• Tidak ada hasil yang ditemukan

Partisipasi Masyarakat dalam Program Rehabilitasi Karang dan Dampaknya terhadap Lingkungan, Ekonomi dan Sosial di Pulau Pramuka

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Partisipasi Masyarakat dalam Program Rehabilitasi Karang dan Dampaknya terhadap Lingkungan, Ekonomi dan Sosial di Pulau Pramuka"

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

DEPAR

PAR

RE

TERH

RTEMEN

RTISIPAS

EHABILI

HADAP L

SAINS KO F

SI MASYA

ITASI KA

INGKUN

DI PUL

RIZ

OMUNIK FAKULTA

INSTITU

ARAKAT

ARANG D

NGAN, EK

LAU PRA

ZKA AND

KASI DAN AS EKOL UT PERTA

BOGO 2013

T DALAM

DAN DAM

KONOMI

AMUKA

DINI

PENGEM LOGI MAN

ANIAN BO OR

3

M PROGR

MPAKNY

I DAN SO

MBANGAN NUSIA OGOR

RAM

YA

OSIAL

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Partisipasi Masyarakat dalam Program Rehabilitasi Karang dan Dampaknya Terhadap Lingkungan, Ekonomi dan Sosial di Pulau Pramuka adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2013

(4)

ABSTRAK

RIZKA ANDINI. Partisipasi Masyarakat dalam Program Rehabilitasi Karang dan Dampaknya terhadap Lingkungan, Ekonomi dan Sosial di Pulau Pramuka. Dibimbing oleh SAHARRUDIN

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis masyarakat dalam program rehabilitasi karang dan dampaknya terhadap lingkungan, sosial dan ekonomi. Penelitian ini juga bertujuan untuk melihat hubungan antara faktor individual dan faktor eksternal dengan tingkat partisipasi masyarakat, dan hubungan antara tingkat patisipasi dengan lingkungan, ekonomi dan sosial. Sampel penelitian adalah seluruh anggota PERNITAS di Pulau Pramuka. Penelitian ini dilakukan dengan metode kuantitatif dan kualitatif menggunakan kuesioner serta panduan wawancara mendalam. Secara keseluruhan, perilaku nelayan di Pulau Pramuka sudah sangat baik mengenai rehabillitasi karang ini. Mereka memiliki tingkat kemauan yang sangat tinggi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat partisipasi masyarakat berada pada tingkat tokenisme dalam keseluruhan tahapan program. Hasil pengujian hipotesis menyatakan bahwa terdapat hubungan antara variabel kemampuan dan kesempatan dengan tingkat partisipasi. Selanjutnya hubungan yang nyata juga ditunjukan oleh variabel lingkungan dan sosial yang memiliki hubungan dengan tingkat partisipasi.

Kata kunci: partisipasi, rehabilitasi karang, lingkungan sosial ekonomi

ABSTRACT

RIZKA ANDINI. Coommunity Participation in The Program Rehabillitation of Coral and its Impact on economic and social environment in Pramuka Island. Supervised by SAHARRUDIN

(5)

Keywords : participation,reef rehabilitation, socio economic enviroment

RIZKA ANDINI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM REHABILITASI

KARANG DAN DAMPAKNYA TERHADAP LINGKUNGAN,

EKONOMI, DAN SOSIAL DI PULAU PRAMUKA

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Partisipasi Masyarakat dalam Program Rehabilitasi Karang dan Dampaknya terhadap Lingkungan, Ekonomi dan Sosial di Pulau Pramuka

Nama : Rizka Andini

NIM : I34090101

Disetujui oleh

Dr Ir Saharuddin, Msi Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Soeryo Adiwibowo, MS Ketua Departemen

(8)
(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Karya tulis yang dimulai sejak bulan Maret 2013 ini berjudul Partisipasi Masyarakat dalam Program Rehabilitasi Karang dan Dampaknya Terhadap Lingkungan, Ekonomi dan Sosial di Pulau Pramuka.

Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Dr Ir Saharudin MSi, selaku dosen pembimbing yang senantiasa memberikan saran, kritik, dan motivasi selama proses penulisan karya tulis ini. Penulis juga berterima kasih kepada seluruh warga Pulau Pramuka. Tidak lupa penulis menyampaikan hormat dan rasa terima kasih kepada keluarga tercinta, Ibunda Noverini, Ayahanda Soegiharto, kakakku Arinta Satya Poetri yang dengan segenap jiwa dan raganya selalu memberikan semangat, doa, dukungan, dan kasih sayang kepada penulis.

Terima kasih kepada teman sekaligus tutor yang sangat luar biasa, Mollin, Arif rachman, Tyas, Anggi, Linda, Fadil, Faris, Dika, Sita, Indra, Hamdani, Zaki, Bahari, Jabar, Suheri, Iqbal, Ninish, Yosa, Yandra, Siska, Elbie, Benji, Bagus, Gilang, Ika, Yuli, Yanita, Liby, Adis, Rendy atas persahabatan luar biasa yang kalian berikan.

Terima kasih sebesar-besarnya juga saya sampaikan kepada Keluarga Besar Mahasiswa Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (SKPM) angkatan 46 yang dengan segala kemurahan hatinya selalu bisa menerima penulis apa adanya menjadi bagian dari mereka. Serta semua pihak yang telah memberikan dorongan, doa, semangat, bantuan, dan kerja samanya selama ini.

Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan. Penulis menyadari bahwa dalam karya ini terdapat banyak kesalahan, untuk itu saran dan kritik yang membangun dari pembaca sangat penulis harapkan.

Bogor, Juni 2013

(10)
(11)

DAFTAR ISI

 

DAFTAR TABEL 5 

DAFTAR GAMBAR 5 

DAFTAR LAMPIRAN 6 

PENDAHULUAN 1 

Latar Belakang ... 1 

Masalah Penelitian ... 3 

Tujuan Penelitian ... 4 

Kegunaan Penelitian ... 4 

TINJAUAN PUSTAKA 6  Pengertian Ekosistem Terumbu Karang... 6 

Faktor-faktor Pertumbuhan Terumbu Karang ... 6 

Manfaat dari Keberadaannya Terumbu Karang ... 8 

Nilai Sosio Ekonomi Terumbu Karang ... 8 

Transplantasi Terumbu Karang ... 8 

Dampak Pemanfaatan Ekowisata ... 9 

Prinsip-Prinsip Pengembangan Ekowisata ... 11 

Partisipasi ... 12 

Tingkat Partisipasi ... 14 

Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Ekowisata ... 17 

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Partisipasi ... 18 

Kerangka Pemikiran ... 20 

Hipotesis ... 22 

Definisi Konseptual ... 22 

Definisi Operasional ... 22 

PENDEKATAN LAPANG 25  Metode Penelitian ... 25 

Lokasi dan Waktu ... 25 

Teknik Sampling ... 25 

Pengumpulan Data ... 26 

Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 26 

(12)

Penduduk dan Mata Pencaharian ... 30 

Sarana dan Prasarana ... 32 

PROGRAM REHABILITASI KARANG DAN MASYARAKAT 34  Teknis Pelaksanaan Program Rehabilitasi dan Penangkaran Karang di Pulau Pramuka ... 36 

Sistem Kemitraan ... 37 

Penurunan Eksistansi Program Rehabilitasi Karang ... 38 

Karakteristik Responden ... 40 

Usia Responden 40  Tingkat Pendidikan 41  Tingkat Pendapatan 42  HUBUNGAN FAKTOR INDIVIDUAL DAN EKSTERNAL DENGAN TINGKAT PARTISIPASI 44  Tingkat Kemauan ... 44 

Tingkat Kemampuan ... 45 

Tingkat Kesempatan ... 45 

Pengaruh dari Faktor Eksternal ... 46 

Tingkat Partisipasi ... 47 

Tingkat Partisipasi Masyarakat pada Tahap Perencanaan ... 49 

Tingkat Partisipasi Masyarakat pada Tahap Pelaksanaan ... 51 

Tingkat Partisipasi Masyarakat pada Tahap Evaluasi ... 53 

Tingkat Partisipasi Tahap Menikmati Hasil ... 55 

ANALISIS HUBUNGAN FAKTOR INDIVIDUAL DAN EKSTERNAL DENGAN PARTISIPASI 58  Hubungan Tingkat Kemauan dengan Partisipasi... 59 

Hubungan Tingkat Kemampuan dengan Partisipasi ... 59 

Hubungan Tingkat Kesempatan dengan Partisipasi ... 60 

Hubungan Faktor Eksternal dengan Partisipasi ... 62 

PARTISIPASI DAN SOSIAL LINGKUNGAN DAN EKONOMI 64  Hubungan Partisipasi dengan Lingkungan ... 65 

Hubungan Partisipasi dengan Ekonomi ... 66 

Hubungan Partisipasi dengan Dampak Sosial ... 67 

penutup 70  Kesimpulan ... 70 

Saran ... 71 

(13)

LAMPIRAN 77 

(14)
(15)

DAFTAR TABEL

1 Pengukuran skor tingkat partisipasi 23 2 Jumlah kepala keluarga dan jumlah penduduk di Pulau Panggang dan

Pramuka 30 3 Jenis mata pencaharian penduduk Kelurahan Pulau Panggang 31

4 Jumlah penduduk Kelurahan Pulau Panggang pada tingkat endidikan

tahun 2007 31 5 Partisipasi masyarakat dalam program rehabilitasi terumbu karang 48

6 Korelasi antara faktor individual dengan partisipasi 58

7 Korelasi antara dampak dengan partisipasi 64

DAFTAR GAMBAR

1 Delapan tingkatan dalam tangga partisipasi masyarakat 17  2   Kerangka Pemikiran Analisis Partisipasi Masyarakat Dalam

Pengembangan Ekowisata dan Dampaknya Terhadap

Lingkungan,Sosial dan Ekonomi 21 

3   Persentase responden berdasarkan usia di Pulau Pramuka Kelurahan Pulau Panggang Kecamatan Kepulauan Seribu Utara Kabupaten

Kepulauan Seribu tahun 2013 41 

4   Persentase responden berdasarkan tingkat pendidikan di Pulau Pramuka Kelurahan Pulau Panggang Kecamatan Kepulauan Seribu

