Pemberdayaan Masyarakat Kepulauan Seribu melalui Program Rehabilitasi Karang secara Mandiri oleh Masyarakat
Kepulauan Seribu tersusun dari ekosistem pulau-pulau sangat kecil dengan perairan laut dangkal yang unik, sangat khas dan berpotensi sebagai daerah dengan reproduksi biota laut. Namun daerah ini sangat rentan dan mudah rusak, hal ini dikarenakan di lihat dari aspek sosial ekonomi dan budaya, masyarakat kepulauan seribu masih tergantung dari laut sebagai nelayan tangkap yang , hal ini sebenarnya secara tidak langsung berpotensi dapat merusak terumbu karang. Kegiatan pengambilan terumbu karang tidak ada yang menjaga, masyarakat dapat langsung mengambil terumbu karang tanpa memperhatikan dampak yang dapat ditimbulkan. Sebelum ada kegiatan dari pemerintah dilapangan banyak kegiatan ilegal seperti pencurian karang alam maupun pengeboman yang dilakukan oleh oknum masyarakat, kegiatan ilegal tersebut telah menyebabkan kerusakan terumbu karang di berbagai lokasi.
Pengelolaan sumberdaya dalam wilayah TNLKpS sangat terbatas, terutama terkait dengan penanganan budaya masyarakat nelayan tangkap dan nelayan ikan atau karang hias yang berkecenderungan merusak terumbu karang dan hal ini merupakan budaya atau kebiasaan yang sudah turun menurun. Melihat hal ini maka pihak BTNKpS bersama pemerintah membuat suatu program di bidang pemberdayaan masyarakat dengan menumbuhkan partisipasi masyarakat dalam pemahaman dan pengendalian permasalahan yang dihadapi Taman Nasional serta peningkatan produktivitas secara tradisional untuk mencapai kemandirian finansial dengan tidak merusak lingkungan, maka di bentuk suatu program yang di namai “Pemberdayaan Masyarakat Kepulauan Seribu melalui Program Rehabilitasi Karang secara Mandiri oleh Masyarakat.” Kegiatan ini bertujuan menumbuhkan komitmen masyarakat pulau pramuka untuk menghentikan kegiatan eksploitasi ikan dan karang yang merusak, dan beralih pada kegiatan perlindungan dan pengawetan terumbu karang secara swakarsa atau mandiri. Walaupun pada nantinya akan terdapat tantangan untuk membangun atau memberikan iklim kondusif pada pengembangan alternatif mata pencaharian pengganti yang ramah lingkungan dan sesuai dengan budaya dan kebiasaan masyarakat sebagai Nelayan.
Program rehabilitasi karang ini bertujuan untuk memberdayakan potensi sumberdaya lokal sehingga dapat berperan secara aktif sebagai bagian dari pemangku kepentingan (stakeholders) di dalam pengelolaan karang di Pulau Pramuka ini. Program Rehabilitasi Karang Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu secara Mandiri oleh Masyarakat memiliki beberapa kegiatan, yaitu :
1. Penyuluhan, pembinaan dan pendampingan Konservasi Ekosistem Pulau- Pulau Sangat Kecil dan Perairan Laut Dangkal di TNLKpS.
2. Pembinaan dan pendampingan Usaha Rehabilitasi Karang Masyarakat Mandiri.
3. Rehabilitasi Karang Semi Alami berupa Transplantasi Karang di Kawasan yang sangat rusak dan rusak di TNLKpS dan sekitarnya.
4. Pembinaan dan Pendampingan Teknis dan Administrasi Usaha Ekonomi Penangkaran atau Rehabilitasi Karang Hias sebagai bagian Insentif kepada Masyarakat yang telah melakukan upaya penghentian usaha masyarakat yang illegal dan merusak SDA Laut, usaha rehabilitasi karang secara alami dan semi alami, dan usaha perlindungan keberadaan dan fungsi kawasan konservasi TNLKpS.
