan bau tidak sedap,juga dapat membuat tanaman di sekitarnya mati;

(c) Sering terjadi komersialisasi seni-budaya; dan

(d) Terjadi demonstration effect, kepribadian anak-anak muda rusak. Cara berpakaian anak-anak sudah mendunia berkaos oblong dan bercelana kedodoran.

Kerangka Pemikiran

(33)

ekowisata berbasis masyarakat mengingat masyarakat memiliki peran penting dalam kegiatan ekowisata.Ekowisata berbasis masyarakat merupakan usaha ekowisata yang menitikberatkanperan aktif masyarakat. Hal tersebut didasarkan kepada kenyataan bahwamasyarakat memiliki pengetahuan tentang alam serta budaya yang menjadipotensi dan nilai jual sebagai daya tarik wisata, sehingga pelibatan masyarakatmenjadi mutlak.Penelitian ini akan mengkaji perubahan peran sumberdaya bersama yang menjadi ekowisata berbasis masyarakat yang terjadi sebelum dan setelah adanya ekowisata berbasismasyarakat. Perubahan peran tersebut tentu saja mengakibatkan pengaruh terhadap keberlangsungan hidup masyarakat, diantaranya adalah tingkat pendapatan, teraf hidup rumahtangga serta tingkat kerjasama dari berbagai masyarakat yang ikut serta mengelola ekowisata ini.Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Kerangka pemikiran Ekowisata Situ Dora (Berbasis Masyarakat)

Peran bagi masyarakat lokal:

1. Rekreasi 2. Memancing 3. Irigasi 4. Mencuci 5. Mandi

Perubahan peran sumberdaya bersama dan konsekuensi bagi masyarakat lokal

1. Rekreasi 2. Sumber nafkah 3. Tingkat pendapatan 4. Taraf hidup rumahtangga

Aktor-aktor: 1. Pemerintah 2. Masyarakat lokal 3. Masyarakat luar

Sumberdaya Bersama

(34)

Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran maka diajukan beberapa hipotesis penelitian sebagai berikut:

1) Di duga terdapat peran dan perubahan peran sumberdaya bersama setelah adanya ekowisata di Ecopark Cibinong Science Center.

2) Di duga terdapat keterlibatan masyarakat dalam pengembangan ekowisata berbasis masyarakat di Ecopark Cibinong Science Center

Definisi Konseptual

1) Ekowisata merupakan wisata alam yang memanfaatkan sumberdaya alam dan tata lingkungannya dengan mengutamakan konservasi, kelestarian lingkungan.Ekowisata juga merupakan sebuah kegiatan yang dilakukan secara sukarela, bersifat sementara dan untuk menikmati gejala keunikan dan keindahan alam.

2) Ekowisata berbasis masyarakat merupakan usaha ekowisata yang menitikberatkan peran aktif masyarakat, pola ekowisata berbasis masyarakat mengakui hak masyarakat lokal dalam mengelola kegiatan wisata di kawasan yang mereka miliki secara adat ataupun sebagai pengelola.

3) Sumberdaya bersama yaitu segala bentuk sumberdaya alam yang dimiliki oleh suatu masyarakat tertentu dan dimanfaatkan sedemikian rupa untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat itu sendiri.

4) Peran merupakan penilaian sejauhmana fungsi sumberdaya atau seseorang dalammenunjang usaha pencapaian tujuan yang ditetapkan atau ukuran mengenai hubungan dua variabel yang mempunyai hubungan sebab akibat.

Definisi Operasional

Penelitian ini akan melihat bagaimana pengaruh pengelolaan ekowisata berbasis masyarakat terhadap perubahan peran sumberdaya bersama bagi masyarakat di Ecopark Cibinong Science Center. Berikut adalah beberapa istilah operasional yang digunakan untuk mengukur variabel. Istilah-istilah tersebut, yaitu:

1) Tingkat pendapatan

Tingkat pendapatan rumahtangga dari sektor ekowisata diukur dari seberapa besar pendapatan yang diperoleh setiap anggota rumahtangga dalam suatu rumahtangga melalui aktivitas usaha ekowisata, baik berupa uang maupun barang yang dinilai dengan menggunakan ukuran rupiah dalam kurun waktu satu tahun. Usaha ekowisata yang dimaksud adalah keseluruhan aktivitas yang terkait dengan ekowisata mulai dari berjualan hingga menjadi pengelola ekowisata

Keterangan:

(35)

