• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

A. Kajian Pustaka

6. Program Penguatan Pendidikan Karakter

kolaborasi dengan pihak lain yang meliputi wali murid, lembaga kesenian dan budaya, lembaga pemerintahan, komunitas penyedia sumber belajar, masyarakat pegiat sipil, komunitas keagamaan, seniman dan budayawan lokal, lembaga bisnis, lembaga penyiaran media, dan universitas.

7. Kecamatan Jetis adalah sebuah kecamatan yang berada di Kota Madya Yogyakarta. Berbatasan langsung dengan Kecamatan Tegalrejo, Kecamatan Gondokusuman, dan Kecamatan Gedongtengen.

9

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kajian Pustaka

1. Pengertian Karakter

Menurut Suparno (2015: 29) karakter merupakan nilai-nilai dan sikap hidup positif yang dimiliki oleh seseorang sehingga mempengaruhi tingkah laku, cara bertindak, cara berpikir, dan akhirnya menjadi tabiat dalam hidupnya. Kusuma (2007: 80) menjelaskan bahwa karakter merupakan cerminan suatu kepribadian yang dianggap sebagai ciri, gaya, atau sikap yang khas dari seseorang yang terbentuk oleh pengaruh lingkungan di sekitarnya. Sedangkan Wibowo dan Gunawan (2015: 9) menyatakan bahwa karakter merupakan sifat alamiah seseorang dalam merespon situasi secara bermoral mulai dari cara berpikir, angan-angan hingga terjelma menjadi tenaga, serangkaian sikap, perilaku, motivasi, keterampilan yang terbentuk dari internalisasi berbagai kebajikan sehingga diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, bertindak dan menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Selaras dengan pendapat beberapa ahli di atas, Lickona (dalam Wibowo dan Gunawan: 2015: 9) berpendapat bahwa karakter mengacu pada serangkaian pengetahuan (cognitives), sikap (attitudes), motivasi (motivations), perilaku (behaviors), dan keterampilan (skills).

Berdasarkan beberapa definisi dari para ahli dapat disimpulkan bahwa karakter merupakan serangkaian sikap yang mencerminkan sisi baik atau

buruk seseorang dan menjadi sebuah kekhasan. Sikap-sikap baik yang dimiliki oleh seseorang terbentuk secara alamiah dari hati nuraninya ketika menanggapi suatu peristiwa atau dalam bertindak di lingkungan sekitarnya. Sikap tersebut dimunculkan melalui sebuah pemikiran mengenai pengetahuan dan keterampilan yang menjadi kebiasaan dalam hidupnya. Karakter erat kaitannya dengan kepribadian, moral, dan nilai karena ketiga hal tersebut yang dapat membentuk karakter seseorang.

2. Pengertian Kepribadian

Muncul gagasan dari Jaenudin (2012: 101) bahwa kepribadian adalah kesan yang diberikan seseorang kepada orang lain yang terungkap melalui perilaku. Sedangkan Suprihadi dan Soehartono (1982: 14) menjelaskan bahwa kepribadian adalah watak, tabiat, sifat-sifat, dan kejiwaan orang itu. Phares (dalam Prawira, 2016: 36) berpendapat bahwa kepribadian merupakan pola khas dari pikiran, perasaan, dan tingkah laku yang membedakan orang satu dengan yang lainnya dan tidak berubah lintas waktu dan situasinya. Selaras dengan Phares, menurut Prawira (2016: 37-38) kepribadian itu bersifat umum, khas, melekat dalam jangka waktu yang lama, bersifat kesatuan yang utuh dan konsisten serta kepribadian dapat berfungsi menghasilkan hal yang baik ataupun sebaliknya.

Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kepribadian merupakan kekhasan yang membedakan seseorang dengan yang lain. Sedangkan karakter menunjukkan kualitas seseorang yang dinilai dari sikap baik dan buruknya. Kepribadian dan karakter memiliki kesamaan yaitu penting bagi kehidupan seseorang karena keduanya

menunjukkan sifat, cara berpikir, dan cara bertindak yang terjadi secara terus-menerus dan mempengaruhi penilaian dari pandangan seseorang. 3. Pengertian Moral

Moral berasal dari bahasa latin, yaitu mos (moris) yang artinya kelakuan. Suprihadi dan Soehartono (1982: 5) menjelaskan bahwa moral atau moralitas adalah hal yang membahas dan membentuk prinsip-prinsip yang menentukan tindak-tanduk yang benar atau salah. Sedangkan Marx (dalam Suprihadi dan Soehartono, 1982: 5) berpendapat bahwa moralitas mencakup penyesuaian manusia kepada prinsip-prinsip itu dan menyetujui sebagai ideal perbuatan-perbuatan kita. Moral merupakan hal yang selalu melekat dengan perilaku manusia dimana dalam kehidupannya seseorang bertingkah laku sesuai dengan sifatnya.

Secara garis besar moral merupakan penyesuaian manusia terhadap situasi tertentu dan diwujudkan melalui tingkah laku yang mengacu pada suatu prinsip. Berdasarkan pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa moral dan karakter memiliki keterkaitan. Moral menekankan pada perilaku atau tindakan seseorang berdasarkan prinsip-prinsip bernilai yang dimilikinya. Sedangkan karakter merupakan sikap dan sifat yang muncul secara alamiah dalam menanggapi satu peristiwa dan terjadi secara berulang sehingga menjadi sebuah kebiasaan.

4. Pengertian Nilai

Zuldafrial (2014: 29) menjelaskan bahwa nilai adalah ukuran baik-buruk, benar-salah, suatu perilaku atau pernyataan yang berlaku dalam kehidupan suatu kelompok masyarakat. Nilai mendasari pada sikap dan

perilaku seseorang dalam kehidupan bermasyarakat. Sedangkan Sutikna (1988: 50) mengungkapkan bahwa nilai adalah patokan-patokan yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat, misalnya adat kebiasaan dan sopan santun.

Berdasarkan pernyataan beberapa ahli dapat disimpulkan bahwa nilai adalah suatu ukuran yang menjadi patokan dalam memandang perilaku atau pernyataan seseorang di kehidupan bermasyarakat. Nilai dan karakter memiliki keterkaitan yaitu nilai-nilai pada diri seseorang menjadi ciri khas bagi terbentuknya karakter.

5. Pendidikan Karakter

a. Pengertian Pendidikan Karakter

Suparno (2015: 29-30) menjelaskan bahwa pendidikan karakter berarti pendidikan yang bertujuan untuk membantu siswa agar mengalami, memperoleh, dan memiliki karakter yang kuat dan diharapkan dapat menjadi kebiasaan dalam hidupnya. Pendidikan karakter mulai diberikan pada lingkup keluarga hingga dalam sebuah satuan pendidikan. Pendidikan karakter memberikan kesempatan kepada peserta didik secara mandiri untuk mengalami proses pembentukan karakter. Peserta didik dapat membangun pengetahuannya serta menentukan karakter yang baik, sehingga rangkaian proses pembentukan karakter peserta didik dapat tertanam dalam dirinya.

Gaffar (dalam Kesuma, 2011: 5) menjelaskan bahwa pendidikan karakter adalah sebuah proses transformasi nilai-nilai kehidupan untuk ditumbuhkembangkan dalam kepribadian seseorang sehingga menjadi

satu dengan perilaku orang tersebut. Pendapat Gaffar selaras dengan Judiani (2010: 288) yang mengatakan bahwa pendidikan karakter dimaknai sebagai pendidikan yang mengembangkan nilai-nilai karakter pada peserta didik sehingga mereka memiliki nilai sebagai karakter dirinya, menerapkan nilai-nilai tersebut dalam dirinya sebagai anggota masyarakat dan warga negara yang religius, nasionalis, produktif, dan kreatif. Pendidikan karakter menjadi kunci dalam menanamkan nilai-nilai karakter peserta didik, mereka dapat memahami bahwa di dalam dirinya tumbuh nilai dan karakter yang kuat, sehingga mereka mampu hidup bermasyarakat dan bernegara yang berjiwa religius, nasionalis, dan kreatif.

