• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. Tafsir Al-Misbâh Karya Muhammad Quraish Shihab 1. Biografi Quraish Shihab

3. Profil Tafsir Al-Misbâh

a. Latar Belakang Penulisan Tafsir Al-Misbâh

Sebagaimana di akui oleh penulisnya, Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbâh ini, pertama kali ditulis di Cairo Mesir pada hari jum‟at, 4 Rabiul Awal 1420 H, bertepatan dengan tanggal 18 juni 1999.20 Dan saat pagi hari di Jakarta, Jum‟at 8 rajab 1432H bertepatan dengan 5 september 2003, rampung sudah beliau menghidangkan kepada para pembaca Tafsir Al-Qur`an.21 Secara lengkap karyanya ini berjudul Tafsir Al-Misbâh: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur‟an, atau biasa disebut Al-Misbâh saja.22 Nama ini berasal dai bahasa Arab yang artinya lampu, pelita, lentera, atau benda lain yang berfungsi serupa, yaitu memberi penerangan bagi mereka yang berada dalam kegelapan.23 Karyanya itu yang diterbitkan pertama kali oleh penerbit Lentera Hati bekerjasama dengan Perpustakaan Umum Islam Iman Jama pada bulan Sya‟ban 1421 H / November 2000 Quraish Shihab dalam hal ini tidak menjelaskan secara detail tentang tema “Al-Misbâh” ini dipilih lebih disebabkan karena tafsir ini menurut mohammad nor ichwan dan perlu dikonfirmasi ke penulisnya, pertama kali ditulis pada waktu menjelang atau sesudah shubuh.24

Sebagai salah seorang mufassir di Indonesia dewasa ini, Quraish Shihab tidak menulis karya-karyanya berdasarkan selera dan keinginan semata melainkan ia selalu memulainya dari kebutuhan masyarakat pembaca. Sebagaimana tulisan-tulisannya yang lain, ia ingin bahwa Al-Qur`an sebagai hudan (petunjuk) dapat dimanfaatkan sepenuhnya oleh semua kalangan masyarakat islam. Motifasi ia untuk menulis tafsir ini adalah sebagai tanggung jawab moral sebagai ulama yang wajib memberikan penerangan kepada umatnya sesuai dengan

20 M. Quraish Shihâb, Tafsir al-Misbah; Pesan Kesan dan Keserasian al-Qur‟an, Vol.

15 (Jakarta: Lentera Hati, 2006), cet. VII, h. 645.

21 M. Quraish Shihâb, Tafsir al-Misbah; Pesan Kesan dan Keserasian al-Qur‟an, Vol.

15…. cet. VII, h. 789.

22 Hamdani Anwar, “Telaah Kritis terhadap Tafsir Al-Misbah Karya M. Quraish Shihâb”, Mimbar Agama dan Budaya, 2002, vol. xix, No. 2, h. 176

23 Hamdani Anwar, “Telaah Kritis terhadap Tafsir Al-Misbah Karya M. Quraish Shihâb”… h. 178

24 Mohammad Nor Ichwan, PROF.M.QURAISH SHIHÂB Membincang Persoalan Gender, (Semarang: Rasail. 2013), h. 34

bidangnya.25 Hal itu sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Quraish Shihab dalam pengantar Tafsir Al-Misbâh jilid I. Beliau menulis demikian:

“Adalah kewajiban para ulama untuk memperkenalkan Al-Qur`an dan menyuguhkan pesan-pesan yang terkandung dalam Al-Qur`an sesuai dengan harapan dan kebutuhan.”26

Tafsir ini ditulis ketika Quraish Shihab pada saat ia menjabat sebagai Duta Besar dan Berkuasa Penuh di Mesir, Somalia dan Jibuti. Jabatan sebagai Duta besar ini ditawarkan oleh bapak Bahruddin Yusuf Habibi ketika masih menjabat sebagai Presiden RI. Meskipun pada awalnya ia enggan untuk menerima jabatan tersebut, namun pada akhirnya tugas itu pun diterimanya. Pertimbangan lain yang menyebabkan ia menerima tawaran itu, bisa jadi karena dengan di Mesirlah, tempat almamaternya -Universitas al-Azhar- ia dapat “mengasingkan”

diri untuk merealisasikan penulisan tafsir secara utuh dan serius sebagaimana yang diminta oleh teman-temannya. Di samping itu, Mesir memiliki iklim ilmiah yang sangat subur. Bahkan, menurut beliau bahwa penulisan tafsir secara utuh dan lengkap harus membutuhkan konsentrasi penuh, dan kalau perlu harus mengasingkan diri seperti di “Penjara”. Mengenai hal ini secara ekspresif beliau mengatakan:

Beliau (pen: pak Habibi) menawari penulis jabatan Duta Besar dan Berkuasa Penuh di Mesir, Somalia dan Jibuti.