Tingkat pendapatan rumahtangga dari sektor non ekowisata diukur dari seberapa besar pendapatan yang diperoleh setiap anggota dalam suatu rumahtangga melalui aktivitas usaha di sektor non ekowisata, baik berupa uang maupun barang yang dinilai dengan menggunakan ukuran rupiah dalam kurun waktu satu tahun. Pengukuran pada tingkat pendapatan masyarakat berdasarkan hasil wawancara responden diperoleh pendapatan terendah sebesar Rp 9.600.000 pertahun dan pendapatan tertinggi sebesar Rp 36.000.000 per tahun. Tingkat pendapatan dibagi menjadi 3 kategori, yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Kategori tersebut dapat diperoleh melalui inverval kelas dari hasil perhitungan di dapat Rp. 8.800.000 sebagai interval kelas untuk rata-rata pendapatan masyarakat Kampung Sampora. Sehingga tinngkat pendapatan dapat dikategorikan sebagai berikut: a) Rp 27.200.001 - Rp 36.000.000 = tingkat pendapatan per tahun tergolong

“Tinggi” = skor 3

b) Rp 18.000.001 - Rp 27.200.000 = tingkat pendapatan per tahun tergolong

“Sedang” = skor 2

c) Rp 9.000.000 – Rp 27.200.000 = tingkat pendapatan per tahun tergolong

“Rendah” = skor 1

H1 diterima jika terdapat perbedaan skor, kategori rendah ke tinggi atau tinggi ke rendah pada tingkat pendapatan rumah tangga dan Ho ditolak. Hal ini berarti telah terjadi perubahan kondisi ekonomi antara sebelum dan setelah adanya ekowisata di Cibinong Science Center..

Ho diterima jika tidak terdapat perbedaan skor, kategori rendah kerendah atau tinggi ke tinggi pada tingkat pendapatan rumah tangga dan H1ditolak. Hal ini berarti tidak terjadi perubahan kondisi ekonomi antara sebelum dan setelah adanya ekowisata di Cibinong Science Center

2) Taraf hidup

Taraf hidup rumahtangga adalah tingkat kemampuan rumahtangga untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan mengacu pada data BPS SUSENAS 2005, Taraf hidup diukur dengan variabel: (a) Jenis lantai bangunan tempat tinggal; (b) Jenis dinding bangunan tempat tinggal; (c) Status kepemilikan rumah; (d) Daya listrik; (e) Bahan bakar untuk memasak; (f) Kepemilikan barang berharga. Namun, variabel status kepemilikan rumah (poin c) tidak diikutsertakan dalam penghitungan skor yang menjadi dasar penggolongan variabel. Hal tersebut disebabkan jawaban responden pada kuesioner tersebut bersifat homogen. Sehingga hanya terdapat 6 variabel yang dihitung dalam pengukuran taraf hidup.

a) Jenis lantai bangunan tempat tinggal; merupakan jenis lantai bangunan terluas yang menjadi tempat tinggal rumah tangga responden dan dikategorikan:

(36)

4) Tanah, diberi skor 1

b) Jenis dinding terluas: merupakan jenis dinding bangunan terluas yang menjadi tempat tinggal rumah tangga responden dan dikategorikan:

1) Tembok, diberi skor 4 2) Bambu, diberi skor 3 3) Kayu, diberi skor 2 4) Rumbia, diberi skor 1

c) Status rumah: merupakan status kepemilikan rumah yang ditempati responden saat ini, dikategorikan menjadi:

1) Sendiri, diberi skor 2

2) Sewa (kontrak), diberi skor 1

d) Daya listrik: merupakan jumlah daya yang digunakan responden sebagai sumber penerangan tempat tinggalnya dan dikategorikan:

1) 2200 watt, diberi skor 4 2) 1200 watt, diberi skor 3 3) 900 watt, diberi skor 2 4) 450 watt, diberi skor 1

e) Bahan bakar untuk memasak: merupakan jenis bahan bakar yang digunakan oleh rumah tangga responden untuk aktivitas memasak dan dikategorikan:

1) Gas dan Kayu Bakar, diberi skor 4 2) Gas, diberi skor 3

3) Minyak tanah, diberi skor 2 4) Kayu Bakar, diberi skor 1

f) Kepemilikan barang berharga: merupakan jenis barang yang dimiliki oleh rumah tangga responden dan dikategorikan:

