• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN

C. Temuan Lapangan

1. Profile subjek

67

68 si, kalo broken home saya rasa memang begitu, orangtua saya tidak berpisah tapi setiap hari ya cekcok segala macem, yang itu kan juga suatu masalah bagi saya sendiri, ya yang saya rasa memang seperti itu saja sudah broken home.” (W1. S1. 4)

“Broken home definisi atau yang saya fahami sedikit mengenai broken home ya memang ketika anak tidak mendapatkan lebih kasih sayang yang memang di usia 8 tahun yang saya rasa itu kan memerlukan bimbingan orangtua misalnya, atau nurture dari orangtua sendiri gitu, yang memang seharusnya itu ada, tapi yang saya rasakan saya tidak begitu. Yang malah jatohnya yaudah orangtua seakan membuang kita mungkin. Saya merasa ketika saya pulang dan keberadaan kita dipermasalahkan oleh orangtua ya memang sampai cekcok besar segala macem, ya mungkin orangtua saya itu juga termasuk bagian dari broken home seperti itu.” (W1. S1. 5)

“Yang dari finance dan communications saya dan orangtua juga sudah hampir kepada batas ujungnya ya, dalam istilah hampir tidak sama sekali berhubungan gitu. Dalam artian yaudah saya benar-benar usaha sendiri untuk menghidupi diri saya sendiri. Ya karena orangtua saya pernah mengatakan ketika lu di rumah segala tanggungan makan segala macam ada rumah gitu. Tapi kalau seandainya sekarang yang memang lu mau tinggal di Aceh ya berarti apapun tanggungannya lu yang nanggung sendiri gitu.

Dalam artian ya kalo memang saya misal lapar begitu atau sakit orangtua atau keluarga saya yang dekat maupun yang jauh tetap yaudah angkat tangan seperti itu. Tidak ingin mendengar kabar tentang diri saya,” (W1. S1. 9)

Selama dalam kondisi broken home subjek mengalami emosi nagatif seperti marah, denial, dan penerimaan diri yang negatif; berfikir hal-hal negatif; mengalami gejala psikologis seperti trauma; sensitif terhadap kondisi yang menggambarkan masa lalu; gejala fisik seperti kelaparan yang diakibatkan tidak terpenuhinya kebutuhan finansial; dan munculnya perasaan-perasaan negatif seperti rasa kehilangan dan kesepian.

“Yaa dari sebelum saya beranjak untuk memikirkan masa depan saya tentang Pendidikan di strata 1 atau Pendidikan sarjana ya saya merasakan memang ada beberapa yang seharusnya memang tidak saya rasakan begitu daripada beberapa statement orangtua

69 saya memang mengatakan udah jangan kuliah dan yaudah kerja aja begitu. Seakan orangtua saya itu tidak merasa bersalah atas perlakuannya kepada saya pribadi waktu saya umur 8 tahun saya dipisahkan dari mereka dan diumur 17/18 tahun saya lulus SMA dan setelah itu mereka memerintahkan saya untuk bekerja, sedangkan saya lebih memilih apa yang saya inginkan seperti itu.

Mungkin secara kasarnya itu egois, tapi yang saya rasakan ya balas dendam saya harus terbalaskan seperti itu. Karena beberapa perlakuan orangtua saya saja yang memang saya rasa saya tidak setuju dengan hal itu.” (W1. S1. 7)

“Yang saya rasakan disitu ya prinsip saya sebagai manusia kalo seandainya memang orangtua saya membuat saya seperti ini, jadi selebihnya itu adalah hasil yang mereka tanam seperti itu. Berarti apa yang mereka tuai juga harusnya akan sesuai dengan yang mereka tanam.” (W1. S1. 8)

“Ya saya pribadi memang sempat berpikir ketika kita dalam kondisi buruk pasti menyalahkan orangtua, yang memang merasa kenapa si kok orangtua saya nggak peduli sama saya gitu, padahal saya masih hidup disini dan mereka juga masih sehat. Dan masih mampu untuk membiayai saya seperti itu.” (W1. S1. 11)