Melalui penuturan beberapa tokoh, pendidikan karakter merupakan usaha dalam melalui sebuah proses agar dapat mengalami, memperoleh, dan memiliki nilai-nilai kehidupan yang dialami secara langsung untuk dikembangkan dan mendasari kegiatan lain terkait dengan tindakan peserta didik dalam kehidupan sehari-harinya.

b. Fungsi Pendidikan Karakter

Diselenggarakannya pendidikan karakter dalam suatu lembaga atau disebut dengan satuan pendidikan pasti memiliki maksud dan arah tertentu yang ingin dicapai. Pendidikan karakter harus memberikan fungsi dan manfaat yang baik dalam mencapai sebuah tujuan. Menurut Fathurrohman, Suryana, dan Fatriani (2013: 97) fungsi dari pendidikan karakter antara lain:

1) Mengembangkan potensi peserta didik agar berperilaku baik yang bersikap mencerminkan karakter bangsa.

2) Memperbaiki pendidikan nasional untuk bertanggung jawab dalam mengembangkan potensi peserta didik yang bermartabat.

3) Menyaring karakter bangsa sendiri dan karakter bangsa lain yang perlu diwujudkan karena sesuai dengan nilai-nilai karakter PPK.

Pendidikan karakter menjadi sarana yang dapat memunculkan atau mengembangkan potensi diri peserta didik. Melalui proses pengembangan bakat tersebut terselip sebuah edukasi yang menguatkan diri peserta didik, sehingga dalam mencapai prestasi yang berhasil diraih akibat pengembangan potensi peserta didik dapat diimbangi dengan sikap baik yang mencerminkan karakter bangsa. Selain itu prestasi-prestasi yang berhasil diraih oleh potensi peserta didik dalam suatu bidang dapat memberikan pergerakan baru menuju arah pendidikan yang lebih baik dan mengharumkan nama bangsa dalam tingkat nasional bahkan internasional. Kemajuan dan perkembangan pendidikan di Indonesia memberikan manfaat bagi penerus bangsa dalam memilah karakter atau sikap yang sesuai dengan nilai-nilai karakter bangsa.

c. Tujuan Pendidikan Karakter

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan nasional mengartikan pendidikan budaya dan karakter bangsa sebagai proses internalisasi serta penghayatan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang dilakukan secara aktif oleh peserta didik melalui bimbingan guru, kepala sekolah dan tenaga kependidikan serta terwujud di dalam

kelas, sekolah dan masyarakat. Menempatkan pendidikan karakter dalam sebuah proses pembentukan individu dengan melibatkan pendidik, warga sekolah, orang tua, dan masyarakat dapat menciptakan suasana yang mendukung untuk pengembangan diri. Seseorang perlu memahami dan menghayati nilai-nilai dalam kehidupan yang berguna bagi potensi setiap individu, sehingga mampu membangun relasi dengan lingkungannya serta mengamalkan nilai-nilai karakter dalam kehidupannya. Menurut Pusat Kurikulum Balitbang (dalam Hasan, 2012: 84-85) tujuan pendidikan budaya dan karakter bangsa terbagi menjadi lima yaitu; (1) mengembangkan potensi afektif peserta didik sebagai manusia dan warga negara yang memiliki nilai-nilai budaya dan karakter bangsa; (2) mengembangkan perilaku dan kebiasaan yang terpuji dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religius; (3) menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab kepada peserta didik sebagai penerus bangsa; (4) mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia yang mandiri, kreatif, berwawasan kebangsaan; (5) mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas dan persahabatan, serta dengan rasa kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan.

Sesuai dengan penjelasan di atas dapat diartikan bahwa tujuan pendidikan karakter adalah membentuk peserta didik menjadi individu yang memiliki nilai-nilai positif, dapat mengembangkan potensi, dan tanggung jawab terhadap diri sendiri dan lingkungannya sebagai generasi

muda penerus bangsa yang berlandaskan pada dasar negara yaitu Pancasila.