Utara Kabupaten Kepulauan Seribu Tahun 2013 41 

5   Persentase responden berdasarkan tingkat pendapatan di Pulau Pramuka Kelurahan Pulau Panggang Kecamatan Kepulauan Seribu

Utara Kabupaten Kepulauan Seribu Tahun 2013 42 

6 Persentase responden berdasarkan tingkat kemauan di Pulau Pramuka Kelurahan Pulau Panggang Kecamatan Kepulauan Seribu Utara

Kabupaten Kepulauan Seribu tahun 2013 44 

7   Persentase responden berdasarkan tingkat kemampuan di Pulau Pramuka Kelurahan Pulau Panggang Kecamatan Kepulauan Seribu

Utara Kabupaten Kepulauan Seribu tahun 2013 45 

8   Persentase responden berdasarkan tingkat kesempatan di Pulau Pramuka Kelurahan Pulau Panggang Kecamatan Kepulauan Seribu

Utara Kabupaten Kepulauan Seribu tahun 2013 46 

9   Persentase responden berdasarkan faktorEksternal di Pulau Pramuka Kelurahan Pulau Panggang Kecamatan Kepulauan Seribu Utara

Kabupaten Kepulauan Seribu tahun 2013 46 

10  Persentase responden berdasarkan Tingkat partisipasi secara keseluruhan di Pulau Pramuka Kelurahan Pulau Panggang Kecamatan

Kepulauan Seribu Utara Kabupaten Kepulauan Seribu Tahun 2013 48  11  Persentase responden berdasarkan Tingkat partisipasi tahap

Perencanaan di Pulau Pramuka Kelurahan Pulau Panggang Kecamatan

(16)

12  Persentase responden berdasarkan tingkat partisipasi pada tahap pelaksanaan secara keseluruhan di Pulau Pramuka Kelurahan Pulau Panggang Kecamatan Kepulauan Seribu Utara Kabupaten Kepulauan

Seribu tahun 2013 52 

13   Persentase responden berdasarkan tingkat partisipasi tahap evaluasi di Pulau Pramuka Kelurahan Pulau Panggang Kecamatan Kepulauan Serib Utara Kabupaten Kepulauan Seribu tahun 2013 54  14  Persentase responden berdasarkan tingkat partisipasi tahap menikmati

hasil di Pulau Pramuka Kelurahan Pulau Panggang Kecamatan Kepulauan Seribu Utara Kabupaten Kepulauan Seribu tahun 2013 55  15  Persentase responden berdasarkan dampak lingkungan dari program

rehabilitasi karang di Pulau Pramuka Kelurahan Pulau Panggang Kecamatan Kepulauan Seribu Utara Kabupaten Kepulauan Seribu

tahun 2013 65 

16 Persentase responden berdasarkan dampak ekonomi dari program rehabilitasi karang di Pulau Pramuka Kelurahan Pulau Panggang Kecamatan Kepulauan Seribu Utara Kabupaten Kepulauan Seribu

tahun 2013 66 

17  Persentase responden berdasarkan dampak sosial dari program rehabilitasi karang di Pulau Pramuka Kelurahan Pulau Panggang Kecamatan Kepulauan Seribu Utara Kabupaten Kepulauan Seribu

tahun 2013 67 

DAFTAR LAMPIRAN

1 Rencana kegiatan penelitian 77 

2 Kuesioner 78 

3 Denah lokasi penelitian 84 

4 Daftar nama kerangka sensus dan responden penelitian 85 

5 Peta lokasi rehabilitasi karang 86 

6 Daftar Kerjasama Mutualistik Trasnplantasi Karang Nelayan dan Perusahaan

di Kepulauan Seribu 87 

7 Poster budidaya karang hias 89 

8 Tabel Korelasi 90 

(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara maritim dengan hasil laut yang potensial. Luas perairan Indonesia terdiri dari Laut Teritorial seluas 284 210.90 km, Zona Ekonomi Eksklusif seluas 2 981.211 km2, dan laut 12 Mil 279 322.00 km2, dengan panjang garis pantai 104.000 km2. Dengan luas perairan yang begitu besar maka Indonesia memiliki kekayaan yang sangat berlimpah. Salah satu kekayaan yang ada adalah potensi pesisir baik dari segi hayati dan non hayati. Tri (2005) menyatakan potensi pesisir diantaranya adalah potensi hayati dan non hayati. Potensi hayati diantaranya perikanan dan terumbu karang, sedangkan potensi non hayati diantaranya mineral dan bahan tambang serta pariwisata.

Keanekaragaman hayati merupakan aset bangsa yang harus dimanfaatkan secara bijak dan hati-hati agar tidak rusak dan berguna tidak hanya bagi negara Indonesia saja tetapi juga bagi negara lain. Konsep taman nasional muncul sebagai upaya untuk melakukan konservasi terhadap keanekaragaman hayati yang ada di Indonesia. Sejalan dengan perkembangan pembangunan, konsep taman nasional juga mengalami perkembangan tidak hanya sebagai daerah konservasi saja maka diperkenalkanlah pariwisata alam sebagai perwujudan konsep ekowisata Tri 2005.

Kepulauan Seribu dengan luas perairan laut 6 997.50 km2 mempunyai potensi kelautan yang sangat besar. Potensi laut yang besar dengan keanekaragaman hayatinya yang tinggi menjadikan wilayah laut di sekitar kepulauan seribu sangat potensial untuk pengembangan ekonomi yang berbasis kelautan. Keanekaragaman hayati laut di sekitar perairan Kepulauan Seribu di tandai dengan beragamnya ekosistem yang ada di wilayah tersebut, seperti ekosistem terumbu karang, ekosistem lamun, ekosistem pantai berpasir dan lain sebagainya. Beragamnya ekosistem yang ada juga memberikan ruang hidup bagi beranekaragam jenis ikan dan berbagai biota laut lainya, seperti moluska, kepiting dan sebagainya. Di samping itu, kondisi terumbu karang di Kepulauan Seribu yang begitu eksotis memberikan peluang bagi pengembangan pariwisata bahari (Dinas perikanan dan Kelautan 2007).

Salah satu kenakeragaman yang ada di Kepulauan Seribu adalah terumbu karang. Ekosistem terumbu karang merupakan suatu komunitas laut yang unik karena di dalamnya terdapat ke anekaragaman biota yang sangat tinggi di bandingkan dengan ekosistem lainya. Terumbu karang mempunyai dua manfaat, yaitu manfaat langsung dan manfaat tidak langsung. Pemanfaatan sumberdaya terumbu karang, ikan karang, pariwisata, penelitian dan pemanfaatan biota laut lainya termasuk dalam kategori manfaat tidak langsung, sedangkan fungsi terumbu karang sebagai penahan abrasi pantai dan hempasan gelombang serta tempat berkembangnya keanekaragaman hayati merupakan manfaat langsung. (Bengen 2008).

(18)

LIPI tahun 2002, dari 556 lokasi yang tersebar di perairan Indonesia menunjukan bahwa 6,83 persen dalam kondisi sangat baik, 25,72 persen dalam kondisi baik, 36,87 persen dalam kondisi sedang, dan 30,58 persen dalam kondisi rusak (Suharsono 2002). Laporan hasil penelitian LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia), bahwa terumbu karang di Indonesia hanya tujuh persen yang berada dalam kondisi sangat baik, 24 persen dalam kondisi baik, 29 persen dalam kondisi sedang dan 40 persen dalam kondisi buruk (Suharsono 2002). Diperkirakan terumbu karang akan berkurang sekitar 70 persen dalam waktu 40 tahun jika pengelolaannya tidak segera dilakukan.

Karang hias merupakan biota dari ordo Scleractinia yang termasuk jenis tidak dilindungi undang-undang, namun dalam perdagangannya termasuk dalam daftar Appendiks II CITES, berarti didalam perdagangan harus diawasi seeara ketat untuk mencegah kemungkinan terjadinya eksploitasi berlebihan yang dapat mengakibatkan punahnya jenis-jenis karang tersebut dimana perdagangan karang hias dilakukan berdasarkan mekanisme kuota yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam selaku pelaksana Otoritas Pengelola (Management Authority)

CITES setelah mendapat pertimbangan dari LIPI selaku pemegang Otoritas Ilmiah (Scientific Authority) CITES di Indonesia. Dalam upaya menanggulangi masalah kerusakan ekosistem karang di habitat alami serta mencari alternatif untuk mengurangi tekanan terhadap pemanfaatan sumberdayanya, perlu dilakukan upaya yang dapat ditempuh dengan beberapa cara, antara lain mengembangkan karang buatan (artificial reef), mengembangkan teknik penutupan areal, translokasi karang, dan transplantasi karang (coral transplantation).

Sejak tahun 2002, Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam telah mewajibkan perusahaan yang melakukan perdagangan karang hias dari alam untuk melakukan transplantasi atau rehabilitasi karang hias. Kebijakan tersebut telah tercantum dalam keputusan izin usaha perdagangannya. Saat ini upaya kontrol individu dari Unit Pelaksana Teknis Konservasi Sumber Daya Alam (UPT KSDA) dan kontrol independen dengan hadirnya Indonesian Coral Reef Working Group (ICRWG) dilakukan secara terus menerus terutama dalam hal pemanfaatan dan peredaran karang hias yang lestari.

Wilayah Pulau Pramuka merupakan daerah yang berada di kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu yang memiliki potensi transplantasi karang. Kegiatan transplantasi terumbu karang telah di lakukan atau di prakarsai oleh Suku Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kepulauan Seribu. Kegiatan transplantasi ini bertujuan untuk merehabilitasi kembali terumbu karang yang telah rusak akibat kegiatan penangkapan ikan dengan menggunakan potasium oleh penduduk.

(19)

perkembangan rehabilitasi karang dengan memelihara lingkungan di sekitar mereka.