“Yang saya sendiri memang bahkan sampai hari ini niat pun nggak gitu untuk pulang ke rumah. Secara orang bilang udah pulang sono, ya kayak nya menurut saya semua anak seperti saya ingin orangtuanya mati tapi orangtua selalu berharap anak nya untuk tetap hidup dan baik-baik saja gitu. Yaa kalo seandainya secara kasar hari ini saya juga nggak dipedulikan berarti kan mereka juga ngarep saya mati mau nggak mau.” (W1. S1. 12)

“Pengaruh, pastinya ada gitu ya. bahkan secara sangat-sangat kecil ya, teman diskusi pun perlu terkadang saya pribadi mungkin karena ada sempat trauma dari orangtua yang memang kalau ngomelin kita itu hampir-hampir gak ada, hampir di atas wajar lah kita bilang gitu kan, ya saya juga ketika berhubungan dengan teman- teman saya paling ya saya akan memilih gitu siapa yang cocok untuk diajak bicara.” (W2. S1. 7)

“Eeee.. dampak yang paling penting ya yang saya rasakan gitu ketika kalimat yang sampai atau yang datang pada saya itu yang bersifat memang lebih ke intimidatif. Kadang kita mungkin becanda di tongkrongan itu ya suatu hal yang biasa gitu, tapi ketika ada yang tidak sejalan dengan sepemikiran saya pribadi pasti ada suatu hal yang ditolak gitu ya. yaa secara tidak langsung kita berpikir waktu kita kecil minta sesuatu ni ke orangtua gitu tapi gak diturutin gitu.” (W4. S1. 5)

70

“Kondisi yang paling buruk yang saya rasakan adalah ketika saya merasa jauh dengan keluarga pastinya, karena opsi yang saya ambil setelah lulus ini kan. Ya sudah saya pergi dari rumah saya sendiri tanpa ketemu orangtua begitu, yang pastinya berpisah dengan orangtua. Dan dampak yang paling negatif nya itu ya ketika saya sendiri pastinya ya. saya tidak mendapatkan apa yang saya butuh dari segi kasih sayang ataupun secara finance gitu yang tidak dipenuhi oleh orangtua. Yang saya rasakan itu adalah kekurangan dan dampak yang paling buruk saat ini yang saya rasakan gitu ya. yang akhirnya mengharuskan saya kerja sana sini gitu ya.” (W7. S1. 7)

“Terakhir ada, di tahun ini aja ada, tapi emang intensitas nya sudah berkurang gitu. Tapi dengan resiko yang lebih parah. Jadi di tahun 2020 itu saya cuma berani mukul paha gitu ya, ketika saya di tahun 2022 kelaperan ni misalkan ya saya malah pukul perut gitu. Yang abisnya kan saya sendiri yang cedera gitu.” (W4.

S1. 15)

“Yaa dari segi emosi pasti ya saya merasakan serba salah ya pasti.

Seperti lebih ke where is my mother, where is my parents gitu si ya. Ya karena saya rasa bentuk kasih sayang juga sebuah emosi ya, yang memang bermanfaat ya bahkan itu juga bisa dibilang support system dari orangtua atau keluarga kita sendiri yang memang seharusnya ada. Tapi ketika itu tidak ada di hati kita juga menanyakan kemana rasa itu pergi.” (W5. S1. 16)

“Ya jujur sampai sekarang saya masih kurang menerima ya, yang kadang sampai ada anggapan orang yang bilang saya yatim piatu secara tidak langsung. Padahal saya masih ada orangtua. Dan sedangkan saya masih ada orangtua gitu dan dua-duanya yang alhamdulillah masih sehat walafiat. Ya walaupun memang tidak mampu untuk memberi, seharusnya saya memberi mereka gitu ya, tapi tetap aja gitu saya juga butuh peran keberadaan mereka sebagai orangtua saya. Tapi ya jujur secara kebutuhan memang sangat-sangat saya butuhkan gitu, karena merasa sangat-sangat kesepian gitu ya. kesepian secara kita bilang keluarga itu adalah suatu kelompok yang kita sangat-sangat perlukan gitu. Apalagi kandung dengan posisi kandung, ada orangtua kandung, adik kandung atau memang ya kaka kandung gitu ya. secara garis besar yang saya butuhkan ya pasti ada dari mereka. Secara gak langsung walaupun mereka gak punya uang tapi seenggak nya mereka terlihat gitu mereka itu memberi kasih sayang kepada saya gitu. Sedangkan tadi yang saya rasakan hari ini ya nggak ada.” (W7. S1. 8)

71