6. Program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK)

a. Latar Belakang Program Penguatan Pendidikan Karakter

Menurut Effendy (dalam Tim PPK Kemendikbud, 2017: 4-5) pendidikan di Indonesia sesungguhnya telah melewatkan atau mengabaikan dimensi-dimensi yang penting seperti olah raga (kinestetik), olah rasa (seni), dan olah hati (etik dan spiritual) padahal pendidikan nasional bertugas untuk mengembangkan karakter sekaligus intelektualitas berupa kompetensi peserta didik. Kesadaran akan segala persoalan-persoalan yang terkait menjadikan Kementerian Pendidikan Nasional pada tahun 2010 mencanangkan sebuah kebijakan Gerakan Nasional Pendidikan Karakter berlandaskan Rencana Aksi Nasional (RAN) Pendidikan Karakter Bangsa dan lahirlah Program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) yang tertuang dalam Nawacita untuk mengembangkan nilai-nilai karakter. Tim PPK Kemendikbud (2017: 5) menyatakan bahwa gerakan PPK perlu mengintegrasikan, memperdalam, memperluas, dan sekaligus menyelaraskan berbagai program dengan kegiatan pendidikan karakter yang sudah dilaksanakan hingga saat ini. b. Pengertian Program Penguatan Pendidikan Karakter

Menurut Tim PPK Kemendikbud (2017: 17) penguatan pendidikan karakter merupakan kelanjutan dan revitalisasi gerakan nasional untuk memperkuat karakter melalui proses pembentukan, transformasi, transmisi, dan pengembangan potensi peserta didik dengan cara

harmonisasi olah hati, olah rasa, olah pikir, dan olah raga yang sesuai dengan falsafah hidup Pancasila. Lembaga pendidikan menjadi sarana paling tepat untuk membentuk kembali karakter bangsa yang lebih terstruktur dan sesuai dengan nilai-nilai bangsa Indonesia. Program Penguatan Pendidikan Karakter merupakan gerakan dengan tujuan memperkuat niali-nilai karakter yang dapat mengembangkan potensi diri peserta didik dengan tetap memperhatikan keterpaduan dari olah hati, olah rasa, olah pikir, dan olah raga. Pembaruan pembentukan karakter nantinya dapat menjadi bekal agar generasi bangsa dapat menghadapi kemajuan negara dan mampu bersaing secara sehat. Pembangunan karakter melalui gerakan PPK selayaknya dapat mewujudkan keterpaduan nilai-nilai karakter melalui prinsip empat olah seperti pada gambar 2.1 di bawah ini.

Gambar 2.1 Keterpaduan Prinsip Empat Olah Cerdas, kritis, kreatif,

inovatif, ingin tahu, berpikir terbuka, produktif, berorientasi ipteks, dan refeklektif

Beriman dan bertaqwa, jujur, amanah, adil, bertanggung jawab, berempati, berani mengambil risiko, pantang

menyerah, rela berkorban, dan berjiwa patriotik

Bersih dan sehat, disiplin, sportif, tangguh, andal, berdaya tahan, bersahabat,

kooperatif, determinatif, kompetitif, ceria, dan gigih.

Ramah, saling menghargai, toleran, peduli, suka menolong, gotong oyong,

nasionalis, kosmopolit, mengutamakan kepentingan umum, bangga menggunakan bahasa dan produk Indonesia,

dinamis, kerja keras, dan beretos kerja

Gambar 2.1 merupakan keterpaduan empat olah yaitu olah hati, olah pikir, olah rasa, dan olah raga beserta indikator yang ingin dicapai sesuai dengan nilai-nilai dalam pendidikan karakter.