5. Pembangunan kelembagaan konservasi SDA Hayati dan Ekosistemnya dan penangkaran atau rehabilitasi karang hias.
6. Pemantauan dan evaluasi dampak pemberdayaan masyarakat dalam pola insentif kegiatan illegal menjadi legal dan konservasi SDA Hayati.
Kegiatan-kegiatan yang dibentuk yang sudah dilaksanakan di Pulau Pramuka adalah kegiatan trasnplantasi karang, transplantasi karang merupakan suatu upaya memperbanyak koloni karang dengan metode fragmentasi dimana koloni tersebut diambil dari suatu induk koloni tertentu. Tujuan transplantasi karang adalah mempercepat regenerasi dari terumbu karang yang dapat dimanfaatkan untuk perdagangan dan peningkatan kualitas habitat karang. Kegiatan transplantasi karang merupakan salah satu usaha pengembangan populasi berbasis alam di habitat alam atau habitat buatan untuk mendapatkan produksi anakan yang dapat dipanen secara berkelanjutan. Menurut peraturan dirjen PHKA No. SK. 09 atau IV atau Set-3 atau 2008 tanggal 29 Januari 2008 jenis karang yang dapat ditransplantasi ada sebanyak 65 jenis, namun jenis karang hias hasil transplantasi yang dapat diperdagangkan hanya sebanyak 35 jenis dengan masa panen 3 sampai 12 bulan, tergantung pada jenis karang. Kegiatan transplantasi memiliki kewajiban yang perlu dipenuhi yaitu pengembalian (Restocking) hasil transplantasi ke habitat alam (10 persen), dengan syarat karang yang akan dikembalikan ke alam itu mempunyai nilai genetik yang tinggi; populasi di alam rendah atau telah rusak; bebas dari penyakit; tidak cacat fisik; mampu bertahan di alam; pelepasan di habitat alamnya; memperhatikan prilaku satwa; selain restocking dilakukan pula tagging atau penandaan, audit dan standar kualifikasi penangkaran dan laporan Bulanan dan Rencana Karya Tahunan (RKT) semua kewajiban yang ada akan di pantau oleh Balai bersama masyarakat dan mitra.
Pemberdayaan masyarakat dilaksanakan untuk memberi kesempatan kepada masyakat untuk memanfaatkan kawasan TN Kepulauan Seribu dengan tetap menjaga konservasi. Program Pemberdayaan Masyarakat melalui Program Rehabilitasi Karang dan Perlindungan Kawasan Konservasi Mandiri telah di mulai sejak Tahun 2003 dengan kegiatan penyuluhan penyadaran dan pembangunan percontohan penangkaran. Tahun 2005 program pemberdayaan masyarakat berjalan dengan Surat Dirjen PHKA Nomor : S.684/IV-KKH/2005 tanggal 11 November 2005 perihal transplantasi koral di TNKpS. Program ini dilaksanakan dengan rehabilitasi karang secara mandiri oleh nelayan dan sebagai insentif dalam usaha ekonomi rehabilitasi karang hias di PulauPramuka. Peserta program adalah nelayan yang tergabung dalam PERNITAS (Perhimpunan Nelayan Karang Hias) dan dilakukan dengan sistem "Bapak Angkat" dengan bekerjasama dengan Pengusaha sebagai bapak angkat. Sampai Tahun 2008 sebanyak 17 kelompok nelayan yang ikut serta atau mampu menyerap tenaga kerja kurang lebih sebanyak 110 orang.
Pada awal program perusahaan (bapak angkat) yang ikut serta mendukung program ini sebanyak 24 perusahaan dan diperkirakan program ini mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 200 sampai 300 orang. secara finansial diharapkan kegiatan pemberdayaan masyarakat ini mampu mengangkat perekonomian nelayan dengan peningkatan pendapatan 1 sampai 3 juta setiap bulan. Secara ekologi juga diharapkan mampu mendukung penyelamatan terumbu karang, dengan menurunnya pencurian dan pengeboman terumbu karang sehingga tutupan karang menjadi naik, nelayan berkewajiban melakukan pengembalian karang ke alam.
