• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.2. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan Terhadap Usaha Budidaya Ikan Patin di Kabupaten Indragiri Hulu

5.2.1. Profitabilitas Privat dan Sosial Usaha Budidaya Ikan Patin

Usaha budidaya ikan patin yang dilakukan oleh masayarakat Indragiri Hulu yang akan dibahas di sini adalah usaha budidaya berupa pembesaran di kolam. Usaha yang akan dianalisis dibedakan menjadi dua kelompok khusus yaitu budidaya yang menggunakan sebagian besar pakan komersial (pelet) dan usaha yang menggunakan sebagian besar pakan alternatif. Pakan alternatif yang dimaksud disini adalah yang diusahakan sendiri oleh petani pembudidaya seperti usus ayam, keong yang dicampur dengan daun pepaya dan lain sebagainya. Usaha budidaya yang menggunakan sebagian besar pakan pelet dilakukan rata-rata selama 8 bulan per kali panen, sedangkan usaha yang menggunakan pakan alternatif rata-rata masa budidayanya selama 9 bulan. Luas kolam rata-rata yang digunakan pada usaha budidaya pakan pelet adalah 520 meter persegi sedangkan usaha budidaya dengan pakan alternatif adalah 671 meter persegi. Untuk

mendapatkan hasil yang tidak bias maka luas lahan yang dijadikan analisis dikonversi menjadi 500 meter persegi.

Untuk mengukur tingkat efesiensi dan kemampuan daya saing usaha budidaya ikan patin di Kabupaten Indragiri Hulu dapat dijelaskan dengan menggunakan matriks analisis kebijakan atau Policy Analysis Matrix (PAM). Matriks ini disusun berdasarkan data biaya input dari suatu komoditas, kemudian biaya dipisahkan ke dalam komponen tradable dan domestik. Besar kecilnya biaya yang dikeluarkan dalam usaha budidaya patin ini sangat ditentukan oleh skala pengelolaannya. Pada Tabel 24 disajikan rata-rata penerimaan dan komponen biaya usaha budidaya ikan patin di Kabupaten Indragiri Hulu per 500 meter persegi. Jumlah produksi bersih untuk usaha budidaya dengan menggunakan pakan pelet sebesar 1.794 kg, sedangkan usaha yang menggunakan sebagian besar pakan alternatif sebesar 2.410,5 kg. Perbedaan jumlah produksi ini terjadi karena perbedaan jangka waktu budidaya, dimana usaha budidaya dengan pakan alternatif lebih lama dibandingkan dengan usaha dengan pakan pelet.

Tabel 24. Rata-rata Penerimaan dan Komponen Biaya Privat Usaha Budidaya Ikan Patin di Kabupaten Indragiri Hulu Konversi 500 M2

Uraian

Pakan Pelet Pakan Alternatif Jumlah (Rp) Per 8 Bulan Porsi (%) Jumlah (Rp) Per 9 Bulan Porsi (%) Penerimaan 28.704.000 38.568.000 Biaya 1. Benih 2. Pelet 3. Pakan Alternatif 4. Tenaga Kerja 5. Obat-obatan 6. Kapur 7. Garam 8. Urea 9. Pemeliharaan Kolam 10. Serok 11. Ember 12. Peralatan lain-lain Total 2.040.000 16.200.000 125.000 2.800.000 91.500 60.000 25.000 80.000 225.000 50.000 20.000 83.333 21.798.233 9,36 74,32 0,57 12,85 0,42 0,28 0,11 0,37 1,03 0,23 0,09 0,38 100 1.735.989 3.524.568 2.648.572 5.400.000 84.535 60.000 25.000 85.714 271.429 50.000 20.000 40.000 13.944.093 12,45 25,28 18,99 38,73 0,61 0,43 0,18 0,61 1,95 0,36 0,14 0,29 100 Keuntungan 6.905.767 24.623.907

Tabel 24 menyajikan rata-rata biaya yang dikeluarkan pada usaha budidaya ikan patin baik yang menggunakan sebagian besar pakan pelet maupun sebagian besar pakan alternatif di Kabupaten Indragiri Hulu. Pada usaha budidaya dengan pakan pelet biaya terbesar dialokasikan untuk pakan itu sendiri yaitu sebesar 74,32 persen, sedangkan untuk usaha budidaya ikan patin dengan pakan alternatif biaya terbesar diserap oleh tenaga kerja yaitu sebesar 38,73 persen. Untuk usaha budidaya dengan pakan pelet rata-rata biaya yang dikeluarkan selama satu periode budidaya adalah Rp. 21.798.233, sedangkan pada usaha yang menggunakan pakan alternatif rata-rata biaya yang dikeluarkan selama satu periode budiaya (pembesaran) sebesar Rp. 13.944.093. Salah satu faktor yang menyebabkan besarnya biaya pada usaha budidaya dengan pakan pelet adalah karena besarnya jumlah pakan yang harus disediakan selama satu kali periode pembesaran serta harga pakan yang tergolong mahal yaitu sebesar Rp.300.000 per karung (40 Kg). Sedangkan pada budidaya dengan pakan alternatif, biaya pakan untuk pelet bisa dihemat hampir 50 persen.