c. Tujuan Program Penguatan Pendidikan Karakter

Program Penguatan Pendidikan Karakter telah dirumuskan secara terstruktur sehingga nantinya dapat diterapkan dengan lebih mudah kepada setiap satuan pendidikan. Menurut Tim PPK Kemendikbud (2017: 16) perumusan PPK disusun dengan tujuan agar dapat mengembangkan platform pendidikan nasional yang meletakkan makna dan nilai karakter sebagai jiwa atau generator utama penyelenggaraan pendidikan, membangun dan membekali Generasi Emas Indonesia 2045 dalam menghadapi dinamika perubahan di masa depan dengan keterampilan abad 21 yang semakin maju. Selain itu PPK bertujuan untuk mengembalikan pendidikan karakter sebagai roh dan fondasi pendidikan melalui harmonisasi olah hati (etik dan spiritual), olah rasa (estetik), olah pikir (literasi dan numerasi), dan olah raga (kinestetik), merevitalisasi dan memperkuat kapasitas ekosistem pendidikan (kepala sekolah, guru, siswa, pengawas, dan komite sekolah) untuk mendudukung perluasan implementasi pendidikan karakter, membangun jejaring pelibatan masyarakat (publik) sebagai sumber-sumber belajar di dalam dan di luar sekolah, melestarikan kebudayaan dan jati diri bangsa Indonesia dalam mendukung Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM).

Pemerintah telah mempertimbangkan segala aspek yang berkaitan dengan pembentukan karakter agar generasi bangsa dapat memiliki mental yang kuat dengan melihat peluang atau tantangan yang akan dihadapi pada abad 21. Pemerintah juga meperbarui kualitas kepala sekolah dan pendidik dalam mempersiapkan diri membantu peserta didik membangun karakter salah satunya melalui Kelompok Kerja Guru (KKG).

d. Nilai-Nilai Utama Program Penguatan Pendidikan Karakter

Butir kedelapan Nawacita mengenai Revolusi Karakter Bangsa dan Gerakan Nasional Revolusi Mental hendak mendorong seluruh pelaku pendidikan agar terlibat dalam merubah cara berpikir dan cara bertindak dalam mengelola sekolah. Terdapat 18 nilai karakter yang dikristalisasi menjadi lima nilai utama dalam PPK yaitu religius, nasionalis, mandiri, gotong royong dan integritas. Menurut Tim PPK Kemendikbud (2017: 8-10) kelima nilai utama karakter tersebut saling berkaitan dan perlu dikembangkan sebagai keutamaan Gerakan PPK. Sesuai dengan Permendikbud No 20 Tahun 2018 terdapat revisi mengenai kelima nilai utama tersebut menjadi religiusitas, nasionalisme, kemandirian, gotong royong, dan integritas. Berikut ini adalah lima nilai utama yang dimaksud.

1. Religiusitas

Larasati, Sadilah, dan Sujarno (2014: 7) menyatakan bahwa nilai karakter religiusitas mencerminkan sikap meyakini Tuhan Yang Maha Esa yang diwujudkan melalui pelaksanaan ajaran agama dan

keyakinan yang dianut, toleran terhadap perbedaan agama, saling menghargai, serta dapat hidup rukun dan berdampingan dengan pemeluk agama yang lain. Terdapat tiga dimensi relasi yang terbentuk yaitu hubungan individu dengan Tuhan, individu dengan sesama, dan individu dengan alam semesta (lingkungan). Subnilai dari religiusitas antara lain cinta damai, toleransi, menghargai perbedaan agama dan kepercayaan, teguh pendirian, percaya diri, kerja sama antar pemeluk dan kepercayaan, antibuli dan kekerasan, persahabatan, lingkungan, dan meindungi yang kecil dan tersisih.

2. Nasionalisme

Menurut Larasati, Sadilah, dan Sujarno (2014: 8) nilai karakter nasionalisme ditunjukkan dengan cara berpikir, bersikap, melakukan perbuatan yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, penghargaan yang tingi terhadap bangsa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik, bangsa dan negara serta menempatkannya di atas kepentingan diri dan kelompok. Subnilai nasionalisme adalah apresiasi terhadap budaya bangsa sendiri, menjaga kekayaan budaya bangsa, rela berkorban, unggul, dan berprestasi, cinta tanah air, menjaga lingkungan, taat hukum, disiplin, menghormati keragaman budaya, suku, dan agama.