Pengawasan karang hias hasil transplantasi dilaksanakan oleh UPT KSDA setempat dimulai dari penanaman hingga pemanenan yang diliput dengan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Penanaman, dan BAP Pemanenan, untuk keperluan peredaran koral hasil transplantasi di dalam negeri antar wilayah UPT KSDA harus diliput dengan Surat Angkut Tumbuhan dan Satwa Dalam Negeri (SATS- DN) yang diterbitkan oleh UPT KSDA setempat atau pejabat yang ditunjuk. Peredaran koral hasil transplantasi ke luar negeri berdasarkan ketentuan CITES harus memiliki Surat Angkut Tumbuhan dan Satwa Luar Negeri (SATS-LN) yang diterbitkan oleh Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati - Ditjen PHKA sebagai Management Authority. Audit transplantasi wajib bagi setiap masyarakat yang melakuakan rehabilitasi transplantasi karang.Pelaksana audit (auditor) adalah Pusat Penelitian Oseanografi (P2O) LIPI dan Indonesian Coral Reef Working Group (ICRWG).
Teknis Pelaksanaan Program Rehabilitasi di Pulau Pramuka
Program ini terdiri dari : Program Penangkaran atau Rehabilitasi Karang Hias, dan Program Rehabilitasi Karang di Kepulauan Seribu. Program Rehabilitasi Karang di Kepulauan Seribu merupakan program lanjutan dari Program Penangkaran atau Rehabilitasi Karang Hias di Kepulauan Seribu.
Lokasi pelaksanaan Program Penangkaran atau Rehabilitasi Karang Hias adalah di Zona Pemukiman dan Zona Penyangga TNLKpS, yang operasionalnya sesuai dengan perijinan lokasi yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah atas rekomendasi instansi terkait (BTNKpS) untuk di daerah penyangga, atau langsung oleh BTNKpS untuk di kawasan TNLKpS. Perubahan lokasi dilakukan setelah mendapatkan persetujuan dari BTNKpS. Lokasi pelaksanaan Program Rehabilitasi Karang adalah di Zona Pemukiman, Zona Pemanfaatan Wisata dan Daerah atau Zona Penyangga TNLKpS, yang operasionalnya akan ditetapkan oleh BTNKpS (terdapat dalam lampiran).
Perdagangan Karang Hias akan dilakukan pada (F1) Karang Hias tersebut. Selanjutnya berdasarkan pendekatan ilmiah dan dengan pemahaman konservatif yang tinggi, ditetapkan bahwa Rehabilitasi Karang dilakukan pada Karang (F0) yang enam kali di sebarkan, dengan perhitungan masa pemulihan empat bulan.
Rehabilitasi Karang dilakukan secara alami dan semi alami, oleh Masyarakat dalam kerangka program kerja pengelolaan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu (TNLKpS). Rencana, Pelaksanaan dan Pengendalian dilakukan oleh Masyarakat bersama-sama dengan BTNKpS.
Rehabilitasi karang alami dilakukan dengan hanya memberikan iklim kondusif pada tranplantasi karang indukan ((F0)) sehingga karang indukan ((F0))
menyebarkan bakal anakan di sekitarnya. Kegiatan yang dilakukan Masyarakat adalah transplantasi karang indukan ((F0)) yang sehat dan berkualitas, pemeliharaan karang indukan ((F0)) dan lingkungan sekitarnya secara intensif dan kondisional, dan perlindungan karang indukan ((F0)) dan anakan karang dari kerusakan sedimentasi atau predator alamnya.
Rehabilitasi karang semi alami dilakukan dengan memindahkan karang (F0) BTNKpS yang sudah ada ke lokasi kawasan yang sangat rusak dan rusak, atau melakukan perlindungan dan pemeliharaan karang yang sudah di tranplantasi oleh BTNKpS. Selain itu, rehabilitasi karang semi alami dilakukan oleh Masyarakat, dengan Transplantasi Karang (F0) (Induk) yang sudah berumur sekitar 1-2 tahun.