Penulis pada mulanya enggan, tetapi akhirnya tugas itu penulis emban, dan di Mesirlah, tempat almamater penulis - Universitas al-Azhar - serta iklim ilmiah sangat subur penulis menemukan waktu dan tempat yang sangat sesuai untuk merealisir ide penulisan tafsir ini. Ide ini selalu dianjurkan oleh teman-teman dan yang selalu juga saya jawab bahwa penulisan tafsir Al-Qur`ansecara lengkap membutuhkan konsentrasi, bahkan baru dapat selesai jika seseorang terasing atau di "Penjara”.27

25 Hamdani Anwar, “Telaah Kritis terhadap Tafsir Al-Misbah Karya M. Quraish Shihâb”… h. 178.

26 M. Quraish Shihâb, Tafsir Al-Misbah, jilid I…. h.07.

27 M. Quraish Shihâb, Tafsir al-Misbah; Pesan Kesan dan Keserasian al-Qur‟an, Vol.

15…. cet. VII, h. 645

Menurut pengakuannya bahwa pada awalnya tafsir Al-Misbâh ini akan ditulis secara lebih sederhana dan tidak bertele-tele. Beliau merencanakan tafsir ini akan ditulis tidak lebih dari tiga volume. Namun, ketika Quraish Shihab memulai menulis dan selalu bersentuhan dan atas kecintaannya terhadap Al-Qur`an, yang kemudian membuatnya mendapatkan kepuasan secara ruhani, maka tak terasa akhirnya tafsir ini dapat hadir dengan jumlah yang di luar dugaannya, yaitu mencapai 15 volume dan menguraikan penjelesan ayat-ayat dengan metode tahlily28dengan sistematika sebagai berikut:

a) Volume 1: Surat Al-Fâtihah dan Al-Baqarah b) Volume 2: Surat Âli-Imrân dan An-Nisâ' c) Volume 3: Surat al-Mâidah dan Al-An‟âm d) Volume 4: Surat Al-A‟râf dan Al-Anfâl e) Volume 5: Surat At-Taubah, Yûnus dan Hûd

f) Volume 6: Surat Yûsuf, Ar-Ra‟d, Ibrâhîm, Al-Hijir dan An-Nahl

g) Volume 7: Surat Al-Isrâ', Al-Kahfi, Maryam dan Tâhâ

h) Volume 8: Surat Al-Anbiyâ' Al-Hajj, Al-Mu‟minûn dan An-Nûr

i) Volume 9: Surat Al-Furqân, Asy-Syu‟arâ', An-Naml dan Al-Qasas

j) Volume 10: Surat Al-„Ankabût, Ar-Rûm, Luqmân, As-Sajdah, Al-Ahzâb dan Saba‟

k) Volume 11: Surat Fâhtir, Yâsîn, As-Sâffât, Sâd, Azzumar dan Gâfir

28 Abdul Hay Farnawi menjelaskan makna tafsir tahlily adalah menafsirkan al-Qur‟an dengan memaparkan segala aspek yang terkadang di dalam ayat-ayat yang ditafsirkan itu serta menerangkan makna-makna yang tercakup di dalamnya sesuai dengan keahlian dan kecenrungan Mufassir yang menafsirkan ayat-ayat tersebut. Metodenya ialah, biasanya mufassir menguraikan makna yang dikandung oleh al-Qur‟an, ayat demi ayat surah demi surah sesuai denga urutannya di dalam mushaf. Urain tersebut menyangkut beberapa aspek yang dikandung ayat yang ditafsirkan seperti pengertian kosa kata, konotasi, kalimatnya, latar belakang turun ayat, kaitannya dengan ayat-ayat lain, baik sebelum maupun sesudahnya (munasabah) dan tak ketinggalan pendapat-pendat yang telah diberikan berkenaan dengan ayat-ayat tersebut, baik yang disampaikan Nabi, Sahabat, para Tabi‟in maupun ahli tafsir lainnya. Lihat lebih lanjut di Abdul Hay al-Farnawi, Methode Tafsir Maudhu‟y Suatu Pengantar, (Dalam Skripsi Tri Wahyuni, Makna Faqir Dalam Al-Qur‟an Menurut M.