Partisipasi masyarakat dapat dilihat dari berbagai sudut pandang, salah satunya adalah berdasarkan kekuasaan komunitas dalam melakukan kontrol atas suatu program. Hal ini merupakan konsep partisipasi yang dikemukakan oleh Arnstein (1969) “A Ladder of Citizen Participation” atau tangga partisipasi masyarakat. Konsep tersebut membagi partisipasi masyarakat ke dalam tiga derajat, yaitu derajat paling rendah/non-partisipasi (terdiri dari manipulasi dan terapi), derajat semu/tokenismee (informasi, konsultasi, dan penenangan), dan terakhir derajat tertinggi atau Citizen Power (kemitraan, pendelegasian kekuasaan, dan kontrol masyarakat).

Mengingat pentingnya ekosistem terumbu karang di daerah tersebut dan peran serta masyarakat, maka di rasa perlu untuk melakukan penelitian untuk menjawab pertanyaan bagaimana Partisipasi Masyarakat dalam Program Rehabilitasi Karang dan Dampaknya terhadap Lingkungan, Sosial dan Ekonomi?

Masalah Penelitian

Berdasarkan Pasal 3 UU Konservasi Hayati (UUKH) tahun 1990 yang menyatakan bahwa Sumber daya alam hayati merupakan unsur ekosistem yang dapat dimanfaatkan untuk mennigkatkan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia. Pasal ini menjelaskan bahwa agar pemanfaatan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dapat dirasakan oleh masyarakat luas secara langsung maupun tidak langsung, maka diperlukan kcsempatan sama pada masyarakat untuk berusaha dalam memanfaatkan sumberdaya alam termasuk ekowisata (Hardjasoemantri 1991). Keberhasilan pelaksanaan program rehabilitasi karang ini sangat ditentukan oleh keterlibatan masyarakat yang merupakan aktor utama dalam pembangunan, yang harus diprioritaskan partisipasinya dimulai dari proses sosialisasi, perencanaan, pelaksanaan sampai evaluasi program untuk mewujudkan tujuan utama dari rehabilitasi karang serta keberlanjutan program di kawasan Pulau Pramuka itu sendiri. Melalui kerjasama dengan masyarakat dalam pengembangan program rehabilitasi karang dan seluruh pihak yang berkepentingan nantinya mampu memahami program secara utuh mulai dari proses perencanaan sampai evaluasi. Penempatan masyarakat dalam tingkat partisipasi yang tepat dapat mendukung masyarakat sebagai subyek pembangunan wilayah melalui program rehabilitasi karang

(20)

rehabilitasi karang, maka diperlukan analisis: Bagaimana hubungan faktor individual masyarakat terhadap tingkat partisipasi dalam pengelolaan program rehabilitasi karang di Pulau Pramuka ? Selain faktor individual terdapat faktor eksternal, maka diperlukan analisis Bagaimana hubungan faktor eksternal masyarakat terhadap tingkat partisipasi dalam pengelolaan program rehabilitasi karang di Pulau Pramuka ?

Yoeti (2008) mengemukakan bahwa kegiatan ekowisata memberikan dampak pada berbagai aspek seperti sosial, ekonomi, dan lingkungan. Masyarakat setempat atau mereka yang bertempat tinggal di sekitar daerah tujuan program mempunyai peran yang amat penting dalam menunjang keberhasilan perkembangan suatu pogram. Peran serta masyarakat di dalam memelihara lingkungan yang menjadi daya tarik utama lingkungan tidak dapat diabaikan. Prinsip-prinsip pengembangan ekowisata berkelanjutan berbasis masyarakat, meliputi aspek ekonomi, sosial dan lingkungan .Hal yang terpenting adalah upaya memberdayakan masyarakat setempat dengan mengikutsertakan mereka dalam berbagai kegiatan (Sugiarti 2000). Untuk itu maka perlu di kaji mengenai bagaimana hubungan antara tingkat partisipasi dengan dampak sosial, ekonomi dan lingkungan yang diterima oleh masyarakat lokal sebagai akibat dari hadirnya program rehabilitasi karang di Pulau Pramuka?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah di uraikan maka tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah

1. Menganalisis hubungan faktor individual masyarakat terhadap tingkat partisipasi dalam program rehabilitasi karang di Pulau Pramuka

2. Menganalisis hubungan faktor eksternal masyarakat terhadap tingkat partisipasi dalam program rehabilitasi karang di Pulau Pramuka

3. Menganalisis hubungan antara tingkat partisipasi dengan dampak sosial, ekonomi dan lingkungan yang diterima oleh masyarakat lokal sebagai akibat dari hadirnya program rehabilitasi karang di Pulau Pramuka

Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat berguna bagi berbagai pihak, antara lain: 1. Bagi pemerintah, sebagai suatu sumbangan pemikiran tentang komponen yang

harus disiapkan dalam pengembangan kawasan rehabilitasi karang.

2. Bagi masyarakat, sebagai bahan informasi tentang peluang (ruang) berpartisipasi dalam pemanfaatan sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya bagi kelangsungan hidupnya.

(21)
(22)

TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Ekosistem Terumbu Karang

Istilah terumbu karang sebenarnya mempunyai makna gabungan antara terumbu dan karang. Terumbu secara umum dapat diartikan sebagai suatu substrat keras di perairan laut yang menjadi habitat berbagai biota laut. Sedangkan karang adalah sekelompok binatang dari filum Coelenterata atau lebih khusus lagi dari ordo Scleractinia yang dapat membangun struktur habitat keras yang dibangun oleh binatang karang (Supriharyono 2000). Terumbu karang adalah suatu kumpulan hewan bersel satu yang membentuk koloni dan mempunyai rumah yang terbuat dari bahan kapur (Ca-karbonat). Mengingat dalam ekositem terumbu karang terdapat berbagai jenis organisme, maka dapat pula dikatakan sebagai sebuah komunitas biologis yang berada di dasar perairan laut yang membentuk struktur padat yang kokoh dan terbuat dari bahan kapur. Oraganisme yang kebanyakan terdiri dari coral dan algae (Wibisono 2005). Ekosistem ini mempunyai produktivitas organik yang sangat tinggi demikian pula keanekaragaman biota yang ada di dalamnya. Komponen biota terpenting di suatu terumbu karang ialah hewan karang batu (stony coral), hewan yang tergolong Scleractinia yang kerangkanya terbuat dari bahan kapur (Nontji 2005).

Menurut Dawes (1981) dalam Supriharyono (2000), terumbu karang (coral reefs) merupakan masyarakat organisme yang hidup di dasar perairan laut dangkal terutama di daerah tropis. Terumbu karang terutama disusun oleh anthozoa dari klas Scleractinia, yang mana termasuk hermatypic coral atau jenis-jenis terumbu karang yang mampu membuat bangunan atau kerangka terumbu karang dari kalsium karbonat. Struktur bangunan batuan kapur tersebut (CaCO3) cukup kuat, sehingga koloni terumbu karang mampu menahan gaya gelombang air laut. Sedangkan asosiasi organisme-organisme yang dominan hidup disini di samping scleractinian coral adalah algae yang banyak diantaranya juga mengandung kapur.

Faktor-faktor Pertumbuhan Terumbu Karang

Sebagaimana organisme yang termasuk kelompok yang besifat sessil di dasar perairan, terumbu karang rentan dengan terjadinya perubahan lingkungan, karena tidak memiliki kemampuan untuk menghindar dari perubahan kondisi lingkungan sebagaimana kelompok hewan yang biasa bergerak bebas (Thamrin 2006). Faktor-faktor fisik-kimia yang diketahui dapat mempengaruhi kehidupan dan/atau laju pertambahan terumbu karang. Sedangkan faktor biologis, biasanya berupa predator atau pemangsanya (Supriharyono 2000). Berikut ini adalah adalah beberapa faktor lingkungan pembatas kehidupan terumbu karang :

1. Suhu

(23)

zooxanthellae dari polip terumbu karang dan akibat selanjutnya dapat mematikan terumbu karang (Supriharyono 2000).

Suhu mempunyai peran penting dalam membatasi sebaran terumbu karang. Oleh karena itu terumbu karang tidak ditemukan di daerah dingin, sebaliknya pembuangan air panas akan menyebabkan terumbu karang menjadi mati. Sebagai contoh air panas yang dibuang dari instalasi pencairan gas alam (LNG) di Bontang suhunya mencapai 37ºC dan mematikan terumbu karang yang ada di depannya (Nontji 1987).

2. Salinitas

Salinitas merupakan salah satu faktor pembatas yang sangat penting bagi terumbu karang. Organisme karang hidup sangat baik pada salinitas 35 persen, atau sama dengan salinitas rata-rata lautan (Samudra). Menurut (Wibisono 2005) pertambahan terbaik berkisar antara 30 persen sampai 35 persen. Sedangkan menurut (Nontji 2005) terumbu karang masih mempunyai toleransi terhadap salinitas sekitar 27 – 40 persen Jika penurunan salinitas pada waktu yang mendadak dan dalam waktu yang singkat biasanya terumbu karang masih dapat bertahan hidup, akan tetapi bila penurunan salinitas mencapai 15-10 persen dalam waktu 24 jam atau lebih terumbu karang akan mati (Suharsono 2002).

3. Cahaya dan kedalaman

Intensitas cahaya sangat mempengaruhi kehidupan terumbu karang pada fotosintesa zooxanthellae yang produknya kemudian disumbangkan ke polip terumbu karang. Intensitas cahaya berhubungan erat dengan kedalaman (Direktorat Konservasi dan Taman Nasional Laut 2006). Cahaya adalah salah satu faktor yang paling penting yang membatasi terumbu karang. Cahaya yang cukup harus tersedia agar fotosintesis oleh zooxanthellae simbiotik dalam jaringan terumbu karang dapat terlaksana. Tanpa cahaya yang cukup, laju fotosintesis akan berkurang dan bersama dengan itu kemampuan terumbu karang untuk menghasilkan kalsium karbonat dan membentuk terumbu karang akan berkurang pula. Titik kompensasi untuk terumbu karang nampaknya merupakan kedalaman dimana intensitas cahaya berkurang sampai 15-20 persen dari intensitas permukaan (Nybakken 1992).