Penetapan lokasi transplantasi rehabilitasi karang alami dan semi alami dilakukan oleh BTNKpS, dengan mempertimbangkan masukan masyarakat dan pihak terkait lainnya. Pengetahuan yang diperlukan untuk keberhasilan kegiatan transplantasi karang adalah lingkungan karang, teknik transplantasi, Administrasi dan perijinan.
Sistem Kemitraan
Dalam upaya lebih mensinergikan dan lebih mendapatkan dukungan kebijakan, program dan teknis dalam Pengelolaan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu, dilakukan kemitraan mutualistik pengelolaan TNLKpS. Kemitraan mutualistik ini merupakan kerjasama program dan teknis yang dilakukan oleh dua atau lebih unit kerja atau instansi atau lembaga, dengan mengandalkan sumber daya dari masing-masing instansi atau lembaga dan menjadikan sinergisitas kegiatan yang utamanya berdampak posistif bagi masyarakat dan sumberdaya alam. Pada program ini, kemitraan mutualistik dilakukan antara masyarakat dengan BTNKpS, antara BTNKpS dengan assosiasi dan atau perusahaan, dan antara masyarakat dengan assosiasi dan atau Perusahaan, yang keseluruhan dalam kerangka Manajemen Pengelolaan TNLKpS.
Kemitraan mutualistik antara masyarakat dengan BTNKpS, merupakan kemitraan yang didahului adanya pendekatan pembinaan dan upaya penyadaran dimana terdapat kegiatan bermata pencaharian masyarakat yang berkecenderungan merusak SDA laut, yang secara menyeluruh, masyarakat akan menghentikan kegiatan yang tidak ramah lingkungan tersebut pada kegiatan yang bersubstansi sama yaitu kebaharian. Selain perubahan kegiatan bermatapencaharian tersebut, masyarakat berkomitmen akan melakukan rehabilitasi terumbu karang secara mandiri. Dalam upaya ini, BTNKpS bertanggung jawab dapat membangun dan mengembangkan alternatif mata pencaharian bagi masyarakat dan memfasilitasi serta mendukung penuh, yang dalam hal ini berupa pemberian insentif, yaitu usaha ekonomi rehabilitasi karang hias di sekitar Pulau Pramuka.
Kemitraan mutualistik antara BTNKpS dengan asosiasi dan atau perusahaan, merupakan kemitraan dalam upaya melakukan riset terapan yang utamanya dapat mendukung pengelolaan TNLKpS, pengelolaan dan konservasi karang Indonesia dan pengembangan usaha ekonomi rehabilitasi karang hias masyarakat kepulauan seribu secara lebih efisien dan efektif, serta membangunkembangkan kelembagaan utamanya pengembangan asosiasi kemasyarakatan, data base dan sistem monitor usaha ekonomi Masyarakat.
Kemitraan mutualistik antara masyarakat dengan asosiasi dan atau perusahaan, merupakan kemitraan yang akan didorong dan mendapat dampingan monitoring dan pengawasan dari BTNKpS. Pada kemitraan ini, BTNKpS akan berupaya mendampingi dan meningkatkan keberpihakan terhadap masyarakat, dan disisi lain akan mendorong dan memberikan pelayanan profesional kepada assosiasi dan atau perusahaan. Kegiatan kemitraan ini berkaitan dengan upaya memecahkan permasalahan kebutuhan nyata masyarakat terhadap permodalan, teknologi dan pasar, dipihak lain assosiasi atau perusahaan berpotensi dapat mendukung dengan juga dapat menerima manfaat ekonomi dengan menerima dan memasarkan produksi usaha ekonomi masyarakat. Selain itu, BTNKpS juga akan merekomendasikan bahwa kemitraan mutualistik antara masyarakat dengan assosiasi atau perusahaan ini, dapat disetarakan dengan pemenuhan kewajiban membangun penangkaran bagi Perusahaan.