Quraish Shihâb, 2008, h. 9). Penterj: Surya A. Jarah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,1994), h.7

l) Volume 12: Surat Fushsilat dan Asy-Syûrâ, Az-Zukhruf, Ad-Dukhân, Al-Jâsiyah, Al-Ahqâf, Muhammad, Al-Fath dan Al-Hujârat

m) Volume 13: Surat, Qâf, Az-Zâriyât, At-Tûr dan An-Najm, Qamar. Ar-Rahmân, Wâqi‟ah, Al-Hadîd, Al-Mujâdalah, Al-Hasyr dan Al-Mumtahanah

n) Volume 14: Surat Ash-Shaff, Jumu‟ah, Al-Munâfiqûn, At-Taghâbûd, Ath-Thalâq, At-Tahrîm, Al-Mulk, Al-Qalam, Al-Hâqqah, Al-Ma‟ârij, Nûh, Jinn, Muzzammil, Muddatstsir, Al-Qiyâmah, Al-Insân dan Al-Mursalât

o) Volume 15: Juz „Amma.29

Dengan jumlah yang demikian spektakuler ini, maka tidak heran jika ia kemudian merasa bahwa selama “pengasingan”, telah banyak waktu yang tersita, tidak saja bagi dirinya sendiri, tetapi juga bagi keluarganya. Bahkan karena banyaknya valume tafsir Al-Misbâh ini, tidak jarang keluarganya ikut membantu mengetik beberapa artikel dan merapikannya. Mengenai hal ini beliau mengatakan sebagai berikut:

Dalam "Pengasingan" itu tidak jarang istri dan anak-anak yang menemani penulis dengan rela mengorbankan waktu-waktu yang mestinya mereka nikmati bersama suami/ayahnya. Bahkan tidak jarang, mereka membantu mengetik beberapa artikel atau merapikan tulisan yang kemudian tergabung dalam tafsir ini.30

Karya tafsir yang ingin penulis hadirkan ini merupakan karya besar seorang Besar Tafsir Indonesia yang mana karya tafsir ini telah membumbungkan namanya sebagai salah satu mufassir Indonesia yang disegani, karena mampu menulis tafsir Al-Qur`an 30 juz dengan sangat akbar dan mendetail hingga 15 jilid/volume.31

Tafsir Al-Misbâh diterbitkan pertama kali pada tahun 2000 dan disambut antusias oleh kaum muslimin Indonesia, khususnya para peminat kajian tafsir Al-Qur`an. Al-Misbâh cetakan baru dilengkapi dengan navigasi tujukan silang yang

29 M. Quraish Shihâb, Tafsir al-Misbah; Pesan Kesan dan Keserasian al-Qur‟an, (Jakarta: Lentera Hati, 2006),

30 M. Quraish Shihâb, Tafsir al-Misbah; Pesan Kesan dan Keserasian al-Qur‟an… h.

645.

31 Saiful Amin Ghofur, Profil Para Musafir Al-Qur‟an…. h.238.

eksotis, dicetak dengan kemasan hard cover, dan dikemas dengan bahasa sederhana yang mudah dipahami, namun menarik dan menelisik. Al-Misbâh menghimpun lebih dari 10.000 halaman yang memuat kajian tafsir Al-Qur`an. Dengan kedalaman ilmu dan kepiawaian penulisnya dalam menjelaskan makna sebuah kosakata dan ayat Al-Qur`an, tafsir ini mendapat tempat khusus di hati khalayak.32