1) Mobil

2) Sepeda motor 3) Komputer 4) Emas 5) Lemari es 6) Televisi 7) HP

8) Tape Radio

Kemudian taraf hidup rumahtangga digolongkan kedalam 2 kategori setelah dihitung total skor dari masing-masing variabel yang diperoleh yaitu, total skor minimum adalah 10 dan total skor maksimum adalah 22. Kategori tersebut dapat diperoleh melalui rumus interval kelas dengan ketentuan hasil interval kelas adalah 6. Sehinggatotal skor dapat dikategorikan menjadi:

(37)

H1 diterima jika terdapat perbedaan skor, kategori rendah ke tinggi atau tinggi ke rendah pada taraf hidup rumah tangga dan Ho ditolak. Hal ini berarti telah terjadi perubahan kondisi ekonomi antara sebelum dan setelah adanya ekowisata di Cibinong Science Center.

Ho diterima jika tidak terdapat perbedaan skor, kategori rendah ke rendah atau tinggi ke tinggi pada taraf hidup rumah tangga dan H1 ditolak. Hal ini berarti tidak terjadi perubahan kondisi ekonomi antara sebelum dan setelah adanya ekowisata di Cibinong Science Center.

3) Perubahan kondisi sosial adalah perubahan yang terjadi pada kondisi social dilihat dari sebelum dan setelah adanya ekowisata. Perubahan ini diukur dengan indikator perbedaan tingkat keterlibatan masyarakat sebelum dan setelah adanya ekowisata.

H1 diterima jika terdapat perbedaan skor, kategori rendah ke tinggi atau tinggi ke rendah pada tingkat kerjasama masyarakat dan Ho ditolak. Hal ini berarti telah terjadi perubahan kondisi sosial antara sebelum dan setelah adanya ekowisata di Cibinong Science Center.

Ho diterima jika tidak terdapat perbedaan skor, kategori rendah ke rendah atau tinggi ke tinggi pada tingkat kerjasama masyarakat dan H1 ditolak. Hal ini berarti tidak terjadi perubahan kondisi sosial antara sebelum dan setelahadanya ekowisata di Kampung Batusuhunan.

Tingkat keterlibatan masyarakat adalah partisipasi dari kegiatan yang dilakukan oleh responden bersama masyarakat lainnya untuk mengelola ekowisata dan mempererat ikatan antar masyarakat. Ukuran-ukuran yang digunakan untuk variabel ini adalah keterlibatan responden dalam kegiatan masyarakat.

a. Ya, skor 2 b. Tidak, skor 1

Pengukuran pada tingkat keterlibatan masyarakat sebelum dan setelah adanya ekowisata adalah sama. Kuesioner terdiri atas 9 pertanyaan untuk mengukur keterlibatan masyarakat. Berdasarkan hasil perhitungan data kuesioner, skor maksimal untuk mengukur tingkat kerjasama adalah 18, sedangkan skor minimum adalah 9. Tingkat keterlibatan masyarakat dibagi menjadi 2 kategori untuk menunjukkan tingkat perubahannya, yaitu tinggi dan rendah. Kategori tersebut dapat diperoleh melalui inverval kelas yang dihitung dengan rumus interval kelas.

Maka interval kelas pada tingkat keterlibatan masyarakat adalah 4 dan dapat menunjukkan kategori:

Tingkat keterlibatan rendah = 9≤x<13

(38)

4) Rekreasi merupakan proses memenfaatkan kegiatan selama waktu luang dengan seperangkat perilaku yang memungkinkan peningkatan waktu luang. Ukuran-ukuran yang digunakan untuk melihat tingkat rekreasi adalah adalah dengan menentukan seberapa sering masyarakat mengunjungi lokasi ekowisata baik sebelum maupun sesudah.

(39)

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan pendekatan kualitatif. Pendekatan kuantitatif menggunakan metode penelitian survei. Penelitian survei adalah penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data pokoknya (Singarimbun dan Effendi 1989). Metode penelitian kualitatif digunakan untuk mendukung penelitian kuantitatif, yang dilakukan melalui observasi, studi literatur, dan wawancara mendalam.

Metode penelitian memuat informasi mengenai lokasi dan waktu penelitian, teknik penentuan responden dan informan, teknik pengumpulan data, serta teknik pengolahan dan analisis data hasil penelitian. Berikut uraian dari masing-masing bagian tersebut.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kampung sekitar kawasan ekowisata Cibinong Science Center yaitu di Kampung Sampora, Kelurahan Cibinong, Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor. Lokasi penelitian ini dipilih Kampung Sampora merupakan kampung yang lokasinya paling dekat dengan kawasan Ekowisata.