Menurut Thamrin (2006) terumbu karang hermatypic, ditemukan di daerah permukaan atau dari daerah intertidal sampai kedalaman 70 m, akan tetapi pada umumnya ditemukan sampai kedalaman 50 m. Sebagian besar hidup dengan subur sampai kedalaman 20 m. Kecerahan diperlukan untuk penetrasi cahaya kedalam air dan menjaga jangkauan indra organisme. Meningatkan kebutuhan ini maka binatang terumbu karang umumnya tersebar di daerah tropis. Menurut Kinsman (1964) dalam Supriharyono (2000), beberapa jenis karang seperti Acropora sp tumbuh baik pada kedalaman kurang dari 20 meter.

4. Arus

Pergerakan air mempengaruhi faktor paling besar atau kuat dalam menentukan bentuk dan pertambahan panjang dan lebar bagi terumbu karang. Bagian dari terumbu karang yang terekspose (berhadapan) dengan arus adalah yang pertama masuknya air dan bersamanya terbawa zat-zat hara, makanan yang bersifat planktonis, rekruitment larva, endapan dan pollutan (Naamin 2001).

(24)

(Dahuri 2003). Arus dan gelombang juga dapat membersihkan polip dari kotoran yang menempel. Oleh karena itu pertambahan terumbu karang di tempat yang airnya selalu teraduk oleh arus dan ombak, lebih baik dari pada di perairan yang tenang dan terlindung (Nontji 2005).

Manfaat dari Terumbu Karang

Menurut (Ikawati et al. 2001) keberadaan terumbu karang memiliki berbagai manfaat :

1. Terumbu karang yang sehat merupakan rumah untuk berbagai jenis hewan dan tumbuhan.

2. Terumbu karang melindungi ikan-ikan kecil dari makhluk laut lainnya dari serangan hewan pemangsa.

3. Terumbu karang merupakan tempat berlindung makhluk laut dari ombak besar dan arus yang kencang.

4. Terumbu karang menyediakan makanan untuk berbagai jenis ikan, udang, kima, kerang dan cumi-cumi.

5. Terumbu karang merupakan tempat berkembang biak dan tumbuh dewasa berbagai jenis ikan dan makhluk laut lainnya.

6. Terumbu karang yang sehat menghasilkan tangkapan ikan empat kali lebih banyak dari pada terumbu karang yang rusak.

7. Terumbu karang yang sehat menyediakan peluang kerja bagi generasi muda sehingga mereka tidak harus pergi ke kota untuk mencari pekerjaan.

8. Terumbu karang yang sehat mendukung berbagai kegiatan usaha dan pekerjaan serta dapat meningkatkan penghasilan.

Nilai Sosio Ekonomi Terumbu Karang

Menurut Direktorat Konservasi dan Taman Nasional Laut (2006) komunitas karang saling berinteraksi antara komponen biotik dan abiotik yang sangat dibutuhkan untuk mendukung perekonomian masyarakat, antara lain : 1. Perikanan terumbu karang, baik tradisional maupun komersial memberikan

sumbangan yang besar untuk meningkatkan kehidupan masyarakat pesisir dan perekonomian nasional.

2. Kegiatan wisata bahari yang bertumpu pada terumbu karang memiliki nilai estetika tinggi memberikan peranan dalam meningkatkan pendapatan daerah dan nasional.

3. Keanekaragaman terumbu karang dan ikan hias merupakan potensi perdagangan yang cukup besar, terutama untuk memenuhi kebutuhan akuarium laut dalam dan luar negeri.

Transplantasi Terumbu Karang

(25)

mengembangkan teknik penutupan areal, translokasi terumbu karang, dan transplantasi terumbu karang (coral transplantation) (Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu 2007).

Transplantasi terumbu karang merupakan suatu upaya memperbanyak koloni karang dengan metode fragmentasi dimana koloni tersebut diambil dari suatu induk koloni tertentu (Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu, 2007).

Menurut Harriot dan Fisk (1988) dalam Direktorat Konservasi dan Taman Nasional Laut (2002), transpalantasi terumbu karang merupakan kegiatan pencangkokan atau pemotongan terumbu karang hidup untuk ditanam di tempat lain atau di tempat yang terumbu karangnya telah mengalami kerusakan. Transplantasi terumbu karang berperan dalam mempercepat regenerasi terumbu karang yang telah rusak, dan dapat pula digunakan untuk membangun daerah terumbu karang baru yang sebelumnya tidak ada. Pencangkokan ini dapat dilakukan dengan mengikatkan potongan terumbu karang sehat pada substrat buatan, seperti ubin, besi, plastik ataupun terumbu karang mati (Razak, et al. 2005).

Kegiatan transplantasi terumbu karang juga dapat berfungsi sebagai penyedia bibit melalui pembuatan kebun bibit yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan perdagangan ataupun rehabilitasi (Direktorat Konservasi dan Taman Nasional Laut 2006). Transplantasi terumbu karang harus memenuhi persyaratan bahwa kondisi tempat terumbu karang ditransplantasikan mempunyai kondisi lingkungan yang sama dengan habitat asalnya, seperti aliran air, kecerahan, temperatur dan sebagainya (Murdiyanto 2003).

Dimasa mendatang transplantasi terumbu karang akan memiliki banyak kegunaan antara lain; untuk melapisi bangunan-bangunan bawah laut sehingga lebih kokoh dan kuat, untuk memadatkan spesies terumbu karang yang jarang atau terancam punah, dan untuk kebutuhan pengambilan terumbu karang hidup bagi hiasan aquarium (Direktorat Konservasi dan Taman Nasional Laut 2002). Sedangkan menurut (Johan, et al. 2007) transaplantasi terumbu karang memiliki tujuan dan manfaat antar lain; rehabilitasi kondisi terumbu karang, menjaga kelestarian jenis terumbu karang, perlindungan tehadap erosi pantai, pariwisata, peningkatan produksi perikanan, serta penelitian dan perdagangan.

Dampak Pemanfaatan Program Rehabilitasi Karang

(26)

menjadi objek pembahasan bukan saja dampak pogram terhadap lingkungan, melainkan juga dampak lingkungan terhadap pogram.

Yoeti (2008) mengemukakan bahwa pariwisata (termasuk ekowisata) sebagai katalisator dalam pembangunan karena dampak yang diberikannya terhadap kehidupan perekonomian di negara yang dikunjungi wisatawan. Kegiatan ekowisata memberikan dampak pada berbagai aspek seperti sosial-budaya, ekonomi, dan lingkungan.

Tipologi ekowisata yang menjadi alternatif kegiatan bahari saat ini adalah kegiatan ekoturisme (wisata alam) yang mengandalkan keindahan alam. Dari dimensi ekologis kegiatan ini jelas mengandalkan keindahan alam sehingga kegiatan ini akan mendorong tindakan konservasi untuk mempertahankan daya tariknya agar keuntungan ekonomi dari kegiatan ekowisata ini dapat dipertahankan. Sementara itu aspek sosial masyarakat setempat dimana kegiatan ekoturisme ini berlangsung sering mendapat manfaat ekonomi dari pengembangan kegiatan jasa pendukung wisata, selain itu juga gangguan terhadap kehidupan tradisional masyarakat umumnya sangat kecil sekali (Dahuri et al. 1996).

Saifullah (2000) mengungkapkan bahwa ada beberapa dampak pemanfaatan ekowisata:

1. Bidang ekonomi

a. Dapat meningkatkan kesempatan kerja dan berusaha, baik secara langsung maupun tidak langsung.

b. Meningkatkan devisa, mempunyai peluang besar untuk mendapatkan devisa dan dapat mendukung kelanjutan pembangunan di sektor lain.

c. Meningkatkan dan memeratakan pendapatan rakyat, dengan belanja wisatawan akan meningkatkan pendapatan dan pemerataan pada masyarakat setempat baik secara langsung maupun tidak langsung.

d. Meningkatkan penjualan barang-barang lokal keluar.

e. Menunjang pembangunan daerah, karena kunjungan wisatawan cenderung tidak terpusat di kota melainkan di pesisir, dengan demikian amat berperan dalam menunjang pembangunan daerah.

2. Bidang sosial budaya

Keanekaragaman kekayaan sosial budaya merupakan modal dasar dari pengembangan ekowisata. Sosial budaya merupakan salah satu aspek penunjang karakteristik suatu kawasan wisata sehingga menjadi daya tarik bagi wisatawan. Sosial budaya dapat memberikan ruang bagi kelestarian sumber daya alam, sehingga hubungan antar sosial budaya masyarakat dan konservasi sumber daya alam memiliki keterkaitan yang erat. Oleh karena itu, kemampuan melestarikan dan mengembangkan budaya yang ada harus menjadi perhatian pemerintah dan lapisan sosial masyarakat.

3. Bidang lingkungan

(27)

ekowisata. Menurut Ismudiyanto (2000), meningkatnya tuntutan dan kebutuhan wisatawan yang harus dipenuhi dalam pemasaran dan pengembangan obyek wisata alam adalah pembangunan sarana dan prasarana fisik untuk pelayanan umum dan lingkungan berdasarkan rencana induk pengembangan kawasan, rencana tapak (site plan) dan block plan, dan detail-detail perancangan termasuk fasilitas dan utilitas. Fasilitas yang harus disiapkan dalam pengembangan lokasi obyek wisata alam antara lain: persyaratan lokasi dan kemudahan pencapaian, peruntukkan lahan dan tata guna tanah (land use), jalan umum, terminal dan parkir kendaraan, fasilitas umum, kesehatan, komunikasi dan akomodasi, tempat rekreasi dan sebagainya.

Pembangunan lapangan terbang, pelabuhan, jalan-jalan menuju obyek wisata, pengembangan hotel dan akomodasi lainnya, sarana transportasi yang harus diperluas, pengadaan tenaga listrik, penyediaan air bersih dan sarana telekomunikasi lainnya, semuanya membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Kebijaksanaan-kebijaksanaan yang diatur disesuaikan dengan kapasitas suatu daerah.