Latar belakang terbitnya tafsir Al-Misbâh ini adalah diawali oleh penafsiran sebelumnya yang berjudul “Tafsir Al-Qur`an Al-Karim atas Surat-Surat Pendek Berdasarkan Urutan Turunnya Wahyu” pada tahun 1997 yang dianggap kurang menarik minat khalayak, bahkan sebagian mereka menilainya bertele-tele dalam menguraikan pengertian kosa kata atau kaidah-kaidah yang disajikan. Akhirnya ia tidak melanjutkan upaya itu. Di samping itu banyak kaum muslimin yang membaca surat-surat tertentu dari Al-Qur`an, seperti surah Yasin, Al-Waqiah, Ar-Rahman, dan lain sebagainya yang mana merujuk kepada hadis-hadis dhoif, misalnya bahwa apabila membaca surah Al-Waqiah dapat mendatangkan rezeki. Dalam tafsir Al-Misbâh beliau menjelaskan selalu tema-tema pokok surah-surah Al-Qur`an atau tujuan utama yang berkisar di sekeliling ayat-ayat dari surat itu agar membantu meluruskan kekeliruan serta menciptakan kesan yang benar.33

Setidaknya ada dua tafsir penting yang ditulis sarjana Indonesia dalam lima dekade terakhir, yakni tafsir Al-Azhar karya Buya Hamka, dan Al-Misbâh karya Quraish Shihab. Dari keduanya, tafsir Al-Misbâh patut diapresiasi karena tafsir ini mencerminkan perkembangan mutakhir dalam pendekatan terhadap Al-Qur`an.

Dalam rangka memahami aspek-aspek Aqidah, Syari‟ah dan Akhlaq yang terkandung dalam Al-Qur`an, di samping menyitir pendapat Mahmud Syaltut (ulama Al-Azhar Mesir) yaitu:

1) Perintah memperhatikan alam raya

2) Perintah mengamati perkembangan manusia 3) Kisah para Nabi dan salafus shaleh

4) Janji dan ancaman duniawi maupun ukhrawi, Quraish Shihab menambahkan pendekatan melalui:

a) Ketelitian dan keindahan redaksi Al-Qur`an

32 Mafri Amir, Lilik Ummi Kultsum, Literatur Tafsir Indonesia…. h. 252.

33 M. Quraish Shihâb, Tafsir Al-Misbah, Jilid. I.... h. 09.

b) Isyarat ilmiah

c) Pemberitaan hal ghaib masa lalu dan masa mendatang yang diungkapnya.34

Pesan, kesan, dan keserasian Al-Qur`an; demikian tema yang diusung oleh tafsir ini, nampaknya ingin menjelaskan bahwa ketiga pendekatan di atas terutama ketelitian dan keindahan redaksi Al-Qur`an sangat dominan mewarnai penasiran yang dilakukan.

Begitu menariknya uraian yang terdapat dalam banyak karyanya, pemerhati karya tafsir Nusantara, Howard M.

Federspiel, merokemdasikan bahwa karya-karya tafsir Quraish Shihab layak bahkan wajib menjadi bacaan dan rujukan setiap muslim di Indonesia sekarang ini.

Dengan rendah hati, penafsir ini menyampaikan kepada pembaca bahwa apa yang dihidangkan pada karya tafsir ini bukanlah sepenuhnya ijtihad penafsir sendiri. Tafsir Al-Misbâh banyak mengemukakan “uraian penjelas” terhadap sejumlah mufassir ternama sehingga menjadi referensi yang informatif dan argumentatif.35

Begitu juga, kitab tafsir yang berjumlah 15 jilid ini mempunyai corak penafsiran Adabi Ijtima‟i. Kita juga bisa mengatakan bahwa tafsir ini memiliki kecenderungan lughawi.

Hal ini didasarkan kepada banyaknya pembahasan tentang kata.

Apalagi terhadap kata atau ungkapan yang selama ini disalah pahami oleh sebagian pembaca.36

Quraish Shihab juga menyatakan bahwa karya-karya ulama terdahulu dan kontemporer, serta pandangan-pandangan mereka sungguh banyak dinukil. Sebut saja misalnya Mahmud Syaltut, Sayyid Quthb, Muhammad Al-Madani, Muhammad Hijazi, Ahmad Badawi, Muhammad Ali Ali Ash-Sabuni, Muhammad Sayyid Tanthawi, Syeikh Mutawalli Asy-Sya‟rawi, Syeikh Muhammad Husein Ath-Thabathabai (seorang ulama Syiah terkemuka), dan terakhir Ibrahim ibn Umar Al-Biqa‟i, ulama asal Bekaa, Lebanon (w.885 H/1480 M) yang mana karya tafsirnya yang berjudul Nazm Al-Durur ketika masih berupa manuskrip menjadi bahan disertasi penulis tafsir ini di Universitas Al-Azhar Kairo Mesir dua puluh tahun silam.37