Kampung Sampora merupakan kampung yang sudah dapat dikatakan semi urban, sebagian besar masyarakat Kampung Sampora bermata pencaharian bukan lagi di bidang pertanian melainkan di bidang industri dan jasa. Semakin menyempitnya lahan pertanian di Kampung Sampora membuat masyarakat beralih ke pekerjaan yang lain.

Kegiatan penelitian ini berlangsung dari bulan Mei hingga bulan September 2014. Rangkaian penelitian meliputi penyusunan proposal penelitian, kolokium, perbaikan proposal penelitian, pengambilan data lapangan, pengolahan data dan analisis data, penyusunan draft skripsi, sidang skripsi, dan perbaikan skripsi.

Tabel 1 Rincian waktu pelaksanaan penelitian

(40)

Teknik Penentuan Responden dan Informan

Pemilihan desa lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive). Hal ini dikarenakan desa tersebut merupakan desa yang paling dekat lokasinya dengan kawasan Ekowisata Cibinong Science Center, selain itu juga masyarakat banyak yang mengandalkan kawasan ekowisata sebagai mata pencaharian mereka.

Populasi dalam penelitian ini adalah rumah tangga yang berada di Kampung Sampora, Kecamatan Cibinong. Responden dalam penelitian ini adalah rumah tangga yang bekerja di kawasan ekowisata maupun yang tidak. Penentuan responden dilakukan secara stratified random sampling yang diklasifikasikan menurut jenis pekerjaan dengan sebanyak 30 responden, 15 responden yang bekerja di sektor ekowisata dan 15 tidak bekerja di sektor ekowisata. Kerangka sampling dapat dilihat pada lampiran 3.

Teknik Pengumpulan Data

Data primer di dapat dengan mengumpulkan data kuantitatif kuesioner yang diisi oleh responden. Data kualitatif di dapat dari responden dan informan yang diperoleh melalui pengamatan, observasi dan wawancara mendalam. Hasil dari pengamatan dan wawancara di lapangan dituangkan dalam catatan harian dengan bentuk uraian rinci dan kutipan langsung. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui informasi tertulis, data-data dan literatur-literatur yang mendukung kebutuhan data seperti yang tercantum dalam tabelberikut:

Tabel 2. Jenis dan teknik pengumpulan data

Jenis data Teknik pengumpulan data

(41)

Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Data kuantitatif dari pengisian kuesioner diolah dengan tabel frekuensi kemudian dianalisis secara deskriptif. Data kualitatif dari wawancara mendalam dan observasi disajikan secara deskriptif untuk menjelaskan dan memperkuat analisis dari data kuantitatif yang diperoleh. Data yang diperoleh dalam penelitian baik data kuantitatif dan data kualitatif digabungkan dan disajikan dalam bentuk tabel, matriks, dan gambar serta teks naratif. Hasil tersebut kemudian ditarik kesimpulan yang mengacu untuk menjawab pertanyaan penelitian.

Data kualitatif diolah melalui tiga tahap analisis data kualitatif, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Reduksi data dilakukan dengan tujuan untuk menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, mengeliminasi data-data yang tidak diperlukan sehingga dapat langsung menjawab perumusan masalah. Data akan disajikan dalam bentuk teks naratif, matriks, tabel, atau bagan yang selanjutnya ditarik kesimpulan sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian.

(42)
(43)

PROFIL LOKASI PENELITIAN

Kondisi Geografis, Topografis, dan Demografis Kelurahan Cibinong

Secara administratif, Kampung Sampora merupakan bagian dari wilayah Kelurahan Cibinong, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Secara geografis Kelurahan Cibinong mempunyai luas 471,245 Ha yang terbagi dalam tiga lingkungan, yaitu lingkungan komplek Bek Ang, lingkungan perumahan dan lingkungan LIPI. Keluarahan Cibinong terdiri dalam 13 RW dan 77 RT. Adapun batas-batas wilayahnya adalah sebagai berikut:

Sebelah utara :Kelurahan Cirimekar Sebelah timur :Kecamatan Citeureup Sebelah selatan :Kelurahan Nanggewer Sebelah barat :Kelurahan Pakansari

Kondisi Topografi Kelurahan Cibinong memiliki ketinggian 217,1 meter di atas permukaan laut (dpl) dan secara umum wilayah Kelurahan Cibinong memiliki ketinggian berkisar antara 15-300 meter dpl. Rata-rata suhu udara berkisar antara 180C-320C, dengan suhu rata-rata 260C. Bentuk permukaan tanah (morfologi) relatif datar diseluruh bagian Kelurahan, baik di bagian utara, timur, selatan maupun barat wilayah Kelurahan Cibinong.