3. Kemandirian

Larasati, Sadilah, dan Sujarno (2014: 8) mengatakan bahwa nilai karakter kemandirian merupakan sikap dan perilaku yang tidak bergantung dengan orang lain dan mempergunakan segala tenaga,

pikiran, waktu untuk merealisasikan harapan, mimpi dan cita-cita. Subnilai dari kemandirian antara lain etos kerja (kerja keras), kreatif, keberanian, dan menjadi pembelajar sepanjang hayat.

4. Gotong Royong

Menurut Tim PPK Kemendikbud (2017: 9) nilai karakter gotong royong menunjukkan tindakan menghargai semangat kerjasama dan bahu membahu dalam menyelesaikan persoalan secara bersama-bersama, menjalin komunikasi dan persahabatan yang berkualitas, memberi bantuan atau pertolongan pada orang yang membutuhkan. Subnilai gotong royong yaitu menghargai, kerjasama, inklusif, komitmen atas keputusan bersama, musyawarah mufakat, saling tolong-menolong, solidaritas, empati, anti diskriminasi, anti kekerasan, dan sikap kerelawanan.

5. Integritas

Farida (2014: 53) mengungkapkan bahwa integritas adalah kesesuaian ucapan dan perbuatan dengan nilai yang diyakini, berusaha untuk selalu mengupayakan perbuatan yang benar dalam situasi apapun, mengambil keputusan sesuai dengan prinsip baik ketika sedang sendiri atau bersama dengan orang lain serta keyakinan terhadap nilai yang dibela tidak akan goyah meskipun dalam situasi yang sulit dan godaan. Subnilai integritas antara lain kejujuran, cinta kebenaran, setia, komitmen moral, anti korupsi, bersikap adil, keteladanan, dan menghargai martabat individu (terutama penyandang disabilitas).

e. Basis Program Penguatan Pendidikan Karakter

Penerapan Program Penguatan Pendidikan Karakter dilaksanakan dalam tiga basis antara lain pendidikan karakter berbasis kelas, budaya sekolah, dan masyarakat atau komunitas.

1. Pendidikan Karakter Berbasis Kelas

Pendidikan merupakan tanggung jawab berbagai pihak seperti orang tua, sekolah, masyarakat, dan negara. Pihak yang memiliki pengaruh besar dalam usia pertumbuhan dan perkembangan anak adalah sekolah. Anak mengalami proses pembentukan karakter di sekolah salah satunya adalah melalui proses belajar di dalam kelas. Koesoema (2018: 9) mengatakan bahwa pendidikan karakter berbasis kelas berfokus pada keseluruhan dinamika interaksi guru dan murid di dalam kelas melalui struktur kurikulum. Peran penting di kelas dimiliki oleh guru, guru harus dapat membawa anak ke tahap perkembangan akademik dan non akademik menjadi lebih baik. Melalui interaksi tersebut terjadilah proses pembentukan karakter bagi peserta didik. Maka program Penguatan Pendidikan Karakter berbasis kelas merupakan proses pembentukan karakter melalui interaksi antara guru dengan peserta didik yang terwujud melalui rangkaian pembelajaran di kelas.

Menurut Tim PPK Kemendikbud (2017: 27) penguatan pendidikan karakter berbasis kelas dapat diintegrasikan melalui banyak aspek. Berikut ini pengintegrasian aspek dalam pendidikan karakter berbasis kelas yang dapat diterapkan:

1) Pengintegrasian PPK dalam Kurikulum

Sudjana (dalam Suryadi dan Dahlia, 2014: 2) menjelaskan bahwa kurikulum merupakan program belajar bagi siswa yang disusun secara sistematik dan diberikan oleh lembaga pendidikan tertentu untuk mencapai tujuan pendidikan. Sedangkan Hamalik (2006: 97) berpendapat bahwa kurikulum merupakan perencanaan kesempatan belajar untuk membina siswa ke arah perubahan perilaku yang diinginkan dan menilai hingga dimana perubahan-perubahan tersebut telah terjadi pada diri siswa yang bersangkutan. Secara umum dapat dikatakan bahwa kurikulum merupakan serangkaian acuan rencana pembelajaran yang memuat tujuan, isi, bahan ajar, metode pembelajaran yang digunakan untuk membina serta menilai kemajuan atau perubahan yang ditunjukkan oleh peserta didik ke arah yang lebih baik.