34 Mafri Amir, Lilik Ummi Kultsum, Literatur Tafsir Indonesia…. h. 253.

35 Mafri Amir, Lilik Ummi Kultsum, Literatur Tafsir Indonesia…. h. 254.

36 Mafri Amir, Lilik Ummi Kultsum, Literatur Tafsir Indonesia…. h. 262.

37 Mafri Amir, Lilik Ummi Kultsum, Literatur Tafsir Indonesia…. h. 255.

Selain mengutip dari pendapat para ulama, Quraish Shihab juga mempergunakan ayat-ayat Al-Qur`an dan hadis Nabi saw. sebagai bagian dari penjelasan dari tafsir yang dilakukannya. Biasanya rujukan dari ayat Al-Qur`an ditulis dalam bentuk italic (miring), sebagai upaya untuk membedakannya dari rujukan yang berasal dari pendapat ulama atau ijtihadnya sendiri.38

b. Metode Penafsiran dan Coraknya

Dalam tafsir Al-Misbâh ini, Quraish Shihab menggunakan metode yang tidak jauh berbeda dengan Hamka, yaitu menggunakan metode tahlili (analitik), yaitu sebuah bentuk karya tafsir yang berusaha untuk mengungkap kandungan al-Qur'an, dari berbagai aspeknya, dalam bentuk ini disusun berdasarkan urutan ayat di dalam al-Qur'an, selanjutnya memberikan penjelasan--penjelasan tentang kosa kata, makna global ayat, kolerasi, asbabun nuzul dan hal-hal lain yang dianggap bisa membantu untuk memahami al-Qur'an.39

Dengan demikian, yang dimaksud dengan metode tahlili atau analisis adalah penjelasan tentang arti dan maksud ayat-ayat Al-Qur`an dari sekian banyak seginya yang ditempuh oleh mufassir dengan menjelaskan ayat demi ayat sesuai urutannya di dalam mushaf melalui penafsiran kosakata, penjelasan asbabun nuzul, munasabah, serta kandungan ayat tersebut sesuai denga keahlian dan kecenderungan mufassirnya.40 Pemilihan metode tahlili yang digunakan dalam tafsir Al-Misbâh ini didasarkan pada kesadaran Quraish Shihab bahwa metode maudhu‟i yang sering digunakan pada karyanya berjudul “membumikan Al-Qur`an” dan “Wawasan Al-Qur`an”.

Menafsirkan Al-Qur`an dengan menggunakan metode tahlily itu bagaikan hidangan prasmanan,41 masing-masing tamu memilih sesuai selera serta mengambil kadar yang diinginkan dari meja yang telah ditata. Cara ini tentu saja memerlukan waktu yang lama, karena pembahasannya lebih luas dari pada

38 Hamdani Anwar, “Telaah Kritis terhadap Tafsir Al-Misbah Karya M. Quraish Shihâb.” … h. 180-181.

39 Mohammad Nor Ichwan, PROF.M.QURAISH SHIHÂB Membincang Persoalan Gender…. h. 58.

40 Mafri Amir, Lilik Ummi Kultsum, Literatur Tafsir Indonesia…. h. 263.

41 M. Quraish Shihâb, “Wawasan Al-Qur‟an : Tafsir Maudhu‟i atas Pelbagai Persoalan Umat.”, …. h. xii.

metode maudhu‟i.42 Hal ini bisa saja menimbulkan kebosanan, karena tidak semua yang dihidangkan dalam tafsir ini sesuai dengan kebutuhan dan selera masyarakat sekarang. Tetapi metode tafsir tahlili ini masih tetap urgen untuk masa kini.

Dengan mengemukakan bahwa metode tahlili memiliki berbagai kelemahan, maka dari itu Quraish Shihab juga menggunakan metode maudhu‟i atau tematik, yang menurutnya metode ini memiliki beberapa keistimewaan, diantaranya metode ini dinilai dapat menghidangkan tema-tema yang dibicarakannya.