Secara demografi, jumlah penduduk Kelurahan Cibinong Kecamatan Cibinong cenderung tetap dengan mutasi lahir, mati, pindah datang dan pindah pergi. Pada Bulan April 2014 ini penduduk Kelurahan Cibinong berjumlah 28231 Jiwa dengan jumlah Kepala Keluarga sebanyak 9428 KK. Untuk lebih jelasnya, jumlah penduduk Kelurahan Surade dapat dilihat pada

Tabel 3. Jumlah dan persentase penduduk Kelurahan Cibinong menurut jenis kelamin, tahun 2014

Jenis kelamin Jumlah penduduk (jiwa) Total presentase (persen)

Pria 6125 46,50

Wanita 7045 53,49

Total 13170 100,00

Sumber: Data Primer Kelurahan Cibinong tahun 2013

(44)

Jenis pekerjaan masyarakat Kelurahan Cibinong terbagi dalam beberapa bidang yaitu, pertanian, perdagangan, PNS, jasa, wiraswasta,, buruh dan lain lain. Untuk rinciannya dapat dilihat pada Gambar 2.

(45)

Pasar Cibinong yang lokasinya tidak jauh dari Kelurahan Cibinong. Sementara itu masyarakat Cibinong yang beriwirausaha ada sebanyak 515 jiwa, usaya yang di buka di kawasan Cibining ini memang semakin tahun semakin melonjak, banyak sekali ruko-ruko yang di bangun di sepanjang jalan Cibinong-Bogor. Usaha yang dilakukan antara lain penjualan tas atau sepatu handmade atau buatan sendiri lalu dipasarkan ke toko-toko yang ada di sepanjang jalan. Untuk bidang jasa masyarakat berjumlah 398, kategori jasa dalam hal ini dijelaskan oleh Bapak Lurah berdasarkan hasil wawancara adalah mereka yang bekerja sebagai supir angkot, tukang ojeg dan kurir-kurir pengangkut di pasar.

Berdasarkan total hasil persentase dari berbagai jenis pekerjaan masyarakat Kelurahan Cibinong yaitu sebesar 99,02 persen, terdapat sekitar 0,98 persen masyarakat yang masih menjadi pengangguran. Hal ini dibenarkan oleh Lurah setempat yang mengatakan bahwa jumlah pengangguran di Kelurahan Cibinong sekitar 3 persen atau sebanyak 390 jiwa. Hal ini disebabkan karena tingkat pendidikan mereka yang masih rendah, mayoritas pengangguran di Keluraha Cibinong hanya lulusan SD atau SMP.

Tingkat pendidikan merupakan faktor penting dalam peningkatan kualitas sumberdaya manusia. Hampir sebagian besar masyarakat Surade telah menempuh pendidikan Sekolah Dasar dengan persentase sebesar 31 persen, untuk tingkat Sekolah Menengah Pertama sebesar 32 persen, Sekolah Menengah Atas sebesar 34 persen, dan Strata Satu sebesar tiga persen. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada Gambar 2 dibawah ini.

Gambar 3. Persentase tingkat pendidikan masyarakat Kelurahan Cibinong

(46)

Kondisi Sarana dan Prasarana Kelurahan Cibinong

Ketersediaan sarana infrastruktur di Kelurahan Cibinong sudah cukup memadai dari sarana peribadatan, kesehatan, hingga pendidikan. Untuk sarana pendidikan, tersedia lima PAUD, enam Sekolah Dasar, tiga SMP Swasta, satu SMA Swasta. Sarana kesehatan terdiri dari 18 Posyandu, dan satu Poliklinik. Terdapat 2 masjid dan 11 mushola yang didirikan di Kelurahan Cibinong yang mayoritas penduduknya beragama Islam.