Prinsip-Prinsip Pengembangan Ekowisata

Menurut Santosa seperti yang dikutip dalam Afif (1992). Prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan dalam pengembangan ekowisata adalah sebagai berikut: 1. Konservasi

a. Pemanfaatan keanekaragaman hayati tidak merusak sumber daya alam itu sendiri. Relatif tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan dan kegiatannya bersifat ramah lingkungan.

b.Dapat dijadikan sumber dana yang besar untuk membiayai pembangunan konservasi.

c. Dapat memanfaatkan sumber daya lokal secara lestari.

d.Meningkatkan daya dorong yang sangat besar bagi pihak swasta untuk berperan serta dalam program konservasi. Mendukung upaya pengawetan jenis.

e. Pendidikan Meningkatkan kesadaran masyarakat dan merubah perilaku masyarakat tentang perlunya upaya konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.

2. Ekonomi

a. Dapat memberikan keuntungan ekonomi bagi pengelola kawasan, penyelenggara ekowisata dan masyarakat setempat.

b. Dapat memacu pembangunan wilayah, baik di tingkat lokal, regional mapun nasional.

c. Dapat menjamin kesinambungan usaha.

d. Dampak ekonomi secara luas juga harus dirasakan oleh kabupaten/kota, propinsi bahkan nasional.

3. Peran Aktif Masyarakat

a. Membangun hubungan kemitraan dengan masyarakat setempat

b. Pelibatan masyarakat sekitar kawasan sejak proses perencanaan hingga tahap pelaksanaan serta monitoring dan evaluasi.

(28)

d. Memperhatikan kearifan tradisional dan kekhasan daerah setempat agar tidak terjadi benturan kepentingan dengan kondisi sosial budaya setempat. e. Menyediakan peluang usaha dan kesempatan kerja semaksimal mungkin

bagi masyarakat sekitar kawasan. 4. Wisata

a. Menyediakan informasi yang akurat tentang potensi kawasan bagi pengunjung.

b. Kesempatan menikmati pengalaman wisata dalam lokasi yang mempunyai fungsi konservasi.

c. Memahami etika berwisata dan ikut berpartisipasi dalam pelestarian lingkungan.

d. Memberikan kenyamanan dan keamanan kepada pengunjung.

Partisipasi

Konsep partisipasi berasal dari bahasa Inggris ”participation” yang berarti turut ambil bagian. Nasdian (2006) mengartikan partisipasi sebagai proses aktif dan inisiatif yang diambil oleh warga komunitas itu sendiri, dibimbing oleh cara mereka sendiri dengan menggunakan sarana dan proses (lembaga dan mekanisme) dimana mereka dapat menegaskan kontrol secara efektif. Kategori partisipasi meliputi: (1) warga komunitas dilibatkan dalam tindakan yang telah dipikirkan atau dirancang dan dikontrol oleh orang lain; (2) partisipasi merupakan proses pembentukan kekuatan untuk keluar dari masalah mereka sendiri. Titik tolak partisipasi adalah memutuskan, bertindak, kemudian mereka merefleksikan tindakan tersebut sebagai subyek yang sadar. Dengan partisipasi, program yang dilaksanakan akan lebih berkelanjutan karena disusun berdasarkan kebutuhan dasar yang sesungguhnya dari masyarakat setempat. Sementara menurut Davis dalam Sastropoetro (1988), partisipasi adalah keterlibatan mental/pikiran dan emosi/perasaan seseorang didalam situasi kelompok yang mendorongnya untuk memberikan sumbangan kepada kelompok dalam usaha mencapai tujuan serta turut bertanggungjawab terhadap usaha yang bersangkutan. Batasan dari partisipasi adalah keterlibatan komunitas setempat secara aktif dalam pengambilan keputusan atau pelaksanaannya terhadap pogram-pogram pembangunan. Menurut Tanjung (2003), definisi dari partisipasi adalah keterlibatan seseorang secara sadar ke dalam interaksi sosial dalam situasi sosial tertentu yang berarti seseorang berpartisipasi dalam suatu kelompok jika ia mengidentifikasi dirinya dengan kelompok tersebut melalui bermacam sikap “berbagi”, yaitu berbagi nilai tradisi, berbagi perasaan, kesetiaan, kepatuhan dan tanggung jawab bersama, serta melalui persahabatan pribadi.

Partisipasi masyarakat terbagi menjadi empat tahap menurut Uphoff (1979), yaitu:

1. Tahap perencanaan, ditandai dengan keterlibatan masyarakat dalam kegiatan-kegiatan yang merencanakan program pemberdayaan yang akan dilaksanakan di desa, serta menyusun rencana kerjanya.

(29)

sumbangan pemikiran, bentuk sumbangan materi, dan bentuk keterlibatan sebagai anggota pogram.

3. Tahap menikmati hasil, yang dapat dijadikan indikator keberhasilan partisipasi masyarakat pada tahap perencanaan dan pelaksanaan program. Selain itu, dengan melihat posisi masyarakat sebagai subjek pemberdayaan, maka semakin besar manfaat program dirasakan, berarti program tersebut berhasil mengenai sasaran.

4. Tahap evaluasi, dianggap penting sebab partisipasi masyarakat pada tahap ini dianggap sebagai umpan balik yang dapat memberi masukan demi perbaikan pelaksanaan program selanjutnya.

Pembangunan partisipatif merupakan model pembangunan yang melibatkan stakeholders dalam semua proses, mulai dari perencanaan, implementasi, monitoring dan evaluasi. Pelaku pembangunan tersebut adalah semua unsur yang ada dalam komunitas yang terdiri atas pemerintah dan masyarakat (civil society). Perumusan rencana pembangunan perlu dilakukan secara demokratis, professional dan terukur artinya dapat mewujudkan kebutuhan masa depan, handal, teruji, dan dapat dipertanggungjawabkan kepada semua stakeholders untuk itu pembangunan daerah harus menganut prinsip-prinsip: Partisipasi artinya seluruh anggota masyarakat diharapakan berperan aktif dalam perencanan, pelaksanaan, dan pengawasan seluruh kegiatan pembangunan. Transparansi artinya setiap kegiatan dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dari seluruh kegiatan dapat diketahui oleh semua pihak yang berkepentingan. Akuntabilitas artinya setiap kegiatan seharusnya dapat dipertanggungjawabkan baik secara teknis maupun administratif. Keberlanjutan artinya pembangunan untuk masyarakat harus dapat berkelanjutan dari generasi ke generasi dan dikembangkan oleh masyarakat sendiri melalui wadah institusi masyarakat yang mandiri dan professional. Professional artinya bukan melaksanakan pekerjaan sesuai dengan keahlian bidang masing-masing, tetapi mengenali keterkaitan dan keterpaduan dengan bidang lain.

Partisipasi juga suatu bentuk khusus didalam pembagian kekuasaan, tugas dan tanggung jawab dalam komunitas. Selain itu partisipasi dipengaruhi oleh kebutuhan motivasi, struktur sosial, stratifikasi sosial dalam masyarakat, orang akan berpartisipasi menyangkut adanya kebutuhan akan kepuasan, mendapatkan keuntungan, dan meningkatkan status. Menurut Madrie (1986) partisipasi dapat dibedakan lagi menjadi beberapa jenis, yaitu :

1. Partisipasi dalam menerima hasil-hasil pembangunan :

a. Mau menerima, bersikap menyetujui hasil-hasil pembangunan yang ada.

b. Mau memelihara, menghargai hasil pembangunan yang ada.

c. Mau memanfaatkan dan mengisi kesempatan pada hasil pembangunan.

d. Mau mengembangkan hasil-hasil pembangunan. 2. Partisipasi dalam memikul beban pembangunan :

a. Ikut menyumbang tenaga.

b. Ikut menyumbang uang, bahan serta fasilitas lainnya. c. Ikut menyumbangkan pemikiran, gagasan dan ketrampilan. d. Ikut menyumbang waktu, tanah dan lain sebagainya.

(30)

a. Ikut menerima informasi dan memberikan informasi yang diperlukan. b. Ikut dalam kelompok-kelompok yang melaksanakan pembangunan. c. Ikut mengambil keputusan tentang pembangunan yang dilaksanakan d. Ikut merencanakan dan melaksanakan pembangunan

e. Ikut menilai efektivitas, efisiensi dan relevansi pelaksanaan program. Menurut Ariyani (2007) sesuai dengan pembagian partisipasi tersebut maka partisipasi dalam menerima hasil-hasil pembangunan tidak hanya dalam hal menyetujui hasil-hasil pembangunan yang ada tetapi juga mau memanfaatkan, memelihara dan mengembangkan hasil-hasil pembangunan sehingga pembangunan akan dapat berkesinambungan. Partisipasi dalam memikul beban pembangunan berarti masyarakat ikut berpartisipasi dalam menyumbangkan segala sumber daya yang mereka miliki baik uang, tanah, ketrampilan, ide, waktu dan lain sebagainya untuk menunjang tercapainya tujuan pembangunan. Upaya pertanggungjawaban pelaksanaan pembangunan yang dilakukan oleh masyarakat tidak hanya ikut serta menerima dan memberikan informasi tetapi juga ikut serta dalam organisasi-organisasi dan kelompok-kelompok kemasyarakatan, ikut serta dalam pengambilan keputusan, dalam perencanaan dan evaluasi program pembangunan.

Kartasubrata (1986), menjelaskan bahwa dorongan dan rangsangan untuk berpartisipasi mencakup faktor-faktor kesempatan, kemauan dan bimbingan. Bila melihat hubungan antara dorongan dan rangsangan dengan intensitas partisipasi dalam pembangunan untuk semua implikasinya adalah bila penduduk diberi lebih banyak kesempatan, di tingkatkan kemampuannya dengan cara memberi peluang untuk dapat memberi lebih banyak pengalaman dan dimotivasi kemauannya untuk berpartisipasi maka partisipasi akan meningkat. Kesempatan untuk berpartisipasi hendaknya tidak hanya diberikan pada waktu pelaksanaannya saja tetapi juga dimulai dari pengambilan keputusan, perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan penilaian dan kemudian distribusi hasilnya.