Kemitraan mutualistik tersebut diimplementasikan dalam bentuk MOU kemitraan mutualistik antara BTNKpS dengan assosiasi atau perusahaan, dan MOU kemitraan mutualistik antara masyarakat dengan assosiasi atau perusahaan yang diketahui oleh BTNKpS, sedangkan antara masyarakat dan BTNKpS tidak memerlukan MOU, karena masyarakat melakukan kegiatan dalam kerangka manajemen pengelolaan TNLKpS.
“....iya mba, jadi kalo kita udah punya RKT itu baru deh kita bikin MOU dibantu dari BTNKpS, enakan ada MOU nya gitu sih jadi kan jelas tuh apa aja hak sama kewajiban masing-masing pihak....”(IM 40 thn , 20 April 2013)
Semenjak diberlakukanya sistem MOU ini harga jual untuk terumbu karang menjadi naik yang semula dulu karang yang berdiameter lingkar kepala orang dewasa di hargai Rp 5 000 sekarang karang yang berukuran sebesar ibu jari dihargai Rp 25 000. harga jual ini juga ditetapkan dalam MOU.
“.. alhamdullialh sekarang sih harga karang emang jadi jauh lebih mahal, tapi paling enak dapet mitra kaya pak muhmin tuh, beliau udah mampu buat modal sendiri, jadi bisa mainin harga jual, kalo saya sih kan masih keiket banget sama bapak angkat, nerima- nerima aja harga berapapun, yang penting saya ga rugi..” (MR 40 thn , 20 April 2013)
Penurunan Eksistensi Program Rehabilitasi Karang
Antusiasme warga di awal program rehabilitasi karang ini sangat bagus, mereka ingin memrehabilitasikan terumbu karang sebagai upaya membangun konservasi sumber daya alam laut, memulihkan lingkungan, serta memperbaiki kondisi terumbu karang. Dengan adanya usaha rehabilitasi karang ini mereka dapat menghilangkan kebiasaan buruk nelayan. Mereka lebih berhati-hati dalam menjaring ikan serta tidak menginjak atau menyentuh terumbu karang
Namun seiring dengan berjalannya waktu, program ini mengalami banyak kendala seperti sistem bapak angkat yang diterapkan kurang berjalan dengan baik. Proses transplantasi karang sampai di panen memerlukan waktu sekitar tiga
bulan samapai satu tahun, bahkan lebih, tergantung jenis karang yang akan di transplantasi, dan pada umumnya nelayan kurang sabar menunggu waktu tersebut. Perusahaan yang menjadi mitra tersebut lama kelamaan menjadi gugur dan hanya tersisa beberapa perusahaan saja yang masih menjadi bapak angkat. Kendala lainnya adalah sistem kuota yang diterapkan oleh balai taman nasional, setap tahun hanya ada sekitar 7000 pieces saja yang boleh dikirim ke luar. Jika di tengah tahun kuota ini sudah habis, maka tidak ada karang lagi yang boleh di kirim. Hal ini sebenarnya positif mengingat jumlah karang yang rusak melebihi karang yang sedang di budidayakan. Karena kendala-kendala tersebut para nelayan pun mundur dan tersisa hanya tinggal 29 orang saja yang aktif . Mereka semua adalah yang masih memiliki ‘bapak angkat’ atau masih menjadi pekerja terhadap pemilik proyek tetap ,mereka bekerja pada sistem pesanan. Jika tidak ada yang memesan mereka tidak akan melakukan transplantasi karang.
“...yah kalo saya sih gimana orderan saja, kalo ada orderan saya baru mau melakukan transplantasi karang. Biaya perawatanya itu yang mahal, kalo tidak ada bapak angkat tidak mungkin kami bisa tranplantasi karang belum lagi faktor alam yang tidak bisa di tebak, repot deh pokoknya....” (ABR,34th, 18 April 2013)
Balai taman nasional tidak bekerja sendiri mereka bekerja sama dengan beberapa pihak yaitu AKKII, TRANGI dan LIPPI piha-pihak tersebut membantu dalam hal pencarian ‘bapak angkat’, pelatihan dan monitoring terumbu karang. Namun karena kegiatan ini tidak seaktif tahun-tahun awal pembentukan, lembaga- lembaga pendamping ini menjadi pasif.