Menyadari kelemahan-kelemahan yang terdapat pada metode tahlili, Quraish Shihab memberikan tambahan lain dalam karyanya. Ia menilai bahwa cara yang paling efektif untuk menghidangkan pesan Al-Qur`an itu dengan menggunakan metode maudhu‟i. Dengan demikian, metode penulisan tafsir Al-Misbâh mengkombinasikan dua metode yaitu metode tahlili dengan metode maudhu‟i.

Dalam hal ini, ia mengakui, bahwa dengan menerapkan metode maudhu‟i bukanlah hal yang mudah. Karena menerapkan metede ini memerlukan keahliah akademis, maka kehati-hatian dan ketekunan sangatlah diperlukan.43

Sebelum menulis tafsir Al-Misbâh, Quraish Shihab sudah menghasilkan karya dengan metode tahlili, yakni ketika ia menulis tafsir Al-Qur`an al-Karim. Namun baginya bahasan tafsir tersebut yang mengakomodasikan44 kajian kebahasaan (kosa kata) yag relatif lebih bias45 dari kaidah kaidah tafsir menjadikan karya tersebut lebih layak untuk di konsumsi bagi orang orang yang berkecimpung di bidang Al-Qur`an.

42 Metode maudhu‟i adalah membahas satu surat Al-Qur‟an secara menyeluruh, memperkenalkan dan menjelaskan maksud-maksud umum dan khususnya secara garis besar, dengan cara menghubungkan ayat yang satu dengan ayat yang lain, atau antara satu pokok masalah dengan pokok masalah yang lain. Definisi dengan redaksi lain, tafsir maudhu‟i adalah tafsir yang menghimpun dan menyusun ayat-ayat Al-Qur‟an yang memiliki kesamaan arah dan tema, kemudian memberikan penjelasan dan mengambil kesimpulan, di bawah satu bahasan tema tertentu. Lihat lebih lanjut di M. Quraish Shihâb, Sejarah dan „Ulum Al-Qur‟an, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001), cet. 3, h. 192-193.

43 M. Quraish Shihâb, “Wawasan Al-Qur‟an : Tafsir Maudhu‟i atas Pelbagai Persoalan Umat.”… h. xiv.

44 Akomodasi adalah Menyediakan sesuatu yang untuk memenuhi kebutuhan. Lihat lebih lanjut di Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Ed. 2, (Jakarta: Balai Pustaka: 1995), Cet. 7, h. 17.

45 Bias adalah menyimpang. Lihat lebih lanjut di Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Ed. 2… h. 129.

Sementara kalangan orang awam, karya tersebut kurang diminati dan berkesan bertele-tele.

Sedangkan dari segi corak, tafsir Al-Misbâh ini lebih cenderung kepada corak sastra budaya dan kemasyarakatan (al adabi al ijtima‟i),46 Corak tafsir ini merupakan corak baru yang menark pembaca dan menumbuhkan kecintaan kepada Al-Qur`an serta memotivasi untuk menggalli makna makna dan rahasia Al-Qur`an. Menurut Muhammad Husai al-Dhahabi, bahwa corak penafsiran ini terlepas dari kekurangannya berusaha mengemukakan keindahan bahasa (balaghah) dan kemukjizatan Al-Qur`an, ini menjelaskan makna-makna dan saran -saran yang dituju oleh Al-Qur`an, mengungkapkan hukum-hukum alam yang agung dan tatanan kemasyarakatan yang dikandungnya membantu memecahkan segala masalah yang terjadi pada umat melalui petunjuk dan ajaran Al-Qur`an untuk mendapatkan keselamatan dunia dan akhirat dan berusaha menemukan antara Al-Qur`an dengan teori teori ilmiah.

c. Karakter Penulisan

Setidaknya ada tiga karakter yang harus dimiliki oleh sebuah karya tafsir bercorak sastra budaya dan kemasyarakatan.

Pertama, menjelaskan petunjuk ayat Al-Qur`an yang berkaitan langsung dengan kehidupan masyarakat dan menjelaskan bahwa Al-Qur`an itu kitab suci yang kekal sepanjang zaman. Kedua, penjelasan penjelasan lebih tertuju pada penanggulangan penyakit dan masalah-masalah yang sedang terjadi dalam masyarakat. Ketiga, disajikan dengan bahasa yang mudah dipahami dan indah didengar.