Gambar 4 Ketersediaan jumlah sarana dan prasarana Kelurahan Cibinong Gambaran Umum Kampung Sampora

Kampong Sampora terletak di daerah subur Gunung Sindur, secara geologis, Kampung Sampora merupakan bagian dari kelurahan Cibinong yang terletak di Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor. Secara geografis wilayah Kelurahan

Cibinong terletak di 6º 29‟ 27.79513” lintang selatan dan 106º 50‟ 56.07379”

bujur timur. Dari aspek akseblititas dan mobilitas, Kampung Sampora dapat dikatakakn sebagai kampong yang terisolasi dari pusat keramaian. Jalan yang menjadi akses satu-satunya keluar wilayah kampong tertutup oleh Cicinong Science Center (CSC). Akses menuju pusat pemerintahan kota Kecamatan Cibinong berjarak sekitar 4 km, akses menuju pusat pemerintahan Kabupaten Bogor kurang lebih 4 km dan ke ibukota procinsi Jawa Barat adalah 120 km

(47)

dengan curah hujan terbesar pada bulan Desember dan Januari dengan frekuensi rata-rata 191,2 hari hujan setahun

Dahulu Kampng Sampora merupakan kawasan pedesaan yang tergolong baik di bidang pertanian, namun sekarang lahan pertanian di kampong ini semakin menipis dan sudah banyak di bangun perumahan-perumahan sehingga aktivitas pertanian bukan lagi prioritas bagi penduduk Kampung Sampora. Hal ini menyebabkan masyarakat Kampung Sampora beralih profesi menajdi pedagang, buruh dan yang lainnya.

Gambaran Umum Situ Dora Sebelum Menjadi Ekowisata

Situ Dora yang berada di Kampung Sampora ini telah ada sejak lama, semenjak nenek leluhur masyarakat Kampung Sampora ini masih hidup. karena itu, danau yang dianggap sebagai anugerah dari Tuhan YME ini dimanfaatkan dan dilestarikan oleh masyarakat agar dapat terus memberikan masfaat bagi mereka. Sejak dulu hingga pada tahun sebelum 2002 danau dimanfaatkan untuk kehidupan sehari-hari. Manfaat yang dirasakan sangat banyak oleh masyarakat, mengingat dulu sulit mendapatkan air bersih karena mereka belum memiliki sumur air bersih untuk kehidupan sehari-hari seperti mandi, mencuci dan lain-lain.

Manfaat Situ Dora tidak hanya dirasakan bagi orang dewasa, namun juga bagi anak-anak di Kampung Sampora. Setiap sore mereka berkumpul di danau untuk bermain dan memancing ikan-ikan kecil yang ada di danau. Selain itu, mereka memanfaatkan lahan disekitar danau yang tersedia untuk bermain sepak bola bagi anak laki-laki. Sementara untuk anak perempuan kebanyakan mereka membantu ibu mereka untuk mencuci pakaian.

Kondisi Situ Dora pada saat itu memang tidak sebersih saat setelah dijadikan ekowisata. Banyaknya sampah yang berserakan dan air yang menjadi tercemar akibat sabun yang berasal dari cucian masyarakat kampung membuat air tidak sejernih saat danau ini belum dimanfaatkan sama sekali. Menurut tokoh masyarakat setempat, sekitar puluhan tahun yang lalu, saat nenek moyang mereka masih hidup, mereka menjelaskan bahwa dahulu air di danau itu sangat bersih walaupun kondisinya masih berantakan dan banyak rumput liar serta rawa-rawa yang terdapat di sebelah danau. Namun seiring dengan meningkatnya penggunaan danau olah masyarakat Kampung Sampora lama-lama kebersihan danau menjadi berkurang.

Ekowisata di Ecopark Cibinong Science Center

(48)

perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi kegiatan ekowisata. Namun pada kenyataannya di ekowisata Ecopark ini peran aktif masyrakat dirasakan sangat kecil, berdasarkan tahap ekowisata berbasis masyarakat di bawah ini yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi, masyarakat Kampung Sampora hanya melaksanakan sampai tahap kedua yaitu tahap pelaksanaan. Untuk tahap evaluasi dilakukan sendiri oleh pihal Ecopark CSC selaku penanggungjawab ekowisata. Berikut adalah rincian pelaksanaan ekowisata di Ecopark CSC.