Tingkat Partisipasi

Tingkatan partisipasi merupakan derajat tingkat keterlibatan masyarakat dalam sebuah program terlihat dari kesempatan masyarakat untuk terlibat dan mempengaruhi jalannya program. Merujuk pada makalah yang berjudul “A Ladder of Citizen Participation” dalam Journal of The American Planning Association (1969), Arnstein mengemukakan delapan tangga atau tingkatan partisipasi yang menunjukan tingkat keterlibatan masyarakat dalam sebuah program. Delapan tingkat tersebut diuraikan sebagai berikut:

1. Manipulation (Manipulasi)

(31)

2. Therapy (Terapi)

Pada tingkat terapi atau pengobatan, pemegang kekuasaan sama dengan ahli kesehatan jiwa. Mereka menganggap ketidakberdaayan sebagai penyakit mental dengan berpura-pura mengikutsertakan masyarakat dalam suatu perencanaan, mereka sebenarnya menganggap masyarakat sebagai sekelompok orang yang memerlukan pengobatan melalui program yang telah dirancang. Meskipun masyarakat dilibatkan dalam berbagai kegiatan namun pada dasarnya kegiatan tersebut bertujuan untuk menghilangkan lukanya dan bukan menemukan penyebab lukanya.

3. Informing (Menginformasikan)

Pada tingkat ini masyarakat diberikan informasi akan hak, tanggung jawab, dan pilihan terhadap program. Namun seringkali pemberian informasi dari penguasa kepada masyarakat tersebut bersifat satu arah saja dari pemberi program. Masyarakat tidak memiliki kesempatan untuk memberikan umpan balik/masukan terhadap program dan tidak memiliki kekuatan untuk negosiasi. Apalagi ketika informasi disampaikan pada akhir perencanaan, masyarakat hanya memiliki sedikit kesempatan untuk mempengaruhi program.

4. Consultation (Konsultasi)

Pada tingkat ini, masyarakat diminta pendapatnya sebagai suatu langkah logis menuju partisipasi penuh. Tetapi konsultasi ini masih merupakan partisipasi semu karena tidak ada jaminan bahwa pendapat mereka akan diperhatikan. Cara yang sering digunakan dalam tingkat ini adalah jajak pendapat, pertemuan warga dan dengar pendapat. Pemegang kekuasaan membatasi usulan masyarakat, maka kegiatan tersebut hanyalah partisipasi palsu. Partisipasi masyarakat diukur dari frekuensi kehadiran dalam pertemuan, seberapa banyak brosur yang dibawa pulang dan juga seberapa banyak dari kuesioner dijawab. Dengan demikian, pemegang kekuasaan telah memiliki bukti bahwa mereka telah mengikuti rangkaian pelibatan masyarakat.

5. Placation (Menenangkan)

Pada tingkat ini masyarakat sudah memiliki beberapa pengaruh meskipun tidak memiliki jaminan akan diperhatikan. Masyarakat diperbolehkan untuk memberikan masukan atau mengusulkan rencana akan tetapi pemegang kekuasaanlah yang berwenang untuk menentukan. Salah satu strateginya adalah memilih masyarakat miskin yang layak untuk dimasukkan ke dalam suatu lembaga. Jika mereka tidak bertanggung jawab dan jika pemegang kekuasaan memiliki mayoritas kekuasaan, maka mereka akan dengan mudah dikalahkan.

6. Partnership (Kemitraan)

(32)

7. Delegated Power (Kekuasaan didelegasikan)

Pada tingkat ini, negosiasi antara masyarakat dengan pejabat pemerintah mengakibatkan terjadinya dominasi kewenangan pada masyarakat terhadap rencana atau program tertentu.Pada tingkat ini masyarakat memiliki kekuasaan dalam memntukan suatu keputusan. Selain itu masyarakat juga memegang peranan penting dalam menjamin akuntabilitas program tersebut. Untuk mengatasi perbedaan, pemegang kekuasaan tidak perlu meresponnya akan tetapi dengan mengadakan proses tawar-menawar.

8. Citizen Control (Kontrol warga negara)

Pada tingkat ini masyarakat menginginkan adanya jaminan bahwa kewenangan untuk mengatur program atau kelembagaan diberikan kepada mereka, bertanggung jawab penuh terhadap kebijakan dan aspek-aspek manajerial. Masyarakat mampu apabila ada pihak ketiga yang akan mengadakan perubahan. Dengan demikian, masyarakat dapat berhubungan langsung dengan sumber-sumber dana untuk memperoleh bantuan atau pinjaman tanpa melewati pihak ketiga.

(33)

Sumber: Arnstein (1969) 8

Delegasi

Kemitraan

Placation/

Konsultasi

Informasi

Terapi

Manipulasi Kontrol Warga

2

Non-Partisipasi 1

Kekuatan warga negara (Citizen power) 7

6

5

Tokenismee 4

3

Gambar 1 Delapan tingkatan dalam tangga partisipasi masyarakat

Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Ekowisata

Masyarakat lokal sebagai bagian integral dari kawasan mempunyai potensi untuk ikut berperan serta, baik sebagai subyek yang berkaitan langsung dengan pengembangan obyek wisata maupun sebagai obyek daya tarik cultural, yang merupakan salah salah satu motivasi wisatawan untuk mengunjungi obyek wisata. Menurut Sumahadi (1998), partisipasi masyarakat dalam ekowisata sebagai salah satu kegiatan pemanfaatan sumber daya alam secara lestari, banyak ditentukan oleh seberapa jauh tingkat manfaat ekonomi yang dapat dirasakan langsung oleh masyarakat terutama di sekitar kawasan ekowisata.

Ekowisata merupakan kegiatan wisata yang mampu meningkatkan kemampuan finansial kawasan konservasi sebagai modal kegiatan konservasi, meningkatkan peluang lapangan kerja bagi masyarakat sekitar kawasan ekowisata, serta meningkatkan kepedulian masyarakat akan arti pentingnya upaya-upaya konservasi alam (Adhikerana 1999).

Menurut Adhikerana (1999) ekowisata yang bertumpu pada masyarakat (community based tourism) bertujuan untuk:

1. Memajukan tingkat hidup masyarakat dan sekaligus melestarikan identitas serta tradisi lokal.

2. Meningkatkan pendapatan secara ekonomis dan sekaligus mendistribusikan pada masyarakat lokal.

(34)

4. Mengembangkan semangat kerja sama sekaligus kompetisi.

5. Kepemilikan bersama aset dan sumber ekowisata dengan anggota masyarakat. 6. Memanfaatkan ekowisata seoptimal mungkin sebagai agen penunjang tradisi

budaya.

Kegiatan pengembangan ekowisata di kawasan konservasi mampu memberikan efek ganda (multiplier effect) terhadap pengembangan ekonomi rakyat dalam bentuk pemberian peluang usaha dan kesempatan kerja kepada masyarakat sekitar obyek ekowisata (Sumahadi 1998). Bentuk-bentuk partisipasi masyarakat dapat berpa penyediaan pusat interpretasi dan pengunjung, mengurus pembagian penghasilan dengan sebagian dari biaya masuk lokasi wisata dialokasikan untuk masyarakat lokal, serta menanam pepohonan, memelihara jalur setapak, dan membangun toko atau warung untuk menjual makanan, minuman, dan souvenir (Brandon 1993).

Partisipasi masyarakat meliputi pemantapan atau pendirian komisi pengelolaan penginapan, pembangkitan kembali komisi pengelolaan hutan secara tradisional, yang bertanggung jawab dalam penegakan peraturan, memberi denda pada pemburu liar, dan mengawasi penebangan kayu, serta masyarakat dapat melakukan kontrol terhadap pembuatan kebijakan (Brandon 1993).

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Partisipasi

Partisipasi selain dipengaruhi oleh faktor individual, juga dipengaruhi oleh suasana lingkungan dimana orang tersebut tinggal. Lingkungan dalam hal ini adalah iklim yang tercipta di dalam masyarakat yang terbentuk di suatu tempat. Oppenheim (1973) dalam Sahidu (1998) menjelaskan bahwa partisipasi merupakan bentuk perilaku. Untuk dapat berperilaku tertentu ada dua hal yang mendukungnya, yaitu: (1) ada unsur yang mendukung untuk berperilaku tertentu itu pada diri seseorang (person inner determinant), dan (2) terdapat iklim atau lingkungan (environmental factors) yang memungkinkan terjadinya perilaku tertentu itu. Kesadaran berpartisipasi dipengaruhi oleh tingkat pemahaman atas objek partisipasi.

Menurut Sumardjo (2009), prasyarat umum terjadinya partisipasi, diantaranya:

a. Kesempatan, (pengetahuan/kesadaran adanya kesempatan, peluang berpartisipasi).

b. Kemauan (sikap positif terhadap sasaran partisipasi),

c. Kemampuan (inisiatif untuk bertindak dengan komitmen dan menikmati hasilnya)

(35)

Kemauan merupakan situasi mental yang menyangkut emosi atau perasaan. Kemauan masyarakat untuk berpartisipasi ditentukan oleh faktor yang bersifat psikologis individu, seperti motif, harapan, needs, rewards, dan penguasaan informasi (Sahidu 1998). Sahidu (1998) menyebutkan bahwa dorongan seseorang melakukan suatu kegiatan untuk mencapai suatu tujuan sangat tergantung pada harapan seseorang akan tujuan tersebut. Harapan mendapatkan manfaat atau imbalan tertentu, terutama dalam kaitannya dengan pemenuhan kebutuhan dasar hidupnya, merupakan sumber motivasi bagi seseorang untuk berperan serta dalam suatu kegiatan.

Kemampuan ditentukan oleh banyak faktor, terutama faktor pendidikan, faktor pengalaman, dan faktor permodalan (Sahidu 1998). Untuk dapat berpartisipasi dalam bentuk memberikan sumbangan pemikiran, diperlukan sejumlah pengetahuan tertentu, dan hal ini sangat erat kaitannya dengan tingkat pendidikan yang pernah dilalui seseorang. Pendidikan yang baik/tinggi yang dialami seseorang akan memungkinkan orang tersebut untuk berpartisipasi lebih baik dalam suatu kegiatan. Selain itu, seseorang yang memiliki pengalaman yang luas, akan lebih terampil dalam mengerjakan sesuatu sehingga memungkinkan dapat berpartisipasi lebih baik, sedangkan untuk berpartisipasi dalam bentuk sumbangan material, diperlukan kemampuan ekonomi. Dalam hal ini, kemampuan permodalan akan ditentukan oleh pendapatan rumah tangga. Sedangkan kesempatan ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu waktu luang yang dimiliki, sarana dan prasarana fisik, kelembagaan sosial, kepemimpinan, struktur dan stratifikasi sosial, budaya lokal, serta pengaturan serta pengaturan pelayanan yang dilakukan pemerintah (Sahidu, 1998).