“...dulu sih yah mbak, awal-awal pelatihan tuh sering banget setaun bisa 8 kali, kalo sekarang sih setaun sekali aja nelum tentu, padahal berguna banget buat kita yang ga sekolahan ini.... ” (ALR 30th, 18 April 2013)
Permasalahan lain adalah mengenai legalisasi, program ini belum mendapatkan persetujuan kebijakan yang formal baik dari Pemkab maupun dari Ditjen PHKA. Selain itu masyarakat sulit menemukan buku petunjuk teknis Penangkaran Karang Hias, sehingga terdapat masyarakat yang dirugikan dikarenakan aturan yang berbeda, seperti terdapat aturan yang memperbolehkan petikan pertama dari alam, langsung dapat diperdagangkan, sedangkan aturan di Kepulauan Seribu, harus melalui Kebun Induk (F0) baru dapat di perdagangkan. Selain itu Penangkaran Karang Hias yang relatif membutuhkan modal yang tidak sedikit sehingga menjadi kurang diminati.
Faktor kendala lain yang kerap di temui adalah berkurangnya jumlah perusahaan yang mau menjadi bapak angkat itu sendiri, kualitas terumbu karang yang menurun membuat para perusahaanenggan membayai para anggota PERNITAS, pdahal kualitas terumbu karang itu menerun bisa jadi dikarenakan faktor alam yang tidak mungkin terhindarakan
Kerusakan terumbu karang memang dapat diakibatkan faktor alam. Misalnya, gempa. Hempasan ombak juga dapat mematahkan karang atau berbagai jenis ikan dan hewan laut yang memangsa karang. Terumbu Karang
membutuhkan sinar matahari bagi pertambahannya, perairan yang keruh dan lumpur yang mengendap di permukaan terumbu karang menghalangi masuknya sinar matahari ke karang, yang mempengaruhi pertambahan terumbu karang. Berbagai jenis limbah dan sampah, bahan pencemar dapat berasal dari sumber, diantaranya limbah pertanian, perkotaan, pabrik, pertambangan dan perminyakan. Pemanasan suhu bumi Terumbu Karang dapat beradaptasi dengan suhu air laut dalam kisaran tertuntu. Jika suhu air laut menjadi terlalu panas akibat kenaikan suhu secara global, karang akan memutih (bleaching). Beberapa cara tangkap Nelayan juga menyebabkan rusaknya terumbu karang, antara lain adalah penggunaan muro-ami, racun, dan bahan peledak.
Di pulau pramuka sendiri masih marak penambangan dan pengambilan terumbu karang Terumbu Karang diambil untuk membuat jalan, dermaga, dan landasan pesawat terbang, dibakar untuk menghasilkan kapur sebagai bahan baku dibakar untuk menghasilkan kapur sebagai bahan baku semen atau untuk bahan bangunan. Penambatkan jangkar dan berjalan pada terumbu karang juga mengakibatkan rusaknya terumbu karang ini, nelayan dan wisatawan sering kali menambatkan jangkar perahu pada terumbu karang. Jangkar yang dijatuhkan dan ditarik diantara karang maupun hempasan rantainya sangat merusak koloni terumbu karang.
Jumlah Perusahaan yang menjadi “Bapak Angkat” juga menurun, dari semula 24 perusahaan sekarang hanya tinggal 11 perusahaan saja, hal ini membuat para penggiat terumbu karang tidak melakukan transplantasi karang lagi. Perusahaan yang mundur ini menurut para nelayan dikarenakan mereka tidak menemukan pembeli dan menginginkan karang dengan jenis tertentu yang para nelayan tidak sanggup untuk melakukan ransplantasi karang. Atau kualitas karang mereka yang tidak memenuhi standard yang diinginkan perusahaan.