PPK yang diintegrasikan dengan kurikulum dapat dilihat dan diamati secara jelas pada tujuan yang akan dicapai melalui kompetensi inti atau kompetensi dasar. Misalkan yaitu suatu lembaga pendidikan ingin meningkatkan karakter integritas maka melalui kurikulum tersebut satuan pendidikan akan menanamkan karakter integritas melalui pembelajaran atau pembiasaan-pembiasaan yang dapat dilakukan di lingkup sekolah.

2) PPK Melalui Manajemen Kelas

Manajemen kelas menurut Gunawan (2019: 7) adalah proses perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengawasan

kegiatan pembelajaran guru dengan segenap penggunaan sumber daya untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien. Selaras dengan Gunawan, menurut Karwati dan Priansa (2014: 5) manajemen kelas adalah rangkaian usaha yang dilakukan oleh suatu kelompok kegiatan belajar dengan guru sebagai manajer utama yang bertugas merencanakan, mengorganisasikan, mengaktualisasikan, dan melaksanaan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien. Contoh sederhana dari manajemen kelas yang sering dijumpai pada satuan pendidikan yaitu pengaturan denah tempat duduk peserta didik, peraturan kelas (tata tertib), jadwal muatan pelajaran, jadwal piket, dan hal-hal yang berkaitan dengan kelas yang telah disepakati secara bersama-sama agar terwujud kelas yang kondusif serta dapat mendorong kemajuan belajar peserta didik.

3) PPK Melalui Pilihan dan Penggunaan Model atau Metode Pembelajaran

Pendidikan nasional memiliki tujuan untuk membangun sumber daya manusia yang mempunyai peran penting bagi kesuksesan dan kesinambungan pembangunan nasional maka perlu adanya perbaikan dengan meningkatakan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) salah satunya melalui pendidikan. Aditya (2016: 167) menjelaskan bahwa metode pembelajaran adalah cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai pembelajaran. Sedangkan

model pembelajaran (Triatno, 2010: 51) adalah perencanaan atau pola yang digunakan oleh guru sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas. Model dan metode yang digunakan sangat berpengaruh terhadap suatu kegiatan pembelajaran. Metode pembelajaran digunakan agar suatu model pembelajaran yang diterapkan dapat terlaksana dengan baik. Tim PPK Kemendikbud (2017: 29) menjelaskan bahwa guru harus pandai memilih agar metode/model pembelajaran yang digunakan secara tidak langsung menanamkan pembentukan karakter peserta didik. Tolak ukur keberhasilan proses pembelajaran dapat dilihat dari rangkaian pembelajaran yang diterapkan melalui metode/model pembelajaran.

4) PPK Melalui Mata Pelajaran Khusus

PPK berbasis kelas secara umum diintegrasikan dengan kegiatan pembelajaran. Menurut Tim PPK Kemendikbud (2017: 32) sekolah bisa mengajarkan nilai-nilai PPK melalui mata pelajaran khusus yang berfokus pada tema. Sekolah dapat mendesain tema yang mengandung nilai-nilai PPK yang disesuaikan dengan visi dan misi, tema, pembelajaran dan metode.

5) PPK Melalui Gerakan Literasi

Menurut Morissan (dalam Suwandi, 2019: 6) literasi adalah kemampuan seseorang dalam hal membaca, menulis, berbicara, dan mendengarkan dengan penekanan terhadap kemampuan membaca

Dokumen terkait