1. Tahap Perencanaan

Implementasi ekowisata dipandang sebagai bagian dari perencanaan pembangunan terpadu yang dilakukan di suatu daerah. Untuk itu, keterlibatan para pihak terkait mulai dari level komunitas, masyarakat, pemerintah, dunia usaha dan organisasi non pemerintah diharapkan mampu membangun suatu jaringan serta menjalankan suatu kemitraan yang baik sesuai peran dan keahlian masing-masing. Pada awalnya, pihak LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) yang sekarang namanya berubah menjadi Cibinong Science Center (CSC) yang menginisiasi masyarakat untuk bersama-sama membuka kawasan Taman Ekologi (Ecology-Park) sebagai tempat wisata. Namun masyarakat menolak untuk pembangunan area wisata karena khawatir akan ada pengaruh-pengaruh negative yang dibawa oleh wisatawan ke dalam kampung mereka. Penolakan terjadi terutama di kalangan ulama dan tokoh adat setempat. Butuh waktu yang lama dan sulit sekali untuk meyakinkan masyarakat akan manfaat dari pembangunan ekowisata taman ekologi tersebut. Kiranya butuh waktu sekitar dua tahun untuk menyosialisasikan pembangunan Taman Ekologi di kawasan Cibinong Science Center ini. Namun, setelah ada perbincangan lebih mendalam antara pemerintah, tokoh masyarakat, dan masyarakat Kampung Sampora, yang lokasinya memang sangat dekat dengan kawasan ekowisata, akhirnya pembukaan kawasan wisata disetujui tetapi dengan syarat bahwa jenis wisata yang ditawarkan adalah “Ekowisata Bersih” dengan maksud bersih dari segala tindakan-tindakan merusak moral, karena mayoritas umat Kampung Sampora adalah memeluk agama Islam.

2. Tahap Pelaksanaan

(49)

3. Tahap Evaluasi

Ekowisata yang dikembangkan untuk kepentingan pembangunan berkelanjutan, yaitu sebuah kegiatan usaha yang bertujuan untuk menyediakan alternatif ekonomi secara berkelanjutan bagi masyarakat di kawasan ekowisata. Pengurus ekowisata Ecopark Cibinong Science Center melakukan tahap evaluasi dengan melakukan musyawarah bersama. Hal ini dilakukan untuk memonitoring kegiatan ekowisata dan sebagai pertanggungjawaban pengurus agar ekowisata yang dijalankan dapat terus berkembang dengan baik. Hasil dari keuntungan ekowisata digunakan untuk biaya perawatan fasilitas sarana dan prasarana ekowisata Ecopark Cibinong Science Center.

Sejarah Ecopark Cibinong Science Center

Cibinong Science Center dahulu di kenal sebagai Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dicanangkan sebagai komplek penelitiian sejak tahun 1964 oleh Presiden pertama RI Ir. Soekarno. Cibinong Science Center (CSC) luasnya mencakup 189,6 ha memiliki konsep ruang terbuka hijau berdasarkan konservasi kekayaan flora Indonesia yang berintegrasi dengan pusat-pusat penelitian yang saat ini terdapat di dalamnya, antara lain Pusat Penelitian Biologi, Bioteknologi, Limnologi dan Biomaterial. Konsep CSC dibagi kedalam beberapa zona-zona penanaman yang antara lain, zona penanaman berdasarkan tipe-tipe ekosistem dataran rendah Indonesia, zona kelompok tumbuhan berdasarkan fungsi (kayu, serat, buah-buahan, dll), zona keragaman spesies dan zona kebun penelitian.

Ecology Park (Ecopark) memiliki luas 32 Ha dengan danau buatan yang menampung limpahan dari 25 titik mata air alami. Pembangunannya mulai dirintis sejak tahun 2002 sebagai kawasan konservasi tumbuhan ex-situ guna mengurangi laju degradasi keanekaragaman tumbuhan. Luasan tersebut terbagi menjadi tujuh ekoregion; ekoregion Sumatera, Jawa-Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua. Untuk kesinambungan pembangunan dan pengelolaan Ecopark, pada tanggal 12 Juli 2011, Kepala LIPI menetapkan Ecopark sebagai kawasan konservasi ex-situ yang dikelola oleh Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor. Dalam pelaksanaannya PKT Kebun Raya Bogor berkoordinasi dengan Badan Pengelola Cibinong Science Center dan masyarakat sekitar kawasan konservasi yaitu Kampung Sampora. Dalam pengelolaannya pun masyarakat Kampung Sampora ikut terlibat karena mereka ditetapkan sebagai karyawan pengelola Ecopark.

(50)

namun ada juga yang negatif. Sehingga masyarakat harus dapat memilah dengan tepat yang baik dan buruk seperti cara berpakaian, gaya hidup, dan cara berbicara wisatawan. Pengaruh ini akan masuk ke lingkungan masyarakat setempat dan akan mempengaruhi kondisi lingkungan yang hingga kini masih terjaga norma dan adatnya. Hal lain yang di khawatirkan masyarakat Kampung Sampora adalah terjadinya perbuatan yang tidak diinginkan khususnya bagi remaja yang berpacaran di kawasan ini, karena kawasan tersebut sebenernya sedikit rawan untuk berdua-duaan. Hal ini memicu sedikit perdebatan antara tokoh adat setempat yaitu bapak AHN dengan pengelola Ecopark CSC.