“...dulu pernah tuh saya kaya ikut tes kelayakan karang dari salah satu perusahaan, tapi saya dinyatakan gagal, tapi saya gak di kasih tau juga kenapa saya d bilang gagal pokoknyakatanya karang saya ga bagus...” (ABS 41thn 15 April 2013)
Karakteristik Responden Usia Responden
Usia responden di Pulau Pramuka bervariasi mulai dari 37 tahun hingga 58 tahun dengan rataan 44.724. Rataan tersebut berarti rata-rata responden yang ada masih berada dalam rentang usia produktif. Usia responden dibagi menjadi tiga kategori menurut teori Havighurst dan Acherman dalamSugiah (2008) yaitu usia muda (18–30 tahun), dewasa (31–50 tahun) dan tua (lebih dari 50 tahun). Dengan demikian, usia responden yang masuk ke dalam usia muda tidak di temukan, golongan dewasa sebanyak 22 orang (75, 862 %) dan golongan tua sebanyak tujuh orang (24,137 %). Distribusi responden berdasarkan usia dijelaskan pada Gambar 3.
Tua Gambar 3 Tingkat P Tingk pernah d pendidikan Gambar 4 Hasil rendah ka yaitu seba Sekolah M tamat Sek Persentas Pulau Pa Kepulaua Pendidikan kat pendidi diikuti oleh n dijelaskan Persentas Pramuka Utara Kab penelitian arena hanya anyak 20 or Menengah P olah Menen Pendidikan Rendah 68% se responde anggang K an Seribu tah n kan adalah h responde n pada Gam se respond Kelurahan bupaten Kep n menunjuk a bertaraf ta rang atau 6 Pertama ata ngah Awal a (> 50) 76%
U
nTingk
n berdasark Kecamatan hun 2013 h jenis pen en. Distrib mbar 4. en berdasa Pulau Pan pulauan Ser kan bahwa amat Sekola 68 . Sebany au sederajatUsia Res
Tkat Pend
kan usia di Kepulauan ndidikan at busi respon arkan ting nggang Kec ribu Tahun mayoritas ah Dasar at yak enam o t dan hanyasponde
Tamat SMA 11%didikan
Pulau Pram Seribu U tau sekolah nden berd kat pendid camatan K 2013 responden tau tidak pe orang atau a tiga orang Dew (30‐ 24n
Tamat SM 21% wasa ‐50) 4% muka Kelu Utara Kabu rahan upaten h tertinggi dasarkan ti yang ngkat MP dikan di P epulauan S Pulau Seribu n berpendi ernah berse 21 persen g atau 11 p dikan kolah tamat persenRendahnya tingkat pendidikan responden disebabkan karena pada umur sekolah mereka, Kelurahan Pulau Panggang masih termasuk dalam Inpres Desa Tertinggal (IDT) sehingga belum ada fasilitas pendidikan yang memadai seperti saat ini dan ekonomi masyarakat pada saat itu masih tergolong sangat miskin. Tingkat Pendapatan
Tingkat pendapatan adalah jumlah penghasilan secara keseluruhan yang didapatkan responden, termasuk penghasilan sampingan yang diperoleh dalam satu bulan. Distribusi responden berdasarkan tingkat pendapatan dijelaskan pada Gambar 5. Pendapatan Tinggi > 3,1 juta 17% Pendapatan Sedang 2,1‐3 juta 24% Pendapatan Rendah <2 juta 59%
Tingkat Pendapatan
Gambar 5 Persentase responden berdasarkan tingkat pendapatan di Pulau Pramuka Kelurahan Pulau Panggang Kecamatan Kepulauan Seribu Utara Kabupaten Kepulauan Seribu Tahun 2013
Hasil penelitian di lapangan menunjukan bahwa sebanyak lima orang atau 17 persen bertaraf pendapatan tinggi, tujuh orang atau 24 persen berpendapatan sedang dan 17 orang atau 59 persen berpendapatan rendah. Dari data yang ada mayoritas responden masih bertaraf pendidikan rendah, pada umumnya mereka yang berpenghasilan rendah hanya sebagai anak buah kapal saja dan yang