Pangestu (1995) dalam Febriana (2008) memaparkan faktor-faktor eksternal yang dapat mempengaruhi partisipasi masyarakat meliputi hubungan yang terjalin antara pihak pengelola program dengan sasaran. Hal tersebut terjadi karena sasaran akan dengan sukarela terlibat dalam suatu program jika sambutan pihak pengelola positif dan menguntungkan mereka. Selain itu, bila didukung dengan pelayanan pengelolaan kegiatan yang positif dan tepat dibutuhkan oleh sasaran, maka sasaran tidak akan ragu-ragu untuk berpartisipasi.

Selain itu, Tjokroamidjojo (1996) mengungkapkan faktor-faktor yang perlu mendapatkan perhatian dalam partisipasi masyarakat adalah:

a. faktor kepemimpinan, dalam menggerakkan partisipasi sangat diperlukan adanya pimpinan dan kualitas; dan

b. faktor komunikasi, gagasan-gagasan, ide, kebijaksanaan, dan rencana-rencana baru akan mendapat dukungan bila diketahui dan dimengerti oleh masyarakat.

(36)

Kerangka Pemikiran

Ekosistem terumbu karang sudah dalam kondisi yang rusak, dimana tutupan terumbu karang rata-rata hanya sebesar 36,48 persen (4 persen di Zona Pemukiman, dan 40 persen di Zona Inti I dan II, sedangkan di zona inti III hanya 9,35 persen). Terdapat 60 Genera Karang, dengan kondisi kelimpahan rata-rata 10 059.7 Colonies/ha, dimana tertinggi 21 125 dalam TNL, dan terendah 2 417 di luar TNL. Ukuran Koloni sekitar 5-15 Cm.

Kegiatan transplantasi karang merupakan investasi yang cukup besar, sehingga dibutuhkan konsepsi dan acuan yang jelas dengan dukungan referensi ilmiah dan praktek lapangan yang komprehensif dalam penuangan aspek legalitasnya. Pengaturan yang kuat dan transparan serta didukung oleh para pihak terkait (stakeholders) diharapkan akan mendapatkan hasil yang optimal dalam kerangka tertib administrasi dan teknis pelaksanaan pelestarian berbagai jenis karang.

Daerah Kepulauan Seribu merupakan salah satu daerah kunjungan wisata alam. Salah satu tempat tujuan wisata alam yang diminati wisatawan adalah Pulau Pramuka yang berada dalam wilayah Taman Nasional Kepulauan Seribu. Taman Nasional ini dikelola oleh pemerintah dalam rangka melaksanakan kegiatan konservasi seperti rehabilitasi karang. Berbagai bentuk profesi dan keterlibatan masyarakat di bidang sektor rehabilitasi di daerah ini terus di kembangkan. Kondisi ini akan berakibat pada tingkat partisipasi masyarakat terhadap program rehabilitasi yang ada. Dalam berpartisipasi pada suatu kegiatan atau program tertentu, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi seseorang atau kelompok untuk berperan serta dalam kegiatan tersebut. Faktor-faktor yang dimaksud, yaitu faktor individu dan faktor eksternal yang dirasakan individu yang keseluruhanya akan berdampak pada aspek sosial,ekonomi dan lingkungan.

Faktor individual diukur melalui variabel dari karakteristik individu yang mempengaruhi partisipasi yaitu kinerja kemauan, kemampuan, dan kesempatan merupakan hasil interaksi faktor-faktor dalam diri individu dan faktor lingkungan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemauan, kemampuan, dan kesempatan tersebut saling berinteraksi satu dengan lainnya, seperti psikologis individu (needs, harapan, motif, rewards), pendidikan, adanya pengetahuan atau informasi, keterampilan, kelembagaan sosial yang mendukung, struktur dan stratifikasi sosial, budaya lokal, serta peraturan dan pelayanan pemerintah (Sahidu 1998). Selain itu kesempatan juga mencakup pengetahuan dimana

(37)

maka masyarakat akan semakin memahami tujuan kegiatan dan semakin aktif berpartisipasi dalam kegiatan program rehabilitasi karang tersebut. Keaktifan tim pendamping kegiatan berhubungan dengan tingkat partisipasi masyarakat karena semakin aktif tim pendamping kegiatan mendampingi masyarakat, maka semakin tinggi partisipasi masyarakat program pengembangan ekowisata yang dilakukan.

Tindakan rehabilitasi karang juga akan berdampak di masyarakatdampak tersebut terdiri dari tiga aspek yaitu sosial, ekonomi dan budaya. Aspek ekonomi, ekologi, dan masyarakat sosial diperlukan dalam paradigma partisipasi. Pada sisi lain rehabilitasi karang merupakan suatu penanaman investasi yang cukup besar dan merupakan salah satu alternatif agar manusia dekat dengan alam. Secara garis besar kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.

Tingkat Partisipasi dalam Pengelolan Rehabilitasi Karang

: Berhubungan

Gambar 2 Kerangka Pemikiran Analisis Partisipasi Masyarakat Dalam Pengembangan Ekowisata dan Dampaknya Terhadap Lingkungan,Sosial dan Ekonomi

a. Manipulasi b. Terapi c. Informasi d. Konsultasi e. Placation atau

Penenangan f. Kemitraan g. Delegasi h. Kontrol Warga

Negara Faktor Individual

a. Tingkat Kemauan b. Tingkat Kemampuan c. Tingkat Kesempatan

Dampak Pemanfaatn

a. Lingkungan b. Ekonomi c. Sosial Kegiatan

Rehabilitasi Karang

Faktor Eksternal

a. Keaktifan pemimpin desa b. Intensitas kegiatan

(38)

Hipotesis

Dengan memperhatikan permasalahan dan kerangka pemikiran, maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut

1. Terdapat hubungan antara faktor individual terhadap tingkat partisipasi masyarakat dalam pengembangan Program Rehabilitasi Karang

2. Terdapat hubungan antara faktor eksternal terhadap tingkat partisipasi masyarakat dalam pengembangan Program Rehabilitasi Karang.

3. Terdapat hubungan antara tingkat partisipasi terhadap dampak pemanfaatan dalam pengembangan Program Rehabilitasi Karang

Definisi Konseptual

1. Tahap perencanaan program rehabilitasi karang merupakan langkah awal yaitu penyusunan masterplan serta penetapan lokasi sosialisasi rehabilitasi karang yang terdiri dari tahap pembuatan masterplan rehabilitasi karang dan sosialisasi awal yang terkait dengan rehabilitasi karang baik di tingkat pemerintah kabupaten maupun tingkat lokal desa.

2. Tahap pelaksanaan program rehabilitasi karang merupakan tahap implementasi dan individuisasi program ke masyarakat. Tahap sosialisasi terlihat dari interaksi antar stakeholders dengan masyarakat dalam suatu pemahaman sehingga diharapkan adanya kesamaan tujuan mewujudkan keberhasilan pengembangan kawasan ekowisata. Pada tahap pelaksanaan terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan seperti pengorganisasian sumber daya yang terlibat dalam program, penyusunan untuk menempatkan orang sesuai dengan jenis tugas, pengarahan pelaksanaan program, pengawasan, pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan rencana, serta penilaian untuk mengetahui tingkat pencapaian tujuan.

3. Tahap evaluasi program rehabilitasi karang merupakan merupakan tahap dimana masyarakat menilai proses dan hasil dari pelaksanaan program rehabilitasi karang, tahapan ini merupakan bagian dari sistem pengawasan untuk mengetahui arah program serta dampak yang ditimbulkan dari pelaksanaan program pembangunan tersebut.

Definisi Operasional

Definisi operasional variabel yang digunakan dalam penelitian ini menjelaskan pengukuran untuk masing-masing variabel:

1. Faktor individual adalah faktor-faktor dari dalam diri seseorang yang mempengaruhi untuk turut serta dalam kegiatan rehabilitasi karang, diantaranya:

a. Kemauan adalah keinginan masyarakat untuk berpartisipasi dalam kegiatan pengelolaan rehabilitasi terumbu karang yang meliputi aspek psikologis individu, yaitu motivasi dan harapan terhadap ekowisata, dan tingkat penguasaan informasi.

(39)

adalah peluang yang dimiliki oleh responden untuk mengikuti kegiatan, yang meliputi ketersediaan waktu luang dan pengetahuan responden mengenai adanya kegiatan.

2. Faktor Eksternal adalah faktor faktor yang berasal dari luar komunitas. yang mempengaruhi untuk turut serta dalam kegiatan rehabilitasi karang, diantaranya kepemimpinan desa dalam mengajak masyarakat mengikuti kegiatan yang dilihat dari keaktifan pemimpin dan frekuensi kedatangannya dalam kegiatan tersebut. Intensitas sosialisasi kegiatan adalah banyaknya pertemuan yang diikuti oleh masyarakat untuk menambah informasi tentang suatu kegiatan. Keaktifan tim pendamping kegiatan adalah frekuensi tim pendamping dalam mendampingi dan membantu masyarakat di lapangan. 3. Tingkatan partisipasi adalah tingkat partisipasi yang dicapai masyarakat

diukur menggunakan tangga partisipasi Arnstein (1969). Partisipasi dilihat dari tiga tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Kedelapan tangga tersebut sebelumnya dipersempit menjadi tiga kategori yaitu non-partisipasi (tangga 1 dan 2), tokenismee (tangga 3 – 5) dan Citizen Power (kontrol masyarakat) (tangga 6 – 8). Pernyataan pada kuesioner ditanyakan secara bertingkat dari tangga partisipasi terendah sampai tertinggi. Pertanyaan dihentikan ketika responden menjawab “Tidak” ditengah wawancara. Ada 8 pernyataan di setiap tahapan dari tiga tahapan partisipasi yang diberi skor 1-8, dimana skor maksimum setiap individu adalah 8x3=24 dan skor minimum 1x3=3. Sehingga jarak interval untuk tiap tingkatan partisipasi adalah (24-3)/8=2,6 sehingga dapat diketahui skor partisipasi keseluruhan tiap individu. Pemberian skor pengukuran tingkat partisipasi secara lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Pengukuran skor tingkat partisipasi

Partisipasi Masyarakat

Tangga Partisipasi Arnstein (1969) Non-partisipasi (rendah) Tokenismee (sedang) Citizen Power (tinggi)

1 2 3 4 5 6 7 8

Perencanaan Pelaksanaan Evaluasi Skor Partisipasi Keseluruhan

3-8 9-16 17-24

a. Selain itu partisipasi juga akan dlihat dari menikmati hasil, menikmati hasil akan diukur dari tingkat keterlibatan responden dalam proses menikmati hasil dari program rehabilitasi karang ini.