Setelah sosialisasi yang cukup lama, akhirnya masyarakat Kampung Sampora pun menerima pembangungan Ecopark ini, namun dengan syarat bahwa pihak CSC menjadi tidak akan terjadi hal-hal tidak senonok atau perbuatan maksiat di kawasan Ecopark tersebut. Kesepakatan diperoleh cukup lama dan sulit, pihak CSC berupaya keras untuk meyakinkan masyarakat Kampung Sampora dan akhirnya mereka menyetujui pembangunan Ecopark dengan syarat

“Ekowisata Bersih”. Bersih yang dimaksud bukan hanya bersih soal lingkungan

namun juga bersih dari segala tindakan atau perbuatan yang dilarang oleh agama. Pengembangan suatu kawasan menjadi kawasan ekowisata didorong oleh adanya harapan dari beberapa pihak untuk kemajuan ekonomi masyarakat dan wilayah ekowisata. Masyarakat Sampora sebagai aktor utama dari kegiatan ekowisata memiliki harapan yang tinggi dalam aspek ekonomi. Hal ini terjadi karena masyarakat menginginkan adanya peningkatan pendapatan baik untuk masing-masing individu maupun untuk Kampung Sampora secara keseluruhan. Harapan terhadap aspek ekonomi yang menjadi pendorong paling besar pada masyarakat untuk menyetujui pengembangan kawasan ekowisata. Saat ini, Ecopark menjadi tempat tujuan bermain dan berwisata bagi masyarakat Cibinong dan sekitarnya. Bahkan pada hari Sabtu dan Minggu atau hari libur lainnya oengunjung dari luar kota Cibinong sering berkunjung untuk berekreasi.

Pengelolaan “Ekowisata Bersih” di Ecopark

Bentuk ekowisata yang ditawarkan di Ecopark CSC konsep “Ekowisata

Bersih” yang dikelola pihak PKT-Kebun Raya Bogor dan dibantu oleh masyarakat setempat. Segala peraturan yang terdapat di lokasi ekowisata telah disesuaikan adat dan istiadat masyarakat setempat di lokasi ekowisata ini. Walaupun belum sepenuhnya mengikuti peraturan yang telah ditetapkan, namun diharapkan kedepannya dapat semua dipatuhi pertauran yang telah disepakati tersebut. Masyarakat sebagai pengelola pun berupaya optimal untuk membangun dan merawat kawasan ekowisata agar menjadi lebih baik dan nyaman dikunjungi wisatawan.

Gambar

Gambar 1.  Kerangka pemikiran
Tabel 1 Rincian waktu pelaksanaan penelitian
Gambar 2. Persentase Angkatan Kerja Masyarakat Kelurahan Cibinong
Gambaran Umum Kampung Sampora
+7

Referensi

Dokumen terkait

Melihat problem-problem sosial di masa hidupnya Imam Kamaluddin Al-Hanafi melihat kenyataan adanya suami yang melakukan rujuk secara seenaknya tanpa mengucapkan

ƒ Bila tanah pendukung pondasi terletak pada kedalaman 3-10 meter di bawah permukaan tanah, maka disarankan menggunakan pondasi dangkal dengan perbaikan tanah atau

Kegiatan yang harus dilakukan adalah: (1) Pelatihan Kader Penggerak Perekonomian NU diikuti 25 peserta; (2) Mendirikan dan mengelola Baitul Maal wa Tamwil (BMT) NU; (3) 2

Mata kuliah Pemetaan Fotogrametri akan memberikan kontribusi kompetensi pada mahasiswa teknik geodesi agar mampu memahami pengertian konsep dasar

exercise pada Arus Puncak Ekspirasi pada pasien post operasi dengan general.

Petani responden yang berada pada kategori sedang sebanyak 5 orang atau 22,72% petani yang pada kategori ini melalui semua tahap adopsi mulai dari tahap kesadaran sampai dengan

Tugas Akhir yang berjudul “ANALIS IS PROPAGASI SCOURING DAN FREE SPAN PADA PIPA BAWAH LAUT DENGAN KONDISI IN-TRENCH AKIBAT PERGERAKAN GELOMBANG DAN ARUS ”