PROGRAM DAN KEGIATAN A. Landasan Umum Program
D. Jenis Program
5. Program Fasilitasi Perdagangan Ternak dan Obat Hewan
Berdasarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, telah diatur ketentuan bahwa dalam melaksanakan fungsi kepolisian yang bersifat penyidikan dalam penegakan hukum, Petugas Pengawas Obat Hewan harus mempunyai kompetensi hukum sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku diantaranya sudah mengikuti Diklat PPNS dan mempunyai Surat Keputusan sebagai Penyidik untuk melakukan tindakan hukum bagi pelanggaran obat hewan di lapangan.
Langkah ke depan yang akan dilakukan adalah:
(1) Koordinasi dengan Gubernur/Bupati/ Walikota agar staf otoritas kesehatan hewan yang telah berstatus sebagai Pengawas Obat Hewan di wilayah kerjanya mendapatkan fasilitasi untuk mengikuti Pelatihan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS). Pelatihan ini akan dilaksanakan secara bertahap dan diharapkan agar dalam 5 (lima) tahun mendatang 50% dari kebutuhan PPNS dapat terpenuhi.
(2) Koordinasi dengan Mabes POLRI untuk pelaksanaan Diklat PPNS dimaksud.
(3) Koordinasi dengan Departemen Kehakiman dan Hukum untuk penerbitan Surat Keputusan Penunjukkan Sebagai PPNS.
5. Program Fasilitasi Perdagangan Ternak dan Obat Hewan
a. Pembinaan Manajemen Kesehatan Hewan dan Biosekuriti pada perusahaan peternakan
Program ini bertujuan meningkatkan daya saing dan akses pasar komoditi ternak dan produk ternak Indonesia di pasar domestik dan internasional pada aspek SPS. Untuk mencapai tujuan itu, maka perlu dilakukan upaya-upaya untuk :
(1) Penyusunan Pedoman manajemen kesehatan hewan dan biosekuriti pada perusahaan peternakan unggas, babi dan sapi perah.
(2) Sosialisasi Pedoman manajemen kesehatan hewan dan biosekuriti pada perusahaan peternakan unggas, babi dan sapi perah.
(3) Pembinaan manajemen kesehatan hewan dan biosekuriti pada perusahaan peternakan unggas, babi dan sapi perah. Akreditasi perusahaan peternakan melalui penerapan Nomor Kontrol Manajemen Kesehatan Hewan/ NKKH (Establishment Number).
b. Sertifikasi peternakan unggas ekspor
Dalam rangka mendorong kualitas kesehatan hewan peternakan unggas ekspor yang mensyaratkan bebas Salmonella pullorum dan S. Enteritidis perlu diterbitkan Pedoman Pengujian Salmonella pullorum dan S.enteritidis.
Pelaksanaan sertifikasi kompartementalisasi bebas AI pada peternakan unggas khususnya dalam rangka memenuhi persyaratan ekspor.
51
c. Sertifikasi CPOHB
Telah ditetapkan ketentuan pengunduran batas waktu sampai dengan tahun 2010 untuk penerapan CPOHB baik produsen dalam negeri maupun luar negeri yang produknya diedarkan di Indonesia. Ketentuan tersebut diatur berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian No. 536/Kpts/PD. 650/9/2004 tentang Perubahan Keputusan Menteri Pertanian No. 466/Kpts/TN. 260/V/199 tentang Pedoman CPOHB tanggal 15 September 2004.
Dalam rangka penerbitan sertifikat CPOHB, untuk itu diperlukan langkah-langkah sebagai berikut:
(1) Mengefektifkan penyelenggaraan rapat Panitia Penilai CPOHB yang dibentuk berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian No. 302/Kpts/KP.150/6/2003 yang terdiri dari unsur Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan, Perguruan Tinggi, Badan POM dan para pakar di bidang CPOHB.
(2) Merevisi Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 324/Kpts/TN.120/4/94 tentang Syarat dan Tatacara Pemberian Izin Usaha Obat Hewan, khususnya terhadap substansi pasal 7 nomor 1 huruf a SK Mentan, yang menyatakan bahwa produsen obat hewan mempunyai pabrik obat hewan, yang memenuhi syarat CPOHB. Perubahan substansi yang akan diusulkan menjadi “produsen obat hewan mempunyai pabrik obat hewan, yang telah melaksanakan langkah-langkah dalam pemenuhan persyaratan CPOHB.”
(3) Menyiapkan kelembagaan Biro Konsultasi CPOHB (4) Melaksanakan evaluasi kelayakan CPOHB setiap 3 tahun (5) Sosialisasi peraturan CPOHB
d. Penerbitan sertifikat CPOHB khusus produsen obat hewan kategori “home industry”. Untuk itu diperlukan langkah-langkah sebagai berikut :
(1) Menyusun persyaratan minimal CPOHB untuk produsen obat hewan katagori “home industry”. Langkah ini perlu dipertimbangkan karena peraturan CPOHB yang telah diterbitkan tersebut belum mengakomodir produsen obat hewan kategori “home industry”.