Tafsir Al-Misbâh karya Quraish Shihab ini nampaknya memenuhi ketiga persyarakatan tersebut, sehubungan dengan karakter yang disebut pertama, yaitu tafsir ini selalu menghadirkan akan petunjuk dengan menghubungkan kehidupan masyarakat dan menjelaskan bahwa Al-Qur`an ini kitab suci yang kekal sepanjang zaman.47

46 corak yang berusaha memahami nash-nash al-Qur‟an dengan cara pertama dan utama mengemukakan ungkapan ungkapan al-Qur‟an secara teliti, selanjutnya menjelaskan makna makna yang dimaksud oleh Al-Qur‟an tersebut dengan bahasa yang indah dan menarik, kemudian seorang mufassir berusaha menghubungkan nash nash Al-Qur‟an yang dikaji dengan kenyataan social dan system budaya yang ada. Lihat di Mohammad Nor Ichwan, PROF.M.QURAISH SHIHÂB Membincang Persoalan Gender… h. 59.

47 Mohammad Nor Ichwan, PROF.M.QURAISH SHIHÂB Membincang Persoalan Gender… h. 59-61.

Meskipun, Quraish Shihab telah mampu menyelesaikan karya tafsir yang sangat monumental yang terdiri dari 15 volume, tidak lantas beliau kemudian berbesar hati dan melupakan jasa-jasa para pendahulunya. Ia menghidangkan tafsir Al-Misbâh bukan sepenuhnya dari ijtihadnya. Ini artinya penyusunan tafsir Al-Misbâh merujuk kepada karya-karya lain, baik dari ulama klasik maupun kotemporer.

d. Sumber-Sumbernya

Adapun sumber-sumber yang dijadikan rujukan oleh Quraish Shihab dalam menulis kitab tafsir Al-Misbâh ini diantaranya yaitu: Tafsir Ibrahim Ibn Umar al-Biqa'i (w. 885H-1480M) yang tafsirnya masih berbentuk manuskrip dan dijadikan sebagai referensi dalam menyusun desertasinya.

Sementara referensi yang digunakan dalam mencari makna pada tafsir Al-Misbâh diantaranya: Shahih Bukhari karya Ismail al-Bukhari, Shahih Muslim karya Ibn Hajjaj, Nazham al-Durar karya Ibrahim Ibn Umar al-Biqa'i, Fi Dzilalil al-Qur'an karya Sayyid Qutb, Tafsir al-Mizan karya Husain al-Thabathaba'i, Tafsir Asma Husna karya Az-Zajjah, Tafsir Qur'an al-A'zim karya Ibn Katsir, Tafsir Jalalain karya as-Suyuti, Mafatih al-Ghaib karya Fakhruddin ar-Razi, al-Kasysyaf an Haqqaiqit Tanjil wa 'Uyunil Aqawil fi Wujuhi Ta'wil karya Zamakhsyari, Nahw Tafsir Maudhu'iy li Suwar al-Qur'an al-Karim karya Muhammad al-Ghazali, ad-Durr al-Mantsur karya as-Sayuti dan al-Tahrir wa al-Tanwir. Diantara banyaknya literatur yang digunakan Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbâh yang paling mendominasi adalah Tafsir al-Mizan karya Husain al Thabathaba'i, sebab hampir ditiap penafsirannya selalu mengutip pendapat Thabathaba‟i.48

B. Al-Qur`an dan Tafsirnya karya Departemen Agama RI 1. Tim Penyusun Al-Qur`an dan Tafsirnya

Pada mulanya, untuk menghadirkan Al-Qur`an dan Tafsirnya, Menteri Agama pada tahun 1972 membentuk tim penyusun yang disebut Dewan Penyelenggara Pentafsir Al-Qur`anyang diketuai oleh Prof. R.H.A. Soenarjo, S.H. dengan KMA No. 90 Tahun 1972, kemudian disempurnakan dengan KMA No. 8 Tahun 1973 dengan ketua tim Prof. H. Bustami A. Gani dan selanjutnya disempurnakan

48 M. Quraish Shihâb, Tafsir Al-Mishbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2004).

Dokumen terkait