Proporsi biaya berikutnya pada usaha budidaya dengan pakan pelet adalah tenaga kerja yaitu sebesar 12,85 persen. Untuk budidaya dengan pakan alternatif biaya berikutnya sebesar 25,28 persen digunakan untuk biaya pakan pelet. Budidaya dengan pakan alternatif rata-rata hanya menggunakan pelet sebagai pakan pada 3 bulan pertama periode pembesaran, sisanya menggunakan pakan alternatif seperti usus ayam, campuran keong dan daun pepaya yang biayanya relatif jauh lebih murah. Proporsi biaya yang paling sedikit digunakan pada usaha baik pada budidaya dengan pakan pelet maupun pakan alternatif adalah biaya peralatan ember yaitu hanya sebesar 0,09 persen dan 0,14 persen.

Penerimaan yang dihasilkan oleh usaha dengan pakan altrnatif jauh lebih besar dibandingkan dengan usaha dengan pakan pelet, dimana usaha dengan pakan altrnatif menghasilkan keuntungan sebesar Rp. 24.623.907 selama satu periode pembesaran. Sedangkan pada usaha dengan pakan pelet selama satu periode budidaya hanya menghasilkan keuntungan sebesar Rp. 6.905.767. Perbedaan keuntungan yang cukup mencolok ini disebabkan karena besarnya biaya untuk pakan pada usaha budidaya dengan pakan pelet yang mencapai hampir 75 persen dari total biaya. Disamping itu budidaya dengan pakan pelet

hanya dilakukan rata-rata selama 8 bulan sedangkan usaha dengan pakan alternatif rata-rata 9 bulan sehingga hasil produksi budidaya dengan pakan alternatif relatif lebih besar.

Policy Analysis Matrix (PAM) merupakan salah satu alat analisis yang dapat

digunakan untuk menganalisis efisiensi ekonomi dan besarnya insentif atau dampak intervensi pemerintah pada berbagai aktivitas usaha tani, pengolahan dan pemasaran hasil pertanian secara keseluruhan dan sistematis. Salah satu bentuk keluarannya adalah nilai keuntungan privat dan sosial.

Keuntungan privat adalah selisih penerimaan dengan biaya total berdasarkan harga privat (harga aktual yang terjadi di pasar) yang digunakan oleh petani dalam usaha budidaya ikan patin di Kabupaten Indragiri Hulu, dimana harga tersebut telah dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah. Keuntungan privat dilakukan untuk mengukur daya saing dari sistem komoditas dan dapat digunakan sebagai dasar untuk analisis biaya manfaat pada tingkat harga privat atau harga aktual (Pearson, 2005).

Keuntungan sosial adalah selisih antara penerimaan dengan total biaya pada tingkat harga sosial atau harga efesiensi yang didasarkan pada estimasi social

opportunity costs. Pada keadaan ini, harga sosial untuk input dan output tradable

adalah harga internasional untuk barang yang sejenis (comparable) yaitu harga impor untuk komoditas impor dan harga ekspor untuk komoditas ekspor. Sedangkan faktor domestik seperti tenaga kerja tidak memiliki harga internasional, sehingga harga sosialnya (social opportunity costs) diestimasi melalui pengamatan lapangan atas pasar faktor domestik di pedesaan. Tujuannya untuk mengetahui berapa besar ouput atau pendapatan yang hilang karena faktor domestik digunakan untuk memproduksi komoditas tersebut dibandingkan dengan apabila digunakan untuk komoditas alternatif terbaiknya (Pearson, 2005). Tabel 25 adalah Tabel Policy Analysis Matrix (PAM) dari usaha budidaya ikan patin di Kabupaten Indaragiri Hulu baik untuk budidaya dengan pakan pelet maupun dengan pakan alternatif

Tabel 25. Matriks Analisis Kebijakan Usaha Budidaya Ikan Patin di Kabupaten Indragiri Hulu Tahun 2011.

Keterangan Penerimaan Biaya (Rp/500 m2) Keuntungan Input

Tradable

Faktor Domestik Budidaya Pakan Pelet

Harga Privat 28.704.000 15.068.960 6.729.273 6.905.767 Harga Sosial 17.901.160 11.966.454 6.294.403 -524.498 Dampak

Kebijakan

10.802.840 3.072.506 434.870 7.430.265

Budidaya Pakan Alternatif

Harga Privat 38.568.000 3.353.214 10.590.878 24.623.908 Harga Sosial 24.052.813 2.553.155 10.161.219 11.157.314 Dampak

Kebijakan

14.515.187 800.059 429.659 13.466.594

Hasil analisis pada Tabel 25 memperlihatkan bahwa secara privat (harga aktual) usaha budidaya ikan patin baik dengan pakan pelet maupun dengan pakan alternatif di Kabupaten Indragiri Hulu menguntungkan. Hal ini terlihat dari keuntungan secara privat untuk kedua jenis usaha budidaya yang bernilai positif. Sedangkan hasil analisis pada tingkat harga sosial menunjukkan bahwa usaha dengan pakan pelet tidak menguntungkan sebaliknya pada usaha dengan pakan alternatif masih tetap menguntungkan. Kondisi ini juga menunjukkan bahwa penggunaan sumberdaya pada usaha budidaya dengan pakan pelet belum efektif serta belum bisa bersaing pada tingkat harga internasional tanpa bantuan kebijakan dari pemerintah.

5.2.2. Analisis Daya Saing Budidaya Ikan Patin di Kabupaten Indragiri Hulu