(2) Sosialisasi ketentuan penerbitan sertifikasi CPOHB katagori home industry (3) Melaksanakan pelatihan secara periodik tentang ketentuan penerapan CPOHB
yang diikuti oleh penanggung jawab teknis produsen obat hewan. e. Peningkatan realisasi Ekspor
Langkah-langkah yang dilakukan adalah:
(1) Mendorong peningkatan kualitas obat hewan yang diproduksi oleh produsen dalam negeri untuk dapat lebih meningkatkan daya saing di pasaran internasional.
(2) Memanfaatkan pertemuan internasional untuk mengharmonisasi peraturan pendaftaran obat hewan di tingkat regional ASEAN.
(3) Melaksanakan pertemuan secara periodik untuk mengevaluasi perkembangan ekspor obat hewan yang diikuti oleh produsen obat hewan dalam negeri yang merangkap sebagai eksportir obat hewan.
52
(4) Menyusun peraturan serta menyiapkan kelengkapan dokumen dalam upaya meningkatkan ekspor obat hewan.
(5) Mempromosikan kegiatan ekspor obat hewan melalui event nasional maupun internasional.
f. Harmonisasi ASEAN di bidang obat hewan Langkah-langkah yang dilakukan adalah:
(1) Menghadiri forum internasional guna tukar menukar informasi teknis serta memperkuat kerjasama antara negara ASEAN terutama dalam pelaksanaan harmonisasi peraturan ekspor/impor.
(2) Penyediaan informasi kapasitas produksi obat hewan dalam negeri. Sampai saat ini produsen obat hewan dalam negeri baik yang produknya berupa sediaan biologik, farmasetik maupun premiks masih memiliki kapasitas terpasang yang belum dimanfaatkan (idle capacity). Data yang berkaitan dengan informasi tersebut sangat diperlukan dan dapat ditawarkan pada pihak investor yang berminat terutama dalam rangka “:toll manufacturing” Dengan kebijakan ini diharapkan disatu sisi dapat memaksimalkan kapasitas produksi terpasang dari masing-masing produsen dalam negeri yang bersangkutan dan disisi lain diharapkan pula dapat menekan peredaran obat hewan asal impor di Indonesia Langkah-langkah yang dilakukan adalah:
(a) Melaksanakan pertemuan untuk mengevaluasi perkembangan kapasitas terpasang produsen obat hewan dalam negeri.
(b) Menginformasikan tentang data idle capacity dari masing-masing produsen obat hewan dalam negeri kepada para investor melalui mekanisme toll manufacturing.
(c) Mendorong peningkatan kualitas obat hewan produksi dalam negeri dengan mekanisme toll manufacturing.
(d) Menyusun persyaratan minimal toll manufacturing.
(e) Melaksanakan evaluasi penilaian kelayakan toll manufacturing setiap 2 (dua) tahun.
53 BAB V
PENDANAAN
Dalam rangka melaksanakan program yang telah ditetapkan, melalui tugas pokok dan fungsi yang dimiliki maka diperlukan sejumlah dana untuk dapat meraih misi, visi, tujuan dan sasaran organisasi Direktorat Kesehatan Hewan. Dana tersebut sebagian besar diperoleh dari DIPA Direktorat Kesehatan Hewan. Rencana Pendanaan selama lima tahun terdapat pada Lampiran 1.
Dana ini terutama untuk melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar prosedur, kriteria dan bimbingan teknis serta evauasi sesuai dengan fungsi Sub Direktorat Pengamatan Penyakit Hewan (P2H), Sub Direktorat Pengendalian Pemberantasan Penyakit Hewan (P3H), Sub Direktorat Perlindungan Hewan (PH), Sub Direktorat Pengawasan Obat Hewan (POH) dan Sub Direktorat Kelembagaan dan Sumberdaya Kesehatan Hewan (KSKH), serta Subbagian Tata Usaha (TU) dan Unit Pengendalian Penyakit Avian Influenza (UPP-AI). Selain itu dana juga diperlukan untuk melancarkan fungsi-fungsi perencanaan, kepegawaian, keuangan, perlengkapan, dan monitoring evaluasi sebagai fungsi-fungsi manajemen pembangunan.
Sesuai dengan tupoksinya maka dana tersebut diharapkan dapat menjadi faktor pengungkit dari berbagai kegiatan yang ada di masyarakat dan aset yang dimiliki masyarakat, sesuai dengan tugas pokok dan fungsi Direktorat Kesehatan Hewan.
54 BAB V