4. Dampak pemanfaatan adalah perubahan yang terjadi dikarenakan adanya aktifitas manusia khususnya di bidang kegiatan ekowisata,yang memberikan perubahan pada aspek sosial-budaya, ekonomi, dan lingkungan. .

(40)

kuesioner yang diisi oleh responden yang akan di kategorikan menjadi tinggi,sedang dan rendah

1. Tinggi skor : 16-20 2. Sedang skor: 11- 15 3. Rendah skor : 5- 10

b. Ekonomi adalah perbedaan Peningkatan jumlah pendapatam yang di alami responden di lapangan. Diukur dengan menggunakan lima pernyataan pada kuesioner yang diisi oleh responden yang akan dikategorikan menjadi tinggi, sedang dan rendah dengan akumulasi skor sebagai berikut:

1. Tinggi skor: 16 –20 2. Sedang skor : 11 - 15 3. Rendah skor: 5- 10

c. Sosial adalah situasi sosial yang kondusif yang di alami responden di lapangan yang menyangkut dengan hubungan antar manusia. Diukur dengan menggunakan lima pernyataan pada kuesioner yang diisi oleh responden yang akan dikategorikan menjadi tinggi, sedang dan rendah dengan akumulasi skor sebagai berikut:

(41)

PENDEKATAN LAPANG

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yang didukung metode kualitatif kuantitatif. Pendekatan kuantitatif dilakukan dengan metode survei kepada responden. Penelitian survei merupakan penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang lengkap (Singarimbun dan Efendi 1989). Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif. Penelitian deskriptif berguna untuk membuat penjelasan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu. Strategi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus. Studi kasus adalah suatu strategi penelitian multi-metode, lazimnya memadukan teknik pengamatan, wawancara, dan analisis dokumen

Lokasi dan Waktu

Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive). Penelitian dilakukan di wilayah Taman Nasional Kepulauan Seribu Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu Provinsi DKI Jakarta. Penelitian tepatnya akan dilaksanakan di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu. Lokasi ini dipilih secara purposive (sengaja) karena pulau ini berada di dalam kawasan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu (zona pemanfaatan) yang tengah giat menyelenggarakan usaha ekowisata salah satunya mengenai program rehabilitasi karang. Waktu penelitian berlangsung seperti pada lampiran.

Teknik Sampling

Populasi penelitian ini adalah seluruh masyarakat yang berpartisipasi dalam program penanaman Transplantasi Karang di Pulau Pramuka. Responden penelitian adalah seluruh individu yang merpakan partisipan program transplantasi karang. Peneliti menggunakan metode sensus karena jumlah populasi yang tidak terlau banyak serta program ini kurang berjalan dengan baik sehingga hanya beberapa orang saja yang masih menjadi peserta program ini, sensus ini dilakukan kepada 29 orang.

(42)

Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yang didukung dengan metode wawancara dengan informan, dan observasi. Data tentang karakteristik masyarakat lokal, tingkat partisipasi, bentuk partisipasi masyarakat, sosialisasi ekowisata, serta manfaat ekowisata dikumpulkan dengan menggunakan metode survei. Metode penelitian survei adalah metode pengambilan sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data yang pokok (Singarimbun, Masri dan Effendi 1989). Untuk memperkuat hasil survei dan wawancara dengan masyarakat lokal, juga dilakukan wawancara dengan pedoman pertanyaan dengan informan untuk menelaah tingkat keterlibatan masyarakat lokal terhadap usaha pariwisata dan manfaat pariwisata.

Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Data kuantitatif adalah informasi mengenai hal-hal yang dapat diukur dan dapat dikuantifikasikan. Data kuantitatif ini digunakan untuk menggambarkan karakteristik responden, faktor individu yang neliputi kemauan, kemampuan dan kesempatan, faktor eksternal, tingkat partisipasi, dan dimensi lingkungan, sosial dan ekonomi. Pengolahan data kuantitatif dalam penelitian ini mengacu pada langkah-langkah pengolahan data dari Effendi et al. (1989). Pertama, memasukkan data ke dalam kartu atau berkas (file) data. Kedua, membuat tabel frekuensi atau tabel silang. Ketiga, mengoreksi kesalahan-kesalahan yang ditemui setelah membaca tabel frekuensi atau tabel silang.

Setelah itu, data kuantitatif yang dikumpulkan akan diolah dengan menggunakan program komputer SPSS 16 for Windows untuk menguji hubungan antar variabel yang kemudian dianalisis dan diinterpretasikan untuk melihat fakta yang terjadi dengan menggunakan analisis rank-spearman, serta dianalisis secara deskriptif untuk menggambarkan perbandingan antara perilaku ekonomi nelayan ideal dengan perilaku ekonomi di lapangan.

Uji korelasi Rank Spearman digunakan untuk melihat hubungan yang nyata antar variabel dengan data berbentuk ordinal dan data interval yang diubah menjadi data ordinal. Uji korelasi Rank Spearman digunakan untuk menentukan hubungan antara kedua variabel (variabel independen dan variabel dependen). Korelasi positif menunjukkan hubungan yang searah antara dua variabel yang diuji, yang berarti semakin besar variabel bebas (variabel independen) maka semakin besar pula variabel terikat (variabel dependen). Sementara itu, korelasi negatif menunjukkan hubungan yang tidak searah, yang berarti jika variabel bebas besar maka variabel terikat menjadi kecil (Rakhmat 1997). Rumus korelasi Rank Spearman adalah sebagai berikut:

Dimana:

ρ atau rs : koefisien korelasi spearman rank di : determinan

(43)

Klasifikasi keeratan hubungan dijelaskan oleh Guilford (1956:145) dalam Rakhmat (1997) sebagai berikut:

Kurang dari 0.20 hubungan rendah sekali; 0.20–0.40 hubungan rendah tetapi pasti 0.40–0.70 hubungan yang cukup berarti 0.70–0.90 hubungan yang sangat tinggi; kuat

Lebih dari 0.90 hubungan sangat tinggi; kuat sekali, dapat diandalkan

Teknik analisis data kualitatif dilakukan sejak awal pengumpulan data. Hasil wawancara mendalam dan pengamatan disajikan dalam bentuk catatan harian yang dianalisis sejak pertama kali datang ke lapangan dan berlangsung terus menerus. Analisis data kualitatif dilakukan secara terus menerus yang terdiri atas pengumpulan data, analisis data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Analisis data primer dan sekunder mengacu pada pendapat Miles dan Huberman (1992) dalam Sitorus (1998), data diolah dengan melakukan tiga tahapan kegiatan dan dilakukan secara bersamaan, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan melalui verifikasi data. Pertama, reduksi data dilakukan dengan tujuan untuk menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang data-data yang tidak diperlukan dan mengorganisir data sedemikian sehingga didapatkan kesimpulan akhir.

(44)
(45)

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Letak Geografis dan Kondisi Alam

Kepulauan Seribu merupakan sebuah gugusan pulau-pulau kecil yang terbentang dari Teluk Jakarta sampai dengan Pulau Sibera. Luas total Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu adalah 11 kali luas daratan kota Jakarta dengan luas lautan 6.997.50 km2 dan luas daratan 864.59 Ha. Pulau-pulau di Kepulauan Seribu berjumlah 106 pulau dengan peruntukan yang beragam diantaranya 11 pulau untuk pemukiman, sembilan pulau wisata umum, 36 pulau wisata lainnya, empat pulau dengan bangunan sejarah, dua pulau cagar alam serta sisanya digunakan untuk penghijauan atau untuk

Gambar

Gambar 1  Delapan tingkatan dalam tangga partisipasi masyarakat
Gambar 2   Kerangka  Pemikiran  Analisis Partisipasi Masyarakat Dalam  Pengembangan Ekowisata dan Dampaknya Terhadap  Lingkungan,Sosial dan Ekonomi
Tabel 1  Pengukuran skor tingkat partisipasi
Tabel 3  Jenis mata pencaharian penduduk Kelurahan Pulau Panggang
+5

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian memperoleh menggambarkan bahwa faktor yang mempengaruhi keluarga yang aktif tetapi tidak mandiri karena keluarga kurang pengetahuan dan motivasi dalam merawat

Dilihat pada gambar denah sebaran halaman tengah Situs Ki Buyut Trusmi tahun 1898 yang ditunjukkan oleh gambar 6, maka tidak tampak keberadaan alur koridor yang menghubungkan

Untuk bisa mengambil suatu barang dari logam (contoh obeng besi) hanya dengan sebuah magnet misalkan pada peralatan perbengkelan biasanya dilengkapi dengan hanya dengan sebuah

Persen kejadian dan tingkat keparahan penyakit dari ketiga plot pengamatan selama musim hujan dan kemarau bersifat dinamis dengan kerusakan yang paling tinggi dijumpai pada Petak

Segala puji hanya bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat Iman dan Islam, dan berkat rahmat Nya juga penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan studi ke Perguruan

berbeda dengan penelitian ini, penelitian yang membahas stimulasi media sempoa dalam berhitung permulaan, dilakukan pada kelompok B usia 5-6 tahun. Namun dalam

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh peningkatan nilai kandungan protein dalam pakan buatan yang ditambahkan dengan hidrolisat tepung bulu ayam dan untuk

CROSSCUTTING DALAM ADEGAN SEBAB-AKIBAT SEBAGAI PEMBANGUN UNSUR DRAMATIK PADA